Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

KAJIAN PANCASILA MELALUI PERSEFEKTIF FILOSOFIS

Oleh :
I GEDE SANDI WIARSANA 1313021002 ( 80 )
NI KADEK ARIDANI BASUNARI 1313021052 ( 80 )

Semester/Kelas I/A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas asungkerta waranugraha-Nya, makalah mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang berjudul Kajian Pancasila Melalui Persefektif Filosofis dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini.Terima kasih kepada rekan-rekan semester 1
kelas A yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis. Tidak lupa
pula, ucapan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu
serta dukungan materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis
yang tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, Oktober 2013

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Permasalahan 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3
Bab 2 Pembahasan
2.1 Bahasan Teoritik Konseptual 4
2.2 Bahasan Kajian Kasus 14
Bab 3 Penutup
3.1 Simpulan 21
3.2 Saran dan Rekomendasi 21
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Permasalahan

Adapun Pendidikan Pancasila adalah pendidikan mengenai filsafat hidup


bangsa Indonesia, dasar filsafat dan ideologi negara RI serta pendidikan itu sendiri
artinya ialah bantuan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik
serta pewarisan budaya masyarakat bangsa peserta didik yang bersangkutan.
Dalam hal ini Pancasila pandangan hidup, dasar negara, dan ideologi negara RI.
Itulah yang menjadi materi budaya yang ingin diwariskan melalui pendidikan
Pancasila.
Pancasila adalah dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan secara
filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara berdasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila pancasila
yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan
negara.
Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, terkait permasalahan konflik
antara Dayak dan Madura. Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan dasar
penyebab timbulnya suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya.
Demikian juga yang terjadi pada konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada
akhir tahun 1996 yaitu terjadinya kasus Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang
(sebelum pertengahan tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di Kalimantan
Barat. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan
masyarakat Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antar-etnis terjadi lagi di Sambas,
lalu disusul di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua
wilayah di Kalimantan Tengah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan
karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak
sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang

1
peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan
leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya
masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot
tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang
Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap
mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan
kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam
bisnis pertanian.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua
etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya
pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing
etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang
dan tidak harmonis.
Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan
dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga,
dan menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh
dalam berbagai permasalahan khusunya dalam menyelesaikan permasalahan yang
berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama.

1.2 Rumusan Masalah


a. Deskripsi Teori Konseptual
Bagaimana kajian Pancasila dilihat dari perspektif filosofis ?
b. Deskripsi Kajian Kasus
Apa yang melatarbelakangi konflik antara suku Dayak dan Madura ? Apakah
karena sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia sudah tidak dianggap lagi?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Deskripsi Teori Konseptual
Untuk mengetahui dan mengkaji Pancasila dari perspektif Filosofis.
b. Deskripsi Kajian Kasus

2
Untuk mengkaji dan membahas mengenai permasalahan tentang konflik suku
Dayak dengan Madura dimana hal ini merupakan pelencengan terhadap Sila
ke 3 Pancasila

1.4 Manfaat Penulisan


Bagi Penulis
Makalah ini bagi penulis memberikan banyak manfaat terutama dalam
penulisan makalah, dalam cara pencarian data baik berupa data yang di
dapat secara langsung maupun data yang di dapat secara tidak langsung
melalui sumber-sumber yang ada.

Bagi Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sebagai kajian dalam rangka meningkatkan
prestasi diri khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada
umumnya. Serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk tetap
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui pembelajaran
Pendidikan Pancasila

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BAHASAN TEORITIK KONSEPTUAL

2.1.1 Pengertian Filosofis

Secara etimologis istilah filsafat atau dalam bahasa Inggrisnya


philosophi berasal dari bahsa Yunani philosophia yang secara lazim
diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Kata philosophia tersebut berakar pada
kata philos (pilia, cinta) dan sophia (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti
wisdom atau kebijaksanaan (Nasution, 1973) sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat
berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia.

