KELOMPOK IV :
KARNELA
MUH NASRUL
ISMIYANTI
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah ini. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata pelajaran geografi di
sman 18 bulukumba.
Di dalam makalah ini kami membahas tentang Budaya Jawa dan eksistensinya di
dalam masyarakat Jawa saat ini. Karena mengingat sekarang fenomena yang dapat kita
saksikan yang menunjukkan semakin ini banyak sekali lunturnya kesadaran masyarakat
terhadap budaya kita ini.
Makalah ini sudah barang tentu jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah ini. Tidak luput kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kemaslahatan umum.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam
dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik
indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya
berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200
bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang
beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta
berbagai macam aliran kepercayaan.
Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang,
kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas
daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam
hal ini suku Dayak Kalimantan yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga
kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta
yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan. Sebagai bukti
ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah sebagai salah satu kebudayaan masyarakat
Dayak Ngaju Propinsi Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi
kepercayaan masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada acara
tersebut, diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh (tidak tidur selama dua
malam dengan diselingi minuman).
Dari uraian di atas kami tertarik untuk membuat makalah yang terkait lebih dengan
mengambil judul “Kebudayaan Suku Dayak”.
B. Pengertian Suku Dayak
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di
pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh
orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya
keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan
orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki
kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Suku Dayak terbagi dalam berbagai sub-suku yang kurang lebih berjumlah 405 sub-
suku. Namun, secara garis besar Suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar,
yaitu Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan, dan
Punan. Suku Dayak Punan merupakan Suku Dayak yang paling tua mendiami Pulau
Kalimantan. Berikut beberapa suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan.
2. Seni Musik
Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak didominasi musik-
musik ritual. Musik itu merupakan alat berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada
roh-roh. Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukngtuat,
pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire, klentangan, dan lain-lain. Masuknya
Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak, dengan dikenalnya musik tingkilan
dan hadrah. Musik Tingkilan menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan
disebut betingkilan yang berarti „bersahut-sahutan‟. Dibawakan oleh dua orang pria-
wanita dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.
E. Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan
Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih
mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya,
Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405
sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan
mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi
kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa
lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan
sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam
Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan
405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.
F. Macam Macam Suku Dayak
• Suku Dayak Abal
• Suku Dayak Bakumpai
• Suku Dayak Bentian
• Suku Dayak Benuaq
• Suku Dayak Bidayuh
• Suku Dayak Bukit
• Suku Dayak Darat:Dayak Mali
• Suku Dayak Dusun
• Suku Dayak Dusun Deyah
• Suku Dayak Dusun Malang
• Suku Dayak Dusun Witu
• Suku Dayak Kadazan
• Suku Dayak Lawangan
• Suku Dayak Maanyan
• Suku Dayak Mali
• Suku Dayak Mayau
• Suku Dayak Meratus
• Suku Dayak Mualang
• Suku Dayak Ngaju
• Suku Dayak Ot Danum
• Suku Dayak Samihim
• Suku Dayak Seberuang
• Suku Dayak Siang Murung
• Suku Dayak Tunjung
• Suku Dayak Kebahan
• Suku Dayak Keninjal
• Suku Dayak Kenyah
• Suku Dayak Simpangk
• Suku Dayak Kualant
• Suku Dayak Ketungau
• Suku Dayak Sebaruk
• Suku Dayak Undau
• Suku Dayak Desa
• Suku Dayak Iban
• Suku Dayak Pesaguan
• Suku Dayak Lebang
G. Senjata Tradisional Suku Dayak
Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan
senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya
hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut
terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Berikut ini adalah
senjata-senjata tradisional suku dayak :
1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan
diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan
(Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan
rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak
sumpitan
2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan
bertangkai dari bambu atau kayu keras.
3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter
dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai
makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang
dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk
tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir
dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia.
Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono
Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat
dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar
pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu
Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.
Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai
oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
H. Peninggalan Suku Dayak
Salah satu bentuk peninggalan masyarakat Dayak adalah Candi Agung.
Bangunan ini merupakan sebuah situs candi Hindu berukuran kecil yang terdapat di
kawasan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kalimantan Selatan. Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang
keberadaannya se-zaman dengan Kerajaan Majapahit.
Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Kahuripan
yang dibangun oleh Empu Jatmika pada abad XIV Masehi. Dari kerajaan ini kemudian
melahirkan kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Candi Agung
diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh
batu dan Kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di Candi ini juga ditemukan beberapa
benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang
digunakan untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat di sana. Batunya sekilas mirip
sekali dengan batu bata merah. Namun, bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat
dan lebih kuat dari bata merah biasa.
I. Adat Istiadat Suku Dayak
Salah satu tradisi masyarakat Dayak adalah upacara adat naik dango. Naik dango
merupakan apresiasi kebudayaan masyarakat adat Dayak Kanayatn Kalimantan Barat
yang rata-rata berprofesi sebagai petani. Makna upacara adat naik dango bagi masyarakat
suku Dayak Kanayatn adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Jubata (Tuhan)
kepada Talino (manusia) karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia. Ritual
ini juga sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang telah
disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi berkat bagi
manusia dan tidak cepat habis. Selain itu, upacara adat ini sebagai pertanda penutupan
tahun berladang dan sebagai sarana untuk bersilaturahmi untuk mempererat hubungan
persaudaraan atau solidaritas.
J. Rumah Adat Suku Dayak
Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang
terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya
menjadi pusat pemukiman sku Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di
berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga
30 meter. Umumnya rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian
tiga hingga lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk
menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di
hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih
dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut.
Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah
Betang yang besar tersebut.
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan
sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam
rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang
dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau
berbagai makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai
utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan di
antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka
miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu
perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, ataupun latar belakang
sosial.
K. Tradisi Kebiasaan Suku Dayak
Seni tato dan telinga panjang menjadi ciri khas atau identitas yang sangat menonjol
sebagai penduduk asli Kalimantan. Dengan ciri khas dan identitas itulah yang membuat
suku Dayak di kenal luas hingga dunia internasional dan menjadi salah satu kebanggan
budaya yang ada di Indonesa. Namun tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan dan
nyaris punah. Trend dunia fashion telah mengikis budaya tersebut . Kalaupun ada yang
bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua suku Dayak yang berumur di atas
60 tahun. Generasi suku Dayak diatas tahun 80-an bahkan generasi sekarang mengaku
malu.
Di Kalimantan Timur untuk bisa menemui wanita suku Dayak yang masih
mempertahankan budaya telinga panjang sangat sulit. Karena kini hanya bisa ditemui
dipedalaman Kalimantan Timur dengan menempuh jalur melewati sungai yang memakan
waktu berhari-hari. Karena gaya hidup suku Dayak memang lebih akrab dengan hutan
maupun gua.
Untuk melestarikan budaya, tradsi maupun adat suku Dayak Pemerintah Kota
Samarinda membangun perkampungan budaya suku Dayak yang diberi nama Kampung
Budaya Pampang. Di desa ini ada sekitar 1000 warga suku Dayak yang masih
mempertahankan budaya, tradisi maupun adat.
BAB II
SISTEM YANG ADA DI KEBUDAYAAN DAYAK
A. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dayak
Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan
Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam,
Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum
Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:
1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);
2. Taloh, kambe (roh jahat).
Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang
berpasir emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
1. upacara pembakaran mayat,
2. upacara menyambut kelahiran anak, dan
3. upacara penguburan mayat.
Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di
sebuah bangunan yang disebut tambak.
B. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Dayak
Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung
hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal
adalah perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen
dalam bahasa Ngaju). Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah
dengan laki-laki bangsa lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
C. Sistem Politik Suku Dayak
Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal
bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa.
Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu
dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson
hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat
yang ada.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara
lain:
1. Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai
kebudayaan tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam
kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh
leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini
tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka dan juga orang yang
ada disekitar mereka.
2. Sistem kekerabatan suku dayak yaitu menggunakan system parental ( ayah dan ibu) .
B. Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan melalui makalah ini yaitu:
1. Hendakya suku dayak lebih di perkenalkan dan di perluas wawasannya supaya
masyarakat umum yang tinggal di Kalimantan Tengah dapat mngerti kebudayaan
Kalimantan.
2. Di dalam pelaksanaan pendidikan hendaknya suku dayak di perkenalkan kepada siswa
siswi sekolah (SD, SMP, SMA) agar banyak peminat untuk tetap melestarikan dan
menjaganya. Karena suku dayak ini adalah ciri khas Kalimantan Tengah.
3. Dalam penyajiannya, hendaknya penyampaian materi lebih singkat tapi jelas dan tidak
menghilangkan pokok-pokok penting dalam pembahasan, agar masyarakat dan siswa
mudah mengerti dan tanggap.