Anda di halaman 1dari 12

Keberagaman Suku Bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan

Kelompok
9B
Anggota :

SMPN 2 Pangalengan
Kata Pengantar

Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberi

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul

“Keberagaman Suku Bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan” dengan tepat waktu.

Begitu juga atas limpahan Kesehatan yang Allah karuniai pada saya sehingga kliping ini

dapat disusun melalui beberapa sumber yakni melalui koran dan majalah.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang keberagaman

suku bangsa Di Indonesia tepatnya di Kalimantan Selatan. Pada kesempatan ini juga,

saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu kami pada

pembuatan makalah ini.

Demikian makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan,

maupun adanya ketidaksesuaian materi yang di angkat dalam makalah ini, kami mohon

maaf yang sebesar besarnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan kliping ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari

guru mata pelajaran sangat diharapkan oleh penulis dan tim.

Bandung, 18 September 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................3
Bab 1..............................................................................................................4
Pendahuluan..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Makalah..................................................................................4
Bab 2..............................................................................................................6
Pembahasan..................................................................................................6
2.1 Suku, Agama, Ras, Budaya, dan Bahasa yang ada di Kalimantan
Selatan.......................................................................................................6
2.2 Marga/Kekerabatan yang digunakan di Kalimantan Selatan..............6
2.3 Konflik SARA yang terjadi di Kalimantan Selatan............................8
2.4 Akhir Dari Konflik SARA di Kalimantan Selatan.............................9
Bab 3............................................................................................................11
Penutup........................................................................................................11
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari lebih 13.000 pulau besar dan kecil.

Hal ini yang membuat Indonesia memiliki bermacam-macam suku, agama, budaya, adat,

dan Bahasa.

Indonesia memiliki lebih dari 1.340 etnik atau suku bangsa menurut Badan Pusat

Statistik pada tahun 2010. Dari sekian banyak suku tersebut, beberapa di antaranya

bersifat dominan karena memiliki jumlah yang relatif banyak. Tentunya, setiap suku

memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri.

Nah salah satu pulau yang memiliki banyak suku bangsa adalah pulau

Kalimantan, yang memiliki sekitar 268 suku bangsa yang dikelompokkan menjadi tiga

suku pokok yaitu suku Dayak Indonesia (Sub suku di Indonesia), Suku Melayu, dan suku

asal Kalimantan lainnya (non Dayak & non Melayu), lalu ada 3 suku pokok atau 5 suku

asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, dan Tidung.

Pulau Kalimantan memiliki lima Provinsi, yakniKalimantan Barat, Kalimantan Timur,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan.

1.2 Rumusan Masalah


I. Apa saja Suku, Agama, Ras, Budaya dan Bahasa yang ada di Pulau Kalimantan

Selatan?

II. Marga atau kekerabatan apa saja yang digunakan di pulau Kalimantan Selatan?

III. Apa konflik SARA yang telah terjadi di Pulau Kalimantan Selatan dan apa penyebab

nya?

IV. Bagaimana cara penyelesaian Konflik tersebut?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dari makalah ini adalah

1) Mengetahui suku, agama, ras, budaya dan bahasa yang ada di Kalimantan Selatan

2) Mengetahui jenis marga/kekerabatan yang digunakan di Kalimantan Selatan


3) Mengetahui konflik SARA yang terjadi di Kalimantan Selatan

4) Penyelesaian masalah konflik SARA di Kalimantan Selatan


Bab 2

Pembahasan

2.1 Suku, Agama, Ras, Budaya, dan Bahasa yang ada di Kalimantan Selatan

Di Kalimantan Selatan, sebagian besar penduduk nya berasal dari keturunan Suku

Banjar, Suku Banjar ini merupakan salah satu suku asli yang menghuni di wilayah

Kalimantan Selatan. Sebagian lainnya berasal dari Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak

Baraki, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Bukit Ngaju, Suku

Melayu, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Cina, dan Suku Arab Keturunan.

Dilansir dari kalselprov.go.id dicatat jumlah penduduk Kalimantan mayoritas

agamanya adalah agama Islam dengan presentase sekitar 96,80%. Diikuti dengan

Protestan (28,51%), Katolik (18,12%), Budha (17,59%), dan Hindu (9,51%).

Masyarakat Kalimantan Selatan kebanyakan keturunan Ras Malayan-Mogoloid

bagian Proto Melayu dengan ciri fisik, kulitnya kuning sampai sawo matang, wajahnya

bulat, dan matanya besar.

Salah satu ciri khas dari Kalimantan Selatan adalah kain sasirangan, kain

sasirangan ini merupakan hasil kerajinan tangan berupa tenun ikat. Biasanya digunakan

untuk pengobatan (batatamba) khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi

diri dari gangguan makhluk halus. Kain sasirangan memiliki keunikan yankni, didapat

dari proses pewarnaan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau

sejenisnya, menurut corak dan motif tertentu. Kata sasirangan berasal dari menyirang

yang berarti menjelujur karena kain ini dikerjakan dengan cara menjelujur.

