Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

Budaya Melayu Riau

“Fungsi Alam Dalam Budaya Melayu Di Riau “


Dan
“Adab Dan Kesantunan Bahasa Melayu “

Disusun Oleh : ( X IPS 4)

1. DESWITA MAHARANI
2. AGHISKA NABILA R
3. ABDURRAFID AZIZ
4. AHMAD FADLI
5. FAUZI ARIANTO
6. IBRAHIM HAFIS

SMA NEGERI 2 TUALANG

2021/2022

X IPS 4 Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Tuaalang, Oktober  2021

Penyusun

X IPS 4 Page 2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Manusia Dan Alam Dalam Budaya Melayu Di RIAU.... 5


2.1.1 Kearifan Loka Menjaga Hutan dan Lahan ............................ 5

2.2 Bentuk-bentuk Kearifan Lokal Melayu Riau Dalam Pemanfaatan

Alam.................................................................................................. 6

2.3 Teknik Berladang Masyarakat Melayu Riau.................................... 8

2.4 Adab dan Kesantunan Bahasa Melayu............................................. 12

2.4.1 Adab dan Kesantunan Bahasa .............................................. 12

2.4.2 Peraturan Bahasa sebagai Asas Kesantunan BAhasa .......... 13

2.4.3 Kesantunan Bahasa Dliihat dari Sudut Agama .................... 15

2.4.4 Kesantunan Bahasa sebagai Warisan Kebudayaan

Bangsa ................................................................................... 16

2.4.5 Jenis dan Bentuk Kesantunan Berbahasa ............................... 17

BAB III PNUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 22

X IPS 4 Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pesatnya pembangunan pada dasarwasa terakhir dihadapkan pada munculnya
berbagai isu ingkungan sebagai akibat adanya benturan dan konflik kepentingan antara
ketersediaan Sumber Daya Alam yang semakin terbatas dengan jumah populasi yang
menggunakan dan mengeksplorasinya. Masalah ingkungan hidup dapat muncul karena
adanya pemanfaatan Sumber Daya Alam dan lingkungan yang berebihan sehingga
meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup. Berbagai benturan dan konflik
kepentingan ini menimbulkan berbagai beban di lingkungan yang akan berakibat kerusakan
seperti pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara, krisis keanekaragaman hayati,
kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih, banjir, lumpur, pemanasan goba dan lain-
lain. Dalam setiap daerah tentunya memiliki kearifan dan aturan tersendiri dalam
pemanfaatan alam yang ada, daam budaya melayu yang ada di Riau tentunya kearifan lokal
dan adab dalam memanfaatkan alam sangat diperhatikan. Tidak hanya itu saja dalam
kehidupan bermasyarakat di lingkungan juga terdapat adab dalam berbahasa khususnya
berbahasa Melayu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada pembahasan makalah ini adalah, sebagai berikut :
1. Apa fungsi alam dalam budaya Melayu di Riau?
2. Apa hubungan manusia dan alam dalam budaya Melayu di Riau?
3. Bagaimana adab dan kesantunan bahasa Melayu di keluarga dan masyarakat?

1.3 TUJUAN MASALAH


Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui fungsi alam dalam budaya Melayu di Riau
2. Untuk mengetahui hubungan manusia dan alam dalam budaya Melayu di Riau.
3. Untuk mengetahui adab dan kesantunan bahasa Melayu di keluarga dan masyarakat.

X IPS 4 Page 4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Manusia Dan Alam Dalam Budaya Melayu Di RIAU


Hubungan manusia Melayu itu dengan alam disebut interaktif dialogis atau  hubungan
dialog dengan alam. Orang melayu membaca lingkungan alamnya itu, membaca alam sekitar
kemudian mengekplorasinya , menjelajahinya, menelisiknya serta  mengakrabinya kemudian
alam sekitar diposisikan sebagai subjek bukan objek. “Sebagai sosok kawan berbagi, suatu
budaya yang bersifat ekologikal determinisme.
Kebudayaan Melayu mengkespresikan hubungan lingkungan itu dalam dua sikap.
Pertama ada yang dinamakan kepatuhan referensial, kebudayaan Melayu itu dalam satu pola
bergerak mengikuti gerak ekologis. Dalam hal itu, dicontohkannya, ada sejumlah bentuk
ekspresi budaya itu menampilkan penerimaan alam semesta sebagaimana adanya, ditafsirkan
dalam semangat kepatuhan yang dihidangkan dalam berbagai upacara ritual seperti semah
laut, tolak bala dan lain-lain. “Ritual-ritual seperti itu salah satu contoh yang menunjukkan
kepatuhan referensial manusia kepada gerak alam sekitarnya.
Inilah kita sebut alam terkembang menjadi guru. Alam berfungsi sebagai guru.
Berbagi pengalaman atau dialog itu tadi. Kreasi-kreasi dan ekpresi budaya bersumber dari
nilai-nilai yang dibentuk melalui keakraban dengan alam itu. Misalnya, ada ekspresi budaya
yang memperlihatkan hubungan harmonis manusia dan komuntias Melayu itu dengan
lingkungannya. Jadi, antara manusia dengan alam itu berbagi berkah, Jadi, ekologi alam
sekitar dan ekspresi budaya serta nilai-nilainya jika dianalogikan ibarat hubungan sarang dan
burung, antara tanah dan tumbuh-tumbuhan, air dan ikan, adanya penyatuan

2.1.1 Keraifan Lokal Menjaga Hutan dan Lahan


Dinamika kebudayaan Melayu itu di mana lingkungan ruang hidup itu mempengaruhi
kebudayaan Melayu yang berarti, berkembang atau terhambatnya perkembangan budaya
Melayu itu bergantung kepada lngkungan baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, flora,
fauna dan lingkungan sosial.
Makanya banyak sekali tunjuk ajar, petuah tetua dahulu terkait dengan larangan anak
cucu untuk merusak hutan, tahu mana hutan yang boleh ditebang, mana yang kawasan
larangan. Pedoman-pedoman tentang penggunaan hutan ditetapkan dengan teliti. Tentang

X IPS 4 Page 5
menebang pohon diuraikan apa yang boleh ditebang, seberapa banyak, dan apa yang pantang
ditebang.

