Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Suku Dayak Bakumpai (Belanda: Becompaijers/Bekoempaiers) adalah salah satu
subetnis Dayak Ngaju yang beragama Islam. Suku Bakumpai terutama mendiami
sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah yaitu dari kota Marabahan (sebagai pusatnya) sampai kota Puruk Cahu, Murung
Raya. Suku Bakumpai merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan
merupakan 7,51% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Bakumpai
tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930
Suku Bakumpai berasal bagian hulu dari bekas Distrik Bakumpai sedangkan di
bagian hilirnya adalah pemukiman orang Barangas (Baraki). Sebelah utara (hulu) dari
wilayah bekas Distrik Bakumpai adalah wilayah Distrik Mangkatip (Mengkatib)
merupakan pemukiman suku Dayak Bara Dia atau Suku Dayak Mangkatip. Suku
Bakumpai maupun suku Mangkatip merupakan keturunan suku Dayak Ngaju dari Tanah
Dayak.
Suku Bakumpai banyak mendapat pengaruh bahasa, budaya, hukum adat, dan
arsitektur Banjar, karena itu suku Bakumpai secara budaya dan hukum adat termasuk
ke dalam golongan budaya Banjar, namun secara bahasa, suku Bakumpai memiliki
kedekatan dengan bahasa Ngaju.
Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di
pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang
melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada
abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar), Orang
Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari
Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Sebagian besar
masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti mengenai
jumlah orang Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI
menyatakan bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak 4.995 jiwa.
Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup
berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri
tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang
menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa
sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen
dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang
ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai
kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum
biasa mereka jalani.

http://diasdiari.blogspot.com/2014/02/makalah-suku-dayak-bakumpai-dan-suku.html
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
a.     Suku Dayak Bakumpai
Secara etimologis, bakumpai adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami
daerah aliran sungai barito. Bakumpai berasal dari kata ba (dalam bahasa banjar yang
artinya memiliki) dan kumpai yang artinya adalah rumput.
Dari julukan ini, dapat dipahami bahwa suku ini mendiami wilayah yang memiliki
banyak rumput. Menurut legenda, bahwa asal muasal suku dayak bakumpai adalah
dari suku dayak ngaju yang akhirnya berhijrah ke negeri yang sekarang disebut dengan
negeri marabahan.
Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini
dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya.
Kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik,
seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi
rumput. Orang tersebut tidak lain adalah Nabiyullah Khidir as. Di dalam cerita mereka
kemudian masuk agama islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu suku.
Suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agama di
suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut,
sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
Suku dayak bakumpai dahulunya memiliki suatu kerajaan yang lebih tua
dibandingkan dengan kerajaan daerah banjar, akan tetapi karena daya magis yang
luar biasa akhirnya kerajaan ini berpindah ke sungai barito dan rajanya dikenal
dengan nama datuk barito.
Dari daerah marabahan ini mereka menyebar ke aliran sungai barito. Dari cerita
rakyat, bahwa ada suatu daerah di kabupaten murung raya yaitu muara untu pada
mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa jin bernama untu.
Kemudian ada dari suku bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami daerah tersebut
yang bernama Raghuy. Sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami
muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raghuy.
b.     Suku Sakai
Nama sakai dalam sebutan bagi penduduk pengembara yang terpencil dari lalu
lintas kehidupan dunia kekinian di Riau. Mereka tinggal di bagian hulu sungai Siak.
Menurut Boehari Hasmmy (dlm Parsudi Suparlan), mengatakan bahwa orang sakai
datang dari kerajaan Pagaruyung Minangkabau Sumatera Barat dalam dua gelombang
migrasi. Kedatangan pertama diperkirakan terjadi sekitar abad ke 14 langsung ke
daerah Mandau. Sedangkan yang datang kemudian diperkirakan tiba di Riau abad ke
18, yang datang di kerajaan Gasib dan kemudian hancur diserang oleh kerajaan Aceh,
sehingga penduduknya lari ke dalam hutan belantara dan masing-masing membangun
rumah dan ladangnya secara terpisah satu sama lainnya di bawah kepemimpinan salah
seorang diantara mereka.
Orang sakai tergolong dalam ras Veddoid dengan ciri-ciri rambut keriting
berombak. Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-laki sekitar 155 cm dan
perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain, orang Sakai menggunakan
bahasa sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-logat bahasa batak Mandailing,
bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.
Menurut Moszkowski (1908) dan kemudian dikutib oleh Loeb-(1935) Orang Sakai
adalah Orang Veddoid yang bercampur dengan orang Minangkabau yang datang
berimigrasi pada sekitar abad ke-14 ke daerah Riau, yaitu  ke Gasib, di tepi sungai
gasib di hulu sungai Rokan. Gasib kemudian menjadi sebuah kerajaan dan kerajaan ini
kemudian dihancurkan oleh kerajaan Aceh, dan warga masyarakat ini melarikan diri
ke hutan-hutan di sekitar daerah sungai-sungai Gasib, Rokan dan Mandau serta seluruh
anak-anak sungai Siak. Mereka adalah nenek moyang orang sakai. Sedangkan menurut
Boechari Hasny (1970) yang memperoleh keterangan mengenai asal-muasal orang
sakai dari para orang tua sakai, berasal dari Pagaruyung, Batusangkar, dan dari
Mentawai.
Arti Nama Sakai:
Nama Sakai konon berasal dari huruf awal kata Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan.
Maknanya, mereka adalah anak-anak negeri yang hidup di sekitar sungai dan mencari
penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan.
Jelas julukan ini diprotes oleh masyarakat suku Sakai yang sudah maju, karena
hal tersebut berkonotasi pada hal yang tidak kuno dan bodoh, serta tidak mengikuti
kemajuan jaman. Sedangkan kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah tidak lagi
banyak yang masih melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah hutan yang
semakin sempit di daerah Riau.
2.2 Mata Pencaharian
a.     Suku Dayak Bakumpai
Kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Bakumpai adalah bertani dan berladang,
serta memanfaatkan lahan hutan untuk perburuan dan saat ini mereka juga banyak
yang sudah bekerja di sektor pemerintah dan sektor swasta, selain itu berdagang dan
menjalankan usaha mandiri.
b.     Suku Sakai
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Suku Sakai adalah nelayan. Mereka 
hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di
sungai berupa ikan.
2.3 Agama/Sistem Religi
a.     Suku Dayak Bakumpai
Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam, karena sejak masa lalu telah
terjadi hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar. Saat ini tidak ada lagi dari
masyarakat suku Dayak Bakumpai yang masih mengamalkan tradisi agama asli suku
dayak seperti Kaharingan.
Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu kaharingan, hal ini
dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti suku dayak lainnya.
kemudian mereka menjumpai akan wilayah itu seorang yang memiliki kharismatik,
seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi
rumput. Orang tersebut tidak lain adalah Nabiyullah Khidir as. Di dalam cerita mereka
kemudian masuk agam islam dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu suku.
suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agama di
suatu daerah dengan gurunya khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut,
sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
b.     Suku Sakai
Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari
orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di
antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan
agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan
magis, dan tentang mahkuk halus. Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai
adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘hantu‘, atau mahluk gaib yang ada di
sekitar mereka.
2.4 Sistem Perkawinan
a.     Suku Dayak Bakumpai
Karena suku Dayak Bakumpai merupakan subetnis dari suku Dayak Ngaju, Sistem
perkawinan yang mereka anut sama. Karena, penduduk suku Dayak Bakumpai adalah
penduduk yang hijrah dari suku Dayak Ngaju.
