Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku
bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan
bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)
mengklasifikasikan suku bangsa Indonesia dengan mengambil patokan kriteria
bahasa, kebudayaan daerah serta susunan masyarakat, dengan rincian yaitu (1)
Sumatera, 49 suku bangsa; (2) Jawa, 7 suku bangsa; (3) Kalimantan, 73 suku
bangsa; (4) Sulawesi, 117 suku bangsa; (5) Nusa Ternggara, 30 suku bangsa;
(6) Maluku-Ambon, 41 suku bangsa; (7) Irian Jaya, 49 suku bangsa. Selama
ratusan bahkan ribuan tahun itu pula mereka telah menumbuhkan, memelihara
dan mengembangkan tradisi. Masing-masing suku bangsa tersebut memilki
tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Hal inilah yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang
majemuk akan kebudayaan, baik itu dalam bentuk bahasa sehari-hari maupun
tradisi-tradisi lainnya. Bentuk-bentuk tradisi yang dilakukan oleh berbagai
suku bangsa antara lain perkawinan, pesta adat, kematian, dan lain sebagainya.
Masing-masing bentuk upacara tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu
yang menjadi ciri khas dari masing-masing suku bangsa tersebut. Ciri khas
tersebut di satu pihak ada yang masih dipertahankan oleh masyarakat dan
tidak mengalami perubahan sama sekali, dilain pihak ada yang mengalami
perubahan atau malah hilang sama sekali sebagai suatu tradisi yang menjadi
bagian dari masyarakat. Sehingga pada makalah ini saya akan membahas
mengenai tradisi, adat, dan budaya yang ada pada daerah saya yaitu daerah
bali pada umumnya. Sehinga dapat memahami dan mengetahui bagaimana
keadaan tradisi, adat, dan budaya yang masih bertahan, rapuh dan bahkan
yang sudah ilang.

1.2.

RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa pengertian dari tradisi adat dan budaya?
1.2.2 Tradisi, adat, dan budaya apa saja yang sudah rapuh?

1.2.3
1.2.4
1.2.5

Tradisi, adat, dan budaya apa saja yang sudah ilang?


Tradisi, adat, dan budaya yang masih bertahan?
Bagaimana sanksi adat istiadat yang apabila di langgar oleh
masyarakat adat?

1.3.

TUJUAN
1.3.1 sebagai mahasiswa ilmu hukum yang ikut sebagai bagian dari
masyarakat adat agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
1.3.2

tradisi, adat, dan budaya.


sebagai mahasiswa ilmu hukum agar mengetahui tradisi, adat, dan

1.3.3

budaya yang sudah rapuh.


sebagai mahasiswa ilmu hukum agar mengetahui tradisi, adat, dan

1.3.4

budaya yang sudah ilang.


sebagai mahasiswa ilmu hukum agar mengetahui tradisi, adat, dan

budaya yang masih bertahan.


1.3.5 sebagai mahasiswa ilmu hukum yang ikut berperan sebagai masyarakat
adat agar mengetahui sanksi ketika melanggar hukum adat atau adat
istiadat tiap daerah masing-msing.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN TRADISI, ADAT, DAN BUDAYA


Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi
bagian

dari

kehidupan

suatu

kelompok masyarakat,

biasanya

dari

suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi
ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini,
suatu tradisi dapat punah. Hal yang paling mendasar dari

tradisi adalah

adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis


maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Dalam pengertian lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun
temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Dalam suatu masyarakat
muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada merupakan cara
yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan.
Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model
terbaik selagi belum ada alternatif lain. Misalnya dalam acara tertentu
masyarakat sangat menggemari kesenian rabab. Rabab sebagai sebuah seni
yang sangat digemari oleh anggota masyarakat karena belum ada alternatif
untuk menggantikannya disaat itu. Tapi karena desakan kemajuan dibidang
kesenian yang didukung oleh kemajuan teknologi maka bermunculanlah
berbagai jenis seni musik. Dewasa ini kita sudah mulai melihat bahwa
generasi muda sekarang sudah banyak yang tidak lagi mengenal kesenian
rabab. Mereka lebih suka seni musik dangdut misalnya.
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di
suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang
menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku
yang dianggap menyimpang. Atau Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan
yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap
memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di
Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi
aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat.
Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa
tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga
masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat
yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan
norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggotaanggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena
sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya

pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu


perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi
atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Pengertian Budaya Menurut Para Ahli.
1. E. B Taylor dalam Soekanto (1996:55) memberikan definisi mengenai
kebudayaan ialah: "kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan kepercyaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain
kemampuan-kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat".
2. Selo Soemardjan dan Soelaeman Somardi dalam Soekanto (1996:55)
merumuskan "kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat.
3. Koentjaraningrat Dari asal arti tersebut yaitu "colere" kemudian "culture"
diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan
mengubah alam (Koentjaraningrat dalam Soekanto, 1969: 55).
4. Linton, Budaya adalah keseluruhan sikap & pola perilaku serta
pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan & dimilik
oleh suatu anggota masyarakat tertentu.
5. KBBI, Budaya adalah sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi.
Secara tata bahasa, arti dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya
dimana cenderung menunjuk kepada cara pikir manusia.
6. Effat Al-Syarqawi mendefinisikan bahwa pengertian budaya dari
pandangan agama islam, adalah khzanah sejarah sekelompok masyarakat
yang tercermin didalam kesaksian & berbagai nilai yang menggariskan
bahwa suatu kehidupan harus mempunyai makna dan tujuan rohaniah.
2.2. TRADISI, ADAT, DAN BUDAYA YANG SUDAH MULAI RAPUH
1. Eksistensi Desa Adat Di Bali Rapuh, Eksistensi dan implementasi desa
pakraman atau desa adat di Bali kini terancam rapuh, ditandai banyaknya

kasus atau konflik adat, seperti pertikaian kelompok warga antarbanjar


atau dusun dalam satu desa maupun dengan desa lainnya."Banyaknya
kasus adat seperti yang terjadi di Desa Pakudui, Kecamatan Tegallalang,
Kabupaten Gianyar, merupakan bukti rapuhnya eksistensi desa pakraman,"
kata Plt Bendesa Agung Desa Pakraman Dewa Gede Ngurah Suasta.
Konflik memuncak ketika prosesi pengusungan jenazah seorang warga
Banjar Pakudui Kangin, dihadang oleh warga Banjar Pakudui Kauh.
Menurut Ngurah Suasta, keberadaan desa pakraman rapuh saat dasar desa
adat itu, yakni ajaran agama Hindu, mulai banyak dilupakan oleh
masyarakatnya. "Warga banyak yang mulai tidak patuh menjalankan
ajaran yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari,"
ujarnya.(b)Eksistensi

