Nama kelompok :
Tia ayu wulandari
Lola fitaloka
Aldy syahputra
Erwin
i
KATA PENGANTAR
Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada guru yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu
yang telah ditentukan.
Penulis
i
2
DAFTAR ISI
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Letak geografis dan kecakapan mengelola sumber daya alam dan manusia,
Malaka bangkit sebagai suatu negara kuat maupun makmur pada abad ke-15
setelah Sriwijaya dan Majapahit. Kekuasaan kerajaan yang kini masuk dalam
administratif pemerintahan Malaysia itu, juga meliputi apa yang disebut Provinsi
Riau sekarang, terutama kerajaan Inderagiri dan Gasib
Menurut DGE Hall (?:210), kebesaran Malaka tersebut merebak ke
berbagai penjuru dunia termasuk ke Eropa. Portugis di bawah perintah Alexander
VI cepat mengambil langkah menuju Malaka tanpa hambatan berarti karena
memang memiliki kekuatan laut besar saat itu, tahun 1509. Portugis pada
gilirannya menyerang Malaka 1511 bukan sebagai suatu kebetulan sebagai balas
dendam, tetapi memang sudah direncanakan sejak awal untuk menguasai kawasan
Asia Tenggara yang mereka kenal sebagai kawasan yang kaya dengan rempah-
rempah. Tak pelak lagi, Nusantara memasuki suatu babak lain yakni kolonialisasi
bangsa asing, sampai berabad-abad kemudian antara lain ditandai kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945.
Meskipun Malaka jatuh, Portugis tidak bisa lebih leluasa untuk
mengendali kawasan ini. Sebab, Malaka dan daerah-daerah kekuasaannya tidak
tinggal diam. Sultan Mahmud menyingkir ke Bintan dan Kampar, sambil terus
menggelorakan perjuangan mempertahankan bangsa. “Tetapi bahaya yang lebih
menekan lagi pada mulanya terletak pada masalah kenegaraan di Malaka sendiri.
Di sana Portugis dalam keadaan mempertahankan diri. Negeri tetangganya belum
tertundukkan, sultan-sultan Indonesia bersikap memusuhi, dan Sultan Mahmud
dari Malaka yang lolos ketika ibukotanya jatuh, menjadikan pulau Bintan di selat
Singapura sebagai markas besarnya dan menggunakan kekuatan angkatan lautnya
dalam usaha untuk memotong Malaka dari semua perdagangan dengan
nusantara." (ibid).
Boleh dikatakan, penduduk di kawasan yang dinamakan Riau sekarang ini
merupakan orang awal yang menyerang Portugis di Malaka. Sebagaimana
dikemukakan oleh Suwardi MS (1981/1982), Sultan Husen dari Kerajaan Gasib,
Siak, dan Nara Singa II dari Inderagiri, bergabung dengan kekuatan laskar Melayu
di bawah kendali Hang Nadim di Bintan. Sultan Mahmud mengirim Hang Nadim.
ke Gasib, Bukitbatu, dan Bengkalis, tahun 1512 atau setahun setelah kejatuhan
5
Malaka ke tangan Portugis, untuk mengatur serangan bersama-sama kepada
penjajah.
Hanya dalam hitungan bulan, bukan saja Gasib, Bukitbatu dan Senggoro
(Bengkalis) juga bergabung menjadi satu kekuatan. Dari pesisir Riau mereka
langsung menyerang Malaka, 1512, dengan titik temu di Muar, Johor. Tapi
serangan mereka dapat dipatahkan Portugis di bawah pimpinan Ferneo Peres de
Andrade. Malahan, bangsa asing itu meluru ke kawasan Riau yang dihadang
laskar Melayu dengan gagah berani. Hal ini membuat Portugis balik kanan,
meninggalkan kawasan Riau dengan tangan hampa. Sebaliknya, pasukan dari
berbagai tempat di Riau pesisir tersebut melanjutkan serangan pada tahun 1516
atau empat tahun setelah serangan pertama tadi yang juga berakhir dengan
kegagalan.
Cuma, sekitar empat tahun setelah serangan kedua itu, dari Riau muncul
lagi serangan terhadap Portugis di Malaka yakni tahun 1520. Tak tanggung-
tanggung, Nara Singa II yang menjadi pucuk pimpinan kerajaan itu, langsung
memimpin rakyatnya mengusir Portugis dari Malaka. Pusat kerajaan itu segera
dikepung, diringi dengan perang sosoh atau satu per satu antara laskar. Korban
berjatuhan di antara kedua belah pihak. Tapi Nara Singa Il terpaksa menarik
pasukannya ke Bintan, sebab pengepungan itu menyebabkan saudara-saudara
Melayu mereka di dalam kota kelaparan karena tidak bisa masuknya makanan dari
luar kota. la berancang-ancang akan kembali menyerang Malaka dari Bintan.
