Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya dan suku bangsa. Dayak

merupakan salah satu dari ribuan suku yang terdapat di Indonesia. Mereka merupakan

salah satu penduduk mayoritas di provinsi tersebut. Dayak adalah nama kolektif

untuk berbagai suku asli di Kalimantan. Di kalangan dayak itu sendiri terdapat

keragaman yang besar antara sukku yang satu dengan yang lainnya dari sudut bahasa,

kesenian, upacara-upacara arsitektur rumah, dan lain-lain. Namun ciri-ciri yang

penting dari suku-suku dayak adalah bertempat tinggal di pedalaman, di tepi dan di

lembah-lembah sungai, sistem pertanian berladang, mempraktekan mengayau di masa

silam, dan agama tradisional yang di namakan Kaharingan.1 Dalam pikiran orang

awam, suku dayak hanya ada satu jenis. Padahal sebenarnya mereka terbagi kedalam

banyak sub-sub suku. Perbedaan tersebut di sebabkan oleh terpencarnya masyarakat

dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dengan pengaruh masuknya kebudayaan

luar.

Suku Dayak (Ejaan Lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penjajah

diberi kepada penghuni pedalaman pulau Borneo2 yang mendiami Pulau Kalimantan

(Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri

dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan

1
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 258-259
2
Kata "daya" serumpun dengan misalnya kata "raya" dalam nama "Toraya" yang berarti "orang (di) atas,
orang hulu". Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Gua Babi
(Kalimantan Selatan), penghuni pertama Kalimantan memiliki ciri-ciri Austro-Melanesia, dengan proporsi
tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan dengan penghuni Kalimantan masa kini.
Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai,

Paser, Berau dan Tidung3 Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan

menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku

asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat

Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak

mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai,

terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.

Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun

Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan,

Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.

Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di

pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:4

 "Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar,

dan Sama-Bajau termasuk satu suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri

yaitu Suku Paser).5

 "Dayak Darat" (13 bahasa)6

 "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku

yang berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu Suku Tidung.7

3
Haris, Syamsuddin, Desentralisasi dan otonomi daerah, (Naskah akademik dan RUU usulan LIPI. Yayasan
Obor Indonesia, 2004), p. 188.
4
Indonesia, Kalimantan
5
http://www.ethnologue.com/subgroups/greater-barito. Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
6
http://www.ethnologue.com/subgroups/land-dayak. Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
7
http://www.ethnologue.com/subgroups/north-borneo, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
 "Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman,

Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.8

 "Melayik" dituturkan: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais), Dayak Iban

(dan Saq Senganan), Dayak Keninjal, Dayak Bamayoh (Malayic Dayak), Dayak

Kendayan (Kanayatn). Beberapa suku asal Kalimantan beradat Melayu yang

terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku yang berdiri sendiri yaitu Suku

Banjar, Suku Kutai, Suku Berau, Suku Sambas, dan Suku Kedayan.9

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimna Asal-Usul Orang Dayak?

2. Bagaimna Kepercayaan Orang Dayak Terhadap Mite dan Magi?

3. Apa Saja Upacara-Upacara yang dilakukan Orang Dayak?

C. Tujuan Penulis

1. Agar dapat mengetahui secara singkat dari mana asal-usul orang dayak

2. Agar dapat mengetahui dan memahami kepercayaan orang dayak terhadap mite

dan magi

3. Dan dapat mengetahu upacara-upacara yang dilakukan orng dayak

8
http://www.ethnologue.com/subgroups/tamanic, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
9
http://www.ethnologue.com/subgroups/malayic, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etimologi

Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli

non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.10 Ini terutama berlaku di

Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap

termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku

Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini.

Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang

berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak

mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli

atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari

bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada

tempatnya.11

Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya

(Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi=

dari; aju= hulu).12 Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk

penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan

Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin,

istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia

10
Leeming, David Adams, Creation myths of the world, (an encyclopedia 1 (2 ed.). ABC-CLIO: 2010). p. 99.
11
Maunati, Yekti. Identitas Dayak. (PT LKiS Pelangi Aksara). p. 8.
12
Tegg, Thomas (1829). London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and
practical mechanics, (comprising a popular view of the present state of knowledge 4. Printed for Thomas
Tegg: 1829). p. 338.
Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai

Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing

diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh pihak kolonial

Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut Tanah

Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot

Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara

kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda

bahasanya13, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 (pasca

Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan

penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-

daerah pedalaman Kalimantan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr.