Tebang tidak merusakkan Kalau menebang berhingga-hingga


Tebang tidak membinasakan Tengoklah kayu di rimba
Tebang tidak menghabiskan Ada yang besar ada yang kecil
Tebang menutup aib malu Ada yang lurus ada yang bengkok
Tebang membuat rumah tangga Ada yang berpilin memanjat kawan
Membuat balai dengan istana Ada yang dihimpit oleh kayu lain
Membuat madrasah dengan alatnya. Ada yang licin ada yang berbongkol
Tentang pantangan dalam menebang Ada yang tegak ada yang condong
dikatakan:
Pantang menebang kayu tunggal Ada yang hidup ada yang mati
Pantang menebang kayu berbunga Ada yang berduri ada yang tidak
Pantang menebang kayu berbuah Ada yang bergetah ada yang tidak
Pantang menebang kayu seminai Ada yang berbuah ada yang tidak
Pantang menebang induk gaharu Beragam-ragam kayu di rimba
Pantang menebang induk kemenyan Beragam pula hidup manusia
Pantang menebang induk damar

2.2 Bentuk - bentuk Kearifan Lokal Melayu RIAU Dalam Pemanfaatan Alam
Budaya Melayu dengan sangat tegas dan jelas menata ruang. Tata ruang dalam
budaya Melayu itu jelas. Pembagian ruang menurut orang melayu :
1. Tanah kampung, yaitu berarti tempat rumah tegak berjajar, tempat masyarakat dan
membuat perkampungan dan negerinya. Ungkapan adat mengatakan :
Yang disebut tanah kampung Di situ anak dipinak
Tempat koto didirikan Disitu helat dengan jamu
Tempat rumah ditegakkan Yang disebut tanah kampung
Rumah besar berumah kecil Tempat berkampung orang ramai
Rumah berpagar puding puding Tempat berkumpul sanak saudara
Rumah elok berhalaman luas Tempat berhimpun dagang lalu
Di sana rumah dicacak Tempat berundi bermufakat
Di sana darah tertumpah Tempat beradat berpusaka
Di sana adat ditegakkan Tempat gelanggang didirikan
X IPS 4 Page 6
Di sana lembaga didirikan Yang disebut tanah kampung
Di situ ico pakaian dikekalkan Berkeliling tanah dusunnya
Di situ pendam pekuburan Berkeliling tanah ladangnya
Di situ rumah diatur Berkeliling rimba larangannya
Di situ pusaka turun Tanah bertentu pemakaiannya
Di situ tuan naik Tanah bertentu letak gunanya
Di situ harta bersalinan

2. Tanah dusun, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi kebun tanaman keras, yang
nantinya dicadangkan pula untuk perluasan atau penambahan area perkampungan.
Ungkapan adat mengatakan :
Kampung ada dusunnya Mempelam bersabung buah
Dusun tua dan dusun muda Buah pauh bertindih tangkai
Tempat tumbuh tanaman keras Buah rambai masak berayun
Apalah tanda tanah dusun Buah durian masak bergantung
Jalin berjalin batang pinang Buah cempedak berlumut batang
Menghitam masaknya manggis Buah macang mematah dahan
Memutih bunga buah keras

3. Tanah Peladangan, yaitu tanah yang disediakan sebagai tempat berladang. Menurut
adat dalam kawasan itulah mereka berladang berpindah-pindah tetapi sangat dilarang
berpindah keluar dari areal yang disediakan. Dalam ungkapan adat dikatakan ‘ walau
ladang berpindah-pindah, pindahnya ke situ juga”, maksudnya , setiap tahun
masyarakat melakukan ladang berpindah tetapi dalam sirkulasi 5-10 tahun mereka
kembali lagi ke belukar lama (tempat berladang sebelumnya).
Ungkapan adat mengatakan :
Apalah tanda tanah peladangan Beralih tidak melanggaradat
Rimbanya sudah disukat Beralih tidak merusak lembaga
Belukarnya sudah dijangka Tidak beralih membuka rimba
Rimba tumbuh dari belukar Tidak beralih ke tanah dusun
Belukar kecil belukar tua Walau beralih ke sana juga
Bukan rimba kepungan sialang Beralih menyusuk belukar tua
Bukan pula rimpa simpanan Beralih menyesap belukar muda
apa tanda tanah peladangan Apalah tanda tanah peladangan
X IPS 4 Page 7
Tempat berladang orang banyak Tempat berladang berbanjar-banjar
Berladang menurut adatnya Bukan berladang pencil memencil
Setahun sedikitnya Bukan berladang bersuka hati
Tiga tahun naik panjatnya Bukan pula menurutkan selera
Cukup musim awak beralih Berladang menurut undang adatnya
Beralih ke belukar tua Yang disebut adat berladang

Karena berladang merupakan mata pencaharian pokok masyarakat melayu petalangan


mereka mengatur tata cara berladang dengan sebaik dan secermat mungkin yang disebut
adat berladang.

