PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya dan suku bangsa. Dayak
merupakan salah satu dari ribuan suku yang terdapat di Indonesia. Mereka merupakan
salah satu penduduk mayoritas di provinsi tersebut. Dayak adalah nama kolektif
untuk berbagai suku asli di Kalimantan. Di kalangan dayak itu sendiri terdapat
keragaman yang besar antara sukku yang satu dengan yang lainnya dari sudut bahasa,
penting dari suku-suku dayak adalah bertempat tinggal di pedalaman, di tepi dan di
silam, dan agama tradisional yang di namakan Kaharingan.1 Dalam pikiran orang
awam, suku dayak hanya ada satu jenis. Padahal sebenarnya mereka terbagi kedalam
luar.
Suku Dayak (Ejaan Lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penjajah
diberi kepada penghuni pedalaman pulau Borneo2 yang mendiami Pulau Kalimantan
(Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri
1
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 258-259
2
Kata "daya" serumpun dengan misalnya kata "raya" dalam nama "Toraya" yang berarti "orang (di) atas,
orang hulu". Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Gua Babi
(Kalimantan Selatan), penghuni pertama Kalimantan memiliki ciri-ciri Austro-Melanesia, dengan proporsi
tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan dengan penghuni Kalimantan masa kini.
Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai,
Paser, Berau dan Tidung3 Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku
asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat
Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak
mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai,
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun
Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan,
Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.
Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di
"Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar,
dan Sama-Bajau termasuk satu suku yang berdiri dengan nama sukunya sendiri
"Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku
3
Haris, Syamsuddin, Desentralisasi dan otonomi daerah, (Naskah akademik dan RUU usulan LIPI. Yayasan
Obor Indonesia, 2004), p. 188.
4
Indonesia, Kalimantan
5
http://www.ethnologue.com/subgroups/greater-barito. Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
6
http://www.ethnologue.com/subgroups/land-dayak. Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
7
http://www.ethnologue.com/subgroups/north-borneo, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
"Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman,
(dan Saq Senganan), Dayak Keninjal, Dayak Bamayoh (Malayic Dayak), Dayak
terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku yang berdiri sendiri yaitu Suku
Banjar, Suku Kutai, Suku Berau, Suku Sambas, dan Suku Kedayan.9
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis
1. Agar dapat mengetahui secara singkat dari mana asal-usul orang dayak
2. Agar dapat mengetahui dan memahami kepercayaan orang dayak terhadap mite
dan magi
8
http://www.ethnologue.com/subgroups/tamanic, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
9
http://www.ethnologue.com/subgroups/malayic, Diakses tgl. 28/3/2017, pukul. 9:47 wib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etimologi
Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap
Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini.
Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang
berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak
mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli
atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari
bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada
tempatnya.11
Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya
(Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi=
dari; aju= hulu).12 Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk
penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan
Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin,
istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia
10
Leeming, David Adams, Creation myths of the world, (an encyclopedia 1 (2 ed.). ABC-CLIO: 2010). p. 99.
11
Maunati, Yekti. Identitas Dayak. (PT LKiS Pelangi Aksara). p. 8.
12
Tegg, Thomas (1829). London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and
practical mechanics, (comprising a popular view of the present state of knowledge 4. Printed for Thomas
Tegg: 1829). p. 338.
Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai
Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing
diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh pihak kolonial
Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut Tanah
Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot
Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara
bahasanya13, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 (pasca
penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-
Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr.
August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali
Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987),
Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu
sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban
menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan
sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal
tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet.
13
Foreign missionary chronicle. s.n. (1838). p. 261.
Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli
Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya, Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu
sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di
Suku dayak pada dasarnya berasal dari keturunan para imigran yang berasal
dari Cina Selatan (Yunnan). Migrasi ini diperkirakan terjadi sekitar antara tahun 3000
s/d 1500 SM pada zaman glasial (zaman es). Mereka membentuk kelompok
pengembara yang berjalan dari negeri asal melewati Vietnam Indocina, kemudian
etnis dayak yang hidup dalam kelompok masing-masing dengan budaya dan tradisi
yang telah berjalan lama sejak ratusan tahun bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.
(kemungkinan berasal dari hilir sungai Kapuas dan anak-anak sungai, seperti
2. Migrasi dalam gelombang kedua diperkirakan berasal dari arah timur daerah Data
Purah, Apo Kayaan yang menghasilkan 3 suku Dayak yaitu: Punan, Buket dan
Kayaan Mendalam.