2.1.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Filsafat bermakna juga sebagai pemikiran fundamental dan monumental


manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan); karenanya
kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan
hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Berbagai tokoh filosof dari berbagai
bangsa menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik
mereka; yang dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang
berbagai aliran filsafat: materialisme, idealisme, spiritualisme; realisme. dan
berbagai aliran modern: rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-
kapitalisme; marxisme-komunisme; sosialisme.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki cirri-

4
ciri 1) suatu kesatuan bagian-bagian, 2) bagian-bagian tersebut memiliki fungsi
sendiri-sendiri, 3) saling berhubungan, saling ketergantungan, 4) kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama, dan 5) terjadi dalam suatu
lingkungan yang kompleks.

Sedemikian luhur dan fundamental nilai kebenaran sistem filsafat theisme


religius memancar laksana matahari (moral) peradaban umat manusia; sebagai
terlukis dalam skema 1 (berwujud: garis lingkaran yang meliputi/menjangkau
semua benua: bangsa-negara di dunia). Alasan bahwa Pancasila adalah Sistem
Filsafat

1. Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis;


misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah metafisis/filosofis.
2. Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia pra-
kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau
pandangan hidup yang dipraktekkan.
3. Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila
dalah dasar negara (filsafat negara) RI.
4. Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat
dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa
Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa)
mewarisi sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah
filsafat yang diwarisi dalam budaya Indonesia.
5. Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika
budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya
konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat
Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam
kepustakaan dan peradaban modern.

Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Tiap bangsa


memiliki pandangan hidup dimana dalam pandangan tersebut tertuang bagaimana
bangsa tersebut berfikir dan bertindak. Pancasila dalam hal ini adalah pandangan

5
hidup yang dijadikan sebuah filsafat yang tidak hanya mencari kebenaran yang
bersifat kuantitatif melainkan kualitatif bukan kebenaran yang bersifat spesifik
tetapi factual melainkan menyeluruh atau utuh bukan hanya kebenaran yang
bersifat sementara melainkan bersifat relative tetap. Kata filsafat itu sendiri
sebenarnya berasal dari bahasa yunani philosophia yang artinya cinta kearifan .
Banyak ahli yang memiliki pendapat berbeda mengenai makna dari filsafat itu
sendiri. Dari keseluruhan pandangan yang diutarakan dapat disimpulkan bahwa
filsafat yang lengkap adalah filsafat yang mencakup pandangan tentang dunia
yaitu konsepsi yang rasional mengenai keseluruhan kosmos dan suatu pandangan
yang berisi ajaran tentang nilai-nilai, makna dan tujuan hidup manusia. Pancasila
sebenarnya sudah sejak lama ada dan berakar pada sosio budaya bangsa
Indonesia ,sehingga bisa disebut sebagai kepribadian bangsa dan hal tersebut
diresmikan dalam sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945.

Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya


merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan,
saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian dari
setiap sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu
struktur yang menyeluruh. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem
dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya seperti
materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa
kegiatan itu? ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau
terlepas dari pengetahuan orang. Pancasila sebagai suatu sistem filsafast berbeda
dengan sistem-sistem filsafat lainnya misalnya liberalisme, materialisme,
komunisme dan aliran filsafat lainnya. Oleh karena itu Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat akan memberikan cirri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak
terdapat pada sistem filsafat lainnya.

6
A. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Berkaitan

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan


peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak
saling bertentangan.

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya secara filosofis bersumber


pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur,
susunan kodrat jasmani rohani, sifat kodrat individu-makhluk social, dan
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha
Esa.

2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk


Piramidal

Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis


yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal
urut-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila
Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-
sila sebelumnya atau diatasnya.

Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan


yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan
suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.

Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada


landasan, yaitu Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat
itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan
demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai

7
dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan
hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat
adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil. Contoh
rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah sila
pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling


Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh
keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi
dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

B. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan,
yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila
Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.

Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila


sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh.

8
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat
Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati
gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila
akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.

a) Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila

Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau


eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika
dan kesemestaan atau kosmologi.

Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak


monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya
adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia,
Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).

b) Dasar Epistomologis Sila-sila Pancasila

Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,


susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai
hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia
mengetahui bahwa ia tahu atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan
menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang
menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu.

9
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu
sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar
bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem
cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga telah menjelma
menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1. logos (rasionalitas atau
penalaran), 2. pathos (penghayatan), dan 3. ethos (kesusilaan).

c) Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila

Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan ilmu/teori. Menurut


Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tingkah laku moral
yang berwujud etika, ekspresi etika yang berwujud estetika atau seni dan
keindahan, dan sosio politik yang berwujud ideologi.

Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan


penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan
(menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan
demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber
nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika,
ketuhanan dan agama.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang


mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga sesuatu
yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur
yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai
rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia
yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.

10
C. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara
Republik Indonesia

a) Dasar Filosofis
Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang
tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang
dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terlahirnya Pancasila sebagaimana tercatat dalam sejarah kemerdekaan
bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup dan
nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis,
serta negara-negara Eropa Barat lainnya, yang menjadi suatu negara bangsa
(nation state) karena kesamaan bahasa. Atau negara-negara lainnya, yang menjadi
satu bangsa karena kesamaan wilayah daratan. Latar belakang historis dan kondisi
sosiologis, antropologis dan geografis Indonesia yang unik dan spesifik seperti,
bahasa, etnik, atau suku bangsa, ras dan kepulauan menjadi komponen pembentuk
bangsa yang paling fundamental dan sangat berpengaruh terhadap realitas
kebangsaan Indonesia saat ini.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka Pancasila sebagai dasar
falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh seluruh bangsa
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan menjalankan nilai-nilai
serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila Pancasila hingga
menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh dalam berbagai aspek sosial,
ekonomi, politik baik nasional maupun internasional seperti yang sedang kita
alami belakangan ini.

11
b) Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara
indonesia.

D. Inti yang terkandung dalam Sila-sila Pancasila

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia
menyatakan bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara bahkan
moral Negara, moral penyelenggara Negara,politik Negara, pemerintahan
Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak
asasi warga Negara harus dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan Yang maha Esa.

2. Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab


Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai bahwa
Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia dan harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan Negara.

3. Sila Persatuan Indonesia


Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nila bahwa negara adalah
sebagai penjelmaan sifa kodrat manusia monodualis yaitu sebagagi makhluk
individu dan makhluk social. Sila persatuan Indonesia mendasari semangat
persatuan demi kesatuan bangsa bagi keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi maupun golongan. Dengan demikian manusia Indonesia rela

12
berkorban bagi tegaknya bangsa dan negara. Dari semangat ini maka akan tampil
wajah manusia Indonesia yang cinta terhadap tanah air

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah dasar bagi manusia indonesia selaku warga
negara maupun selaku warga masyarakat untuk memperoleh kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama dimata hukum. Dengan demikian indonesia tetap berjalan
pada iklim Demokrasi yang penuh dengan semangat kekeluargaan. Dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dlaksanakan
dalam hidup Negara.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dasar bagi
terciptanya suasana dalam masyarakat indonesia yang suka bergotong royong
penuh dengan semangat kekeluargaan. Dari dokumen sejarah dapat dibuktikan
bahwa demi Kemerdekaan dan persatuan bangsa pada waktu itu, dari pihak non
Islam keberatan maka Para tokoh Islam pada saat itu telah setuju dengan
penghapusan tujuh kata setelah kata ketuhanan dengan menggantikannya
dengan rumusan ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian Pancasila
sekarang menjadi dasar negara Republik Indonesia bukanlah Pancasila hasil
konsensus tanggal 22 juni 1945 tetapi hasil perubahan dari Pancasila piagam
jakarta yang telah disetujui tanggal 18 Agustus 1945.