Tata cara perkawinan pada masyarakat suku Dayak Bakumpai disebut “Pelek
Rujin Pangawin. Ritual upacara perkawinan merupakan salah satu ritual keagamaan
sekaligus dianggap adat yang mencirikan keberadaan suku Dayak Bakumpai sebagai
suatu kelompok masyarakat adat.
b.     Suku Sakai
Perkawinan dalam masyarakat Suku Sakai biasanya didahului oleh sebuah
hubungan personal yang dekat dan mendalam. Hubungan ini lahir dari interaksi sosial
yang intensif di antara keduanya, yang biasanya terjalin melalui kegiatan-kegiatan
sosial ekonomi yang melibatkan keduanya. Namun, hubungan ini selalu melibatkan
peran orang tua, terutama dalam konteks pengawasan dan kontrol agar hubungan
tersebut tidak berujung pada hal-hal yang tak diinginkan, misalnya hamil di luar
nikah. Pengawasan yang ketat biasanya berasal dari pihak orang tua dan keluarga
besar si gadis. Bahkan, masyarakat pun turut serta  mengontrol hubungan tersebut,
karena secara adat hubungan seks di luar nikah juga merupakan sebuah larangan.
Ketika kedua belah pihak merasa bahwa hubungan antara si perjaka dan si gadis
sudah nampak semakin serius dan mendalam, maka biasanya orang tua si perjaka
menyuruh anaknya untuk segera melamar si gadis. Jika lamaran tersebut diterima,
maka kedua orang tua bersepakat mencari hari yang tepat untuk melangsungkan
upacara perkawinan tersebut. Biasanya upacara perkawinan diselenggarakan setelah
satu bulan hingga dua bulan semenjak prosesi lamaran.

2.5 Kebudayaan
a.     Suku Dayak Bakumpai
Kebudayaan dan adat istiadat serta tradisi asli suku ini telah banyak menyerap
dari budaya dan adat istiadat suku Melayu Banjar. Kebudayaan asli yang masih tersisa
pada suku Dayak Bakumpai adalah ritual Badewa dan Manyanggar Lebu.
b.     Suku Sakai
Suku Sakai memliki budaya tradisi pakaian yang terbuat dari kulit atau pelepah
pohon.
Suku Sakai juga memiliki kebudayaan / tradisi Petang-megang atau bersuci diri
merupakan satu-satu budaya sakai yang masih bertahan atau dilestarikan. Tradisi
Petang-megang diselenggarakan menjelang Ramadan saat ini. Namun, sekarang
kebudayaan ini hanya dilakukan  di beberapa kota/kabupaten saja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bakumpai adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami daerah aliran sungai
barito. Bakumpai berasal dari kata Ba (dalam bahasa banjar yang artinya memiliki)
dan kumpai yang artinya adalah rumput. Kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak
Bakumpai adalah bertani berladang. Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam,
karena sejak masa lalu telah terjadi hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar.
Karena suku Dayak Bakumpai merupakan subetnis dari suku Dayak Ngaju, Sistem
perkawinan yang mereka anut sama yakni Pelek Rujin Pangawin.
Nama sakai dalam sebutan bagi penduduk pengembara yang terpencil dari lalu
lintas kehidupan dunia kekinian di Riau. Mereka tinggal di bagian hulu sungai Siak.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Suku Sakai adalah nelayan. Salah satu ciri
masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu adalah
agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di antara orang Sakai yang
telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan agama nenek moyang
mereka. Perkawinan dalam masyarakat Suku Sakai biasanya didahului oleh sebuah
hubungan personal yang dekat dan mendalam. Hubungan ini lahir dari interaksi sosial
yang intensif di antara keduanya. Suku Sakai juga memiliki kebudayaan / tradisi
Petang-megang atau bersuci diri merupakan satu-satu budaya sakai yang masih
bertahan atau dilestarikan.
3.2 Saran dan Kritik
Saya selaku penyusun Paper ini sadar Paper yang telah saya selesaikan ini masih
banyak kekurangan. Jadi, saya mohon kepada Bapak guru untuk memberikan saran
dan kritik yang membangun guna menjadikan Paper saya ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia .org/wiki/Suku_Dayak_Bakumpai
http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku-dayak-bakumpai.html
http://www.anneahira.com/suku-sakai.htm
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2288/the-sakai-traditional-marriage-ceremony
http://www.wisatamelayu.com/id/news/11975-Suku-Sakai-Diminta-Lestarikan-Budaya
Parsudi Suparlan, 1985. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Artikel

Anda mungkin juga menyukai