DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi................................................
11
11
12
15
23
24
32
36
LAMPIRAN .....................................................................................................
37
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa)
dan
kemudian
dijadikan
nama
suku
Dayak
Mualang.
Dayak
Bukit
Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada
masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik
mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka
(merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan
menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi
keuntungan mereka.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika
bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke
daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan,
dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di
kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka.
Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi
oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan
agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik,
maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang
Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan
dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri
Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di
Kalimantan Barat.
masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka
percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut:
Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang
tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan
Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa
tanah , Raja Juata (penguasa Air), KamaBaba (penguasa Darat),Jobata,Apet
Kuyan'gh(Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh
kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri
masuk semakin jauh kepedalaman.
Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh
karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap
telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar.
yang
masuk
Islam(karena
Perkawinan
dengan
suku
Melayu)
memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai
suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat
istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku
Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama
Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau
kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya
urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai,
karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara
lainnya.
Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di
percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi pemimpin atau diberi gelar
Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil )
penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan
komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung
mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut
menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan
ataupun perluasan kekuasaan.
Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah
menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk
senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan
Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari
ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di
kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang
mereka segani.
Kabupaten
Sanggau
malenggang
dan
sekitarnya
Dayak
Kabupaten
Ketapang,Daerah
simpakng seperti
Dayak
10
dll),
dayak
kubing
(antara
lain
desa
sungai
bakah/sungai
2.3 Bahasa
Bahasa yang digunakan termasuk kelompok Ibanic group seperti halnya
kelompok Ibanic Lainnya:Kantuk, bugao, desa, seberuang,Ketungau, sebaruk dan
kelompok Ibanic lainnya. Perbedaannya adalah pengucapan / logat dalam kalimat
dengan suku serumpun yakni pengucapan kalimat yang menggunakan akhiran
kata i dan e, i dan y, misalnya: Kediri dan Kedire, rari dan rare, kemudian inai
dan inay, pulai dan pulay dan penyebutan kalimat yang menggunakan huruf r ( R
berkarat ), serta logat pengucapannya, walauun mengandung arti yang sama.
11
organisasi tadi lebur jadi Pakat Dayak yang bergerak dalam lapangan sosial,
ekonomi dan politik.
Setelah kemerdekaan orang Dayak Ngaju berhasratagar kalimantan
Tengah menjadi sebuah propinsi sendiri, lepas dari kalimantan selatan. Hasrat itu
diperjuangkan oleh organisasi Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah dan
perjuangan mereka berhasil dengan terbentuknya propinsi kalimantan tengah pada
tanggal 23 Mei 1957
Sejak saat itu orang kalimantan tengah mulai membangun daerahnya yang
merupakan hutan rimba.kekayaan kalimantan tidak terutama terletak dalam
kekayaan isi buminya, yang mengandung minyak bumi, emas dan intan
sedangkan hutan rimbanya juga mengandung kekayaan kekayaan yang dapat
diexploitasi. Sayang bahwa usaha usaha pembamgunan tidak selalu lancar. Hal ini
rupanya tidak terletak kepada sifatkurang kemampuan dan sikap mental dari orang
Dayak Kalimantan Tengah, tetapi merupakan suatu akibat kemacetan menyeluruh
yang dialami oleh negara negara kita pada tahun tahun terakhir ini.
12
penebangan, batang-batang kayu, cabang-cabang, ranting-ranting, serta daundaunnya dibiarkan mengering selama dua bulan, setelah mana paling lambat pada
bulan Agustus atau September seluruhnya tadi sudah harus dibakar, karena
setelah itu musim hujan sudah tiba. Abu bekas pembakaran tadi dibiarkan sebagai
pupuk. Setelah itu tibalah masanya untuk mulai menanam, yaitu kira-kira bulan
Oktober. Pekerjaan ini di daerah Maanyan dilakukan secara bergotong-royong.