13
2.2 BAHASAN KAJIAN KASUS

DAYAK VS MADURA

IDENTIFIKASI MASALAH
Penduduk asli Kalimantan Barat adalah Suku Dayak yang hidup sebagai
petani dan nelayan Selain suku asli, suku lainnya yang juga telah masuk ke bumi
Kalimantan adalah Melayu, Cina, Madura, Bugis, Minang dan Batak.
Dalam berkomunikasi penduduk yang heterogen ini menggunakan bahasa
Indonesia atau Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat
pendidikan mereka rendah, kebanyakan mereka memakai bahasa daerahnya
masing-masing. Dengan demikian seringkali ditemui kesalahpahaman di antara
mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura berbicara dengan orang Dayak,
gaya komunikasi orang Madura yang keras ditangkap oleh Orang Dayak sebagai
kesombongan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda seringkali dijadikan dasar penyebab timbulnya
suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya. Demikian juga yang
terjadi pada konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996 yaitu
terjadinya kasus Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan
tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di Kalimantan Barat. Konflik sosial
sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat
Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antar-etnis terjadi lagi di Sambas, lalu disusul
di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua wilayah di
Kalimantan Tengah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan
karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak
sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang
peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan
leluhur yang harus mereka pertahankan. Seringkali mereka terkena tipudaya
masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot
tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang
Madura menimbulkan sentimen sendiri bagi orang Dayak yang menganggap

14
mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan
kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam
bisnis pertanian.
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan dasar dari munculnya
suatu konflik. Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu ciri yang dominan dalam
mata pencarian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau
berladang. Dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-
kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya dalam bidang
perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih
orang pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian
menyebabkan masyarakat adat merasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam
kegiatan perekonomian penting di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang
Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan mereka yang telah menguras dan
merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya konflik di antara
mereka.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua
etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya
pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing
etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang
dan tidak harmonis.
Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat
keamanan yang tidak berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan
pelanggaran hukum. Permintaan mereka untuk menghukum orang Madura yang
melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum.
Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang
Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran pemukiman orang Madura.
Identitas yang terancam sebagai suatu suku asli Kalimantan yang terusik
oleh kedatangan pendatang membuat suku Dayak mengambil sikap keras.
Ditambah lagi dengan tidak adanya perubahan sikap dari masyarakat pendatang.
Hal ini jelas terlihat pada dampak yang terjadi pasca konflik horizontal Dayak dan
Madura. Mereka tidak melihat dampak dari kekerasan bagi masyarakat mereka

15
sendiri yaitu korban jiwa dan harta benda, tetapi yang terpenting adalah keluarnya
orang Madura dari wilayah mereka.
Ketidakharmonisan dalam interaksi sosial antara kedua etnis ini tidak
cepat mendapat penanganan dari tokoh masyarakat setempat maupun oleh
aparatur pemerintah agar dapat ditangani. Pada pertikaian yang terjadi terlihat
adanya keberpihakan dari aparat kepada salah satu etnis menurut pendapat etnis
lain. Kondisi ini terus berlanjut, yang pada akhirnya menjadi konflik terbuka
berakar dan diiringi dengan kekerasan.
Konflik yang dipicu oleh persoalan yang sederhana, menjadi kerusuhan
dan di identifikasi pemicu pecahnya konflik adalah : adanya benturan budaya etnis
lokal dengan etnis pendatang, lemahnya supremasi hukum, adanya tindak
kekerasan. Benturan budaya ini sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh
kesombongan dan ketidakpedulian etnis Madura terhadap hukum adat dan budaya
lokal yang sangat dihormati masyarakat setempat seperti hak atas kepemilikan
tanah.