Lalu bahasa yang digunakan di Kalimantan Selatan adalah Bahasa Indonesia

(resmi), Banjar, (dominan), Dayak Bugis, Melayu, Dayak Meratus, Dayak Bakumpaj,

Dayak Maanyan, Warukin, Dayak Dusun Balangan, Dayak Samihim (Dusun Tumbang),

Dayak Deah, Dayak Berangas, Jawa, Madura, Mandar, Bajau, Rampa.

2.2 Marga/Kekerabatan yang digunakan di Kalimantan Selatan


Pada masyarakat Kalimantan Selatan, sistem marga/ kekerabatan yang berlaku

adalah sistem bilateral, yakni kedudukan seorang suami dan isteri pada suatu keluarga
adalah sama. Berbeda dengan sistem kekerabatan baik yang menurut garis ayah maupun

garis ibu. Dalam masyarakat Banjar suatu keluarga yang baru membangun rumah tangga

tidak harus terikat tinggal bersama pihak keluarga perempuan atau keluarga laki-laki.

Tetapi diakui dalam bidang-bidang tertentu sistem kekerabatan di daerah ini menurut

garis ayah, misalnya dalam hal wali untuk perkawinan seorang anak perempuan atau

pembagian harta waris yang mengacu pada ajaran Islam.

Dalam masyarakat suku bangsa Banjar mengenal adanya kelompok yang sangat

kuat kesatuannya. Hal ini masih dapat dirasakan atau ditemui hingga sekarang. Kesatuan

itu biasa disebut dengan perkataan ”bubuhan”, rasa kesatuan dan sifat gotong royongnya

kuat sekali.

Pengertian bubuhan kalau dalam ilmu antropologi sama dengan keluarga luas,

yaitu suatu keluarga yang terdiri dari lebih dari keluarga inti yang seluruhnya merupakan

sistem kesatuan sosial yang sangat erat yang biasanya tinggal dalam satu rumah atau satu

pekarangan. Tetapi sejak zaman penjajahan bubuhan-bubuhan tidak lagi tinggal dalam

satu rumah atau pekarangan melainkan telah menyebar ke pemukiman yang saling

berjauhan.

Biasanya seseorang yang terpandang, mungkin karena memiliki kekayaan atau

kedudukan yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat kemudian dipakai menjadi

nama bubuhan, misalnya bubuhan Muhammad Arsyad Al Banjari, seorang ulama besar

Kalimantan Selatan.

Diantara kelompok bubuhan ini ada yang percaya bahwa mereka dapat menarik

garis keturunan bilateral sampai pada tokoh zaman dahulu yang sulit ditelusuri

silsilahnya dengan urut. Tokoh tersebut dipercaya menurunkan Sultan-Sultan Banjar atau

seorang pejabat kesultanan. Ada juga kelompok bubuhan yang mempunyai benda-benda

pusaka yang menjadi lambang keunggulan, atau sumber air keramat yang berfungsi

menghubungkan bubuhan mereka dengan tokoh tertentu melalui ceritera atau legenda.

Misalnya legenda sumur datu, dipercaya sebagai tempat Datu Taruna menyimpan harta

pusaka.
Sekarang konsep bubuhan ini berkembang lebih luas lagi menjadi ikatan bubuhan

daerah asal. Misalnya bubuhan Kandangan, bubuhan Rantau, bubuhan Barabai. bubuhan

Amuntai, Bubuhan Tanjung, dan lainnya berdasarkan daerah tempat mereka lahir dan

dibesarkan. Bahkan bagi mereka yang tinggal atau bermukim di perantauan tetap

mengaku sebagai ”bubuhan orang Banjar”, yang terhimpun dalam suatu organisani

kerukunan keluarga Banjar di daerah mereka bermukim.

2.3 Konflik SARA yang terjadi di Kalimantan Selatan


Keberagaman masyarakat Indonesia tidak selalu berdampak positif, dampak

negatif dari keberagaman ini diantaranya adalah terjadinya konflik. Baik konflik

antarsuku, antaragama, antarras ataupun lainnya. Akibat dari konflik konflik ini

sangatlah buruk, ini hanya salah satu dari konflik SARA yang terjadi di Indonesia.

Salah satu peristiwa kelam yang tercatat dalam sejarah Indonesia terjadi di

Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Meskipun peristiwa ini tidak banyak dikisahkan

seperti halnya kerusuhan Sampit, kerusuhan Poso, atau kerusuhan Mei 1998, namun

dampak yang diakibatkannya menjadi salah satu yang terburuk menjelang berakhirnya

Orde Baru. Ratusan korban berjatuhan. Beberapa orang dikabarkan menghilang.

Bangunan dan fasilitas umum pun dirusak dan dibakar. Keberingasan dan kekejaman

manusia tergambar di hari Jumat, 23 Mei 1997 itu. Kota Banjarmasin yang tadinya

tampak damai berubah seolah telah terjadi peperangan. Peristiwa mengerikan itu

meninggalkan duka bagi keluarga korban dan juga kerugian materi dengan jumlah yang

tidak sedikit. Peristiwa kerusuhan tersebut pun dikenal hingga sampai saat ini dengan

sebutan Jumat Kelabu 23 Mei 1997.

Dalam rangka menyambut pemilu 1997, akan ada acara besar yang

dilangsungkan di pusat kota. Salah satu partai yang ikut serta dalam pemilu, Golkar, akan

menyelenggarakan kampanye dengan panggung hiburan rakyat. Panggung hiburan

rakyat itu rencananya akan dilaksanakan usai ibadah salat Jumat. Namun, rencana

tersebut tidak pernah terwujud, dan justru berubah menjadi sebuah tragedi berdarah yang

akan selalu dikenang.


Dilansir dari bosscha.id, sebagian massa dari kampanye Golkar yang terdiri dari

anak-anak muda membuat kegaduhan dengan membuat suara raungan sepeda motor,

sehingga mengganggu ketenangan masyarakat muslim yang tengah melaksanakan salat

Jumat.

Hal ini dilanjutkan dengan arak-arakan sepeda motor tersebut melewati Masjid

Noor di Jalan Pangeran Samudra. Sebenarnya, sudah ada larangan untuk tidak melewati

Masjid Noor. Terlebih saat itu jemaah sholat jumat juga meluber ke depan halaman

depan masjid. Namun, massa kampanye yang didukung oleh Satgas Golkar tetap ngotot

ingin melewati jalan tersebut dengan alasan salat Jumat sudah hampir selesai.

Usai salat Jumat, massa yang tadinya terganggu ibadahnya mulai berdatangan

dari berbagai penjuru untuk menuju Kantor DPD Golkar Kalimantan Selatan. Bentrokan

pun tak terelakkan antara massa dengan Satgas Golkar dan Forum Komunikasi Putra-

Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).

Pukul 2 siang, situasi kian memanas. Massa yang melengkapi dirinya dengan

senjata tajam mulai bergerak ke pusat kota. Pergerakan ke pusat kota juga diikuti dengan

perusakan. Bangunan, mobil, dan fasilitas umum yang dilalui massa tak luput dari

amukan. Bentrokan fisik pun menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Ruko-ruko dirusak, dan Mitra Plaza dibakar. Aksi penjarahan pun tak terhindarkan.

Listrik yang padam ikut menjadikan suasana kota kian mencekam. Pemandangan di

Banjarmasin kala itu tampak kacau bak arena peperangan.

Dari yang semula yang hanya melibatkan dua kubu, kerusuhan akhirnya melebar hingga

massa menjadi tak terkendali. Dikabarkan bahwa terdapat beberapa gereja dan satu

klenteng yang ikut dihancurkan. Rumah WNI keturunan Tionghoa pun tak luput dari

serangan massa.

2.4 Akhir Dari Konflik SARA di Kalimantan Selatan

Pasukan keamanan pun beraksi di malam hari. Pasukan keamanan yang terdiri

dari prajurit TNI dan Polri mulai menyisir kampung-kampung kecil untuk memburu

massa dan para penjarah. Jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkan akibat
kerusuhan ini dinilai menjadi salah satu yang paling parah di masa-masa berakhirnya

rezim orde baru. Menurut data hasil investigasi Tim Pencari Fakta Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tercatat ada sebanyak 123 korban tewas, 118 orang

luka-luka, dan 179 lain hilang.

Belum lagi dengan kerugian materiil yang tentunya sangat besar. Pusat

pertokoan, kantor pemerintahan, tempat peribadatan, sekolah, hingga rumah warga,

bahkan rumah panti jompo, ikut menjadi korban dengan cara dirusak, dibakar, dan

dihancurkan.

Ratusan mayat dari kerusuhan ini akhirnya dikuburkan secara massal di komplek

pemakaman Landasan Ulin Tengah, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, yang

terletak 22 kilometer sebelah tenggara Banjarmasin. Di sana kita juga akan menemukan

kayu yang tertancap dengan tulisan "Makam Masal Jum'at Kelabu 23 Mai 1997.
Bab 3

Penutup

Dapat disimpulkan bahwa Keberagaman budaya di satu sisi dapat memberikan

peran penting bagi masyarakat, namun di sisi lain dapat terjadi konflik bernuansa SARA.

Maka dari itu, saran kami cara untuk meminimalisirkonflik SARA ini dengan cara

mengembangkan sikap toleransi, saling peduli, dan sebagainya. Lalu upaya mencegah

dan mengatasi masalah akibat keberagaman masyarakat Indonesia dapat dilakukan

secara Preventif, Reseptif, maupun Kuratif. Beberapa upaya mengatasi konflik antara

lain dengan membangun kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.

Anda mungkin juga menyukai