Subak

di

Bali

Rapuh

Subak sedang menghadapi bermacam tantangan, lebih-lebih dalam


menyongsong era globalisasi yang jika tidak teratasi maka kelangsungan
hidup subak bias terancam. Tantangan-tantangan tersebut antara lain:
1)Persaingan dalam pemasaran hasil-hasil pertanian yang semakin tajam.
Akan tiba saatnya bahwa Indonesia harus terbuka terhadap masuknya
komoditi pertanian yang diproduksi di luar negari. Sektor pertanian pun
mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar
mampu bertahan pada kondisi persaingan bebas tanpa subsidi dari
pemerintah. Malahan sekarang saja pasar-pasar swalayan di beberapa kota
besar termasuk Denpasar sudah mulai kebanjiran produk-produk pertanian
seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan daging yang dihasilkan petani
negara asing yang dapat menggeser kedudukan produksi pertanian yang
dihasilkan oleh petani-petani negeri kita sendiri. Untuk mampu bersaing
dalam pasar ekonomi global maka mutu hasil hasil pertanian kita perlu
ditingkatkan. Ini berarti bahwa mutu sumberdaya manusia termasuk para
petani produsen perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih profesional,
efisien dan mampu menguasai serta memanfaatkan teknologi. Para petani
anggota subak selama ini masih bertindak sendiri-sendiri secara individual
dalam berusahatani. Padahal, mereka tergolong petani gurem dengan luas
garapan yang sempit, permodalan yang terbatas dan posisi tawar yang

sangat lemah. Mereka belum memanfaatkan kelembagaan subak sebagai


wadah bersama untuk melakukan kegiatan usahatani yang lebih
berorientasi agribisnis. Dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam
maka seharusnya para petani bersatu melalui suatu wadah yang sudah ada
yaitu subak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang lebih berorientasi
agribisnis bukan sekedar menggunakan wadah subak itu hanya untuk
tujuan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
2. Menciutnya areal persawahan beririgasi

akibat

alih

fungsi.

Salah satu tantangan yang dihadapi subak adalah menciutnya lahan sawah
beririgasi sebagai akibat adanya alih fungsi untuk kegiatan non-pertanian.
Di Bali dalam beberapa tahun belakangan ini areal persawahan yang telah
beralih fungsi diduga mencapai 1000 ha per tahun. Penciutan areal sawah
ini sungguh pesat, lebih-lebih di lokasi yang dekat kota karena dipicu oleh
harga yang cenderung membubung tinggi. Nampaknya petani pemilik
sawah di daerah sekeliling kota cenderung tergoda oleh tawaran harga
tanah yang tinggi. Sebab, jika dibandingkan dengan mengusahakan sendiri
untuk usahatani hasilnya sungguh tidak seimbang. Petani mungkin lebih
memilih mendepositokan uang hasil penjualan tanahnya itu di bank dan
tinggal menerima bunganya tiap bulan yang bisa jadi jauh lebih besar
dibandingkan dengan hasil usahataninya. Andaikata penyusutan areal
persawahan di Bali berlanjut terus separti sekarang ini dikhawatirkan
organisasi subak akan terancam punah. Jika subak hilang apakah
kebudayaan Bali dapat bertahan karena diyakini bahwa subak bersama
lembaga sosial tradisional lainnya seperti banjar dan desa adat merupakan
tulang punggung kebudayaan Bali. Dalam kaitan ini para petani anggota
subak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut masalah pengalih fungsian lahan sawah yang berada dalam
wilayah subak mereka.
3. Ketersediaan air semakin terbatas. Meningkatnya pendapatan masyarakat
dan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang terutama
pemukiman dan industri pariwisata di Bali menuntut terpenuhinya
kebutuhan air yang terus meningkat baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya. Ini mengisyaratkan bahwa air menjadi sumber daya yang

semakin langka. Persaingan yang menjurus ke arah konflik kepentingan


dalam pemanfaatannya antara berbagai sektor terutama sektor pertanian
dan non pertanian cenderung meningkat di masa-masa mendatang. Belum
adanya hak penguasaan air yang dimiliki oleh para pengguna merupakan
salah satu sebab pemicu konflik pemanfaatan air. Hal ini dapat dimengerti
karena air yang selama ini dimanfaatkan lebih banyak untuk pertanian,
sekarang dan di masa depan harus dialokasikan juga ke sektor non
pertanian. Mengingat air menjadi semakin langka maka para petani
anggota subak dituntut untuk mampu mengelola air secara lebih efisien
dan demikian pula para pemakai air lainnya agar mampu mengembangkan
budaya hemat air.
4. Kerusakan lingkungan

khususnya

pencemaran

sumber

daya

air.

Di beberapa tempat telah muncul keluhan-keluhan dari masyarakat petani


tentang adanya pencemaran lingkungan khususnya sumberdaya air pada
sungai dan saluran irigasi akibat adanya limbah industri dan limbah dari
hotel serta pemukiman. Kecenderungan menurunnya kualitas air ini akan
meningkat

seiring

dengan

meningkatnya

jumlah

industry

yang

mengeluarkan limbah beracun yang disalurkan melalui sungai maupun


saluran irigasi. Dalam kaitan ini subak dituntut untuk mampu berperan
aktif dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.
5. Penyerahan kembali tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi kepada
petani.
Karena semakin terbatasnya kemampuan pemerintah baik dari segi
personil maupun pendanaan untuk melakukan kegiatan operasi dan
pemeliharaan (OP) jaringan irigasi, maka pemerintah telah mengambil
seperangkat kebijaksanaan yang pada dasarnya memberikan tanggung
jawab pengelolaan jaringan irigasi kepada para petani yang tergabung
dalam P3A/subak. Untuk jaringan irigasi di atas 500 ha para petani
diwajibkan membayar Iuran Pelayanan Irigasi (IPAIR). Sedangkan untuk
yang di bawah 500 ha diserahkan sepenuhnya kepada P3A/subak melalui
program Penyerahan Irigasi Kecil (PIK). Adanya tuntutan finansial akibat
tanggung jawab memikul beban OP jaringan irigasi maka subak
seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui

berbagai kegiatan pengumpulan dana bersama. Misalnya, dengan


memanfaatkan lembaga subak sebagai wahana untuk melakukan kegiatankegiatan yang berorientasi ekonomi/ agribisnis.
6. Berkurangnya minat pemuda untuk bekerja

sebagai

petani.