FAKTOR PEMICU TRAGEDI SAMPIT DAYAK VS MADURA

Sebelum peristiwa berdarah meledak di Sampit, pertikaian antara suku


Dayak dan suku Madura telah lama terjadi. Entah apa penyebab awalnya, yang
jelas suku Dayak dapat hidup berdampingan dengan damai bersama suku lain tapi
tidak suku Madura. Kenapa orang Dayak jadi beringas terhadap etnis Madura?
Bahkan keturunan suku terdekat dari suku Dayak pun (Banjar), kaget melihat
keberingasan mereka dalam Tragedi Sampit.

Menengok kembali peristiwa lama yang mungkin termasuk faktor pemicu


terjadinya Tragedi sadis di Sampit :

Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa. Terhadap


kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian
menurut hukum adat (Entah benar entah tidak pelakunya orang Madura)
Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku
Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan atau penyelesaian secara
hukum tidak ada.

16
Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan
etnis Dayak di bunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang dikeroyok
oleh tigapuluh orang madura. Terhadap pembunuhan warga Kasongan
bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak
dan Madura diadakan perdamaian. Dilakukan peniwahan Pulai itu
dibebankan kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan
perdamaian ditanda tangani oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain
menyatakan apabila orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka
siap untuk keluar dari Kalteng.
Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung
bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura,
ternyata hukumannya sangat ringan.
Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok
oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor
orang Madura mati semua. Orang Dayak tersebut diserang dan
mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri, dimana penyerang
berhasil dikalahkan semuanya. Dan tindakan hukum terhadap orang
Dayak adalah dihukum berat.
Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah,
seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku
Madura tukang jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan,
tubuhnya terdapat lebih dari 30 tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu
persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang
sate telah lari kabur. Si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat
kejadian saja.
Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang
Madura hingga meninggal, pelakunya belum dapat ditangkap karena
melarikan diri, kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum)
dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya,
namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar

17
temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta
Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok
oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua
orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan
pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun
karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan
yang melarikan diri itu.
Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten
Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-
gara suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak
menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua
belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri
bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di
RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan
ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap,
katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang
Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman
air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas,
mereka
membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu
dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.
Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati
dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian
hukum.
Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh
pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka.
Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur,
terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati
dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena

18
lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada
karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak
tuntas).
Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak
terbunuh karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga
Dayak.
Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak
terbunuh diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura
di bagian Kalimantan Barat

USULAN PEMECAHAN MASALAH :


Lemahnya supremasi hukum terlihat dari perlakuan yang ringan diberikan
pada masyarakat Madura. Dalam hal ini untuk menghindari keadaan yang lebih
tidak terkendali lagi seperti terjadinya tindakan kekerasan, pembunuhan,
pembakaran dan pengusiran yang berkepanjangan, maka untuk sementara waktu
orang Dayak menyatakan sikap yaitu :
1. Untuk etnis Madura yang masih berada di wilayah Kalimantan Barat agar
secepatnya dikeluarkan atau diungsikan demi keselamatan dan keamanan
mereka karena tidak ada jaminan untuk itu. Terlebih dengan tidak cukupnya
aparat keamanan menjangkau wilayah rawan konflik.
2. Menolak pengembalian pengungsi etnis Madura untuk batas waktu yang tidak
ditentukan karena tidak adanya suatu jaminan perubahan sikap dari etnis
Madura dan juga dikhawatirkan adanya tindakan balas dendam secara langsung
maupun tidak langsung.
Sikap ini ditanggapi positif oleh aparat penegak hukum maupun
masyarakat karena adanya keterbatasan aparat yang tidak dapat menjangkau
seluruh wilayah Propinsi Kalimantan, maka demi keamanan kedua belah pihak
untuk sementara suku Madura harus dilokalisir pada daerah yang lebih aman.
Selain itu dalam upaya penanganan konflik yang terjadi ini dilakukan juga
beberapa cara yaitu :
a. Untuk sementara waktu yang tidak dapat ditentukan batasnya, etnis Dayak
dan Melayu sepakat tidak menerima kembali etnis Madura di bumi

