Kelompok
9B
Anggota :
SMPN 2 Pangalengan
Kata Pengantar
Begitu juga atas limpahan Kesehatan yang Allah karuniai pada saya sehingga kliping ini
dapat disusun melalui beberapa sumber yakni melalui koran dan majalah.
suku bangsa Di Indonesia tepatnya di Kalimantan Selatan. Pada kesempatan ini juga,
saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu kami pada
Demikian makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan,
maupun adanya ketidaksesuaian materi yang di angkat dalam makalah ini, kami mohon
maaf yang sebesar besarnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan kliping ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................3
Bab 1..............................................................................................................4
Pendahuluan..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Makalah..................................................................................4
Bab 2..............................................................................................................6
Pembahasan..................................................................................................6
2.1 Suku, Agama, Ras, Budaya, dan Bahasa yang ada di Kalimantan
Selatan.......................................................................................................6
2.2 Marga/Kekerabatan yang digunakan di Kalimantan Selatan..............6
2.3 Konflik SARA yang terjadi di Kalimantan Selatan............................8
2.4 Akhir Dari Konflik SARA di Kalimantan Selatan.............................9
Bab 3............................................................................................................11
Penutup........................................................................................................11
Bab 1
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari lebih 13.000 pulau besar dan kecil.
Hal ini yang membuat Indonesia memiliki bermacam-macam suku, agama, budaya, adat,
dan Bahasa.
Indonesia memiliki lebih dari 1.340 etnik atau suku bangsa menurut Badan Pusat
Statistik pada tahun 2010. Dari sekian banyak suku tersebut, beberapa di antaranya
bersifat dominan karena memiliki jumlah yang relatif banyak. Tentunya, setiap suku
Nah salah satu pulau yang memiliki banyak suku bangsa adalah pulau
Kalimantan, yang memiliki sekitar 268 suku bangsa yang dikelompokkan menjadi tiga
suku pokok yaitu suku Dayak Indonesia (Sub suku di Indonesia), Suku Melayu, dan suku
asal Kalimantan lainnya (non Dayak & non Melayu), lalu ada 3 suku pokok atau 5 suku
Selatan?
II. Marga atau kekerabatan apa saja yang digunakan di pulau Kalimantan Selatan?
III. Apa konflik SARA yang telah terjadi di Pulau Kalimantan Selatan dan apa penyebab
nya?
1) Mengetahui suku, agama, ras, budaya dan bahasa yang ada di Kalimantan Selatan
Pembahasan
2.1 Suku, Agama, Ras, Budaya, dan Bahasa yang ada di Kalimantan Selatan
Di Kalimantan Selatan, sebagian besar penduduk nya berasal dari keturunan Suku
Banjar, Suku Banjar ini merupakan salah satu suku asli yang menghuni di wilayah
Kalimantan Selatan. Sebagian lainnya berasal dari Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak
Baraki, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Bukit Ngaju, Suku
Melayu, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Cina, dan Suku Arab Keturunan.
agamanya adalah agama Islam dengan presentase sekitar 96,80%. Diikuti dengan
bagian Proto Melayu dengan ciri fisik, kulitnya kuning sampai sawo matang, wajahnya
Salah satu ciri khas dari Kalimantan Selatan adalah kain sasirangan, kain
sasirangan ini merupakan hasil kerajinan tangan berupa tenun ikat. Biasanya digunakan
untuk pengobatan (batatamba) khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi
diri dari gangguan makhluk halus. Kain sasirangan memiliki keunikan yankni, didapat
dari proses pewarnaan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau
sejenisnya, menurut corak dan motif tertentu. Kata sasirangan berasal dari menyirang
yang berarti menjelujur karena kain ini dikerjakan dengan cara menjelujur.
(resmi), Banjar, (dominan), Dayak Bugis, Melayu, Dayak Meratus, Dayak Bakumpaj,
Dayak Maanyan, Warukin, Dayak Dusun Balangan, Dayak Samihim (Dusun Tumbang),
adalah sistem bilateral, yakni kedudukan seorang suami dan isteri pada suatu keluarga
adalah sama. Berbeda dengan sistem kekerabatan baik yang menurut garis ayah maupun
garis ibu. Dalam masyarakat Banjar suatu keluarga yang baru membangun rumah tangga
tidak harus terikat tinggal bersama pihak keluarga perempuan atau keluarga laki-laki.
Tetapi diakui dalam bidang-bidang tertentu sistem kekerabatan di daerah ini menurut
garis ayah, misalnya dalam hal wali untuk perkawinan seorang anak perempuan atau
Dalam masyarakat suku bangsa Banjar mengenal adanya kelompok yang sangat
kuat kesatuannya. Hal ini masih dapat dirasakan atau ditemui hingga sekarang. Kesatuan
itu biasa disebut dengan perkataan ”bubuhan”, rasa kesatuan dan sifat gotong royongnya
kuat sekali.
Pengertian bubuhan kalau dalam ilmu antropologi sama dengan keluarga luas,
yaitu suatu keluarga yang terdiri dari lebih dari keluarga inti yang seluruhnya merupakan
sistem kesatuan sosial yang sangat erat yang biasanya tinggal dalam satu rumah atau satu
pekarangan. Tetapi sejak zaman penjajahan bubuhan-bubuhan tidak lagi tinggal dalam
satu rumah atau pekarangan melainkan telah menyebar ke pemukiman yang saling
berjauhan.
kedudukan yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat kemudian dipakai menjadi
nama bubuhan, misalnya bubuhan Muhammad Arsyad Al Banjari, seorang ulama besar
Kalimantan Selatan.