Ada kecenderungan bahwa berusahatani di sawah dianggap tidak lagi


dapat mendukung peningkatan kesejahteraan petani dibandingkan dengan
bekerja di sektor industry dan jasa khususnya yang berkaitan dengan
pariwisata. Hal ini disebabkan karena sempitnya luas tanah garapan dan
rendahnya nilai tukar petani. Bekerja di luar sektor pertanian cenderung
lebih menarik dibandingkan jadi petani yang serba bergelimang lumpur
dan penuh resiko akibat kegagalan panen dan fluktuasi harga. Dapat
dimengerti kalau pemuda-pemuda desa dari keluarga petani cenderung
meninggalkan orang tua mereka dan pergi ke kota mencoba mencari
pekerjaan yang lebih bergengsi. Dapat diduga pula bahwa dalam beberapa
tahun mendatang yang tinggal di daerah pedesaan bekerja sebagai petani
adalah orang-orang yang sudah berusia lanjut yang tentunya kurang
produktif lagi. Kecenderungan ini kiranya dapat berimplikasi negatif
terhadap kehidupan subak itu sendiri. Subak sebagai organisasi petani
dituntut untuk mampu menciptakan kondisi yang dapat menarik kaum
muda untuk bekerja sebagai petani modern dan profesional.
7. Kesenian Gambuh Dikhawatirkan Rapuh/Punah Berbagai upaya dilakukan
dalam mengembangkan dan melestarikan kesenian Bali, namun sejumlah
tarian masa kuno dikhawatirkan punah karena tidak ada generasi penerus
yang mewarisinya. Kesenian gambuh misalnya, selain senimannya sudah
sangat langka, pementasannya juga kurang menarik generasi muda masa
kini, kata Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, I Nyoman Carita
SST, MFA di Denpasar, Kamis. Alumnus Program S-2 Bidang Studi
Koreografi University Of California Los Angeles (UCLA), Amerika
Serikat itu mengatakan, pihaknya sedang melakukan revitalisasi tari
gambuh bersama seorang tokoh seniman di kampung kelahirannya Desa
Singapadu, Kabupaten Gianyar. Tari Gambuh yang menjadi inspirasi dan
sumber gerak tari Bali lewat proses revitalisasi bersama seorang tokoh
seniman setempat I Ketut Muji (64), diharapkan mampu menyiasati dalam

mengkolaborasikan dengan unsur seni lain. Upaya itu diharapkan mampu


menciptakan gerakan-gerakan tari yang bermutu, dengan tetap memegang
teguh nilai-nilai tradisi dalam kesenian Bali. Kesenian gambuh, sumber
dari semua gerak dan tari Bali, dengan kemasan yang baru dalam
pertunjukan drama tari hasil revitalisasi diharapkan mampu menarik minat
anak-anak muda, sekaligus menjawab kekhawatiran akan punahnya jenis
kesenian masa lampau tersebut. Hasil revitalisasi tersebut dengan tetap
dalam

kemasan

yang

sarat

dengan

seni

budaya

Bali,

namun

penyuguhannya lebih menarik bagi masyarakat penonton, termasuk


wisatawan maupun masyarakat internasional.
2.3. TRADISI, ADAT, DAN BUDAYA BALI YANG HILANG
1. Arsitektur Rumah Bali yang Hilang Dari jaman dahulu para undagi Bali
sangat ketat dan taat mengikuti aturan atau pakem dalam mendirikan
bangunan, sehingga aturan pembangunan di Bali seperti dikenal dalam
rontalAsta Kosala KosaliatauAsta Petali. Undagi jaman dahulu tidak
berani keluar dari konsep yang telah digariskan oleh para leluhurnya,
sehingga dikenal adanya konsep tata ruangTri LokaatauTri Angga, yakni
membagi

areal

hunian

menjadi

tiga

yaitunista,

madyadanutamaataubhur,bwahdanswahyang akhirnya menjadi konsepTri


Hita Karanadan akhirnya melahirkan konsep orientasi kosmologi yang
disebutNawa SangaatauSanga Mandala, hingga konsep keseimbangan
kosmologi yang disebutManik Ring Cucupu. Pembangunan selalu selaras
dengan alam sekelilingnya dengan memperhatikan faktor lingkungan. Di
jaman dahulu orang menggunakansikut, sehingga bangunan yang akan
dibuat sesuai dengan proporsi pemiliknya, menjadi nyaman dan
menyenangkan, karena selalu memperhatikan ruang terbuka yang di
sebutnatahdan adanya pengaturan waktu dalam penyediaan bahan
bangunan, sehingga keseimbangan dan kelestarian alam tetap terjaga.
Mungkin suatu saat nanti, semua ajaran adi luhung leluhur tentang
arsitektur akan menjadi suatu sejarah, karena sudah tidak ada yang
mengikuti, sudah kuno atau sudah ketinggalan jaman. Semua bangunan

pada jaman ini dibuat secara praktis, ekonomis dan kalau seandainya bisa,
mengerjakan bangunan ingin dapat diselesaikan dalam waktu semalam.
Pengerjaan bangunan tanpa memandang lagi pakem yang sudah pernah
ada, semua dihantam rata. Tidak perlu mencari hari baik untuk memulai
pekerjaan, apalagi untuk mencari bahan bangunan.Arsitektur bangunan
sudah tidak mencerminkan Bali, terutama di pusat kota. Kalaupun harus
bercirikan Bali, akan terlihat beberapa tempelan hiasan Bali dibeberapa
sudut bangunan yang berkesan terlalu dipaksakan.Kalaupun Bali masih
peduli dan ingin untuk melestarikan budaya dan arsitekturnya, tentulah
tidak terlambat. Masih dapat diselamatkan, terutama jika ada niat dan
tekad yang kuat dari orang Bali itu sendiri dan juga Pemerintah Daerah
sebagai badan yang memiliki wewenang kontrol dapat melakukan
pekerjaannya dengan konsekuen. Arsitektur Bali dan para undagi
selayaknya juga menyediakan bentuk dan design rumah sederhana
bercirikan Bali, menyediakan ragam gambar yang banyak, sehingga
masyarakat dapat menirunya atau memperoleh ilham dan ide ketika
mereka

membangun.

Kalau mau jujur,masyarakat kebanyakan tidak mengerti tentang apa yang


dimaksud dengan arsitektur Bali, apakah menyangkut bentuk atap, bentuk
bangunan,

hiasan

ornamen

atau

bahan

bangunan

yang

dipergunakan.Seandainya orang Bali sudah tidak berminat lagi untuk


mempergunakan arsitektur Bali, maka Bali akan menjadi asing di tanahnya
sendiri. Karena perkembangan jaman dan perkembangan manusia,
bangunan bertingkat tinggi akan segera merambah Bali. Kalau bangunan
tingkat tinggi sudah merupakan suatu keharusan, karena menyelamatkan
lahan dan menyikapi harga tanah yang mahal, maka Bali tidak ada
bedanya dengan kota besar lainnya dan akan berubah menjadi kota
metropolitan.