4. Rimba larangan, Menurut adat yang disebut rimba larangan ialah rimba yang tidak
boleh dirusak, wajib dipelihara dengan sebaik mungkin pelestariannya. Rimba larangan
ini terdiri dari dua jenis , yakni rimba kepungan sialang dan rimba simpanan. Rimba
kepungan sialang ialah rimba tempat pohon sialang tumbuh ( yakni pohon rimba tempat
lebah bersarang), ungkapan adat mengatakan :
Apa tanda kepungan sialang
Tempat sialang rampak dahan
Tempat lebah meletakkan sarang
Rimba dijaga dan dipelihara
Rimba tak boleh ditebas tebang
Bila ditebas dimakan adat
Bila ditebang dimakan undang

2.3 Teknik Berladang Masyarakat Melayu Riau

Tanaman adalah bagian dari lingkungan yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan manusia. Pertanian di Melayu Riau ini merupakan pertanian dengan
sistem ladang dan usaha perkebunan karet rakyat. Pada umumnya masyarakat Melayu Riau
menggunakan sistem berladang kasar yaitu cara berladang dengan cara menebang hutan
kemudian dibakar, dibersihkan lalu ditanami tanaman tua atau muda. Bercocok dengan cara
seperti ini melalui tahapan-tahapan berikut.

X IPS 4 Page 8
1. Ngawah
Ngawah adalah cara pertama kali dilakukan dalam artian mengaku bulan mulai
menebas ladang pertanian, misalnya pada hari-hari yang baikdalam bilangan bulan masehi,
satu atau dua hari dalam bulan tersebut untuk upacra adat ngawah ini yang perlu disiapkan
yaitu :
a. Sirih Sekapur
b. Rokok Daun
c. Tembakau Jawa
d. Nasi Sekapalp
e. Paku Sebatang

Kemudian diletakkan pada tanah yang akan menjadi ladang pertanian maka
barulah kita mulai menebas, berarti adat ini sama halnya kita meminta permisi pada penghuni
hutan tersebut. Dan jika adat ini tidak dilakukan maka hasil ladang kita akan lebih buruk.
Setelah melakukan adat ngawah biasanya yangsilakukan adalah menebas tempat perladangan
dengan cara balale. Balale adalah suatu cara yang dilakukan secara beramai-ramai dan
bergiliran atau saling bergotong-royong.

2. Nebang
Apabila kita sudah selesai menebas barulah memulai penebangan pohon-pohon
besar yang ada dilahan tersebut dan dipotong-potong dahan atau rantingnya supaya mudah di
makan api sampai hangus apabila dibakar. Setelah kayu-kayu tersebut kering maka perlu
dibakar dahulu, agar kayu-kayu itu akan menjadi abu atau arang sehingga menjadi pupuk
padi. Sebelum membakar dibuatlah adat bubur abang, adpun bahan-bahan tersebut adalah :

a. Beras
b. Gula merah, garam
c. Sirih sekapur
d. Rokok daun
e. Daun pisang

Dan selanjutnya dibikin menjadi seperti kotak lalu dipasang keempat penjuru
ladang. Setelah upacara adat bubur abang seslesai maka yang harus dilakukan adalah
memumpun, memumpun adalah mengumpulkan potongan-potongan kayu yang tidak habis
dibakar oleh api, pelaksanaannya cukup lama sampai makan waktu satu sampai dua minggu,
ketika sedang memumpun ini, biasa kita pergunakan untuk menanam sayuran-sayuran dll.

X IPS 4 Page 9
3. Morok
Morok adalah salah satu upacara yang dilakukan setelah selesai memumpun atau
membakar ulang barulah kita menaburkan benih atau menugalnya. Sebelum melaksankan
acara menugal di buat adat pemorokan terlebih dahulu adapun paraga adatnya adalah :
a. Benih Padi
b. Sirih Sekapur
c. Nasi Kuning
d. Panggang Ayam

Dengan cara membuat patok segi empat dengan ukuran 1x 1 meter dengan dibuat
patok-patok kecil dari akyu setelah itu lobang dengan ukuran yang sama 10 Cm kemudian
setiap patok ditugalkan, kemudian dibuatlah api unggun yang di taburi gula sehingga harum
keciumannya dan kemudian dibacakan doa rasul untuk meminta kepada tuhan semoga padi
tumbuh dengan baik, hidup subur dan mendapat hasil yang banyak kemudian barulah
meneruskan penugalan.
Setelah melakukan adat pemorokan barulah menuggal dilaksanakan dan ini
memakai tenaga yang benyak sekali sekitar dua puluh sampai tiga puluh orang dengan
memakan waktu sehari sampai dua hari. Waktu menugal membawa benih yang cukup
banyak sekali enam sampai tujuh gantang, tergantung pada luasnya lahan, jika bekerja
bergotong royong mereka membawa bakal sendiri-sendiri. Apabila tidak secara bergotong-
royong/balale, yang menyiapkan makanan adalah tuan ladang. Tuan ladang menyiapkan
seperti kue untuk sarapan pagi, minum dan nasi lauk pauknya apabila kira-kira sudah jam
tiga sore di siapkan snack berupa bubur atau kue yang lain. Anggota pembenih dan
penugalnya harus seimbang.

