Anda di halaman 1dari 10

KARYA TULIS

TENTANG MASYARAKAT TERASING DI PULAU SUMATRA

“SUKU SAKAI”

KELOMPOK:
ADE LUTFI LATIPAH
HILMAN HERDIANA
LA VIOLA
LOVINI
OKTAVIANI RIANTI

SMP NEGERI 1 CIJEUNGJING


SEKOLAH STANDAR NASIONAL
Alamat : Jl. Raya Ciamis – Banjar No. 388 Cijeungjing – Ciamis 46271
E-mail : smpn1cijeungjing@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini
masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang
luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan karya tulis tentang masyarakat terasing
yang ada di Indonesia.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua,
yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

A. SUKU SAKAI................................................................................................... 1

B. KEHIDUPAN SUKU SAKAI................................................................................2

a. ASAL USUL SUKU SAKAI...............................................................................

b. KEPERCAYAAN SUKU SAKAI................................................................... .....

c. CARA HIDUP SUKU SAKAI............................................................................3

d. KEHIDUPAN BERLADANG.............................................................................

e. SUKU SAKAI TERANCAM PUNAH.................................................................4

f. MAKANAN POKOK SUKU SAKAI....................................................................


A. SUKU SAKAI

Indonesia memiliki banyak sekali suku kelompok terasing yang hidupnya


dan budaya yang masing-masing ada kisah berpindah-pindah di hutan. Sebagai
dan cerita uniknya sendiri. Salah satu suku keturunan Minangkabau, suku ini
yang memiliki keunikan tersendiri adalah melakukan migrasi ke Tepi Sungai Gasib,
Suku Sakai. Suku Sakai ini adalah salah hulu Sungai Rokan, di pedalaman Riau
satu suku yang hidup di pedalaman Riau, pada abad ke-14 lalu.
Sumatera. Suku ini sering dicirikan sebagai

Suku Sakai sangat bergantung kepada kawasan hutan seiring waktu berubah
alam, meskipun sebagian dari mereka menjadi daerah industri dan usaha, Suku
sudah menerapkan pertanian dan juga Sakai pun mulai kehilangan
berladang. Tapi, bagaimana pun juga alam kehidupannya. Di bawah ini beberapa
adalah rumah mereka dan juga tempat keunikan Suku Sakai.
mencari penghidupan. Sayangnya, karena

Kelompok sosial Orang Sakai terbagi menjadi Perbatinan Lima (Batin nan Limo) dan
Perbatinan Delapan (Batin nan Salapan). Perbatinan ini dibedakkan dari ciri-ciri tanah yang
dimiliki masing-masing perbatinan. Tanah yang dimiliki Batin Salapan ditandai dengan kayu
kapur dan sialang. Sementara Batin nan Limo ditandai dengan gundukan tanah.

 Perbatinan Lima. Perbatinan ini berasal dari 5 keluarga yang sebelumnya tinggal di desa
Mandau meminta ke kepala desa Mandau untuk diberikan tanah karena tidak bisa
kembali lagi ke kerajaan Pagaruyung ataupun ke Kunto Bessalam. Oleh kepala desa
diberikan hak ulayat di beberapa daerah yang nantinya menjadi cikal bakal daerah
Perbatinan Lima. Setelah beberapa tahun tinggal di desa Mandau, rombongan yang

1
berjumlah lima keluarga ini, memohon untuk di beri tanah atau hutan untuk mereka
menetap dan hidup, karena tidak mungkin bagi mereka untuk kembali ke Pagarruyung.
Oleh kepala desa Mandau, masing-masing keluarga di beri hak atas tanah-tanah atau
hutan-hutan. Yaitu di daerah sekitar Minas, sungai Gelutu, sungai Penaso, sungai
Beringin, dan di daerah sungai Ebon.

 Perbatinan Delapan. Perbatinan ini berasal dari rombongan dari Pagaruyung yang
dipimpin oleh Batin Sangkar yang memecah rombongan menjadi delapan. Masing-
masing rombongan membuka hutan untuk dijadikan tempat pemukiman.

B. KEHIDUPAN SUKU SAKAI


Kehidupan masyarakat Sakai saat ini sudah banyak dipengaruhi oleh pendatang serta
pekerja perkebunan dari tanah Jawa, Medan, Padang dan juga beberapa daerah di Sumatra
lainnya.

Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan
pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Akibatnya,
masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di
bidang lain belum biasa mereka jalani.

a. Asal Usul Suku Sakai

Orang sakai nama sakai berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, A-ir, K-
ampung, A-nak, I-kan. Hal itu mencerminkan pola-pola kehidupan mereka, di kampung, tepi-
tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai yang banyak ikannya dan yang cukup airnya untuk
minum dan mandi.