Memang

akan

sangat

disayangkan,

namun

itulah

kenyataannya. Arsitektur Bali yang tersisa mungkin hanya terdapat pada


bangunan Pura yang tetap bertahan selaras dengan perkembangan agama
Hindu di Bali.

10

2.

Penggak Orang Bali yang Hilang Dahulu orang Bali dipedesaan


mengenal istilah penggak, penggak merupakan sebuah tempat seperti
Warung dan "posko" sekarang yang berada di pojokanBanjar. Penggak
merupakan sebuah wadah informal yang biasa dipakai oleh masyarakat
untuk berdiskusi dan melakukan kegiatan sebelum melaksanakan rapat
diBanjar. Biasanya dari penggak ini muncul ide-ide baru yang akan
dibicarakan pada rapatBanjar. Wadah seperti itu sudah beralih menjadi
Posko partai politik yang memanfaatkan Penggak sebagai pencarian "Masa
/pendukung". Penggak sekarang sudah hilang. hilang fungsi utama, dan
hilang juga kreativitas didalamnya untuk memunculkan ide-ide baru.

2.4. TRADISI, ADAT, DAN BUDAYA BALI YANG BERTAHAN


Tradisi bali yang masih bertahan adalah:
1. Gebug Ende,Gebug berarti memukul dengan sekuat tenaga dengan tongkat
rotan (penyalin) sepanjang 1,5 2 meter dan Ende berarti tameng yang
digunakan untuk menangkis pukulan. Gebug Ende ini ada unsur seni,
seperti seni tari yang dipadukan dengan ketangkasan para penarinya
memainkan tongkat dan tameng, dimana saat atraksi ini dilakukan, diiringi
dengan iringan musik gamelan, yang memacu semangat para penari untuk
saling memukul, menhindar dan menangkis. Desa Seraya terletak sekitar
15 km dari objek wisata Candidasa, atau sekitar 2,5 jam perjalanan
dengan kendaraan dari bandara Ngurah Rai. Saat Gebug Ende berlangsung
bukan hanya untuk memperlihatkan ketangkasan saja, tapi ada nilai-nilai
sakralnya

yang

dikeramatkan

penduduk

setempat,

tarian

Gebug

merupakan kesenian klasik yang digelar setiap musim kemarau dengan


tujuan untuk mengundang turunnya hujan, ritual ini yang diyakini dapat
menurunkan hujan, dimainkan oleh dua orang lelaki baik dewasa maupun
anak-anak yang sama-sama membawa ende dan penyalin. Sebelum Gebug
Ende berlangsung terlebih dahulu diadakan ritual dengan banten atau
sesaji, agar permohoanan terkabul. Setelah siap dua pemain yang
dilakukan oleh anak-anak maupun lelaki dewasa, dengan pakaian adat Bali
tanpa memakai baju, akan saling serang yang dipimpin oleh wasit (saye),

11

antara dua penari di tengah-tengah di batasi oleh tongkat rotan.


Sebelumnya wasit memberi petunjuk dan ketentuan daerah mana saja yang
bisa diserang.
Tradisi Gebug Ende merupakan warisan budaya leluhur yang
memang diyakini dapat menurunkan hujan. Menurut kepercayaan
setempat, hujan akan turun apabila pertandingan mampu memercikan
darah. Semakin banyak maka akan semakin cepat hujan akan turun. Tidak
ada waktu tertentu dalam permainan tersebut. Yang jelas permainan akan
berakhir bila salah satu permainan telah terdesak. Tidak ada kata dendam
setelah itu. Tradis ini memang sudah cukup terkenal, kalau anda mau
wisata di Bali dan ingin menyaksikannya anda coba berkunjung ke daerah
karangasem, belahan Timur pulau Bali.
2. Mekare kare atau Perang Pandan, Salah satu desa Bali Aga yang masih
mempertahankan pola hidup secara tradisional ada di kabupaten paling
Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi
unik perang

pandan yang

juga

dikenal

dengan

nama mekare-

kare atau mageret pandan. Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh
Tukad, lokasinya sekitar 10 km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari
Kota Denpasar, bisa ditempuh sekitar 90 menit dengankendaraan bermotor
ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.Sebelum prosesi perang pandan
dimulai, warga Tenganan melakukan ritual berkeliling desa. Selain tradisi
unik perang pandan yang merupakan warisan budaya leluhur, Desa
Tenganan mempunyai hasil karya seni yang sangat cantik dan indah yaitu
kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit, dibuat
dengan memakan waktu yang cukup lama dan warna alami dari tumbuhan.
Memang Tenganan sampai sekarang masih mempertahankan tradisi-tradisi
yang diwariskan, seperti tata cara kawin harus sesama warga setempat,
besar, bentuk dan letak bangunan serta pekarangan, juga letak pura dibuat
dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan,
sehingga Tenganan akan mejadi objek untuk pengembangandesa wisata.
Prosesi perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan
upacara persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa
Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya

12

Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang,


yang melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di
Tenganan berbeda dengan Agama Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal
kasta dan meyakini Dewa Indra sebagai dewa Perang dan dewa dari segala
Dewa. Untuk menhormati Dewa Indra mereka melakukan upacara perang
Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai senjata pandan berduri yang
perlambang sebuah gada yang dipakai berperang, perang berhadapan satu
lawan satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun
orang tua. Upacara perang pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender
bali, selama 2 hari, setiap pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit
dilakukan bergilir selama 3 jam, walaupun akhirnya mereka sampai
mengeluarkan darah karena tertancap duri pandan, setelah perang usai
mereka bersama-sama membantu satu dan lainnya mencabuti duri pandan
dan meberi obat berupa daun sirih dan kunyit, sama sekali tidak
meninggalkan kesan permusuhan.
3. Omed Omedan, Tradisi omed-omedan ataupun med-medan yang berarti
tarik-menarik dalam bahasa Indonesia, ini diikuti oleh pemuda dan pemudi
yang belum menikah, berumur antara 17-30 tahun, med-medan atau tarikmenarik diikuti adegan berciuman antara satu pemuda dan pemudi.Tradisi
ini memang tergolong sangat unik dan membuat kita penasaran, prosesi ini
hanya dirayakan sehari setelah upacara Nyepi atau pada hari Ngembak
Geni, tanggal 1 pada tahun Baru Caka kalender Bali. Tradisi unik ini
dirayakan di desa Sesetan, Denpasar Selatan, Denpasar. Prosesi omedomedan ini di mulai dari acara persembahyangan bersama, kemudian
dibagi menjadi 2 kelompok pemuda dan pemudi yang saling berhadapan,
saling tarik-menarik, berpelukan dan berciuman ditonton oleh ribuan
warga, bagi yang tidak berhasil mencium pasangannya dihadiahi siraman
air sehingga menambah keriuhan suasana. Jika anda sedang wisata
ataupun liburan ke Bali, coba saja saksikan tradisi unik ini, hanya sekitar
15 menit dengan kendaraan dari bandara.
Sesuatu yang unik tentunya ada kisah yang melatarbelakanginya.
Konon pada saat itu, ada sebuah kerajaan kecil di wilayah Denpasar

