Oleh :
I GEDE SANDI WIARSANA 1313021002 ( 80 )
NI KADEK ARIDANI BASUNARI 1313021052 ( 80 )
Semester/Kelas I/A
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas asungkerta waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang berjudul Kajian Pancasila Melalui Persefektif Filosofis dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Permasalahan 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3
Bab 2 Pembahasan
2.1 Bahasan Teoritik Konseptual 4
2.2 Bahasan Kajian Kasus 14
Bab 3 Penutup
3.1 Simpulan 21
3.2 Saran dan Rekomendasi 21
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan
1
peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan
leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya
masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot
tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang
Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap
mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan
kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam
bisnis pertanian.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua
etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya
pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing
etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang
dan tidak harmonis.
Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan
dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga,
dan menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh
dalam berbagai permasalahan khusunya dalam menyelesaikan permasalahan yang
berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama.
2
Untuk mengkaji dan membahas mengenai permasalahan tentang konflik suku
Dayak dengan Madura dimana hal ini merupakan pelencengan terhadap Sila
ke 3 Pancasila
Bagi Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sebagai kajian dalam rangka meningkatkan
prestasi diri khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada
umumnya. Serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk tetap
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui pembelajaran
Pendidikan Pancasila
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki cirri-
4
ciri 1) suatu kesatuan bagian-bagian, 2) bagian-bagian tersebut memiliki fungsi
sendiri-sendiri, 3) saling berhubungan, saling ketergantungan, 4) kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama, dan 5) terjadi dalam suatu
lingkungan yang kompleks.
5
hidup yang dijadikan sebuah filsafat yang tidak hanya mencari kebenaran yang
bersifat kuantitatif melainkan kualitatif bukan kebenaran yang bersifat spesifik
tetapi factual melainkan menyeluruh atau utuh bukan hanya kebenaran yang
bersifat sementara melainkan bersifat relative tetap. Kata filsafat itu sendiri
sebenarnya berasal dari bahasa yunani philosophia yang artinya cinta kearifan .
Banyak ahli yang memiliki pendapat berbeda mengenai makna dari filsafat itu
sendiri. Dari keseluruhan pandangan yang diutarakan dapat disimpulkan bahwa
filsafat yang lengkap adalah filsafat yang mencakup pandangan tentang dunia
yaitu konsepsi yang rasional mengenai keseluruhan kosmos dan suatu pandangan
yang berisi ajaran tentang nilai-nilai, makna dan tujuan hidup manusia. Pancasila
sebenarnya sudah sejak lama ada dan berakar pada sosio budaya bangsa
Indonesia ,sehingga bisa disebut sebagai kepribadian bangsa dan hal tersebut
diresmikan dalam sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945.
6
A. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Berkaitan
7
dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan
hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat
adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil. Contoh
rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah sila
pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan,
yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila
Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
8
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat
Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati
gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila
akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
9
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu
sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar
bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem
cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga telah menjelma
menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1. logos (rasionalitas atau
penalaran), 2. pathos (penghayatan), dan 3. ethos (kesusilaan).
10
C. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara
Republik Indonesia
a) Dasar Filosofis
Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang
tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang
dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terlahirnya Pancasila sebagaimana tercatat dalam sejarah kemerdekaan
bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup dan
nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis,
serta negara-negara Eropa Barat lainnya, yang menjadi suatu negara bangsa
(nation state) karena kesamaan bahasa. Atau negara-negara lainnya, yang menjadi
satu bangsa karena kesamaan wilayah daratan. Latar belakang historis dan kondisi
sosiologis, antropologis dan geografis Indonesia yang unik dan spesifik seperti,
bahasa, etnik, atau suku bangsa, ras dan kepulauan menjadi komponen pembentuk
bangsa yang paling fundamental dan sangat berpengaruh terhadap realitas
kebangsaan Indonesia saat ini.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka Pancasila sebagai dasar
falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh seluruh bangsa
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan menjalankan nilai-nilai
serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila Pancasila hingga
menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh dalam berbagai aspek sosial,
ekonomi, politik baik nasional maupun internasional seperti yang sedang kita
alami belakangan ini.
11
b) Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara
indonesia.
12
berkorban bagi tegaknya bangsa dan negara. Dari semangat ini maka akan tampil
wajah manusia Indonesia yang cinta terhadap tanah air
13
2.2 BAHASAN KAJIAN KASUS
DAYAK VS MADURA
IDENTIFIKASI MASALAH
Penduduk asli Kalimantan Barat adalah Suku Dayak yang hidup sebagai
petani dan nelayan Selain suku asli, suku lainnya yang juga telah masuk ke bumi
Kalimantan adalah Melayu, Cina, Madura, Bugis, Minang dan Batak.
Dalam berkomunikasi penduduk yang heterogen ini menggunakan bahasa
Indonesia atau Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat
pendidikan mereka rendah, kebanyakan mereka memakai bahasa daerahnya
masing-masing. Dengan demikian seringkali ditemui kesalahpahaman di antara
mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura berbicara dengan orang Dayak,
gaya komunikasi orang Madura yang keras ditangkap oleh Orang Dayak sebagai
kesombongan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan dasar penyebab timbulnya
suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya. Demikian juga yang
terjadi pada konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996 yaitu
terjadinya kasus Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan
tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di Kalimantan Barat. Konflik sosial
sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat
Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antar-etnis terjadi lagi di Sambas, lalu disusul
di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua wilayah di
Kalimantan Tengah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan
karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak
sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang
peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan
leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya
masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot
tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang
Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap
14
mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan
kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam
bisnis pertanian.