Menurut Moszkowski (1089) yang di kutip oleh Loeb (1935), orang sakai adalah orang
veddoid yang bercampur dengan orang-orang minangkabau yang datang bermigrasi pada
sekitar abad ke-14 ke daerah Riau, yaitu ke Gasib, di tepi sungai Gasib, di hulu sungai Rokan.
Gosib kemudian menjadi sebuah kerajaan, kemudian kerajaan gasib di hancurkan oleh
kerajaan aceh, dan warga masyarakat ini melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar daerah
sungai-sungai Gasib, Rokan, dan Mandau serta seluruh anak-anak sungai Siak.
Mereka adalah nenek moyang orang sakai.

Ada banyak simpang siur soal asal-usul Sakai. Konon, kata Sakai merupakan
kepanjangan dari Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. Artinya mereka hidup di sekitar sungai
serta bergantung pada hasil kekayaan sungai untuk bertahan hidup. Ciri-ciri fisik mereka
lebih didominasi kulit cokelat yang agak gelap serta rambut yang berombak. Karena mereka
tergolong dalam ras Veddoid. Banyak yang meyakini kalau Suku Sakai berasal dari keturunan
Pagaruyung, Minangkabau. Mereka hijrah ke Riau berabad-abad lalu.

2
Ada Banyak Perdebatan Terkait Asal-Usul Suku Sakai. Tapi ada juga yang berpendapat
bahwa Suku Sakai ini berasal dari keturunan Nabi Adam yang langsung hijrah dari tanah
Arab. Mereka terdampar di Sungai Limua lalu hidup di Sungai Tunu. Hanya saja untuk
pendapat yang satu ini tidak ada sumber tertulisnya. Ada juga yang menyebutkan kalau Suku
Sakai ini berasal dari kelompok ras terbaru yang disebut sebagai Melayu Tua atau Proto-
Melayu dan Melayu Muda atau Deutro-Melayu.

Awalnya, Melayu Tua datang pada tahun 2.500-1500 tahun sebelum Masehi. Lalu
disusul migrasi dari Melayu Muda. Pada akhirnya, Melayu Tua tersingkir karena kemampuan
kelompok Melayu Muda bertahan hidup lebih baik. Kelompok Melayu Tua terdesak ke
daerah di pedalaman dan bertemu dengan orang-orang yang berasal dari ras Wedoid dan
Austroloid. Nenek moyang orang Sakai dipercaya berasal dari hasil campuran keduanya.

b. Kepercayaan Suku Sakai

Orang Sakai banyak yang memeluk Islam. Tapi di antara mereka ada yang masih
memiliki kepercayaan animisme, yakni semacam kepercayaan terhadap kekuatan magis dan
makhluk halus. Dalam bahasa mereka, makhluk gaib atau halus ini kerap dipanggil sebagai
Antu.

Ilustrasi Suku Sakai Memiliki Kepercayaan Akan Antu. Orang-orang Sakai percaya kalau
Antu ini mempunyai kehidupan seperti manusia. Jadi, para Antu dipercaya juga hidup
berkelompok dan punya pemukiman sendiri. Menurut kepercayaan masyarakat Sakai

3
tersebut, pusat pemukiman Antu berada di tengah rimba hutan belantara yang tak dijamah
manusia.

c. Cara Hidup Suku Sakai yang Bergantung pada Alam

Hidup bergantung pada alam, segala sesuatunya sebisa mungkin dibuat dari semua
bahan yang sudah tersedia di alam. Salah satunya adalah Timo. Timo ini merupakan wadah
yang dibuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Tapi ada juga yang beberapa bagiannya
dibuat dari rotan. Jadi sisi wadah dibuat dari kulit kerbau dan batas lingkarannya terbuat dari
rotan yang kemudian diberi tali yang juga terbuat dari bahan rotan. Timo ini umumnya
berfungsi sebagai wadah untuk menampung madu.

Ada juga alat yang bernama Gegalung Galo. Ini merupakan alat pertanian yang
digunakan Suku Sakai yang hidup dengan cara bertani. Jadi alat ini merupakan sejenis
penjepit yang terbuat dari bambu serta batang pepohonan. Fungsinya untuk menjepit ubi
manggalo untuk diambil sari patinya. Ubi manggalo sendiri merupakan salah satu jenis
tanaman yang biasa ditanam oleh Suku Sakai dalam kebiasaan bertaninya. Nantinya, sari pati
dari ubi manggalo akan ditampung di Timo. Pakaian orang-orang Sakai juga dibuat dari
bahan yang sudah ada di alam. Bahannya biasa diambil dari kulit pohon. Dengan pakaian
tersebut, Suku Sakai melindungi tubuhnya saat hidup berpindah-pindah atau nomaden.
Suku Sakai Punya Aturan Sendiri dalam Berladang.

d. Kehidupan Ekonomi Suku Sakai

1. Berladang.

Setiap orang Sakai harus memiliki sebidang tanah, bahkan orang dewasa atau remaja
yang masih bujangan pun harus memiliki tanah atau ladang. Karena hanya dari ladang itulah
mereka dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Untuk pembuatan ladang melalui
empat tahapan. Yaitu, memilih tempat untuk berladang. Tanah yang dipilih biasanya tidak
banyak semak belukarnya. Tanahnya miring agar tidak tergenang air, berdekatan dengan
anak sungai atau air yang mengalir, dan tidak ada sarang semutnya.Yang kedua, membuka
hutan untuk dijadikan ladang. Mereka   tahu Batin, tentang maksud membuka ladang
diwilayah hutan yang mereka pilih. Bila telah selesai urusan ini, maka mereka menebang
pohon-pohon yang ada dihutan yang mereka pilih. Yang ketiga, mereka menanam benih

4
padi. Kemudian mereka menanam ubi kayu beracun dan sayur-sayuran serta tanaman-
tanaman lainnya.