13

Selatan, namanya Puri Oka, digelar permainan med-medan atau terik


menarik antara pemuda dan pemudi, karena saking gembira dan serunya
permainan, acara tarik menarik berubah menjadi rangkul merangkul,
sehingga situasi menjadi gaduh. Raja yang kala itu sakit mendengar
kebisingan ini menjadi marah, dengan kondisi yang lemah raja keluar
melihat warganya,namun melihat adegan seperti ini, amarah raja hilang
dan sakitnya hilang dan pulih seperti sedia kala, maka dari itu raja
mengeluarkan titah, agar upacara ini dilaksanakan setiap tahunnya yaitu
pada hari ngembak geni.
Di tengah kehidupan Kota Denpasar yang sudah modern, tradisi
unik warisan leluhur ini yang diwariskan sekitar tahun 1900-an masih juga
dirayakan sampai sekarang ini. Sesuai dengan adat Timur yang masih
memegang etika, tentunya tidak semua masyarakat Bali bahkan warga
Sesetan yang setuju dengan tradisi ini, tradisi ini pernah dihentikan, namun
Namun, tak lama kemudian, terjadi perkelahian 2 ekor babi di pelataran
Pura, yang amat seru dan anehnya keduanya menghilang begitu saja di
tengah perkelahian.Oleh warga setempat, peristiwa itu dianggap sebagai
pertanda buruk. Maka, omed-medan pun kembali dilangsungkan.
4. Mekotek,
Gerebek
Mekotek
atau
lebih

dikenal

dengan Mekotek merupakan salah satu tradisi di Bali yang hanya ada di
desa Munggu, kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Lokasinya tidak
begitu jauh dari objek wisata Tanah Lot.Perayaannya tepat pada Hari Raya
Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galunagn. Pelaksanaan
upacaraMekotek pada walnya diselenggarakan untuk menyambut armada
perang kerajaan Mengwi yang melintas di daerah Munggu yang akan
berangkat ke medan laga, juga dirayakan untuk menyambut pasukan saat
mendapat kemenangan perang dengan kerajaan Blambangan di Pulau
Jawa. Dulu pada jaman kolonial Belanda tradisi ini pernah ditiadakan, tapi
kemudian terjadi bencana, tiba-tiba 11 orang meninggal di kalangan warga
Munggu, kemudian melalui perundingan yang alot dengan pihak kolonial,
perayaan ini bisa kembali dirayakan sampai sekarang ini.
Perayaan mekotek ini dulunya menggunakan tombak dari besi,
yang memberikan semangat pasukan ke atau dari medan perang, namun

14

seiring perubahan waktu dan untuk menghindari peserta terluka, maka


tombak diganti dengan tongkat dari pulet yang sudah dikuliti yang
panjangnya sekitar 2 3.5 meter. Perayaan di Hari raya Kuningan, peserta
berpakaian pakaian adat madya, berkumpul di Pura Dalem Munggu,
hampir seluruh warga yang terdiri 15 banjar dari umur 12 60 tahun ikut
merayakannya. Kemudian tongkat kayu diadu sehingga menimbulkan
bunyi tek tek di kimpulkan sehingga membentuk sebuah kerucut/
piramid, bagi yang punya nyali ataupun yang mungkin punya kaul naik
kepuncuk kumpulan tongkat kayu dan berdiri diatasnya seperti komando
yang memberikan semangat bagi pasukannya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok yang lain,
membentuk tongkat seperti kerucut dan nantinya akan dipertemukan
antara satu dengan yang lainnya. Komando yang berdiri diatas kumpulan
tongkat akan memebri komando layaknya panglima perang dan
menabrakkanya dengan kelompok lain, dengan diiring sebuah gamelan
sehingga

memacu

semangat

peserta

upacara.

Walupun

sedikit

membahayakan tepi memang cukup menyenangkan, tidak jarang yang


terjatuh tidak bisa sampai puncak, tapi semua gembira, senang, tidak ada
amarah, inti lain yang dapat dipetik dari tradisi Grebek Mekotek atau
perang kayu, perang tak selalu menyebabkan permusuhan dan korban
jiwa.
5. Pemakaman di Trunyan, Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa
Trunyan sampai sekarang ini masih mejadi tradisi yang dilakukan secara
turun temurun oleh warga setempat. Prosesi orang meninggal di Bali,
biasanya dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa Trunyan tidak seperti
itu, tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah prosesi dan
akhirnya dibungkus dengan kain kapan, dan selanjutnya ditaruh di atas
tanah di bawah taru menyan, dikelilingi anyaman dari pohon bambu atau
yang disebut ancak saji. Unik bukanyang cukup aneh juga mayat tidak
mengeluarkan bau sedikitpun. jadi kalu kebetulan anda wisata ke Bali dan
mengunjungi tempat ini tidak perlu takut dengan bau yang menyengat,
karena mungkin bau tersebut sudah diserap oleh Taru/ pohon Menyan yang
15