6
B. Menyerang Belanda, Inggris, dan Jepang
Meskipun tak terusir dari kawasan Melayu, Portugis tidak bisa hidup
dengan duduk manis. Dominasi itu akhirnya berpindah tangan kepada Belanda,
juga ditandai dengan kekalahan Portugis di Malaka tahun 1641. Tercatat berbagai
serangan terhadap Belanda dilakukan selama tiga abad dari satu tempat ke tempat
lainnya. Daerah kini yang dinamakan Siak, Inderagiri Hilir, Inderagiri
Hulu,Rokan Hilir, Rokan Hilir, Kampar, Kuansing, Bengkalis, Meranti, Dumai,
Pelalawan, bahkan Pekanbaru, menoreh perlawanan demi perlawanan terhadap
penjajah dengan mengorbankan harta benda, juga darah maupun air mata.
Setidak-tidaknya, tiga kali Belanda dapat diusir dari bumi pertiwi, kemenangan
berada di tangan Riau walaupun kemudian kembali dirampas pihak asing.
Taufik Ikram Jamil, dkk. (2018:) menulis, pada tahun 1759, Raja Mahmud
di Siak yang didampingi panglimanya Said Umar,menyerang Guntung-di muara
Sungai Siak. Mereka berhasil
merampas benteng Belanda yang kemudian mengusir bangsa asing tersebut dari
situ. Tidak lama kemudian, penguasa Siak, Sultan Alamuddin Syah bersama
panglimanya, Muhammad Ali, mengusir Belanda sampai ke Malaka. Tetapi sejak
saat itu, Siak merasa harus memindahkan ibu kota kerajaan dari Mempura ke
Senapelan,karena terus saja dibayang-bayangi ketamakan Belanda. Kelak ibu kota
kerajaan yang baru ini berkembang dan kemudian dikenal dengan nama
Pekanbaru.
7
misalnya dengan cara berunding dan kemudian menangkapnya, seperti dilakukan
terhadap sejumlah tokoh pejuang lain, tidak berhasil. Ia tak mau diajak berunding
karena tahu niat busuk
Belanda sesungguhnya. Tapi karena memikirkan akan banyak warga biasa
yang menjadi korban, Tuanku Tambusai meninggalkan Riau, menyeberangi Selat
Malaka, kemudian menetap dan sampai wafat di Negeri Sembilan, sekarang di
Malaysia (Mukhtar Lutfi, 1977: 305-309).
Satu per satu pasukan Belanda menaiki rumahnya, beradu senjata dengan
Datuk Tabano. Tetapi satu per satu pula, pasukan Belanda itu tewas. Setelah 10
orang pasukan Belanda tewas, rumah Datuk Tabano telah digenangi darah. Tetapi
ia tidak mau menyerah, sehingga pasukan Belanda makin ganas, dan makin
banyak pula mereka tewas berlumuran darah di dalam rumah Datuk Tabano. Baru
pada orang ke-19, Datuk Tabano dapat dirubuhkan. Darahnya mencucur di atas
tikar rotan akibat tusukan boynet musuh. Tetapi sebelum menghembuskan napas
terakhir, ia masih sempat menyabetkan pedang kepada orang yang membunuhnya
sampai orang tersebut pun tewas (op.cit).
8
masyarakat Limokoto yang dipimpin Datuk Tabano dengan tiga datuk lainnya.
Pada waktu itu, hampir 250 orang pasukan Belanda ditewaskan Limokoto dalam
pertempuran yang diperlihatkan Limokota dengan
kepintaran mengejutkan. Bagaimana tidak. Untuk menyerang Limokoto, Belanda
yang datang dari Pangkalan (kini Sumatra Barat), harus melintasi Sungai Mahat
yang mengalir ke Pulau
Gadang. Masyarakat membangun benteng di sebuah bukit yang bernama
Batudinding, dekat Rantauberangin. Dari bukit inilah, Limokoto,
menggelindingkan kayu dalam jumlah besar ke arah sungai yang dilewati pasukan
Belanda.
9
Orang Laut sebagai kelompok yang pernah menjadi musuh Belanda di
laut. Permusuhan antara Belanda dengan Orang Laut terjadi karena penolakan
kerja sama yang direncanakan Belanda dengan Orang Laut. Akibat penolakan
tersebut, Belanda menciptakan isu tentang kejahatan yang dilakukan Orang Laut
terhadap lalu lintas laut. Belanda menuduh Orang Laut sebagai perompak yang
merampas barang-barang bawaan kapal ketika melintas di Selat Malaka.
Fitnah yang dibuat Belanda terhadap Orang Laut bertujuan agar kelompok
Melayu yang lain ikut memusuhi Orang Laut. Tidak hanya itu, bangsa lain yang
melakukan pelayaran di Selat Malaka
juga termakan isu yang dibuat oleh Belanda. Atas fitnah tersebut, kelompok
Orang Laut memerangi Belanda yang bermukim di Bengkalis. Perlawanan Orang
Laut membuat Belanda tidak dapat melakukan berbagai aktivitas ekonomi dan
pemerintahannya.
10
11