Para laki-laki berbaris dimuka sambil menusuk-nusuk tanah dengan tongkat
tugalnya, sedangkan para wanitanya berbaris mengikuti di belakang, sambil
memasukkan beberapa butir padi ke dalam lubang-lubang yang dibuat oleh kaum
laki-laki tadi. Pekerjaan selanjutnya yaitu merawat serta menjaga pertumbuhan
bibit tersebut menjadi tanggungan rumah tangga masing-masing. Untuk keperluan
ini sebagian atau seluruh warga dari suatu rumah tangga berdiam di dangau
mereka sampai selesai panen nanti. Ladang tadi perlu dilindungi dari binatangbinatang liar seperti babi hutan dan rusa, dan juga kera-kera yang gemar mencabut
tanaman dalam ladang. Di sekitar ladang-ladang orang Dayak Kalimantan Tengah
pada umumnya memasang perangkap-perangkap yang terdiri dari setangkai
bambu yang ujungnya diruncingi bagaikan tombak, dan yang dapat lepas secara
otomatis, apabila tali yang menghubunginya dilanggar binatang yang hendak
memasuki ladang. Alat ini oleh orang Ngaju disebut dondang, dan oleh orang
Maanyan disebut pusi. Alat ini sering diberi racun sehingga merupakan alat yang
amat berbahaya. Di antara bulan-bulan Februari dan Maret, tibalah musim panen.
Hal ini tergantung pada jenis padi yang ditanam. Di Kalimantan Tengah paling
sedikit ada tiga jenis padi yang ditanam orang, yaitu padi enam bulanan yang
terbanyak ditanam, padi empat bulanan, dan padi ketan yang juga empat bulanan.
Padi ketan terutama ditanam untuk keperluan upacara-upacara, antara lain untuk
membuat arak yang oleh orang Ngaju/Ot-Danum disebut anding.
Di samping padi, orang Kalimantan Tengah juga menanam tanamantanaman lain di ladang-ladang mereka, seperti ubi kayu, ubi rambut, keladi,
terong, nanas, pisang, tebu, cabe, berbagai macam labu-labuan, dan adakalanya
juga tembakau. Dari semua itu yang paling banyak ditanam adalah ubi kayu yang
bukan saja dimakan ubinya, tetapi juga sangat digemari daun-daunnya sebagi
13
14
kapas atau kulit kayu, tetapi pada masa ini kesenian itu sudah dilupakan orang.
Demikian juga karena sudah banyak kain import masuk ke pedalaman, kain dari
kulit kayu sudah tidak dibuat lagi. Dulu memang pakaian asli laki-laki Dayak
adalah ewah(cawat) yang terbuat dari kulit kayu, sedangkan kaum wanita
memakai sarung dan baju dari kulit kayu. Pada masa ini orang Dayak di
Kalimantan Tengah sudah berpakaian lengkap seperti orang Indonesia lainnya di
daerah pantai yaitu bagi laki-laki hem dan celana, dan bagi kaum wanita sarung
dan kebaya atau bagi yang muda-muda rok potongan Eropah.
15
semata-mata tergantung dari tempat tinggal yang ditentukan pada waktu ia mau
menikah, padahl ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah menikah.
Jika seorang bersama keluarganya kemudian pindaj keluar dari rumah itu,
pertalian fisik dan rohani dengan rumah-tangga semula pun turut berubah.
Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lain di dunia, saat peralihan yang
penting dalam lingkaran hidup orang Dayak Kalimantan Tengah adalah
perkawinan. Pada orang Dayak ada perkawinan yang dianggap ideal dan amat
diingini oleh umum, yaitu perkawinan yang antara dua orang bersaudara sepupu
yang kakek-kakeknya adalah saudara sekandung, yaitu apa yang disebut hajenan
dalam bahasa Ngaju (saudara sepupu derajat kedua). Selain itu juga dianggap baik
perkawinan di antara dua orang saudara sepupu yang ibu-ibunya bersaudara
sekandung, dan di antara cross-cousin. Perkawinan yang dianggap sumbang (sala
horoi dalam bahasa Ngaju), adalah perkawinan di antara saudara sepupu yang
ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-parallel cousin), dan terutama
sekali perkawinan di antara orang-orang dari generasi yang berbeda, misalnya
antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan
mamaknya. Persetubuhan di antara seorang mamak dengan kemenakannya
dianggap sedemikian buruknya, sehingga untuk itu perlu diadakan upacara
sebagai penghapus dosa. Dalam hal ini kedua orang yang bersalah tadi diharuskan
makan dari dulang tempat makan babi sambil merangkak di hadapan warga desa
yang sengaja diundang untuk menyaksikan upacara tersebut. Pantang-pantang
kawin tersebut, jika dilanggar berarti tulah besar yang menurut kepercayaan orang
Ngaju dan Ot-Danum dapat mendatangkan bencana bukan saja pada orang-orang
yang bersangkutan, tetapi juga pada seluruh warga desa, sehingga perlu
dinetralisasi dengan upacara penawar seperti yang diceritarakan di atas. Orangorang Dayak Kalimantan Tengah tidak melarang gadis-gadis mereka menikah
dengan orang-orang dari suku bangsa lain, asalkan saja laki-laki asing tersebut
bersedia untuk tunduk kepada adat mereka, dan bersedia terus berdiam di desa
mereka.