tumbuh besar di areal pemakaman. Desa Trunyan memang merupakan


desa Tua di Bali, yang masih memegang teguh warisan dan tradisi leluhur.
Jika anda melakukan perjalan tour ataupun wisata keliling Bali,
kalau dari Denpasar berjarak sekitar 65 km atau sekitar 2 jam perjalanan
dengan kendaraan. Sebelum sampai di Desa Trunyan, anda akan ketemu
beberapa tempat-tempat menarik yang mungkin bisa anda kunjungi,
seperti Ubud, Goa gajah, tampaksiring dan penelokan kintamani tempat
menyaksikan keindahan panorama Danau Batur. Dari penelokan anda
turun menuju tepi danau batur tepatnya di Desa Kedisan, di sini dibangun
dermaga yang diperuntukkan untuk penyebrangan menuju Desa Trunyan.
Anda bisa menyewa boat, satu buah boat muat sekitar 7 penumpang,
berwisata mengelilingi danau Batur yang indah, kemudian melanjutkan
penyebrangan mengunjungi Desa Trunyan.
Trunyan sendiri diambil dari kata Taru dan Menyan, taru artinya
pohon dan menyan artinya harum, sehingga pohon yang berbau harum
diyakini dapat menyerap bau, sehingga mayat tidak mengeluarkan bau.
Konon karena perintah raja, khawatir dengan pohon menyan yang baunya
harum dan menyengat hidung, membuat banyak orang yang akan
mencarinya, nah untuk menghindari hal ini, maka di bawah pohon ditaruh
jenazah-jenazah yang diharapkan mengeluarkan bau busuk, jenazah yang
diharapkan akan mengeluarkan bau busuk ternyata tidak mengeluarkan
bau sama sekali dan taru menyanpun tidak mengeluarkan bau harum lagi.
Dan tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang.
Tapi tidak semua jenazah di biarkan di alam terbuka di bawah taru
menyan, tempat ini hanya diperuntukkan bagi yang meninggal sudah
dewasa, meninggal secara normal dan tidak cacat, untuk jenazah bayi di
kubur seperti biasanya di Sema Muda dan jenazah yang cacat, meninggal
karena tidak normal karena bunuh diri, dibunuh, kecelakaan dikuburkan di
Sema bantas.
6. Perang Ketupat , Satu lagi tradisi unik di Bali yaitu Perang Ketupat yang
dirayakan satu tahun sekali di desa Kapal, Kabupaten Badung. Tujuan
diadakan prosesi ini sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas hasil panen dan untuk doa keselamatan dan memohon
kesejahteraan bagi umat manusia. Lama prosesi perang ketupat atau Aci
16

Rah Penganngon ini sekitar 30 menit di jalan raya, sehingga arus lalu
lintas sementara dalam waktui 30 menit ditutup, upacara diikuti oleh
warga desa kapal. Tradisi ini memnag unik sehingga banyak disaksikan
wisatawan.
Ada tradisi yang sama mengenai perang ketupat ini di wilayah
Indonesia di luar pulau Bali. Tradisi perang ketupat ini dirayakan di
Tempilang, Bangka Barat, Bangka Belitung, tujuan dari tradisi tersebut
menggambarkan perang terhadap makhluk-makhluk halus yang jahat,
yang sering mengganggu kehidupan masyarakat. Tujuannya berbeda
dengan yang di Bali, warisan budaya leluhur ini memang masih dirayakan
secara turun-temurun. Tradisi di Bali ini menjadi tontonan unik bagi para
pelancong yang kebetulan dalan perjalanan wisata tour.
Sebelum prosesi ini digelar, peserta yang hanya melibatkan kaum
pria ini melakukan persembahyangan bersama. Seperti namanya perang
ketupat, tentu peluru yang digunakan adalah sebuah ketupat, yang
dikumpulkan dari warga kapal, dan warga dipisah menjadi 2 kelompok
yang nantinya saling serang dengan ketupat, saat perang dimulai semua
saling serang satu-sama lainnya. Dan setelah perang ketupat usai, mereka
saling berjabat tangan, bercerita satu sama yang lain, tidak ada
permusuhan diantara mereka, hanya berupa ungkapan syukur atas karunia
yang mereka peroleh.
7. Ngusaba Bukakak, Upacara Bukakak, salah satu budaya dan tradisi unik
yang hanya ada di Bali Utara, tepatnya di desa Adat Sangsit, Kecamatan
Sawan, Buleleng. Begitu banyaknya budaya warisa leluhur yang masih
terjaga dengan baik di Bali. Tujuan dari Upacara Bukakak ini untuk
melakukan

permohonan

kepada

Sanghyang

Widhi

Wasa

dalam

manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan agar diberikan kesuburan kepada


tanah-tanah pertanian mereka supaya hasil panennya berlimpah ruah.
Tradisi ini hanya dilakukan di daerah Singaraja, jika kebetulan anda
sedang wisata di Bali dan melakukan perjalanan tour ke daerah Bali Utara
seperti Lovina anda bisa menyaksikan prosesi upacara ini pada bulan
April kalender Jawa atau bulan punama sasih kedasa menurut kalender
Bali.

17

Pengertian bukakak adalah babi guling yang dibikin matang hanya


bagian dada saja, upacara ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu dan
masih terperihara hinggga sekarang, pada mulanya upacara ini dilakukan
1 tahun sekali, namun karena terkendala biaya, akhirnya upacara ini
dilakukan setiap 2 tahun sekali.Prosesi ini mengarak bukakak dengan
segala perlengkapan upacaranya diiringi dengan gamelan Tik Nong, yang
diyakini tempat berstana dewi kesuburan, perjalanan arak-arakan ini
lumayan jauh, mengelilingi persawahan, dan kemudian menuju sebuah
Pura desa tempat berstana Dewi Sri/ dewi kesuburan. Pengusung bukakak
sendiri dibagi menjadi 2 kelompok, untuk pengusung bukakak harus sudah
dewasa/ menikah dan pengusung sarat alit para remaja.
Keanehan muncul saat upacara bukakak berlangsung, setelah
diperciki air suci para pengusung bukakak seperti dirasuki kekuatan yang
melebihi kekuatan manusia normal, para pengusung buakakak ini
mengaum, sepertinya kemasukan roh dan tidak lazim. Persiapan yang
dilakukan dalam upacara Ngusaba Bukakak ini, Pembersihan upacara
perlengkapan, Membuat Dangsil bersegi empat, dari pohon pinang,
dengan rangkaian bambu dihiasi dengan daun enau tua dirangkai dengan
bambu, dihiasi daun enau tua, dibuat bertingkat yang melambangkan Tri
Murti (Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa), Mengadakan upacara Ngusaba di
pura yang terdapat di desa setempat, Upacara Gedenin di pura Subak.
8. Upacara Ngedeblag, Tradisi upacara Ngedeblag hanya dilakukan di desa
Pekraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Prosesi ini dirayakan
di setiap Hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan sasih
keenam (kalender Bali) yang digelar sekali dalam setahun, tujuannya
untuk mengatisipasi perubahan musim yang akan datang sehingga
terhindar dari segala bencana, seperti longsor, banjir maupun penyakit dan
diberkahi keselamatan. Upacara ini dilakukan secara tutun temurun oleh
warga Kemenuh.
Upacara ini tergolong unik, ratusan warga yang terdiri dari anakanak, remaja dan dewasa, bergerombol dengan hiasan yang menyeramkan
atau penampilan wajah yang dicoret-coret sepert komedian. Mereka