19
Kalimantan terutama di daerah konflik . Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi bentrokan di antara mereka karena sangat rentan tersulut oleh isu
yang akan membakar kemarahan kedua belah pihak
b. Rehabilitasi bangunan yang rusak akibat pengrusakan dan pembakaran
terhadap infrastruktur masyarakat umum juga dilakukan agar dapat
berjalannya kegiatan masyarakat sebagaimana mestinya. Moral dan mental
masyarakat juga perlu mendapat perhatian dan pembinaan agar terwujud
suatu rekonsiliasi yang damai dan melibatkan kembali seluruh tokoh
masyarakat;
c. Re-evakuasi dilakukan bagi korban konflik ke daerah yang lebih aman.
Untuk itu perhatian terhadap keamanan mereka di daerah pengungsian
harus didukung oleh pihak keamanan sampai mereka mendapat tempat
yang layak;
d. Dialog antar etnis yang berkesinambungan dengan memanfaatkan lembaga
adat masyarakat perlu dilakukan dalam proses pembentukan kerjasama
mengakhiri konflik yang berkepanjangan;
e. Demikian juga dengan penegakkan hukum terhadap pelaku pelanggaran
hukum perlu dilakukan secara konsisten dan adil tanpa berpihak pada etnis
tertentu selain itu kemampuan personil petugas keamanan perlu
ditingkatkan.

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadi konflik adalah
kurangnya pemahaman terhadap sosial budaya masing-masing suku yang berbeda
antara suku Dayak dan Madura. Selain itu kurang diperhatikannya peranan
masyarakat setempat dalam kegiatan perekonomian di wilayah mereka, sehingga
timbul diskriminasi terhadap suku Dayak sebagai suku Asli setempat. Selain itu
dalam sejarah konflik di Kalimantan secara umum dipicu oleh dipraktekkannya
tindak kekerasan baik dalam bentuk penganiayaan dan pembunuhan manusia di
daerah konflik. Hal ini didukung juga dengan lemahnya supremasi hukum dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan,
saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-
silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem dalam
pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya seperti materialisme,
idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya. Pancasila
sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh
seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan
menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh ataupun
konflik dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politik serta agama.

3.2 SARAN DAN REKOMENDASI


Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mengakui dan adanya
persatuan dalam keberagaman. Hal ini dapat kita lihat pada sila ketiga
Pancasila, Persatuan Indonesia. Sehingga kita sebagai warga negara
Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila
terhadap persatuan bangsa. Tidak perlu saling menjatuhkan dalam etnis
karena kita sebenarnya adalah satu kesatuan yaitu sebagai bangsa Indonesia
Hanya karena masalah ketidakcocokan antar etnis tidak seharusnya kita
saling mencela ataupun menghina satu sama lain agar tidak terjadi
perpecahan diantara kita

21
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila (Edisi Kedelapan 2004). Yogyakarta:


Paradigma

Rindjin, Ketut. 2009. Pendidikan Pancasila. Singaraja: Undiksha

Anonim. 2010. Posisi Dan Fungsi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa


Dan Bernegara. Dalam http://meynyeng.wordpress.com/2010/05/07/sospol.
Diakses 3 Oktober 2013.

Anonim. 2010. Pancasila Sebagai Falsafah Negara. Dalam


http://junaidipiscesguru.blogspot.com/2010/12/pancasila-sebagai-falsafah-
negara.html. Diakses 3 Oktober 2013.

Wreksosuhardjo, Sunarjo. 2004. Filsafat Pancasila Secara Ilmiah dan Aplikatif.


Yogyakarta: ANDI

Anonim. 2013.Kasus Yang Bertentangan Dengan Sila Ke 3. Dalam


file:///D:/Tugas20Minggu201/PKN/Bab202/kasus-yang-bertentangan-dengan-sila-
ke.html. Diakses 11 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai