OLEH:
KELOMPOK 6
ULMI ALFIRA. RG
NOVIANTI AGUSTINA
RINDIANI
RISKA
EKA FEBRIAWAN
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dosen pembimbing pada
mata kuliah “Teori dan Apresiasi Puisi” yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Namun demikian, penulis berharap tulisan ini dapat memberi manfaat
untuk pembaca, terutama dalam hal menambah pengetahun tentang Pakkiok Bunting. Kritik dan saran
yang bersifat membangun diharapkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah di masa yang akan
datang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................................................
Kata pengantar................................................................................................................................................
Daftar isi..........................................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................................................
a. Latar belakang..........................................................................................................................
b. Rumusan Masalah...................................................................................................................
BAB II Pembahasan............................................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi dan dizaman modern saat ini banyak orang yang sudah tidak memperdulikan
budaya dan adat istiadat yang dimilikinya, terutama para generasi muda yang lebih dominan untuk
mengadopsi budaya-budaya dari negara lain, hal inilah yang mengakibatkan kurangnya perhatian
sebagian orang terhadap budaya yang dimilikinya tidak terkecuali dengan budaya atau adat perkawinan
yang di dalamnya terdapat budaya ‘pakkiok bunting’ yang mana sudah sangat jarang kita temui
ditengah-tengah masyarakat kita.
Pada makalah ini kita akan membahas tentang budaya ‘pakkiok bunting’ yang saat ini mulai tergeser
dengan budaya-budaya modern akibat semakin berkurangnya minat para generasi muda untuk
melestarikan budaya ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Makassar adalah nama daerah yang terletak dibagian selatan jazirah Sulawesi selatan yang didiami
oleh suku Makassar beserta semangat yang dimilikinya, termasuk bahasa yang dipakai masyarakat
dalam pergaulan sehari – hari. Daerah ini meliputi, antara lain : Kabupaten Pangkajene – kepulauan,
Maros, Ujung Pandang (Makassar), Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, dan Selayar.
Makassar sebagai salah satu daerah budaya di Indonesia memiliki kekayaan sastra yang beragam.
Pada umumnya sastra daerah Makassar berbentuk sastra lisan. Karya sastra daerah Makassar bermacam
– macam, baik ditinjau dari segi bentuk maupun isinya. Karya sastra prosa daerah Makassar meliputi
Rupama (Dongeng), Pau – pau (Cerita), dan Patturiolog (Silsilah). Karya sastra puisi daerah Makassar
meliputi Doangang (Mantera), Paruntuk Kana (Peribahasa), Kelong (Pantun), Pakkiok Bunting, Dondo,
dan Aru (Ikrar/Janji) termasuk pula dalam sastra daerah Makassar adalah bahasa berirama (Royong dan
Sinrilik) yang disampaikan atau dikomunikasikan dalam dendang/dilagukan dengan iringan alat musik
tertentu.
Pakkio Bunting berasal dari dua kata (bahasa makassar) yang artinya “Pakkio = Panggilan, memanggi
lsedangkan Bunting = Pengantin, Mempelai. Pakkio Bunting adalah rangkaian kalimat-kalimat yang
dilantunkan oleh seseorang yang dituangkan untuk memanggil pengantin (mempelai) saat tiba di rumah
mempelai pasangannya.
Zaman dahulu, jika rombongan pengantin sudah tiba di rumah pasangan pengantin tersebut, mereka
tak akan menaiki anak tangga atau masuk ke rumah jika mereka tidak di panggil secara resmi. Dan
biasanya, jika lantunan Pakkio Bunting sudah diucapkan, si pelantun juga menaburkan beras kepada
pengantin tersebut.
Dalam setiap penyelenggaraan perkawinan, sudah lazim diselenggarakan perjamuan dengan iringan
orkes atau electone. Masyarakat kita sudah jarang menyaksikan ‘berbalas pantun’ pada saat iringan
pengantin pria tiba di rumah pengantin perempuan. Bahkan peran pemuka adat, tokoh-tokoh
masyarakat dan sanro tergantikan oleh waria (calabai) sebagai ‘anrong bunting’.
Orang-orang tua pun yang mengawinkan anaknya lambat laun lebih menyukai penyelenggaraan
perkawinan yang sifatnya instan, cepat selesai. Kalau banyak uang, cukup perkawinan diselenggarakan
di Gedung Serba Guna yang jauh dari sentuhan adat.
Padahal yang sebenarnya dalam Upacara adat perkawinan Makassar, dahulunya terdapat acara
memanggil pengantin pria saat akan tiba di rumah mertuanya, yang lazim disebut ‘Pa’kio Bunting’ . Saat
ini sudah sangat sukar kita temukan ‘basa kabuyu-buyu’ seperti Pa’kio Bunting ini diucapkan, kecuali
sedikit orang tua yang masih mengetahui dan memahami maknanya. Dalam ‘Pa’kio Bunting’ sebenarnya
terkandung Pesan - pesan tu-riolo (leluhur) Bugis Makassar kepada pasangan pengantin sebelum
mengarungi bahtera rumah tangga yang sebenarnya, termasuk didalamnya bagaimana memperlakukan
mertua, menanamkan kecintaan kepada pasangan, dan apa yang harus dilakukan / tanggung jawab
setelah berumah tangga, maka dari itulah penting bagi para generasi muda untuk dapat mengetahui,
menghafal ataupun mengaplikasikan/ mempergunakannya disetiap acara perkawinan sebagai langkah
untuk dapat melestarikan budaya “pakkiok bunting” ini.
BAHASA LONTARAK
Ia dendek, ia dendek
Salloa kuantalai
Ri cappak pakrasangangku
Na kupanragiangko berasak
Ri mangkok kebok
Kupannaroangko pole
Kutongko intang
Kubelo-belo jamarrok
Matoang kamase-mase
Iparak kasiasinu
Sarikbattang matunanu
Tenamo antu
Parekanna maloloa
Bunting ta bunting
============================
Ia dende'.. ia dende..
Numasassa' mole-mole
=============================
tamakbotorokko numammeta
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Pakkio Bunting adalah rangkaian kalimat-kalimat yang dilantunkan oleh seseorang yang dituangkan
untuk memanggil pengantin (mempelai) saat tiba di rumah mempelai pasangannya. Pakkiok bunting ini
merupakan bagian dari rangkaian budaya atau adat dalam perkawinan yang sangat penting untuk tetap
dilestarikan sebagai wujud penghargaan kita kepada budaya yang telah diturunkan dari nenek moyang
kita.
B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat lebih tertarik untuk mengetahui pentingnya menjaga
dan melestarikan budaya Makassar khususnya budaya “pakkiok bunting” yang sekarang sudah mulai
jarang kita temui di kota Makassar ini.
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ojs.badabahasa.kemdikbud.go.id. eprints.unm.ac.id