Diantara kelompok bubuhan ini ada yang percaya bahwa mereka dapat menarik
garis keturunan bilateral sampai pada tokoh zaman dahulu yang sulit ditelusuri
silsilahnya dengan urut. Tokoh tersebut dipercaya menurunkan Sultan-Sultan Banjar atau
seorang pejabat kesultanan. Ada juga kelompok bubuhan yang mempunyai benda-benda
pusaka yang menjadi lambang keunggulan, atau sumber air keramat yang berfungsi
menghubungkan bubuhan mereka dengan tokoh tertentu melalui ceritera atau legenda.
Misalnya legenda sumur datu, dipercaya sebagai tempat Datu Taruna menyimpan harta
pusaka.
Sekarang konsep bubuhan ini berkembang lebih luas lagi menjadi ikatan bubuhan
daerah asal. Misalnya bubuhan Kandangan, bubuhan Rantau, bubuhan Barabai. bubuhan
Amuntai, Bubuhan Tanjung, dan lainnya berdasarkan daerah tempat mereka lahir dan
dibesarkan. Bahkan bagi mereka yang tinggal atau bermukim di perantauan tetap
mengaku sebagai ”bubuhan orang Banjar”, yang terhimpun dalam suatu organisani
negatif dari keberagaman ini diantaranya adalah terjadinya konflik. Baik konflik
antarsuku, antaragama, antarras ataupun lainnya. Akibat dari konflik konflik ini
sangatlah buruk, ini hanya salah satu dari konflik SARA yang terjadi di Indonesia.
Salah satu peristiwa kelam yang tercatat dalam sejarah Indonesia terjadi di
seperti halnya kerusuhan Sampit, kerusuhan Poso, atau kerusuhan Mei 1998, namun
dampak yang diakibatkannya menjadi salah satu yang terburuk menjelang berakhirnya
Bangunan dan fasilitas umum pun dirusak dan dibakar. Keberingasan dan kekejaman
manusia tergambar di hari Jumat, 23 Mei 1997 itu. Kota Banjarmasin yang tadinya
tampak damai berubah seolah telah terjadi peperangan. Peristiwa mengerikan itu
meninggalkan duka bagi keluarga korban dan juga kerugian materi dengan jumlah yang
tidak sedikit. Peristiwa kerusuhan tersebut pun dikenal hingga sampai saat ini dengan
Dalam rangka menyambut pemilu 1997, akan ada acara besar yang
dilangsungkan di pusat kota. Salah satu partai yang ikut serta dalam pemilu, Golkar, akan
rakyat itu rencananya akan dilaksanakan usai ibadah salat Jumat. Namun, rencana
tersebut tidak pernah terwujud, dan justru berubah menjadi sebuah tragedi berdarah yang
anak-anak muda membuat kegaduhan dengan membuat suara raungan sepeda motor,
Jumat.
Hal ini dilanjutkan dengan arak-arakan sepeda motor tersebut melewati Masjid
Noor di Jalan Pangeran Samudra. Sebenarnya, sudah ada larangan untuk tidak melewati
Masjid Noor. Terlebih saat itu jemaah sholat jumat juga meluber ke depan halaman
depan masjid. Namun, massa kampanye yang didukung oleh Satgas Golkar tetap ngotot
ingin melewati jalan tersebut dengan alasan salat Jumat sudah hampir selesai.
Usai salat Jumat, massa yang tadinya terganggu ibadahnya mulai berdatangan
dari berbagai penjuru untuk menuju Kantor DPD Golkar Kalimantan Selatan. Bentrokan
pun tak terelakkan antara massa dengan Satgas Golkar dan Forum Komunikasi Putra-
Pukul 2 siang, situasi kian memanas. Massa yang melengkapi dirinya dengan
senjata tajam mulai bergerak ke pusat kota. Pergerakan ke pusat kota juga diikuti dengan
perusakan. Bangunan, mobil, dan fasilitas umum yang dilalui massa tak luput dari
Ruko-ruko dirusak, dan Mitra Plaza dibakar. Aksi penjarahan pun tak terhindarkan.
Listrik yang padam ikut menjadikan suasana kota kian mencekam. Pemandangan di
Dari yang semula yang hanya melibatkan dua kubu, kerusuhan akhirnya melebar hingga
massa menjadi tak terkendali. Dikabarkan bahwa terdapat beberapa gereja dan satu
klenteng yang ikut dihancurkan. Rumah WNI keturunan Tionghoa pun tak luput dari
serangan massa.
Pasukan keamanan pun beraksi di malam hari. Pasukan keamanan yang terdiri
dari prajurit TNI dan Polri mulai menyisir kampung-kampung kecil untuk memburu
massa dan para penjarah. Jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkan akibat
kerusuhan ini dinilai menjadi salah satu yang paling parah di masa-masa berakhirnya
rezim orde baru. Menurut data hasil investigasi Tim Pencari Fakta Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tercatat ada sebanyak 123 korban tewas, 118 orang
Belum lagi dengan kerugian materiil yang tentunya sangat besar. Pusat
bahkan rumah panti jompo, ikut menjadi korban dengan cara dirusak, dibakar, dan
dihancurkan.
Ratusan mayat dari kerusuhan ini akhirnya dikuburkan secara massal di komplek
terletak 22 kilometer sebelah tenggara Banjarmasin. Di sana kita juga akan menemukan
kayu yang tertancap dengan tulisan "Makam Masal Jum'at Kelabu 23 Mai 1997.
Bab 3
Penutup
peran penting bagi masyarakat, namun di sisi lain dapat terjadi konflik bernuansa SARA.
Maka dari itu, saran kami cara untuk meminimalisirkonflik SARA ini dengan cara
mengembangkan sikap toleransi, saling peduli, dan sebagainya. Lalu upaya mencegah
secara Preventif, Reseptif, maupun Kuratif. Beberapa upaya mengatasi konflik antara