Pada suku-suku bangsa Ngaju dan Ot-Danum, seorang anak yang telah
mencapai umur 20 tahun bagi seorang laki-laki dan 18 bagi seorang wanita,
16
biasanya dicarikan jodoh oleh orang tuanya. Pada zaman dahulu, orang Dayak
berkuasa penuh atas pemilihan jodoh anak-anak mereka, tetapi kini keadaan sudah
berubah, dan para pemuda-pemudi yang sudah bersekolah boleh bebas mencari
teman hidupnya masing-masing, asalkan calon mereka mendapat persetujuan dari
orang tua mereka. Maka biasanya orang tua si pemuda adalah pihak pelamar, dan
untuk hal itu mereka akan pergi ke rumah orang tua si gadis untuk menyerahkan
hakumbang auch(bahasa Ngaju), yaitu semacam uang lamaran sebesar Rp 10-Rp
500 (pada tahun 1960), sambil menerangkan maksud kedatangannya. Sesudah itu
orang tua si gadis akan mengumpulkan semua kaum kerabat mereka yang dekat,
dan membicarakan masalahnya dengan mereka. Selama beberapa hari sebelum
keputusan dapat diambil, para kerabat dekat tersebut dengan saksama akan
melakukan penyelidikan tentang tingkah laku si calon menantu untuk mengetahui:
apakah ia seorang yang berwatak baik, apakah ia bukan keturunan budak, dan
apakah ia bukan keturunan hantuen. Hakumbang auchsegera dikembalikan jika
ternyata bahwa si pemuda tidak memenuhi syarat, dan itu berati bahwa pinangan
ditolak.
Kalau lamaran diterima, maka diadakan upacara peresmian pertunangan
dan perundingan mengenai langkah-langkah selanjutnya. Biaya pesta ini
seluruhnya ditanggung oleh pihak keluarga si gadis, dan binatang yang khusus
disembelih pada kesempatan ini adalah babi. Menyembelih ayam untuk pesta ini
dianggap hina. Sebelum dimulai dengan perundingan yang dilakukan pada tengah
hari, pihak laki-laki menyerahkan hadiah-hadiah yang berupa sehelai bahalai
(sarung panjang untuk wanita), bahan kain untuk kebaya, minyak wangi, cincin
emas dan sebagainya, tergantung dari kemampuan yang memberi. Setelah ini,
segera dimulailah perundingan antara kedua belah pihak untuk menentukan antara
lain hari pernikahan, besarnya biaya yang harus disumbangkan oleh pihak lakilaki untuk membiayai pesta perkawinan, besarnya emas kawin (Ngaju palaku),
dan sebagainya.
Jangka waktu di antara pesta pertunangan dengan pesta perkawinan adalah
di antara satu bulan sampai tiga tahun, tergantung dari hasil keputusan
perundingan. Sebelum melakukan upacara perkawinan, seorang gadis jika
17
kebetulan masih mempunyai kakak perempuan yang sehingga waktu itu belum
juga kawin, harus juga menghadiahkan kakaknya tersebut sebuah gong atau
keramik Cina, untuk menolak bencana yang akan terjadi di dalam perkawinannya,
karena sudah berani melangkahi hak-hak kakaknya. Hadiah ini oleh orang Ngaju
disebut panangkalau. Adat pelamaran yang diuraikan di atas berlaku pada
masyarakat Ngaju, tetapi dengan beberapa perbedaan kecil juga pada orang OtDanum.
Adat melamar terurai di atas juga terdapat pada suku bangsa Dayak
Maanyan yang menurut Hudson disebut pipakatan yaitu perkawinan yang diurus
oleh orang tua, karena di-mapakat-i, (dimufakati) oleh orang tuanya, tetapi selain
bentuk perkawinan tersebut di atas, pada orang Maanyan ada satu bentuk
perkawinan lagi yang pada dewasa ini sudah mulai umum, yaitu ijari(berasal dari
kata jadi atau lari), atau kawin lari. Walaupun namanya kawin lari tetapi bukan
berarti bahwa dengan larinya sepasang merpati itu, perkawinan sudah dapat
terjadi. Larinya itu hanya baru merupakan tindakan pertama menuju ke upacara
perkawinan adat. Demikianlah jika ada dua orang yang sepakat untuk hidup
bersama, maka mereka lari menuju ke rumah kepada adat yang disebut panghulu,
atau ke rumah seorang kawan baik yang mempunyai kedudukan baik di dalam
masyarakat. Kepada tokoh-tokoh itu mereka sampaikan keputusan hati mereka,
dan tokoh itulah yang kemudian menghubungi orang-orang tua kedua belah pihak
tersebut. Jika orang tua tidak keberatan, maka kontrak perkawinan segara dibuat,
dan upacara perkawinan darurat daoat dilangsungkan dengan cepat. Pesta
perkawinan yang dilangsungkan ini disebut kawin setengah. Setelah selesai
berlangsungnya pesta perkawinan ini, dua sejoli tersebut sudah boleh hidup
bersama sebagai suami isteri untuk waktu tiga bulan. Dalam waktu itu mereka
diwajibkan untuk berusaha mengumpulkan biaya guna membeayai pesta
perkawinan menurut adat. Dalam usahanya ini mereka seringkali mendapat
bantuan dari kerabatnya yang mampu, umpamanya mereka diperbolehkan untuk
menyadap karet diladang karetnya. Perkawinan semacam ini tidak selalu dapat
berlangsung dengan lancar, karena perundingan gagal bukan saja karena soal
besarnya mas kawin, tetapi juga persoalan tempat kediaman setelah nikah dari
18
keduanya itu. Ijari juga dijalankan oleh orang-orang yang perjodohannya tidak
disetujui oleh orang-orang tuanya.
Perkawinan orang Dayak Kalimantan Tengah pada umunya adalah
monogami, hal ini bukan saja berlaku pada mereka yang beragama Nasrani, tetapi
juga pada mereka yang beragama Kaharingan. Adat kaharingan sebenarnya tidak
melarang seorang laki-laki mengambil lebih dari seorang isteri, tetapi dalam
prakteknya hal itu jarang sekali dapat dilakukan, karena adat wajib membayar
palakulagi yang bukan sedikit jumlanya itu.
Di Kalimantan Tengah angka perceraian adalah cukup tinggi. Menurut
Hudson, ditiga desa di daerah orang Maanyan, 25% dari perkawinan-perkawinan
diakhiri dengan perceraian. Perceraian pada orang Ngaju, Ot-Danum, maupun
Maanyan biasanya terjadi karena tidak setianya salah satu pihak. Perceraian
sebagai akibat seorang isteri mandul tak pernah terjadi, karena ada adat
mengadopsi anak yang dilakukan secara luas. Pada perceraian, anak-anak yang
masih kecil biasanya ikut dengan ibunya, sedangkan anak-anak yang sudah agak
besar menjadi tanggungan kaum kerabat dari kedua belah pihak menurut keadaan.
b. Sistem Kemasyarakatan
Seperti telah dikatakan di atas, Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari
satu kotamadya dan lima kabupaten. Kotamadya tersebut adalah Palangka Raya
yang didirikan di atas wilayah desa Pahandut di Kabupaten Kapuas. Palangka
Raya adalah ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah. Adapun kelima kabupaten
Kalimantan tersebut adalah:
1) Kotawaringin Barat (ibukota: Pangkalan Bun), merupakan daerah aliran
sungai-sungai Kotawaringin, Lamandau, an Arut.
2) Kotawaringin Timur (Ibukota: Sampit), merupakan daerah aliran Sungaisungai Pembuan (Seruyan), dan Sampit (Mentaya).
3) Kapuas (Ibukota: Kuala Kapuas), merupakan daerah aliran Sungai-sungai
Katingan (Mendawai), Kahayan dan Kapuas.
4) Barito Selatan (Ibukota: Muntok), merupakan daerah aliran Sungai-sungai
Patai, Telang, Dayu, Paku karau, dan Ayuh.
19
5) Barito Utara (Ibukota: Muara Teweh), merupakan daerah aliran Sungaisungai Montalat, Teweh, Lahai, Busang, dan Murung.
Propinsi Kalimantan Tengah dikepalai oleh seorang Gubernur dan
Kebupaten dikepalai oleh seorang Bupati yang diangkat oleh Gubernur.
Berhubung kesukaran komunikasi di Kalimantan Tengah, maka pengaruh seorang
Bupati menjadi besar sekali. Dulu Kabupaten dibagi menjadi beberapa
kewedanaan, dan masing-masing kewedanaan dibagi lagi menjadi kecamatankecamatan, tetapi sejak tahun 1964 kawedanaan dihapuskan. Kecamatan
selanjutnya dibagi lagi ke dalam desa-desa yang dikepalai oleh seorang pembekal.
Di dalam satu desa di samping ada seorang pembekal yang merupakan kepala
desa urusan adiministratif pemerintahan desa, ada seorang kepala lagi yang
khusus mengurus adat setempat yang disebut panghulu. Para panghulu tersebut
berada di bawah seorang kepala adat di tingkat kecamatan yang disebut demang.
Panghulu dari suatu desa dalam hal mengurus adat desanya didampingi oleh satu
dewan orang-orang tua yang di daerah Maanyan disebut mantir.
Seperti telah diterangkan di muka penduduk Kalimantan Tengah, selain
mempunyai desa-desa induk, juga mempunyai desa-desa ladang semi-permanen.
Jika mengingat mata pencaharian hidup orang Dayak Kalimantan Tengah adalah
berdasarkan perladangan yang harus berpindah-pindah, maka rupa-rupanya desa
asli dari mereka adalah justru desa ladang yang semi-permanen dan bukan desa
induk yang permanen. Menurut Hudson, desa-desa induk adalah rupa-rupanya
bentuk kesatuan setempat dibentuk oleh Pemerintah Kolonial sejak kira-kira tahun
1856. Pada dewasa ini, walaupun sudah ada desa-desa induk yang permanen,
tetapi karena mata pencaharian hidup orang Dayak Kalimantan Tengah masih
tetap berladang, maka sebagian besar dari orang desa, terutama yang masih kuat
bekerja, hidup di desa-desa ladang mereka untuk lebih dari enam bulan tiap-tiap
tahun.
Pemerintahan desa. Pemerintahan desa secara formil berada di tangan
pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administratif, dan
penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Syarat untuk menjadi pembekaladalah
kemampuan menulis dan membaca huruf latin, mempunyai rumah dan
20
21
22
Pada dewasa ini di Kalimantan Tengah selain berlaku hukum adat, berlaku
juga hukum pidana R.I. walaupun di antara kedua hukum tersebut sering terjadi
pertentangan, tetapi kebanyakan adalah saling mengisi. Umpamanya di salah satu
desa di Paju Sepuluh (daerah Maanyan), telah ada kejadian bahwa sebuah
perangkap untuk rusa di hutan menyebabkan kecelakaan dan membunuh seorang
laki-laki yang merupakan anak tunggal dari suami isteri yang sudah lanjut
umurnya. Karena kejadian itu menurut hukum pidana tidak disebabkan oleh
kejahatan, maka pemiliki perangkap tadi diserahkan kepada kebijaksanaan sidang
hukum adat. Sidang hukum adat kemudian telah men-danda-nya dan mengatur
agar ia dapat di adopsi oleh orang tua si korban, sehingga dengan demikian ia
dapat memberi nafkah kepada orang tua tadi itu.
Sampai pada tahun 1968 di Kalimantan Tengah sudah terbentuk tiga
tempat peradilan Agama/Masyarakat, yaitu:
1) Peradilan Agama/Masyarakat Sampit, yang mewilayahi: daerah
kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pusatnya adalah di Pangkalan Bun.