August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali

mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.

Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987),

misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia,

sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman.

Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu

sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban

menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan

Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa

sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal

tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.
13
Foreign missionary chronicle. s.n. (1838). p. 261.
Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli

Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya, Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu

sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di

luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’

B. Asal-Usul Orang Dayak

Suku dayak pada dasarnya berasal dari keturunan para imigran yang berasal

dari Cina Selatan (Yunnan). Migrasi ini diperkirakan terjadi sekitar antara tahun 3000

s/d 1500 SM pada zaman glasial (zaman es). Mereka membentuk kelompok

pengembara yang berjalan dari negeri asal melewati Vietnam Indocina, kemudian

menuju Malaysia hingga akhirnya masuk di kepulauan nusantara.14

Di daerah kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat banyak dihuni beragam

etnis dayak yang hidup dalam kelompok masing-masing dengan budaya dan tradisi

yang telah berjalan lama sejak ratusan tahun bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.

Diduga kehadiran suku-suku Dayak di wilayah ini datang dalam 3 gelombang.

1. Migrasi dalam gelombang pertama diperkirakan datang dari arah barat

(kemungkinan berasal dari hilir sungai Kapuas dan anak-anak sungai, seperti

sungai Sekayam, Ketungau dan Sekadau). Suku-suku Dayak tersebut adalah:

Seberuang, Ensilat, Iban, Kantu’, Tamanik, Desa, Sekapat, Suaid, Mayan,

Sebaru’, Rembay, dan Ulu ai’.

2. Migrasi dalam gelombang kedua diperkirakan berasal dari arah timur daerah Data

Purah, Apo Kayaan yang menghasilkan 3 suku Dayak yaitu: Punan, Buket dan

Kayaan Mendalam.
14
Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986), h. 183
3. Migrasi ketiga diduga juga berasal dari timur, yaitu sungai Kayaan. Kelompok ini

tidak langsung ke Kalimantan barat, melainkan menuju sungai Mahakam

kemudian menyebar ke hulu sungai Melawi. Pada gelombang ketiga ini terdiri

dari:Orung Da’an, Suru’ dan Mentebah.15

Mitologi Dayak menyatakan bahwa nenek moyang suku Dayak diturunkan di

Palangka Bulau pada empat tempat, masing-masing adalah:

1. Di Tahta Puruk Pamantuan, yang terletak di hulu sungai Kahayan dan Barito.

2. Di Tahta Liang Mangan Puruk Kaminting, yang terletak di sekitar gunung Raya.

3. Di Tahta Tangkasiang, di hulu sungai Malahui, yang terletak di daerah

Kalimantan barat.

4. Di Puruk Kambang Tanah Siang, yang terletak di hulu sungai Barito.

Orang-orang Dayak yang turun di tempat-tempat inilah yang berkembang biak

dan menjadi cikal bakal suku dayak yang ada di Kalimantan.16

Pada tahun (1977-1978), Benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian

Nusantara yang masih menyatu, yang memungkkinkan ras Mongoloid dari Asia

mengembara melalui daratan dan sampai di pegunungan “Muller-Schwaner”. Namun

setelah orang orang melayu dari Sumatera dan Semenanjung Malaka datang, orang

dayak itu makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makassar, dan Jawa pada masa

kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar pencar diseluruh wilayah

15
http://asiantribal.blogspot.co.id/2013/03/asal-usul-suku-dayak-di-kapuas-hulu.html diakses pada
tanggal 28 Maret 2017, pukul. 10.59 Wib.
16
Syamsir Salam, MS. Agama Kaharingan Akar-Akar Budaya Suku Dayak di Kalimantan Tengah, (Jakarta:
Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2009), Cet. 1, h. 62-66
Kalimantan dalam rentang waktu yang lama mereka harus menyebar menulusuri

sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.

Masyarakat Dayak Kalimantan merupakan suku bangsa yang heterogen, yang

terdiri atas kurang lebih empat ratus lima sub suku kecil dari enam rumpun yaitu

rumpun Klemantan, rumpun Iban, rumpun Apo Kayaan, rumpun Murut, rumpun Ot

Danum-Ngaju dan rumpun Punan, di mana terdapat sejumlah kesamaan yang

signifikan sehingga masih memungkinkan untuk mengkaji kebudayaan Dayak

sebagai satu kesatuan, terkecuali suku Punan yang lebih nomadik.17

Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah

Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang

Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al. mencatat bahwa

setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu

Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak

mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang

menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.

Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah,

yang berarti hulu sungai atau pedalaman. Dayak adalah suku asli yang mendiami

kalimantan. Dari hulu sungai sampai ke hilir sungai.

C. Mite dan Magi Orang Dayak

1. Mite Penjadian

Di dalam mite penjadian dituturkan bahwa segala sesuatu terjadi dalam beberapa

tahap :

17
Yekti Maunati, Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS, 2006), h. 61
a. Tahap pertama Yaitu sebelum alam semesta dijadikan, semula yang ada

adalah dua bukit, tempat kediaman kedua dewata yang tertinggi, yaitu Bukit

Emas dan Bukit Permata.

b. Tahap kedua ini tidak diceritakan dengan jelas yang terang ialah, bahwa padi

akhir tahap kedua ini alam atas dan alam bawah sudah terjadi sebagai suatu

totalitas. Akan tetapi pada waktu itu belum ada manusia dan temat kediaman

manusia.

c. Pada tahap ketiga Mahatala memanggil Jata untuk berunding di alam atas.18

2. Magi dalam Kepercayaan Orang Dayak

Dalam mitos suku dayak ada 5 hal yang di takuti oleh orang luar suku dayak yaitu

a. The Ghost Warrior (prajurit hantu)

Suku dayak mempunyai The Ghost Warrior, atau dalam bahasa Indonesia

dapat di artikan prajurit hantu dan seperti itu lah yang mereka ketahui tentang

suku dayak. Apa benar suku dayak mempunyai prajurit hantu ? mungkin anda

telah mengetahuinya siapa sebenarnya prajurit hantu ini. Ya, The Ghost

Warrior is pangkalima burung atau penglima burung. Perawakan panglima

burung yang masih misterius bagi masyrakat Indonesia menjadikan

pangkalima burung bak prajurit hantu yang siap menyerang siapa saja yang

melecehkan suku dayak untuk melindungi tanah borneo.

b. Humans With Full Tattoo (Manusia Penuh Tato)

18
Dr. Harun Hadiwijoyono. Religi Suku Murba Di Indonesia. (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1985), h. 60
Untuk yang kedua ini sepertinya tidak menyeramkan. Di mata dunia, tato pada

suku dayak yang ada hampir menyelimuti tubuh suku dayak adalah sebuah

karya seni. Sepertinya perlu di koreksi bahwa tidak semua masyarakat suku

dayak mentatto seluruh tubuhnya bahkan penulis saja yang juga merupakan

orang dayak tidak memiliki tatto. Tapi jika dikaitkan dengan judul tulisan ini,

maka bisa saja menjadi menyeramkan jika semua suku dayak mentatto seluruh

tubuhnya dan anda hidup di lungkungan dengan manusia yang semuanya

penuh tatto.

c. The Deadly Sword ( Pedang Mematikan)

Pedang mematikan, ternyata yang mereka maksud pedang mematikan ini

adalah Mandau / Parang. karena pedang dan mandau adalah hal yang berbeda.

Pedang mematikan ini adalah pedang magis yang dapat membunuh siapapun

tanpa rasa kasihan.

d. Poisonous Chopsticks (Asumpit beracun)

Selain mandau terbang, hal menakutkan suku dayak di mata dunia adalah

sumpit beracun. Entah apakah sumpit beracun masih ada atau tidak untuk saat

ini, namun sumpit beracun suku dayak telah menjadi sejarah tersendiri bagi

masyarakat dayak pasa masa penjajahan di masa lalu.

e. Dangerous Magic (Kekuatan Jahat)

Suku dayak memiliki kekuatan magis yang sangat berbahaya yang

menjadikan suku dayak sebagai salah satu dari 5 suku paling di takuti di dunia

karena sihirnya. Sedikit berlebihan sih, tapi untuk pengingat saja bahwa tidak

semua suku dayak memiliki kekuatan-kekuatan magis seperti yang ditakutkan


oleh seluruh dunia termasuk Indonesia. Hanya segelintir orang dari suku

dayak saja yang memiliki kekuatan seperti itu.

3. Struktur Keagamaan Orang Dayak (Faham Kaharingan dan Ajarannya)

Agama Kaharingan pada dasarnya memuja roh-roh gaib, roh leluhur, dan roh-roh

lainnya yang ada di sekeliling tempat tinggal mereka. Mereka juga percaya bahwa

seluruh benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekelilingnya, selain

berjiwa dapat pula berperasaan seperti manusia. Ada pula diantara benda-benda

tersebut yang mereka percayai mempunyai kekuatan sakti, ada empat unsur

sebagaimana yang di polpulerkan oleh Koentjaraningrat, masing-masing adalah:

a. Emosi Keagamaan, atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia itu

bertindak atas nama agama.

b. Sistem kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk alam gaib, hidup,

mati, bentuk dunia, alam dan sebagainya.

c. Upacara keagamaan yang bertujuan untuk mencari hubungan antara manusia

dan dunia gaib.

d. Kelompok Keagamaan atau kesatuan sosial yang mengaktualisasikan agama

dan upacara-upacara keagamaan.19

Sebagai agama kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah,

Kaharingan telah ada beribu-ribu tahun sebelum datangnya agama Hindu, Budha,

Islam, dan Kristen. Bedasarkan BPS, pada tahun 2007, di Kalimantan Tengah

19
Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), h. 13-14
yang terdiri dari 13 Kabupaten dan 1 Kotamadya terdapat 223.349 orang penganut

agama kepercayaan tersebut.

Kaharingan yang disimbolkan dengan Pohon Kehidupan memiliki rincian makna

filosofis sebagai berikut: pemahaman pada Pohon Batang Garing yang

menyimbolkan antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah

merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling

berhubungan dan saling membutuhkan.

Simbol pada Buah Batang Garing, melambangkan tiga kelompok besar manusia

sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu.

Sementara Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan

manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan

kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.

Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat

tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah

di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa

manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat

duniawi.

Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan

bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan

matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit yang

merupakan sumber segala kehidupan. Jadi inti lambang dari pohon kehidupan ini

adalah keseimbangan atau keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan

alam dan manusia dengan Tuhan.20


20
Yekti Maunati, Op Cit, h. 66
4. Upacara Adat Kematian dan Penguburan Orang Dayak

a. Dayak Ngaju

Upacara kematian dalam kepercayaan Dayak Ngaju yaitu Jika orang dayak

meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh

masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Raung atau tabela ini berbentuk

perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang

(hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah

jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut

saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung, beberapa benda

kesayangan si arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan bersamanya

sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di

dalam tanah. Tetapi kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang

terpenting adalah upacara pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik

masyarakat dayak berdeda-beda penyebutannya. Baik upacara kematian

Tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara

penguburan sekunder dengan pengambilan tulang-tulang untuk dipindahkan

ke kuburan permanen. Di atas kuburan permanen itulah didirikan bangunan

yang disebut pambak, Sandong.21 Dalam masyarakat Dayak dikenal suatu adat

yang berkaitan dengan upacara kematian yang disebut dengan upacara Pesta

Tiwah, melaui upacara ini orang Dayak percaya bahwa roh rang yang telah

21
Sandong adalah bangunan kubur yang berupa rumah panggung kecil yang terbuat dari kayu ulin, Di
dalam sandong itu tersimpan tulang-belulang manusia setelah diselenggarakan upacara tiwah.
https://hurahura.wordpress.com/2011/07/16/religi-dan-makna-upacara-kematian-masyarakat-dayak/
diakses pada tanggal 28 Maret 2017, pukul. 11.23 Wib.
meninggal dapat sampai ke surga. Pada jaman dahulu upacara Pesta Tiwah

disertai pula dengan adat mengayau. Upacara kematian biasa dimaksud untuk

memimpin liau ke tempat peristirahatan sementara, yaitu di bukit pasahan

raung. Perjalanan liau kesitu disebutkan didalamm nyanyian para imam. Para

liau menunggu disitu hingga diadakan upacara kedua, yaitu upacara Tiwah.

Mengenai tiwah dapat diuraikan sebagai berikut :

Tiwah yang artinya : bebas, lepas dari kewajiban dimaksud utuk memimpin

liau dari perjalanannya ke alam akhirat menuju ke lewu liau, 22 tempat jiwa

dipersatukan dengan nenek moyangnya dan untuk kedua kalinya

memakamkan tulang-tulang sang wafat ditempat pemakaman yang tetap yang

disebut sandong. Pestanya sendiri berlangsung 7 hari, tetapi pekerjaan yang

harus dilakukan para imam sering berlangsung hingga 33 hari. Terlebih

dahulu para imam, bersama dengan para sangiang, harus mengadakan

persiapan simbolis yang dilakukan dengan menaikan puji-pujian.

Tiga hari sebelum tiwah dimulai orang menjemput sang wafat yang semula di

makamkam untuk sementara waktu di luar desa. Dengan suatu pawai tulang-

tulang sang wafat yang berada didalam peti jenajh dibawa ke balai, tempat

menempatkan peti-peti itu. Tempat penempatan peti-peti itu di hiasi dengan

mutiara, bulu burung yang berharga, panji-panji dan anyaman-anyaman yang

halus, sedang di peti jenajah ditempatkan harta pusaka kerabat yang berharga.

Sesudah peti jenajah di tempatkan di balai, seluruh desa dan sungai-sungai

dinyatakan sebagai najis. Di mulailah pali untuk 7 hari, desa dipandang

sebagai tertutup dari dunia luar, karena diliputi oleh “sial”


22
Dr. Harun Hadiwijoyono.Op Cit, h. 66
(bahaya/kecelakaan). Orang asing tak boleh memasukinya, perbatasan desa

dan sungai-sungai di beri rintangan dengan rotan-rotan sebagai tanda bahaya.

Waktu pali ini berlangsung hingga hari kelima dari pesta itu.23

1) Para perempuan mempersiapkan makanan untuk hari berikutnya. Jika

pekerjaan itu sudah selesai mereka diperkenankan berpesta sendiri.

Menjelang malam dimulailah yang disebut : magah liau yaitu

panyalumpok liau ke alam akhirat. Upacara ini terdiri dari : seorang imam,

sebagai perantara tempon telon menjadi oemimpin liau itu.

2) Andau kabalik ahri kurban manusia. Dahulu pada hari ini di korbankan

budak-budak, tetapi kemudian diganti dengan kerbau. Cara menyembelih

kerbau itu harus sama dengan cara orang menyembelih manusia. Korban

ini dimaksud untuk menjadikan jiwa budak itu melayani para wafat di

alam baka. Dilakukan magah liau karahang, yaitu pemakaman tulang-

tulang para wafat kedalam makam yang tetap.

3) Diperuntukan bagi para perempuan lagi, mereka mempersiapkan makanan

bagi pesta pada hari berikutnya, yaitu puncak tiwah. Andau labah, pada

hari ini perkabungan dan pali berakhir. Seluruh suku diundang untuk

berpesta, juga mereka yang sudah tidak berada di alam orang hidup.

Dengan nyanyian para imam para arwah nenek moyang diundang untuk

menghadiri pesta itu (para orang yang sudah dimati diwakili oleh orang-

orang yang memakai topeng). Hari ini dimulai dengan malalohan, yaitu

pemberian hadiah. Hari ke enam dan ketujuh adalah hari penyucian segala

orang yang ikut serta didalam perayaan tiwah ini.


23
Ibid hlm. 67
Ada beberapa tempat pemakaman yang tetap ada yang berada dibagian

udik dan ada yang berada dibagian hilir desa. Hal ini ditentukan oleh

orang yang mati, apakah ia termasuk golongan tinggi atau rendah.24

b. Dayak Benuaq

Prosesi Adat Kematian Dayak Benuaq Prosesi adat kematian Dayak Benuaq

dilaksanakan secara berjenjang. Jenjang ini menunjukkan makin membaiknya

kehidupan roh orang yang meninggal di alam baka. Orang Dayak Benuaq

percaya bahwa alam baqa memiliki tingkat kehidupan yang berbeda sesuai

dengan tingkat upacara yang dilaksanakan orang yang masih hidup (keluarga

dan kerabat).

Alam baka dalam bahasa Benuaq disebut secara umum adalah Lumut. Di

dalam Lumut terdapat tingkat (kualitas) kehidupan alam baqa. Kepercayaan

Orang Dayak Benuaq tidak mengenal Nereka. Perbuatan-perbuatan jahat yang

dilakukan Orang Dayak Benuaq telah mendapat ganjaran selama mereka

hidup, baik berupa tulah, kutukan, bencana/malapetaka, penderitaan dll. Itu

sebabnya Orang Dayak Benuaq meyakini jika terjadi yang tidak baik dalam

kehidupan berarti telah terjadi pelanggaran adat dan perbuatan yang tidak

baik. Untuk menghindari kehidupan yang penuh bencana, maka orang Dayak

Benuaq berusaha menjalankan adat dengan sempurna dan menjalankan

kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Prosesi Adat Penguburan seperti Peti kubur di Kutai. tersebut merupakan

kuburan Dayak Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng

(ditempatkan di Garai). Ini merupakan penguburan primer - tempat mayat


24
Dr. Harun Hadiwijoyono. Op Cit, h. 67-69
melalui Upacara/Ritual Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terlihat sepotong)

merupakan Tempelaq yang merupakan tempat tulang si meninggal melalui

Upacara/Ritual Kwangkay.

Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan

dibedakan :

1) wadah (peti) mayat

2) wadah tulang-beluang.

c. Dayak Maanyaan

Ritual kematian yang digelar pada hakikatnya hanyalah mengantarkan liau

(jiwa) agar sampai di tempat yang dituju, yakni lewu (surge) dan agar yidak

tersesat di tengah jalan . Dalam ritual dibacakan nyanyian oleh seorang balian

( dukun) yang bermakna dua sisi, negative dan positif. Nyanyian negative

merupakan peringatan kepada liau supaya jangan tersesat, adapun positif

memperlihatkan jalan yang harus di ttempuh. Ritual kematian secara tidak

langsung juga berfungsi melindungi manusia yang masih hidup dari teguran

dan gangguan liau-liau yang masih gentayangan.

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur

tegas dalam hukum adat. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan

di Kalimantan :

1) Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

2) Penguburan di dalam peti batu (dolmen)

3) Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini

merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.


Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:

1) Penguburan tahap pertama (primer)

2) Penguburan tahap kedua (sekunder)

Prosesi penguburan sekunder

o Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut

Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam

kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah

penguburan pertama di dalam tanah.

o Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan.

Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

Bagi orang Dayak Maayan, kematian tidak lebih dari perpindahan kehidupan.

Ritual penguburan dianggap hanya mengantarkan jiwa orang yang meninggal

ke tempat peristirahatan sementara. Sedangkan ritual pembakaran tulang akan

mengantarkan jiwa ke surga.

d. Upacara Kelahiran dalam Tradisi Suku Dayak

Menurut tradisi di kalangan masyarakat Dayak , pada saat melahirkan

biasanya diadakan upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam

nada khusus yang disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran

dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Setalah bayi lahir, tali pusar

dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas ukuran lutut si bayi dan

kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat tradisional, seperti air
kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali pusar, diatas

uang logam perak atau bila tidak ada dapat diganti dengan sepotong gabus

yang bersih. Setelah bersih bayi tersebut dimasukkan kedalam Siuur yang

telah dilapisi dengan daun biruq di bagian bawah. Sedangkan di bagian atas,

dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api agar steril. Kemudian

bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut ruangan

rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol pisang yang telah

disiapkan pada setiap ruangan tadi.

e. Upacara Perkawinan dalam Tradisi Suku Dayak

Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak

wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi,

sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara

perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan

berupa barang antik kepada abang mempelai wanita. Sebagai pernyataan

terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda

kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput. itu berupa piring

keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain. Dikalangan suku

dayak Manyaan, Kalimantan Tengah, upacara perkawinan disertai dengan

Pembayaran Harga Pengantin, yang terdiri dari uang, beberapa buah gong,

dan barang-barang pusaka lainnya.25

f. Upacara Tari Religi dalam Tradisi Suku Dayak

25
Yekti Maunati, Op Cit, h. 78-79
Tari Amboyo merupakan tari tradisi suku Dayak Kanayatn Bukit yang

terdapat di Kalimantan Barat. Tari Amboyo termasuk dalam tari upacara

tradisi yang sifatnya ritual. Menurut Soedarsono (1982:26) Tari upacara pada

umumnya bersifat sakral (sesuatu yang spritual berhubungan dengan

kesucian) dan bersifat ritual, yang diutamakan pada tari upacara ini aspek

kehendak maka perbendaharaan gerak tarinya adalah sederhana dan terbatas

begitu pula koreografinya sangat sederhana. Pada bagian gerak banyak

dilakukan pengulangan. Tari Amboyo adalah tari menimang padi pada saat

upacara Naik Dango. Dalam pelaksanaan Tari Amboyo yang hanya dilakukan

pada upacara Naik Dango, merupakan pengungkapan keyakinan akan adanya

kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa.

5. Interaksi Kepercayaan Orang Dayak dengan Agama-Agama Lain

Sebelum abad 20, secara keseluruhan Suku Dayak belum mengenal agama

‘samawi’, baik itu Islam maupun yang lainnya. Yang menjadi kepercayaan

mereka hanyalah kepada leluhur, binatang-binatang, batu-batuan, serta isyarat

alam yang mereka tafsirkan mirip seperti agama Hindu kuno. Dalam kehidupan

sehari-harinya, mereka mempercayai macam-macam pantangan sesuai dengan

‘tanda’ dari alam. Mereka mempunyai pantangan untuk berbaur dengan

kehidupan masyarakat dari suku lain. Sehingga mereka selalu hidup dengan

dihantui rasa ketidaktenangan yang membuat mereka selalu berpindah-pindah,

dari hutan satu ke hutan yang lainnya. Dari goa satu ke goa yang lainnya dan

seterusnya.
Diantara Suku Dayak yang paling ‘eksklusif’ bahkan bisa dibilang sangat primitif

adalah Suku Dayak Punan. Suku yang satu ini bahkan sulit berkomunikasi dengan

masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka tinggal di hutan yang lebat atau di

dalam goa. Sebetulnya, ini juga bukan murni ‘kesalahan’ mereka. Mereka hanya

mengikuti pantangan dari ‘leluhur’ yang mereka takut jika melanggar pantangan

tersebut, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.26

Masyarakat Dayak tertarik ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa

pengetahuan baru yang asing kedaerahnya. Karena sering terjadinya proses

transaksi jual beli barang kebutuhan,dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir

Kalimantan Barat menjadi ramai, dikunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan

pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.

BAB III

KESIMPULAN

26
Ahmad Syafii Mufid, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia, (Pusat Litbang
Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2012) h. 135
Dari apa yang sudah kita bahas diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa suku

dayak adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Suku dayak

memiliki agama sendiri yang disebut dengan agama Kaharingan. Agama kaharingan

menurut mitos suku dayak merupakan agama yang diturunkan dari langit ketujuh yang

diturunkan oleh Ranying Mahatalla Langit. Suku dayak memiliki simbol yang disebut

dengan batang garing atau pohon kehidupan. Batang garing ini melambangkan

kedamaian kerukunan antar sesama manusia, manusia dengan makhluk lain, dan manusia

dengan tuhan. Di dalam suku dayak ini sendiri terdapat banyak sekali mitologi dan magi

yang mereka percayai dapat memberikan kekuatan kepada mereka dan membuat mereka

menjadi kuat.

Agama tradisional orang dayak memiliki adat istiadat yang beragam jenisnya dan

di jaga keasliannya, bahkan orang dayak sangat harmoni dengan alam sampai turun

temurun dari leluhur suku dayak tersebut. Orang dayak yang mendiami pulau kalimantan

yang bertempat tinggal di hulu atau di hilir sungai di kapuas kalimantan dan di

pedalaman kalimantan.

Dan suku dayak ini memiliki berbagai macam upacara-upacar seperti upacara

keagamaan, upacara perkawinan, upacara kelahiran dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadiwijoyono, Harun. Religi Suku Murba di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1985

2. Hadikusuma , Hilman. Antropologi Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1986

3. Maunati, Yekti, Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan,

Yogyakarta: LkiS, 2006

4. Rosidi ,Achmad. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, Jakarta:

Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan

Keagamaan, 2011

5. Salam, Syamsir. Agama Kaharingan Akar-Akar Budaya Suku Dayak di

Kalimantan Tengah. Jakarta: Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, Cet. 1,

2009

6. Syafii Mufid, Ahmad. Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di

Indonesia, Jakarta: Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan, 2012

7. Singarimbun, Masri. Penduduk dan Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996

Anda mungkin juga menyukai