18

berjalan keliling desa sambil membawa air suci (memundut tirta), dengan
mengarak sepasang barong sakral, sambil membunyikan gamelan,
kentongan, ataupun perabotan rumah tangga, daun pohon enau, untuk
kemudian menggelar arak-arakan keliling desa. Setiap melewati ujung
desa sepasang barong tersebut diupacarai. Juga disetiap persimpangan
jalan, para ibu menyambut kedatangan arak-arakan dengan sesajen,
menghaturkan puja-puja untuk pembersihan alam, menetralisir roh-roh
negatif. Karena mereka yakin dunia ini telah kotor oleh ulah manusia,
sehingga perlu dibersihkan.
9. Ritual Agung Briyang, Ritual Agung Briyang di rayakan setiap 3 tahun
sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender Hindu Bali, perayaan ini
hanya ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi desa ini sekitar 40 km
barat laut kota Singaraja. Tujuan mengadakan upacara Agung Briyang
adalah untuk melawan dan mengusir roh-roh jahat. Peserta ritual ini adalah
laki-laki warga Sidetapa yang menggunakan busana khas tradisional Bali
terbaik. Tradisi unik unik ini masih turun-temurun oleh warga setempat,
pernah suatu hari semestinya ritual ini harus dirayakan, tidak dilakukan
maka terjadi banyak bencana yang terjadi.
Ritual Agung Briyang dilakukan di tengah halaman Pura Agung
Candi, laki-laki berdiri di depan api, dan membersihkan aneka senjata
yang mereka bawa seperti, keris, pedang, tombak, dll dan untuk mengusir
dan melawan roh-roh jahat. Antusiasme warga sangat tinggi dalam
mengukuti upacara ini yang tergolong langka, perempuan membawa
persembahan yang warna-warni di atas kepala, ayah dan anak-anak
membawa perlengkapan lain dalam prosesi ini, perayaan Agung Briyang
atau juga disebut Karya Odalan ulang Ngerebeg candi tujuannya untuk
memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, menyambut
para dewa, dan melawan roh-roh jahat.
Sebelum puncak Agung Briyang dilaksanakan, warga desa
melakukan prosesi melasti ke sungai yang ada di desa Sidetapa,
melibatkan ratusan masyarakat, peserta menari dan ada sampai kerauhan
(trans), dilanjutkan dengan ritual sesayutan untuk menyambut para Dewa.

19

Dan sehari setelah ritual puncak dilaksanakan, warga laki-laki berburu


kijang/ rusa untuk keperluan upacara berikutnya, berburu kijang
dikawasan ini tidaklah mudah, karena semakin sempitnya lahan hutan
yang sudah dijadikan lahan pemukiman penduduk, namun setiap akan
diadakan ritual ini, pasti bisa ada saja rusa yang bisa ditemukan.
Budaya bali yang sudah bertahan adalah sebagai berikut:
1. Upacara Ngaben
Pulau Bali yang juga dikenal sebagai Pulau Seribu Pura memiliki ritual
khusus dalam memperlakukan leluhur atau sanak saudara yang telah
meninggal. Apabila di tempat lain orang yang meninggal umumnya
dikubur, tidak demikian dengan masyarakat Hindu di Bali. Sebagaimana
penganut Hindu di India, mereka akan menyelenggarakan upacara kremasi
yang disebut Ngaben, yaitu ritual pembakaran mayat sebagai simbol
penyucian roh orang yang meninggal. Tradisi budaya ngaben ini
merupakan warisan leluhur masyarakat Bali dan diteruskan secara turun
temurun ke anak cucunya. Upacara pengabenan ini juga menjadi salah satu
penarik wisatawan di Bali karena keunikan dan keseniannya. Budaya ini
masih bertahan, dapat kita lihat di puri Ubud yang baru-baru ini
melaksanakan upacara pengabenan dengan membuat bade, dan sarana
upakara lainnya.
2. Ogoh-ogoh, Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung dalam kebudayaan
Bali. Budaya Ogoh-ogoh ini tetap bertahan hingga saat ini. Ogoh-ogoh ini
kebudayaan yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala dan sudah
menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting dalam penyambutan
Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat Hindu Dharma akan
bersukaria menyambut kehadiran tahun baru itu dengan mengarak-arakan
ogoh-ogoh yang dibarengi dengan perenungan tentang yang telah terjadi
dan sudah dilakukan selama ini pada saat Pangerupukan atau sehari
setelah menjelang Hari Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya setiap
tahunnya sama yaitu pada setiap banjar membuat ogoh-ogoh. Mengingat
pentingnya Budaya ogoh-ogoh ini, sampai sekarang masih tetap bertahan
dan lestari, dimana hampir setiap pengrupukan masing-masing seluruh

20

desa pekraman di bali mengarak ogoh-ogoh keliling desa. Disamping itu


dengan keberadaan arak-arakan Ogoh-ogoh yang sudah menjadi tradisi
inilah yang menambah daya tarik wisata. Balipun memiliki budaya yang
menjadi salah satu andalan kepariwisataan.
3. Tradisi Omed-omedan, Tradisi omed-omedan merupakan warisan nenek
moyang sejak dulu dan dilakukan secara turun temurun. Dahulu, omedomedan hanya dilakukan hanya dengan tarik-tarikan, perkembangan jaman
yang pesat lalu berubah ada ciuman. Pada saat sedang berciuman, air
diguyur agar peserta tidak kepanasan dan ciumannya tidak menjadi lebih
lama. Tradisi omed-omedan ini, dilakukan oleh dua kelompok yakni muda
dan mudi. Pemuda berdiri membentuk barisan ke belakang dan saling
berpelukan pada pinggang orang yang di depan. Demikian pula dengan
kelompok pemudi. Jumlahnya tidak dibatasi. Pada saat dikasih aba-aba
maka kelompok dua kelompok ini saling tarik menarik ke belakang,
bertumpuh pada kaki dengan lengan di pingggang. Orang yang mengambil
posisi di depan harus mampu berjalan ke depan sementara yang lain
menarik berlawanan ke belakang. Saat orang yang di depan berhasil maju
ke depan bertemu, disaat itulah keduanya berpelukan dan berciuman.

2.5. SANKSI TERHADAP PELANGGARAN HUKUM ADAT BALI


Hukum adat adalah endapan rasa kesusilaan masyarakat yang
kebenarannya

telah

mendapat

pengakuan

umum

dalam

kehidupan

bermasyarakat. Untuk menjadi aturan Hukum Adat Bali setidaknya telah


mengalami proses yang teruji oleh waktu (berulang dari waktu ke waktu)
dengan penilaian berdasarkan Tri Samaya (atita: penyesuaian dengan masa
lampau; wartamana:

penyesuaian

dengan

masa

sekarang; nagata:

penyesuaian dengan masa yang akan datang); Tri Pramana (praktyasa:


berdasarkan

pengelihatan

langsung;anumana:

berdasarkan

kesimpulan

logis; agama, berdasarkan pemberitahuan orang yang layak dipercaya.