4. Melao
Setelah lebih kurang satu bulan umur padi, kita sudah boleh untuk memulai
perumputan yang ada disekeliling tanaman padi tersebut, agar padi tumbuh denga subur.
Setelah umur padi satu setengah bulan itu barulah juga dilaksankannya merumput dicelah-
celah dan disekitar pohon padi tersebut dengan memakan waktu skurang-kurangnya dua
sampai tiga minggu agar padi tumbuhnya semakin baik. Setelah itu menyesek, menyesek
adalah merumput untuk yang ketiga kalinya supaya buah padi jernih, tidak banyak gabah
yang kosong dan inipun tergantung pada iklim. Apabila padi sedang murai datang musim

X IPS 4 Page 10
kemarau maka padi itu kurang baik buahnya. Dan jika musim ada hujan ada panas padi akan
baik hasilnya.

5. Memangku Bulan
Apa bila padi sudah mulai menguning atau masak maka kita boleh mengaku
bulan. Menganku bulan adalah mematah atau memetik rumpun padi yang terbaik buahnya
dari yang lain. Ini kita menyiapkan : 1( Sirih Sekapur, 2) Nasi Kuning,3) Panggang Ayam.
Dan juga disiapkan tali untuk mengikat rumpunpadi tersebut, dan kemudian dibacakan Doa
Rasul yaitu memohon pada tuhan semoga hasil tersebut melimpah ruah, kemudian dipilih
sebanyak tujuh tangkai dan dibungkus dengan kain untuk dibawa pulang dan nasi kuning,
panggang ayam itu boleh di makan bersama keluarga dan sebagian diberikan bagi orang
memanen padi tersebut.
Bergotong royong atau balale masih rutinitas dilakukan masyarakat Melayu Darit
terutama juga dalam hal mengetam padi yang sudah si dipanen. Sebelum berangkat menuju
ladang atau tempatpengetaman. Sebelum berangkat menuju ladang atau tempat pengetaman
padi terlebih dahulu sarapan pagi, yang dimaksud perut kita kenyang dan cepat juga mengisi
tempat yang kita bawa, tuan ladang memasukan setangkai padinya kemasing-masing orang
yang akan mengetam. Setelah itu barulah rombongan mengetam sendiri untuk mengisi tempat
yang dibawa, cara pengetaman padi kita harus keliling memutari perladangan itu dan
menghadap pada mata hari terbit.

6. Meres Padi
Setelah pengetaman padi selesai, barulah rombongan membawa padi pulang
kerumah tuan ladang, dan serta membawa alat-alat seperti engge,kebudang atau rampun yang
atasnya disambung dengan tikar. Padi yang sudah di panen tadi dikumpulkan dan siap untuk
di irit dengan beramai-ramai sehingga tanggal dari tangkainya, kemudian padi tersebut diayak
oleh kaum wanitanya. Meruman adalah pekerjaan yang dilaksankan setelah padi diirit dari
tangkai-tangkainya, itu juga dilakukan oleh perempuan dengan menggunakan alat nyiru yang
terbuat dari bambu.

7. Menjemur ke Langko
Langko adalah tempat penyimpanan padi, pada langko itulah padi di jemur dan
dikeringkan selama sebulan atau dua bulan. Untuk meyimpan padi dilangko padi tersebut

X IPS 4 Page 11
diberi sirih sekapur, besi sebatang sebgai pengkeras. Kemudian padi yang pertama di ambil
untuk di jadikan beras setelah di jemur bisa ditumbuk atau digiling.

8. Syukuran
Setelah nasi dimasak diadakan acara mawai atau matik ( nasi baru ) dan kemudian
dibacakanlah doa selamat memohon syukur kepada Tuhan bahwa rezeki yang di berikan
berasal dari Dia kemudian dibagikan kepada tetangga-tetangga terdekat untuk mencicipi nasi
baru hasil ladang itu tadi.

9. Nyimpan Padi
Setelah padi kering semuanya di bawa kerumah dan disimpan. Waktu untuk
menyimpan di ber lagi besi sebatang untuk pangkaras. Sebelum mengeluarkan padi kita harus
membuat adat dengan membuat nasi kuning ,penggang ayam, maksudnya supaya padi yang
dikeluarkan ada berkatnya, dan kata mohon kepada Tuhan agar padi tersebut cukup untuk
kita menggunakannya, kemudian waktu kita mengeluarkan padi kita harus makan dahulu
supaya perut kita kenyang dan menurut hakekatnya supaya padi tersebut tidak cepat habis.
Bagi hasil panennya yang memuaskan diwajibkan untuk membayar zakat menurut Hukum
Islam. 