14
Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986), h. 183
3. Migrasi ketiga diduga juga berasal dari timur, yaitu sungai Kayaan. Kelompok ini
kemudian menyebar ke hulu sungai Melawi. Pada gelombang ketiga ini terdiri
1. Di Tahta Puruk Pamantuan, yang terletak di hulu sungai Kahayan dan Barito.
2. Di Tahta Liang Mangan Puruk Kaminting, yang terletak di sekitar gunung Raya.
Kalimantan barat.
Pada tahun (1977-1978), Benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian
Nusantara yang masih menyatu, yang memungkkinkan ras Mongoloid dari Asia
setelah orang orang melayu dari Sumatera dan Semenanjung Malaka datang, orang
Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makassar, dan Jawa pada masa
kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar pencar diseluruh wilayah
15
http://asiantribal.blogspot.co.id/2013/03/asal-usul-suku-dayak-di-kapuas-hulu.html diakses pada
tanggal 28 Maret 2017, pukul. 10.59 Wib.
16
Syamsir Salam, MS. Agama Kaharingan Akar-Akar Budaya Suku Dayak di Kalimantan Tengah, (Jakarta:
Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2009), Cet. 1, h. 62-66
Kalimantan dalam rentang waktu yang lama mereka harus menyebar menulusuri
terdiri atas kurang lebih empat ratus lima sub suku kecil dari enam rumpun yaitu
rumpun Klemantan, rumpun Iban, rumpun Apo Kayaan, rumpun Murut, rumpun Ot
Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang
Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al. mencatat bahwa
setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu
Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak
mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang
Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah,
yang berarti hulu sungai atau pedalaman. Dayak adalah suku asli yang mendiami
1. Mite Penjadian
Di dalam mite penjadian dituturkan bahwa segala sesuatu terjadi dalam beberapa
tahap :
17
Yekti Maunati, Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS, 2006), h. 61
a. Tahap pertama Yaitu sebelum alam semesta dijadikan, semula yang ada
adalah dua bukit, tempat kediaman kedua dewata yang tertinggi, yaitu Bukit
b. Tahap kedua ini tidak diceritakan dengan jelas yang terang ialah, bahwa padi
akhir tahap kedua ini alam atas dan alam bawah sudah terjadi sebagai suatu
totalitas. Akan tetapi pada waktu itu belum ada manusia dan temat kediaman
manusia.
c. Pada tahap ketiga Mahatala memanggil Jata untuk berunding di alam atas.18
Dalam mitos suku dayak ada 5 hal yang di takuti oleh orang luar suku dayak yaitu
Suku dayak mempunyai The Ghost Warrior, atau dalam bahasa Indonesia
dapat di artikan prajurit hantu dan seperti itu lah yang mereka ketahui tentang
suku dayak. Apa benar suku dayak mempunyai prajurit hantu ? mungkin anda
telah mengetahuinya siapa sebenarnya prajurit hantu ini. Ya, The Ghost
pangkalima burung bak prajurit hantu yang siap menyerang siapa saja yang
18
Dr. Harun Hadiwijoyono. Religi Suku Murba Di Indonesia. (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1985), h. 60
Untuk yang kedua ini sepertinya tidak menyeramkan. Di mata dunia, tato pada
suku dayak yang ada hampir menyelimuti tubuh suku dayak adalah sebuah
karya seni. Sepertinya perlu di koreksi bahwa tidak semua masyarakat suku
dayak mentatto seluruh tubuhnya bahkan penulis saja yang juga merupakan
orang dayak tidak memiliki tatto. Tapi jika dikaitkan dengan judul tulisan ini,
maka bisa saja menjadi menyeramkan jika semua suku dayak mentatto seluruh
penuh tatto.
adalah Mandau / Parang. karena pedang dan mandau adalah hal yang berbeda.
Pedang mematikan ini adalah pedang magis yang dapat membunuh siapapun
Selain mandau terbang, hal menakutkan suku dayak di mata dunia adalah
sumpit beracun. Entah apakah sumpit beracun masih ada atau tidak untuk saat
ini, namun sumpit beracun suku dayak telah menjadi sejarah tersendiri bagi
menjadikan suku dayak sebagai salah satu dari 5 suku paling di takuti di dunia
karena sihirnya. Sedikit berlebihan sih, tapi untuk pengingat saja bahwa tidak
Agama Kaharingan pada dasarnya memuja roh-roh gaib, roh leluhur, dan roh-roh
lainnya yang ada di sekeliling tempat tinggal mereka. Mereka juga percaya bahwa
berjiwa dapat pula berperasaan seperti manusia. Ada pula diantara benda-benda
tersebut yang mereka percayai mempunyai kekuatan sakti, ada empat unsur
b. Sistem kepercayaan atau bayangan manusia tentang bentuk alam gaib, hidup,
Kaharingan telah ada beribu-ribu tahun sebelum datangnya agama Hindu, Budha,
Islam, dan Kristen. Bedasarkan BPS, pada tahun 2007, di Kalimantan Tengah
19
Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), h. 13-14
yang terdiri dari 13 Kabupaten dan 1 Kotamadya terdapat 223.349 orang penganut
menyimbolkan antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah
merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling
Simbol pada Buah Batang Garing, melambangkan tiga kelompok besar manusia
Sementara Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan
manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan
Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat
tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah
di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa
duniawi.
Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan
bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan
merupakan sumber segala kehidupan. Jadi inti lambang dari pohon kehidupan ini
a. Dayak Ngaju
Upacara kematian dalam kepercayaan Dayak Ngaju yaitu Jika orang dayak
meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh
masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Raung atau tabela ini berbentuk
perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang
(hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah
jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut
sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di
yang disebut pambak, Sandong.21 Dalam masyarakat Dayak dikenal suatu adat
yang berkaitan dengan upacara kematian yang disebut dengan upacara Pesta
Tiwah, melaui upacara ini orang Dayak percaya bahwa roh rang yang telah
21
Sandong adalah bangunan kubur yang berupa rumah panggung kecil yang terbuat dari kayu ulin, Di
dalam sandong itu tersimpan tulang-belulang manusia setelah diselenggarakan upacara tiwah.
https://hurahura.wordpress.com/2011/07/16/religi-dan-makna-upacara-kematian-masyarakat-dayak/
diakses pada tanggal 28 Maret 2017, pukul. 11.23 Wib.
meninggal dapat sampai ke surga. Pada jaman dahulu upacara Pesta Tiwah
disertai pula dengan adat mengayau. Upacara kematian biasa dimaksud untuk
raung. Perjalanan liau kesitu disebutkan didalamm nyanyian para imam. Para
liau menunggu disitu hingga diadakan upacara kedua, yaitu upacara Tiwah.
Tiwah yang artinya : bebas, lepas dari kewajiban dimaksud utuk memimpin
liau dari perjalanannya ke alam akhirat menuju ke lewu liau, 22 tempat jiwa
Tiga hari sebelum tiwah dimulai orang menjemput sang wafat yang semula di
makamkam untuk sementara waktu di luar desa. Dengan suatu pawai tulang-
tulang sang wafat yang berada didalam peti jenajh dibawa ke balai, tempat
halus, sedang di peti jenajah ditempatkan harta pusaka kerabat yang berharga.
Waktu pali ini berlangsung hingga hari kelima dari pesta itu.23
panyalumpok liau ke alam akhirat. Upacara ini terdiri dari : seorang imam,
2) Andau kabalik ahri kurban manusia. Dahulu pada hari ini di korbankan
kerbau itu harus sama dengan cara orang menyembelih manusia. Korban
ini dimaksud untuk menjadikan jiwa budak itu melayani para wafat di
bagi pesta pada hari berikutnya, yaitu puncak tiwah. Andau labah, pada
hari ini perkabungan dan pali berakhir. Seluruh suku diundang untuk
berpesta, juga mereka yang sudah tidak berada di alam orang hidup.
Dengan nyanyian para imam para arwah nenek moyang diundang untuk
menghadiri pesta itu (para orang yang sudah dimati diwakili oleh orang-
orang yang memakai topeng). Hari ini dimulai dengan malalohan, yaitu
pemberian hadiah. Hari ke enam dan ketujuh adalah hari penyucian segala
udik dan ada yang berada dibagian hilir desa. Hal ini ditentukan oleh
b. Dayak Benuaq
Prosesi Adat Kematian Dayak Benuaq Prosesi adat kematian Dayak Benuaq
kehidupan roh orang yang meninggal di alam baka. Orang Dayak Benuaq
percaya bahwa alam baqa memiliki tingkat kehidupan yang berbeda sesuai
dengan tingkat upacara yang dilaksanakan orang yang masih hidup (keluarga
dan kerabat).
Alam baka dalam bahasa Benuaq disebut secara umum adalah Lumut. Di
sebabnya Orang Dayak Benuaq meyakini jika terjadi yang tidak baik dalam
kehidupan berarti telah terjadi pelanggaran adat dan perbuatan yang tidak
baik. Untuk menghindari kehidupan yang penuh bencana, maka orang Dayak
Upacara/Ritual Kwangkay.
dibedakan :
2) wadah tulang-beluang.
c. Dayak Maanyaan
(jiwa) agar sampai di tempat yang dituju, yakni lewu (surge) dan agar yidak
tersesat di tengah jalan . Dalam ritual dibacakan nyanyian oleh seorang balian
( dukun) yang bermakna dua sisi, negative dan positif. Nyanyian negative
langsung juga berfungsi melindungi manusia yang masih hidup dari teguran
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur
tegas dalam hukum adat. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan
di Kalimantan :
1) Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
3) Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini
Bagi orang Dayak Maayan, kematian tidak lebih dari perpindahan kehidupan.
nada khusus yang disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran
dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Setalah bayi lahir, tali pusar
kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat tradisional, seperti air
kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali pusar, diatas
uang logam perak atau bila tidak ada dapat diganti dengan sepotong gabus
yang bersih. Setelah bersih bayi tersebut dimasukkan kedalam Siuur yang
telah dilapisi dengan daun biruq di bagian bawah. Sedangkan di bagian atas,
dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api agar steril. Kemudian
bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut ruangan
terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda
kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput. itu berupa piring
keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain. Dikalangan suku
Pembayaran Harga Pengantin, yang terdiri dari uang, beberapa buah gong,
25
Yekti Maunati, Op Cit, h. 78-79
Tari Amboyo merupakan tari tradisi suku Dayak Kanayatn Bukit yang
tradisi yang sifatnya ritual. Menurut Soedarsono (1982:26) Tari upacara pada
kesucian) dan bersifat ritual, yang diutamakan pada tari upacara ini aspek
dilakukan pengulangan. Tari Amboyo adalah tari menimang padi pada saat
upacara Naik Dango. Dalam pelaksanaan Tari Amboyo yang hanya dilakukan
Sebelum abad 20, secara keseluruhan Suku Dayak belum mengenal agama
‘samawi’, baik itu Islam maupun yang lainnya. Yang menjadi kepercayaan
alam yang mereka tafsirkan mirip seperti agama Hindu kuno. Dalam kehidupan
kehidupan masyarakat dari suku lain. Sehingga mereka selalu hidup dengan
dari hutan satu ke hutan yang lainnya. Dari goa satu ke goa yang lainnya dan
seterusnya.
Diantara Suku Dayak yang paling ‘eksklusif’ bahkan bisa dibilang sangat primitif
adalah Suku Dayak Punan. Suku yang satu ini bahkan sulit berkomunikasi dengan
masyarakat umum. Kebanyakan dari mereka tinggal di hutan yang lebat atau di
dalam goa. Sebetulnya, ini juga bukan murni ‘kesalahan’ mereka. Mereka hanya
mengikuti pantangan dari ‘leluhur’ yang mereka takut jika melanggar pantangan
BAB III
KESIMPULAN
26
Ahmad Syafii Mufid, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia, (Pusat Litbang
Kehidupan Keagamaan, Jakarta 2012) h. 135
Dari apa yang sudah kita bahas diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa suku
dayak adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Suku dayak
memiliki agama sendiri yang disebut dengan agama Kaharingan. Agama kaharingan
menurut mitos suku dayak merupakan agama yang diturunkan dari langit ketujuh yang
diturunkan oleh Ranying Mahatalla Langit. Suku dayak memiliki simbol yang disebut
dengan batang garing atau pohon kehidupan. Batang garing ini melambangkan
kedamaian kerukunan antar sesama manusia, manusia dengan makhluk lain, dan manusia
dengan tuhan. Di dalam suku dayak ini sendiri terdapat banyak sekali mitologi dan magi
yang mereka percayai dapat memberikan kekuatan kepada mereka dan membuat mereka
menjadi kuat.
Agama tradisional orang dayak memiliki adat istiadat yang beragam jenisnya dan
di jaga keasliannya, bahkan orang dayak sangat harmoni dengan alam sampai turun
temurun dari leluhur suku dayak tersebut. Orang dayak yang mendiami pulau kalimantan
yang bertempat tinggal di hulu atau di hilir sungai di kapuas kalimantan dan di
pedalaman kalimantan.
Dan suku dayak ini memiliki berbagai macam upacara-upacar seperti upacara
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadiwijoyono, Harun. Religi Suku Murba di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1985
Keagamaan, 2011
2009
1996