21

Hukum Adat Bali selalu mengusahakan adanya keseimbangan triangulasi


antara Tuhan, manusia, dan alam (Tri Hita Karana). Pelanggaran terhadap
hukum

adat

dianggap

menyebabkan

terganggunya

keseimbangan

kosmis sekala-nislaka. Setiap perbuatan yang menggangu perimbangan


tersebut merupakan pelanggaran hukum dan prajuru desa pakraman perlu
mengambil tindakan-tindakan untuk memulihkan kembali harmoni yang
terganggu.
Maka

pemulihan

itupun

dan niskala (tidak

nyata),

yang

berupa sangaskara

danda (hukuman

mencakup

dunia sekala (nyata)

berwujud pamidanda (hukuman)


dalam

bentuk

pelaksanaan

upacara), artha danda (hukuman berupa pembayaran sejumlah uang atau


harta), dan jiwa danda (hukuman pisik dan psikis). Penjatuhan sanksi
terhadap pelanggar hukum adat umumnya tidak dilakukan secara semenamena, tetapi sudah disyaratkan wenang mesor singgih manut ring kasisipan
ipun (berat ringannya hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahannya
atau pelanggarannya). Dalam hal ini wiweka prajuru desa pakraman sangat
menentukan. Pelaksanaan hukum adat termasuk sanksi adat selalyu
mengutamakan kerukunan dan rasa kepatutan dalam masyarakat. Selain itu
sanksi adat bersifat edukatif, mengutamakan upaya penyadaran dan tuntunan.
Peraturan adat-istiadat dapat dikatakan sebagai sebuah hukum bila
tindakan-tindakan yang oleh masyarakat dikatakan patut dan mengikat
masyarakat serta dirasa perlu untuk dipertahankan maka peraturan tersebut
bersifat hukum. Ter Haar mengatakan bahwa hukum adat dapat berlaku
bilamana dilakukan penetapan-penetapan oleh petugas hukum seperti kepala
adat melalui rapat adat(Surojo Wignjodipuro, 1967:19 dalam Wirawan, 1990:
31). Lebih jauh dijelaskan oleh Vollenhoven hukum adat ada cukup dengan
segala tingkah laku di dalam masyarakat yang menurut perasaan keadilan
rakyat harus ditaati semua orang.
Salah satu unsur dalam hukum adalah adanya sanksi atas pelanggran
hukum. Sanksi merupakan hukuman yang mengenai setiap subjek yang
melanggar hukum. Sanksi adat sendiri merupakan reaksi adat atau koreksi

22

adat yang bertujuan mengembalikan ketidakseimbangan termasuk yang


bersifat magis akibat terjadinya pelanggaran(Dherana dan I Made Widnyana,
1975:13 dalam Purwati, 1990:4). Secara garis besar sanksi dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Penggantian kerugian immaterial
2. Pembayaran uang adat
3. Berselamatan atau ritual upacara dalam rangka membersihkan masyarakat
dari kotoran gaib
4. Penuntutan permohonan maaf
5. Hukuman fisik sampai pada hukuman mati
6. Pengasingan dari masyarakat (Soepomo, 1963:94-95 dalam Purwati,
1990)
Laporan Penelitian Identifikasi dan Inventarisasi Delik Adat Bali
menyebutkan sanksi

pelanggaran terhadap hukum adat di Bali sebagai

berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keharusan untuk meaksanakan upacara


Pemberin denda
Larangan memasuki tempat suci
Cemoohan, pengucilan,kesepekang
Pemecatan sebagai persekutuan warga
Pidana

23

BAB III PENUTUP


3.1 SIMPULAN
Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Adat adalah
gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu
daerah. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke
generasi.
Tradisi, adat, dan budaya yang sudah rapuh di bali yakni eksistensi
desa adat di bali, Menciutnya areal persawahan beririgasi akibat alih
fungsi, kesediaan air semakin terbatas, Kerusakan lingkungan khususnya
pencemaran sumber daya air, dan Kesenian Gambuh Dikhawatirkan
Rapuh. Tradisi, adat, dan budaya bali yang sudah ilang adalah Arsitektur
Rumah Bali yang Hilang Dari jaman dahulu, dan penggak orang bali yag
sudah ilang. Tradisi, adat, dan budaya di bali yang masih bertahan adalah
gebug ende, mekare-kare, omed-omedan, mekotek, pemakaman di
trunyan, perang ketupat,

ngusaba bukakak, upacara ngedeblag, Ritual

Agung Briyang, ngaben, melasti, dan ogoh-ogoh.


Saksi erhadap masyarakat adat yang melanggar hukum adat atau
adat-istiadat,

Hukum

Adat

Bali

selalu

mengusahakan

adanya

keseimbangan triangulasi antara Tuhan, manusia, dan alam (Tri Hita


Karana). Pelanggaran terhadap hukum adat dianggap menyebabkan
terganggunya keseimbangan kosmis sekala-nislaka. Setiap perbuatan yang
menggangu perimbangan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan
prajuru desa pakraman perlu mengambil tindakan-tindakan untuk
memulihkan kembali harmoni yang terganggu. Salah satu unsur dalam
hukum adalah adanya sanksi atas pelanggran hukum. Sanksi merupakan
hukuman yang mengenai setiap subjek yang melanggar hukum. Sanksi
adat sendiri merupakan reaksi adat atau koreksi adat yang bertujuan

24

mengembalikan ketidakseimbangan termasuk yang bersifat magis akibat


terjadinya pelanggaran
3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini saya sangat mengucapkan banyak
terima kasi kepada pihak dan teman teman yang sudah mau membantu
kami dalam menyelesaiakan makalah ini tepat pada waktunya.Tentunya
kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kalimat kalimat yang kurang jelas,tepat dan belum sesuai dengan yang
diharapkan dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Namun disamping itu saya membutuhkan saran-saran dari rekanrekan selaku pembaca makalah ini agar berkenan memberikan saran agar
dalam penyusunan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi dan dapat
dijadikan bahan pengajaran yang mampu membantu mempermudah
mahasiswa dalam memahami materi tentang tradisi , adat, dan budaya.
Dimana dalam makalah ini saya membahas mengenai tradisi, adat, dan
budaya bali yang sudah ilang, luntur dan masih bertahan. Kemudian
mengenai sansi terhadap pelanggaran adat istiadat pada desa adat.

25

Anda mungkin juga menyukai