2.4 ADAB DAN KESANTUNAN BAHASA MELAYU


2.4.1 Adab Dan Kesantunan Bahasa
Menurut Amat Juhari Moain (1992), kesantunan berbahasa adalah kesopanan dan
kehalusan dalam menggunakan bahasa ketika berkomunikasi sama ada melalui lisan atau
tulisan. Bahasa yang digunakan penuh dengan adab tertib, sopan santun dan mengandung
nilai-nilai hormat yang tinggi. Pada umumnya, bahasa yang sopan mempunyai kosa kata yang
halus untuk menyampaikan sesuatu mesej atau perasaan, seperti ibarat kata bijak pandai:
“Yang Kurik itu kendi, yang merah itu saga yang baik itu budi, yang indah itu bahasa".
Bahasa Melayu sebagai bahasa sejak sekurang-kurangnya dua alaf atau dua ribu
tahun lalu telah mempunyai tradisi perbahasaan yang halus dan memancarkan adab bangsa
Melayu. Asasnya menjadi lebih teguh dan jelas apabila agama Islam disebarkan di Kepuluan
Melayu dan menjadi mercu tanda kebangkitan tamadun baharu yang bersendikan tauhid dan
syariat sempurna Din al-Islam. Akhlak Rasulullah s.a.w yang diriwayatkan oleh Sayidatina
Aisyah r.a sebagai akhlak al-Qur'an menjadi asas akhlak dan kesantunan umat Melayu Islam,
termasuk dalam aspek kesantunan berbahasa.
X IPS 4 Page 12
Pada zaman kesultanan Melayu di pelbagai kawasan di alam Melayu, muncul pusat-
pusat tamadun Melayu yang menghasilkan beberapa banyak ulama, pemikir dan pujangga
dan karya-karya dalam pelbagai bentuk (prosa dan puisi) dan bidang (akidah, fekah, tasawuf,
ketatanegaraan, historiografi, undang-undang, dokumen diplomatik dan susastra). Di
dalamnya terpancar kesantunan atau adab bangsa yang disampaikan melalui bahasa Melayu
yang santun. Gurindam 12 karya Raja Ali Haji yang penuh dengan panduan dan nasihat yang
memancarkan kesantunan bahasa dan sekaligus adab bangsa.
Apabila kemudian bahasa Melayu menjadi bahasa negara (sebagai bahasa
kebangsaan Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura) dan menjadi bahasa
bahasa resmi (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan salah satu bahasa rasmi
Singapura), maka keperluan untuk memberikan perhatian kepada kesantunan bahasa Melayu
menjadi ebih penting karena kedudukan dan peranannya sebagai salah satu teras jati diri dan
citra negara.

2.4.2 Peraturan Bahasa sebagai Asas Kesantunan Bahasa


Kesantunan bahasa diukur dengan berdasarkan kepatuhan pengguna bahasa kepada
peraturan yang terdapat dalam bahasa suatu masyarakat. Dari satu sisi, kepatuhan kepada
sistem bahasa merujuk kepada sistem bahasa yang terdapat dalam bahasa masyarakatnya
sendiri. Di sisi yang lain, kepatuhan kepada peraturan atau sistem bahasa berkaitan juga
dengan kepatuhan kepada sistem bahasa lain apabila kita berhubung dengan menggunakan
bahasa asing tersebut, terutama kepada anggota masyarkat bahasa itu.
Oleh karena itu, selain menegaskan peraturan atau sistem bahasa kepada peląjar
penutur jati bahasa yang kita ajarkan, amat penting dititikberatkan peraturan atau sistem
bahasa kita kepada pelajar asing yang mungkin tidak memahami latar budaya bahasa kita
atau disebabkan kelainan sisi-sisi tertentu yang terdapat dalam budaya mereka berbanding
dengan budaya kita.
Asmah Haji Omar dalam bukunya Setia dan Santun Bahasa (2002), merumuskan
bahwa ada tiga jenis peraturan penggunaan bahasa, yaitu:
1. Peraturan linguistik,
Peraturan lingusitik berkaitan dengan peraturan penggunaan bahasa yang
menitikberatkan ketepatan bentuk dan binaan bahasa. Aspek utama yang mewakili
bentuk dan binaan suatu bahasa ialah sebutan, intonasi, ejaan, kosa kata dan tatabahasa.
Kepatuhan kepada peraturan linguistik lebih ketara dan ditekankan dalam penggunaan
bahasa yang be aitan dengan urusan dan majlis resmi, berb ding dengan urusan tidak

X IPS 4 Page 13
resmi. Sekurang-kurangnya ada dua faktor mengapa peraturan linguistik perlu diberi
perhatian dalam urusan dan majlis resmi. Yang pertama ialah untuk menjaga
kesempurnaan perjalanan urusan atau majlis yang bergantung pada kejelasan yang
disampaikan. Yang kedua ialah untuk memastikan bahwa semua yang hadir atau terlibat
dengan urusan atau majlis resmi itu dapat saling memahami pada tahap yang sebaik-
baiknya dan tidak mengalami jurang komunikasi disebabkan kelainan atau ragam bahasa
yang digunakan oleh sesuatu pihak.

2. Peraturan Sosiolinguistik
Peraturan sosiolinguistik berkaitan pula dengan penggunaan bahasa yang
menitikberatkan hubungan sosial antara pembicara dengan pendengar (dalam konteks
komunikasi lisan) dan antara penulis dengan pembaca (dalam konteks komunikasi
tulisan). Contohnya ialah penggunaan kata sapaan yang benar, penggunaan kata ganti
diri maupun kata panggilan hormat, yang ditentukan menurut sistem dalam masyarakat.
Secara lebih luas, penggunaan bahasa perlu disesuaikan dengan konteks dalam
masyarakat, baik disebabkan oleh faktor hubungan antara pembicara dengan khalayak,
faktor suasana (misalnya antara resmi dengan tidak resmi), faktor bidang yang tertentu
maupun faktor media (lisan atau tulisan).
Dalam pelaksanaannya, keduanya dalam berbahasa, yaitu resmi dan tidak resmi
memerlukan kepatuhan kepada peraturan sosiolinguistik. Contoh digunakan penggunaan
gelar (seperti Tun, Tan Sri, Dato, Datơ Seri dan yang lain), panggilan hormat (seperti
Yang Amat Berhormat, Yang Berhormat, Yang Amat Berbahagia, Yang Berbahagia,
Yang Berhormat, Yang Berhormat Mulia dan sebagainya) serta kata ganti nama diri
(seperti tuan dan puan) amat penting diberi perhatian sebagai salah satu adab atau unsur
kesantunan bahasa.

3. Peraturan Pragmatik
Peraturan pragmatik menekankan penggunaan bahasa yang perlu disesuaikan dengan
tujuan komunikasi. Peraturan ini berkaitan dengan penggunaan bahsa yang sopan dan
bekesan. Maka itu, dalam perundingan, jua beli, ceramah, pengajran, dialog dan
sebaginya diperlukan penguasaan peraturan pragmatik supaya tujuan atau maksud kita
tercapai dan pada waktu yang sama kesopanan bahasa terpelihara dan kita tidak
menyakiti perasaaan orang lain. Dalam bidang ilmiah, ilmu yang berkaitan dengan
peraturan pragmatik disebut retorik.
X IPS 4 Page 14
2.4.3 Kesantunan Bahasa Dilihat Dari sudut Agama
Bahasa, menurut uraian ulama Islam dan juga ahli bahasa aliran mentalisme,
berkaitan erat dengan akal. Manusia disebut haiwan natiq atau rational animal disebabkan
adanya dua unsur itu, yaitu akal dan bahasa pada dirinya. Bahasa merupakan wahana atau
saluran akal sebagai alat berfikir dalam bentuk dua fungsi. Pertama, bahasa menjadi wahana
atau saluran akal melahirkan ide, pikiran dan perasaan seseorang sehingga dapat disampaikan
kepada pihak lain. Kedua, bahasa menjadi wahana yang menerima dan menafsirkan ide,
pikiran atau perasaan kepada pihak lain sehingga penerima ide, pikiran atau perasaan itu
paham dan mungkin perlu memberikan balasan atau respons.
Peranan bahasa dalam pembentukan kebudayaan dan tamadun manusia - dapat
diringkaskan seperti berikut ini.
1. Bahasa menjadi alat pemerolehan dan pengembangan ilmu - Dalam Surah al-Baqarah,
ayat 31, dijelaskan bagaimana Allah mengajar Adam tentang nama sekalian ciptaan
dan kejadian di alam, yaitu sebagai bukti bahwa pemerolehan dan pengembangan
ilmu memerlukan bahasa sebagai alatnya.
2. Bahasa menjadi alat pendidikan dan pemasyarakatan (sosialisasi) – Pembentukan
sahsiah yang bermula dengan institusi keluarga, rekan sebaya, institusi pendidikan
formal (seperti sekolah), media massa dan masyarakat berlangsung dengan
menggunak. bahasa sebagai alat penyaluran sistem kepercayaan, sistem nilai, adat dan
kebudaya keseluruhannya.
3. Bahasa menjadi tali pengikat persepahaman dan perpaduan – Baik dalam kalanca
sesama bangsa, kaum atau suku maupun dalam pergaulan antar bangsa, kaum dan sub
yang berlainan, bahasa menjadi alat yang membentuk persepahaman dan perpaduan
manusia (al-Hujurat: 13).

Oleh sebab itu bahasa mempunyai peran yang besar dalam pembentukan kebudayaan
dan tamadun manusia, maka kesantunan bahasa menjadi perkara yang amat pentine dipahami
dan diamalkan oleh setiap anggota masyarakat. Prinsip utama agama Islam dalam kaitannya
dengan kesantunan bahasa berhubungan secara langsung dengan dua peranan utama manusia
di muka bumi, yaitu:
1. Menyerukan kebaikan (amar ma'ruf)
2. Mencegah kemungkaran (nahi mungkar)

X IPS 4 Page 15
2.4.4 Kesantunan Bahasa sebagai Warisan Kebudayaan Bangsa
Warisan Kebudayaan Bangsa Salah satu aspek kebudayaan Melayu yang menjadi asas
kebudayaan berbangsa dan bernegara ini ialah kesantunan bahasa yang menggambarkan
kehalusan budi, pemikiran, falsafah, sistem nilai, sistem masyarakat dan seluruh aspek
kebudayaan itu sendiri. Sekian banyak unsur yang menggambarkan wujudnya kesantunan
bahasa direkam dalam pelbagai karya persuratan (seperti hikayat, syair, pantun, gurindam dan
seloka) dan tradisi lisan (seperti pelipur lara, wayang kulit dan menora). Salah satu bentuk
bahasa yang banyak mengungkapkan kesantunan bahasa ialah peribahasa, sama ada dalam
bentuk yang dikenal sebagai simpulan bahasa, bidalan, perumpamaan, pepatah, perbilangan
maupun kata hikmat. Sedangkan perwujudan ribuan karya dalam pelbagai bidang (agama,
ketatenegaraan, undang- undang, pensejarahan, seni sastera, warkah, perjanjian dan
sebagainya) sejak ratusan tahun dalam persuratan Melayu menjadi bukti wujudnya
kesantunan bahasa sejak lama dahulu.
Gambaran tentang pentingnya kesantunan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat,
seperti yang telah disebut sebelumnya, terdapat pada peribahasa yang diungkapkan sejak
zaman-berzaman antara lain sebagai berikut :
1. Bahasa jiwa bangsa.
2. Bahasa menunjukkan bangsa.
3. Bahasa tidak dijual beli (atau bahasa tidak berjual beli).
4. Berbunyi bahasa diketahuilah bangsa.
5. Kerana pulut santan binasa; kerana mulut badan binasa.
6. Bercakap siang pandang-pandang; bercakap malam dengar-dengar.
7. Terlajak perahu dapat ditarik; terlajak kata buruk padahnya.
8. Kerbau dipegang pada talinya; manusia dipegang pada janjinya.
9. Kata di kota
10. Orang berbudi kita berbahasa; orang memberi kita merasa.