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan dasar dari munculnya
suatu konflik. Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu ciri yang dominan dalam
mata pencarian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau
berladang. Dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-
kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya dalam bidang
perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih
orang pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian
menyebabkan masyarakat adat merasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam
kegiatan perekonomian penting di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang
Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan mereka yang telah menguras dan
merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya konflik di antara
mereka.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua
etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya
pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing
etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang
dan tidak harmonis.
Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat
keamanan yang tidak berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan
pelanggaran hukum. Permintaan mereka untuk menghukum orang Madura yang
melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum.
Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang
Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran pemukiman orang Madura.
Identitas yang terancam sebagai suatu suku asli Kalimantan yang terusik
oleh kedatangan pendatang membuat suku Dayak mengambil sikap keras.
Ditambah lagi dengan tidak adanya perubahan sikap dari masyarakat pendatang.
Hal ini jelas terlihat pada dampak yang terjadi pasca konflik horizontal Dayak dan
Madura. Mereka tidak melihat dampak dari kekerasan bagi masyarakat mereka
15
sendiri yaitu korban jiwa dan harta benda, tetapi yang terpenting adalah keluarnya
orang Madura dari wilayah mereka.
Ketidakharmonisan dalam interaksi sosial antara kedua etnis ini tidak
cepat mendapat penanganan dari tokoh masyarakat setempat maupun oleh
aparatur pemerintah agar dapat ditangani. Pada pertikaian yang terjadi terlihat
adanya keberpihakan dari aparat kepada salah satu etnis menurut pendapat etnis
lain. Kondisi ini terus berlanjut, yang pada akhirnya menjadi konflik terbuka
berakar dan diiringi dengan kekerasan.
Konflik yang dipicu oleh persoalan yang sederhana, menjadi kerusuhan
dan di identifikasi pemicu pecahnya konflik adalah : adanya benturan budaya etnis
lokal dengan etnis pendatang, lemahnya supremasi hukum, adanya tindak
kekerasan. Benturan budaya ini sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh
kesombongan dan ketidakpedulian etnis Madura terhadap hukum adat dan budaya
lokal yang sangat dihormati masyarakat setempat seperti hak atas kepemilikan
tanah.
16
Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan
etnis Dayak di bunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang dikeroyok
oleh tigapuluh orang madura. Terhadap pembunuhan warga Kasongan
bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak
dan Madura diadakan perdamaian. Dilakukan peniwahan Pulai itu
dibebankan kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan
perdamaian ditanda tangani oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain
menyatakan apabila orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka
siap untuk keluar dari Kalteng.
Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung
bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura,
ternyata hukumannya sangat ringan.
Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok
oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor
orang Madura mati semua. Orang Dayak tersebut diserang dan
mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri, dimana penyerang
berhasil dikalahkan semuanya. Dan tindakan hukum terhadap orang
Dayak adalah dihukum berat.
Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah,
seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku
Madura tukang jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan,
tubuhnya terdapat lebih dari 30 tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu
persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang
sate telah lari kabur. Si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat
kejadian saja.
Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang
Madura hingga meninggal, pelakunya belum dapat ditangkap karena
melarikan diri, kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum)
dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya,
namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar
17
temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta
Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok
oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua
orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan
pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun
karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan
yang melarikan diri itu.
Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten
Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-
gara suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak
menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua
belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri
bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di
RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan
ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap,
katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang
Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman
air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas,
mereka
membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu
dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.
Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati
dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian
hukum.
Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh
pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka.
Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur,
terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati
dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena
18
lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada
karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak
tuntas).
Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak
terbunuh karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga
Dayak.
Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak
terbunuh diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura
di bagian Kalimantan Barat
19
Kalimantan terutama di daerah konflik . Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi bentrokan di antara mereka karena sangat rentan tersulut oleh isu
yang akan membakar kemarahan kedua belah pihak
b. Rehabilitasi bangunan yang rusak akibat pengrusakan dan pembakaran
terhadap infrastruktur masyarakat umum juga dilakukan agar dapat
berjalannya kegiatan masyarakat sebagaimana mestinya. Moral dan mental
masyarakat juga perlu mendapat perhatian dan pembinaan agar terwujud
suatu rekonsiliasi yang damai dan melibatkan kembali seluruh tokoh
masyarakat;
c. Re-evakuasi dilakukan bagi korban konflik ke daerah yang lebih aman.
Untuk itu perhatian terhadap keamanan mereka di daerah pengungsian
harus didukung oleh pihak keamanan sampai mereka mendapat tempat
yang layak;
d. Dialog antar etnis yang berkesinambungan dengan memanfaatkan lembaga
adat masyarakat perlu dilakukan dalam proses pembentukan kerjasama
mengakhiri konflik yang berkepanjangan;
e. Demikian juga dengan penegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran
hukum perlu dilakukan secara konsisten dan adil tanpa berpihak pada etnis
tertentu selain itu kemampuan personil petugas keamanan perlu
ditingkatkan.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadi konflik adalah
kurangnya pemahaman terhadap sosial budaya masing-masing suku yang berbeda
antara suku Dayak dan Madura. Selain itu kurang diperhatikannya peranan
masyarakat setempat dalam kegiatan perekonomian di wilayah mereka, sehingga
timbul diskriminasi terhadap suku Dayak sebagai suku Asli setempat. Selain itu
dalam sejarah konflik di Kalimantan secara umum dipicu oleh dipraktekkannya
tindak kekerasan baik dalam bentuk penganiayaan dan pembunuhan manusia di
daerah konflik. Hal ini didukung juga dengan lemahnya supremasi hukum dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan,
saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-
silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem dalam
pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya seperti materialisme,
idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya. Pancasila
sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh
seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan
menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh ataupun
konflik dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politik serta agama.
21
DAFTAR PUSTAKA