2. Menjerat hewan, menangkap ikan dan meramu hasil hutan.

Biasanya orang Sakai juga menjerat berbagai jenis hewan liar, (kijang, kancil, babi
hutan) atau hewan lainnya yang secara tidak sengaja terjerat. Mereka juga menangkap ikan
dengan menggunakan cukah yang terbuat dari anyaman rotan. Selain itu, mereka juga
menggunakan jaring untuk menangkap ikan kecil-kecil. Serta menggunakan serok untuk
udang-udang yang berada dirawa-rawa. Kegiatan ini dilakukan ketika kegiatan diladang
berkurang atau seusai menanam padi.Disamping itu mereka juga meramu atau
mengumpulkan hasil hutan. Seperti dahan-dahan kering untuk kayu bakar, jamur setelah
hujan turun, pucuk-pucuk daun untuk bumbu, damar, kemenyan, kapur barus dan karet.

*Membuka ladang ada aturannya sendiri [Image Source]

Dalam kepercayaan animisme, gagal panen diartikan adanya Antu yang mengganggu
mereka. Para Antu akan mengganggu masyarakat yang tak menuruti aturan adat dalam
berladang. Sayangnya, kehidupan Suku Sakai seiring waktu jadi tersingkir. Penebangan
pohon dan eksplorasi yang berlebihan membuat kehidupan Suku Sakai jadi terancam. Hidup
bergantung pada alam lalu alam rusak, jelas upaya bertahan hidup jadi makin tak mudah.

e. Suku Sakai Terancam Punah

Pola hidup Suku Sakai yang selalu berusaha menjaga keseimbangan ekosistem alam
membuat mereka dijuluki suku penjaga hutan. Makin rusaknya hutan dan alam serta
hilangnya sejumlah pantangan atau aturan adat yang tadinya dianut, membuat suku ini
terancam punah. Alasan lain yang membuat Suku sakai mulai hilang adalah karena
rendahnya pengetahuan mereka tentang kemajuan dan teknologi. Sehingga mereka sering
diremehkan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab yang ingin
merusak alam.

Tradisi nomaden pun mulai ditinggalkan oleh Suku Sakai karena hutan di wilayah Riau
yang makin berkurang. Kini, kabarnya Suku Sakai tak cuma tinggal di Provinsi Riau saja.
Populasi mereka sudah menyebar di berbagai daerah, seperti Jambi. Sudah banyak yang
berbaur dengan orang luar yang lebih modern. Bahkan ada yang sudah lebih maju dengan

5
mengenyam pendidikan yang lebih layak. Tampaknya melihat kembali Suku Sakai yang
bergantung pada hasil kekayaan sungai dan mencari ikan sudah sangat sulit saat ini.

f. Makanan Pokok Suku Sakai

Menggalo mersik merupakan makanan utama dari Suku Sakai. Menggalo mersik


merupakan olahan dari ubi menggalo atau ubi racun. Proses pembuatan menggalo mersik ini
cukup panjang. Ubi dibersihkan, direndam selama kurang lebih tiga hari, diparut, diperas,
kemudian dikeringkan dan disangrai. Hasilnya, berupa serbuk yang cukup menyerupai kerak
nasi ataupun tepung kasar.

Cita rasa Menggalo agak hambar dan agak apek. Bisa disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Pertanggung jawaban pembuatan dan penyimpanan menggalo ini oleh kaum
perempuan.

Memakan menggalo lebih nikmat bila dicampur dengan gula merah cair. Menggalo juga
merupakan makanan pokok dari Suku Sakai. Menurut seorang perempuan dari suku Sakai,
bila tidak makan menggalo tidak merasa kenyang. Kebalikan dengan orang Indonesia pada
umumnya yang mengatakan bila tidak makan nasi tidak kenyang.

6
DAFTAR PUSTAKA

https://www.boombastis.com/suku-sakai/83808

https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Sakai

https://www.gatra.com/detail/news/436785/lifestyle/suku-sakai-suku-
terasing-riau-dan-makanan-pokoknya

https://www.goriau.com/berita/baca/sejarah-suku-sakai-ada-di-duri-
dan-kondisinya-saat-ini.html

https://cdn2.boombastis.com/wp-content/uploads/2016/12/ilustrasi-
Suku-Sakai-Memiliki-Kepercayaan-Akan-Antu.jpg

http://wartasejarah.blogspot.com/2015/06/kebudayaan-suku-sakai-di-
kecamatan.html

Anda mungkin juga menyukai