Ungkapkan pentingnya kesantunan bahasa juga terdapat dalam pantun seperti berikut.

1. Tingkap papan kayu bersegi, 2. Baik-baik api diberi,

Sampan sakat di Pulau Angsa Kalau padam tidak berjelak;

Indah tampan kerana budi, Jaga-jaga memelihara diri,

Tinggi bangsa kerana bahasa. Lazimkan budi bahasa yang baik.

X IPS 4 Page 16
2.4.5 Jenis dan Bentuk Kesantunan Berbahasa
Jenis dan bentuk kesantunan berbahasa terdiri dari kesantunan verbal dan non verbal.
1. Kesantunan Berbahasa dari Aspek Verbal
Kesantunan berbahasa dari aspek verbal merujuk kepada semua aspek komunikasi
secara lisan, pertuturan atau percakapan. Contohnya dapat dilihat melalui media massa
seperti radio, televisi, internet, pengucapan awam dan ceramah seminar serta ucapan Semua
komunikasi ini memerlukan penggunaan bahasa yang sopan. Kesantunan berbahasa juga
dikaitkan dengan penggunaan bahasa halus termasuklah bahasa istana
Dalam kesantunan berbahasa, masyarakat Melayu mempunyai sistem sapaan dan
panggilan tersendiri. Bahasa lisan atau bertulis haruslah digunakan dengan sopan santun
supaya tidak dianggap sebagai kurang ajar atau biadap. Sistem sapaan dan panggilan
melibatkan penggabungan gelaran, rujukan hormat dang arti nama

a. Penggunaan kata sapaan dan gelaran


1) Sistem panggilan dalam keluarga.
a) Gelaran Pak Cik : Digunakan untuk orang lelaki yang sebaya dengan
ayah sendiri
b) Gelaran Mak cik : Digunakan untuk orang perempuan yang sebaya
dengan ibu sendiri
c) Gelaran Tok : Digunakan untuk orang lelaki atau perempuan yang
kira- kira sebaya dengan đatuk atau nenek sendiri.
d) Gelaran Abang : Digunakan untuk orang lelaki yang tidak setua ayah s
sendiri dan juga tidak sebaya.
e) Gelaran Kakak : Digunakan untuk orang perempuan yang tidak setua
ibu sendiri dan juga tidak sebaya.
f) Gelaran Adik : Digunakan untuk orang lelaki atau perempuan yang
lebih muda daripada sendiri.

2) Gelaran pergaulan secara formal


a) Gelaran Tuan : Digunakan untuk lelaki yang lebih tinggi pangkatnya
dan orang lelaki yang bergelar Haji, Doktor, Profesor atau Syed
b) Gelaran Encik : untuk orang lelaki yang lebih tinggi pangkatnya.
c) Gelaran Puan : Digunakan untuk perempuan yang lebih tinggi
pangkatnya.

X IPS 4 Page 17
d) Gelaran Saudara : Digunakan untuk orang lelaki atau perempuan yang
sebaya atau lebih muda dan hubungannya belum rapat atau digunakan
dalam rujukan kepada ahli-ahli dalam mesyuarat, perbahasan dan
sebagainya.
e) Gelaran Saudari : Digunakan untuk perempuan sahaja dalam konteks
yang sama dengan penggunaan gelaran saudara.
f) Gelaran Tetuan : Hanya digunakan dalam surat rasmi yang ditujukan
kepada para pemilik atau pentadbir syarikat perniagaan (termasuk
syarikat guaman).

3) Gelaran Warisan
a) Gelaran Raja (Perak, Selangor), Pangeran, Pangeran Anak, Pangeran
Muda (Brunei Darussalam), Tengku (Kelantan) : Digunakan untuk
pemerintahan tertinggi.
b) Gelaran Megat dan puteri (Perak), Abang (Sarawak), Datu (Sabah),
Wan (Kelantan, Terengganu), Pangeran dan Dayangku (Brunei
Darussalam), Tan (Kedah), Tun (Terengganu) : digunakan untuk
keturunan besar.
c) Gelaran Syed dan Syarifah : Digunakan untuk waris keturunan Nabi
Muhammad SAW

4) Gelaran Kurniawan
Gelaran kurniaan adalah seperti Tun, Toh Puan, Puan Sri, Datuk dan Datin
Paduka. Selain itu, pendeta Za'ba merupakan gelaran kurniaan yang diberikan
oleh pertubuhan seperti Kongres Bahasa Melayu Ketiga (1956). Seterusnya,
gelaran Bapa Kemerdekaan pula diberikan kepada Tunku Abdul Rahman
Putra Al-Haj.