2) Peradilan Agama/Masyarakat Kapuas, yang mewilayahi: daerah
Kabupaten Kapuas dan Kotapraja Palangka Raya, Pusatnya adalah di
Kuala Kapuas.
3) Peradilan Agama/Masyarakat Muara Teweh, yang mewilayahi: daerah
Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Selatan. Pusatnya
adalah Muara Teweh.
23
2.8 Kesenian
Bentuk kesenian
suku
Dayak tidak
bisa
dilepaskan
dari
sejarah
sosiologisnya. Berawal dari masyarakat primitif yang menganut animismedinamisme, kebudayaan suku ini berakulturasi dengan kebudayaan kaum
pendatang seperti Jawa dan Tionghoa.
Agama yang dianggap lahir dari budaya setempat adalah Kaharingan.
Pengaruh kuat agama Hindu dalam proses akulturasi ini menyebabkan
Kaharingan dikategorikan ke dalam cabang agama tersebut. Dalam perkembangan
berikutnya, ada akulturasi budaya Islam pengaruh Kesultanan Banjar di pusat
kebudayaan suku Dayak.
24
25
mendapatkan tambahan daya jiwa, dan sebagai daya tahan berdirinya suatu
bangunan.
Beberapa contoh tari yang lain, misalnya sebagai berikut.
1. Tari Gantar
Tarian ini menggambarkan orang menanam padi. Tongkat
menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian di
dalamnya menggambarkan benih pada dan wadahnya. Tarian ini cukup
terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara
lainnya. Tarian ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun
juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga
versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar
Kusak.
2. Tari Kancet Papatai/Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah
berperang melawan musuhnya. Tarian ini sangat lincah, gesit, penuh
semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penarinya. Dalam
tarian ini, penari mempergunakan pakaian tradisional suku Dayak Kenyah
dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju
perang. Tarian ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan
alat musik Sampe.
3. Tari Kancet Ledo/Tari Gong
Jika tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan
keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya tarian Kancet Ledo
menggambarkan kelemah-lembutan seorang gadis bagaikan sebatang padi
yang meliuk-liuk lembut ditiup angin. Tari ini dibawakan oleh seorang
wanita dengan memakai pakaian tradisional suku Dayak Kenyah dan pada
kedua belah tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung
Enggang. Tarian ini biasanya ditarikan di atas sebuah gong, sehingga
Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet Lasan
26
7. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir
hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon besar dan tinggi agar tidak
menggangu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
27
9. Tarian Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah
dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya,
tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di
Apo Kayan yang bernama Nyik Selung sebagai tanda syukur dan
kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini
berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.
10. Tari Ngerangkau
Tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan
Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang
dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga
menimbulkan irama tertentu.
11. Tarian BaragaBagantar
Awalnya BaragaBagantar adalah upacara belian untuk merawat
bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini
sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.
2. Seni Musik
Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak
didominasi musik-musik ritual. Musik itu merupakan alat berkomunikasi
dan menyampaikan pesan kepada roh-roh.
Beberapa jenis alat musik suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukng
tuat, pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire, klentangan, dan
lain-lain.
Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak,
dengan dikenalnya musik tingkilan dan hadrah. Musik Tingkilan
menyerupai seni musik gambus dan lagu yang dinyanyikan disebut
betingkilan yang berarti bersahut-sahutan. Dibawakan oleh dua orang
pria-wanita dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.
Berikut adalah beberapa kesenian musik suku Dayak
28
1. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan
oleh para remaja baik laki-laki ataupun perempuan secara bersaut-sautan.
2. Kalalai-lalai
Kalalai-lalai ialah nyanyian yang disertai tari-tarian Suku Dayak
Mamadi daerah Kotawaringin.
3. Natum
Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan.
4. Natum Pangpangal
Natum Pangpangal ialah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi
kematian anggota keluarga yang dilagukan.
5. Dodoi
Dodoi ialah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau
dirakit.
6. Dondong
Dondong ialah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong
padi.
7. Marung
Marung ialah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan
meriah.
8. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh para lanjut usia
yang ditujukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan rasa
kasih sayang.
9. Mansana Bandar
Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama
seorang tokoh yang sangat dipuja dizamannya. Bandar hidup di zaman
lewu uju dan diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya sekedar mitos.
Hingga saat ini orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar.
29
RanyingHatala.Dapat
juga
diadakan
pada
saat
upacara
30
Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah
sebagai berikut :
1. Garantung
Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari
tembaga.
2. Sarun
Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam.
Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.
3. Salung
Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
4. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran lebih kecil
berjumlah lima biji, terbuat dari tembaga.
5. Gandang Mara
Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan
ukuran setengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang
tewrbuat dari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang
telah di keringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang
lagi diberi pasak.
3. Seni Drama
Drama tradisional ditemukan pada masyarakat Kutai dalam bentuk
kesenian Mamanda. Drama ini memainkan lakon kerajaan dan dimainkan
dalam
upacara
adat
seperti
perkawinan
atau
khitanan.
Bentuk
4. Seni Rupa
Seni rupa Dayak terlihat pada seni pahat dan patung yang
didominasi motif-motif hias setempat yang banyak mengambil ciri alam
31
dan roh dewa-dewa dan digunakan dalam upacara adat. Ada macammacam patung dengan ragam fungsi, di antaranya sebagai berikut.
Patung
azimat
yang
dianggap
berkhasiat
mengobati
32
besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, dan air, pokoknya alam sekeliling
tempat tinggal manusia. Ada dua golongan ruh-ruh, ada golongan ruh-ruh yang
baik dan golongan ruh jahat. Disamping itu ada pula makhluk halus yang
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang Dayak, ialah ruh
nenek moyang. Menurut kepercayaan suku Dayak, jiwa yang mati itu
meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia
sebagai ruh nenek moyang. Lama kelamaan ruh nenek moyang itu akan kembali
kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying, tetapi proses itu akan memakan
waktu yang lama dan melalui berbagai macam rintangan dan ujian hingga
akhirnya masuk ke dunia ruh yang bernama Lewu Liaudan menghadap
Ranying.
Terwujudnya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang dan makhluk
halus lainnya terwujud dalam upacara keagamaan. Ada suatu rangkaian upacara
yang dilakukan prang pada peristiwa-peristiwa penting selama hidupnya, seperti
upacara
menyambut
kelahiran
anak,
upacara
memandikan
bayi
untuk
pertamakalinya, upacara memotong rambut bayi, dan juga upacara mengubur dan
pembakaran mayat. Jika orang Dayak mati, mayatnya akan di letakkan di sebuah
peti kayu berbentuk perahu lesung dan kemudian di bakar secara besar-besaran
yang disebut Tiwah. Dan setelah proses pembakaran itu selesai, tulang belulang
terutama tengkoraknya digali lagi dan kemudian pihak keluarga memindahkannya
ke pemakaman yang tetap, sebuah bangunan yang berukiran indah, yang disebut
Sandung.
Karena acara pemakaman itu dilakukan secara besar-besaran oleh
sejumlah keluarga, maka acara itu dapat berlangsung seminggu sampai tiga
minggu berturut-turut. Karena banyaknya pengunjung yang ingin menyaksikan
upacara itu, maka dibutuhkan biaya yang sangat besar oleh karena itu terpaksa
upacara itu hanya bisa dilakukan sekali dalam tujuh atau delapan tahun sekali.
Upacara itu juga diisi dengan nyanyian-nyanyian yang amat panjang tanpa
menggunakan teks dan juga menampilkan tarian suci yang menarik.
Orang dayak juga mengenal upacara-upacara keagamaan yang dilakukan
oleh beberapa keluarga, yaitu upacara yang bersangkutan dengan pertanian di
33
ladang, dengan maksud untuk menambah kesuburan tanah, menolak hama, dan
hasil bumi yang berlimpah. Dalam upacara tersebut, yang dipimpin oleh seorang
yang bernama Balian, sering tampak berbagai unsur ilmu gaib.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan melihat kondisi dan potensi dari budaya Suku Dayak maka
jelaslah kebudayaan dari suku dayak ini sangat berpotensi dan menunjang untuk
perkembangan
museum
dan
pariwisata
khususnya
di
Indonesia.Seni
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Lampiran
37
38
39
40