5) Kata panggilan dalam majlis rasmi


a) Orang yang Disapa Rujukan Hormat : Yang di-Pertuan Agong dan
Raja = Kebawah Duli Yang Maha Mulia Seri Paduka Baginda
b) Orang yang Disapa Rujukan Hormat : Sultan, Raja, Sultanah, Tengku
Ampuan, Raja Permaisuri = Duli yang Maha Mulia

X IPS 4 Page 18
c) Orang yang Disapa Rujukan Hormat : Perdana Menteri, Timbalan
Perdana, Menteri Besar = Yang Amat Berhormat
d) Orang yang Disapa Rujukan Hormat : Hakim Kadi = Yang Arif
e) Orang yang Disapa Rujukan Hormat : Mufti dan pemimpin Islam =
Sahibul sumahah Yang Berusaha

b. Penggunaan kata sesuai dengan Bahasa Arab


Penggunaan kata-kata bahasa Arab yang merupakan kata-kata dalam Al-Quran.
1. Bahasa Biasa : Saya bersyukur dengan usaha itu.
Bahasa Bersantun : Saya berpuas hati dengan usaha itu
2. Bahasa Biasa : Saya berjanji akan membantu saudara
Bahasa Bersantun : Saya berjanji akan membantu saudara Insya-Allah.
3. Bahasa Biasa : Mendiang Razif pasti gembira gembira kejayaan anaknya
Bahasa Bersantun : Allahyarham Razif pasti atas kejayaan anaknya.

c. Penggunaan kata ganti nama


Ganti nama diri ialah perkataan yang digunakan untuk merujuk kepada diri
seseorang. Kata ganti nama diri terbahagi kepada tiga yaitu, kata ganti nama diri
pertama (merujuk kepada diri sendiri seperti saya, aku, kita hamba, patik, dan
beta), kata ganti nama diri kedua (merujuk kepada pendengar seperti anda, kamu,
awak, tuan hamba) dan kata ganti nama diri yang ketiga (merujuk kepada orang
yang dicakapkan seperti dia, mereka, beliau, nya).

d. Penggunaan kata dan ungkapan yang bertata susila.


Selamat pagi dan terima kasih merupakan ungkapan yang bertata susila.

2. Kesantunan Berbahasa dari Aspek Nonverbal


Kesantunan berbahasa dari aspek nonverbal merujuk kepada semua perlakuan yang
tidak menggunakan bahasa lisan untuk menyampaikan mesej yang dapat dipahami.
Kesantunan nonverbal memerlukan peranan bahasa tubuh untuk menyampaikan sesuatu
mesej tanpa menggunakan kata-kata. Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran dan
ide dimana mesej yang disampaikan adalah melalui isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata,
sentuhan dan gerakan tubuh. Aplikasi melalui bahasa tubuh ini dapat menggambarkan emosi,
personaliti, tujuan dan status sosial seseorang.

X IPS 4 Page 19
Dalam konteks masyarakat Melayu, kesantunan berbahasa dari aspek nonverbal dapat
dilihat melalui amalan kebudayaan masyarakat Melayu. Misalnya, masyarakat Melayu
digalakkan mengutamakan penggunaan tangan kanan untuk melakukan sesuatu perkara yang
dianggap mulia. Budaya ini perlu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari karena amalan
tersebut merupakan sunnah Rasulullah saw. Masyarakat Melayu membiasakan agar tidak
menunjukkan sesuatu dengan menggunakan jari telunjuk bahwa menggunakan ibu jari.
Penggunaan ibu jari dianggap lebih sopan kerana isyarat ini tidak akan mewujudkan salah
paham dalam komunikasi nonverbal.
Selain itu, masyarakat Melayu juga mengamalkan kebudayaan membongkokkan
badan apabila lewat di hadapan orang yang lebih tua. Budaya ini melambangkan
penghormatan orang muda terhadap orang yang lebih tua. Namun, terdapat segelintir
masyarakat Melayu pada masa kini yang kian melupakan amalan tersebut, bahkan ada juga
segelintir masyarakat Melayu yang hanya lewat di hadapan orang tua tanpa menunjukkan
rasa hormat dan senyuman. Kelunturan amalan kebudayaan masyarakat Melayu dipercayai
berpunca daripada pengaruh budaya Barat yang mencemarkan pemikiran generasi muda.

X IPS 4 Page 20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Alam sangat berfungsi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat Melayu di
Riau, khususnya dalam bidang pertanian seperti berladang yang telah diatur dalam
susunan adat dan tradisi yang ada di Riau itu sendiri.
2. Kebudayaan Melayu mengekpresikan hubungan lingkungan itu dalam
kepatuhan referensial, yaitu kebudayaan Melayu itu dalam satu pola bergerak
mengikuti gerak ekologis. Pembagian ruang menurut orang Melayu di antaranya
adalah Tanah Kampung, Tanah Dusun, dan Tanah Peradangan.
3. Peranan bahasa daam pembentukan kebudayaan dan tamadun di antaranya
adalah bahasa menjadi alat pemerolehan dan pengembangan ilmu, Bahasa menjadi
alat pendidikan dan pemasyarakatn, Bahasa menjadi tali pengikat persefahaman
dan perpaduan.

X IPS 4 Page 21
DAFTAR PUSTAKA

Effendi Tenas dan Mashuri. 2018. Budaya Melayu Riau untuk SMA/SMK/MA Kelas x.
Pekanbaru : PT. Inti Prima Aksara
https://mediaindonesia.com/humaniora/431439/contoh-kata-pengantar-untuk-tugas-makalah-
karya-ilmiah-dan-laporan

X IPS 4 Page 22

Anda mungkin juga menyukai