Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ADAT DAN ISTIADAT KARO

Disusun Oleh : Kelompok 4


1.Nurmala 2211141004
2.Mifta Safitri Rokan 2212141001
3.Azli Anggita Ginting 2211141014
4.Angelika Yesyurun Cicilia 2211141002
5.Petra Ledi Cahyani Mendrofa 2211141003
6.Putri Amelia Anggraini 2211141001

PENDIDIKAN TARI
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada saya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat- Nya
saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Filsafat Pendidikan”.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen Dra.
Dilinar Adlin, M.Pd pada mata kuliah Filsafat Pendidikan.

Penulis juga menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Jadi, saya
mengharapkan kritik dan saran yang akan membangun kesempurnaan makalah
ini.

Medan, 25 Agustus 2o21 Penul


2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................4
BAB II PEMBASAHAN.......................................................................................................5
2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan.............................................................................5
2.2 Kaitan filsafat dengan Pendidikan……………………………………………...8.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..10
3.2 Saran……………………………………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia negara kepulauann yang memiliki 17.504 pulau dan memiliki jumlah penduduk
yang tersebar di berbagai pulau (Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 2010). Setiap
suku di Indonesia mempnyai adat istiadat yang berbeda-beda.Dengan banyaknya pulau dan
sebaran penduduk tersebut, Indonesia dapat di katakan negara yang memiliki keragaman ,
mulai dari suku, ras, agama , budaya, bahasa yang tersebar dari sabang sampai merauke,
di antaranya adalah suku jawa, sunda, melayu, madura, serta suku Batak.
Suku Batak Karo adalah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia.
Suku ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Nama suku ini di jadikan salah
satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Krao). Yaitu, tanah Karo

1.2 RUMUSAN MASALAH


Batak Karo adalah suku yang mendiami Daratan Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku
ini merupakan salah satu suku tebesar di sumatera utara. Nama suku ini di jadikan salah satu
nama Kabupaten di salah satu wilayah yang diami (daratan tinggi Karo) yaitu Tanah Karo.
Suku Batak Karo adalah suku yang mendiami Daratan Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia.

Suku ini merupakan salah satu suku tebesar di Sumatera Utara. Nama suku ini di jadikan salah
satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang diami (daratan tinggi Karo) yaitu Tanah Karo.
Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi
dengan warna merTujuan terdapat pada Suku Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk
masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat

4
pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang
dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum
dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan
rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati.
Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang
dihormati.ah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

1.3 TUJUAN
Tujuan terdapat pada Suku Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk
masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini
disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah
baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil
dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah
yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga
aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini
merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang
dihormati.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PEMBAHASAN ADAT ISTIADAT KARO

Suku Karo (Karo: ᯂᯒᯨ atau ᯂᯒᯭ, Latin: Karo) atau lazim juga disebut Batak Karo
(Karo: ᯆᯗᯂ᯳ ᯂᯒᯨ atau ᯆᯗᯂ᯳ ᯂᯒᯭ, Latin: Batak Karo) adalah suku bangsa atau
kelompok etnik yang mendiami wilayah Sumatra Utara dan sebagian Aceh; meliputi
Kabupaten Karo, sebagian Kabupaten Aceh Tenggara, sebagian Kabupaten Langkat
(Langkat Hulu), Sebagian Kabupaten Dairi, sebagian Kabupaten Simalungun, dan
sebagian Kabupaten Deli Serdang serta juga dapat ditemukan di kota Medan & Kota
Binjai. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatra Utara. Nama suku
ini dijadikan sebagai nama salah satu Kabupaten di Sumatra Utara yaitu Kabupaten
Karo. Suku ini memiliki bahasa yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian
adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan
emas. Konon, Kota Medan didirikan oleh seorang tokoh Karo yang bernama Guru
Patimpus Sembiring Pelawi.

Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa Karo. Suku
Bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan
sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur
Siwaluh, dan Rakut Sitelu.

Orat Tutur Merga Silima

Merga Bapa, jadi merga man anak sidilaki jadi beru man anak sidiberu
Beru Nande, jadi bere-bere man anak sidilaki ras anak sidiberu
Bere-bere Bapa, jadi binuang man anak sidilaki ras anak sidiberu
Bere-bere Nande, jadi perkempun man anak sidilaki ras anak sidiberu
Bere-bere Nini (Bulang) Arah Bapa, jadi kampah man anak sidilaki ras anak sidiberu

6
Bere-bere Nini (Bulang) Arah Nande, jadi soler man anak sidilaki ras anak sidiberu

Berdasarkan Merga ini maka tersusunlah pola kekerabatan atau yang dikenal dengan
Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh dan Perkaden-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada.

Rakut Sitelua, yaitu:


- Senina/Sembuyak
- Kalimbubu
- Anak Beru

Tutur Siwaluh, yaitu:


- Sipemeren
- Siparibanen
- Sipengalon
- Anak Beru
- Anak Beru Menteri
- Anak Beru Singikuri
- Kalimbubu
- Puang Kalimbubu

Perkaden-kaden Sepuluh Dua:


- Nini
- Bulang
- Kempu
- Bapa
- Nande
- Anak
- Bengkila
- Bibi
- Permen

7
- Mama
- Mami
- Bere-bere

Dalam perkembangannya, adat Suku Bangsa Karo terbuka, dalam arti bahwa Suku
Bangsa Indonesia lainnya dapat diterima menjadi Suku Bangsa Karo dengan beberapa
persyaratan adat.

2. Masyarakat Karo terkenal dengan semangat keperkasaannya dalam pergerakan


merebut Kemerdekaan Indonesia, misalnya pertempuran melawan Belanda, Jepang, politik
bumi hangus. Semangat patriotisme ini dapat kita lihat sekarang dengan banyaknya makam
para pahlawan di Taman Makam Pahlawan di Kota Kabanjahe yang didirikan pada tahun
1950.

3. Penduduk Kabupaten Karo adalah dinamis dan patriotis serta taqwa kepada Tuhan
Yang Esa. Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan
modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan.Dalam kehidupan masyarakat
Karo, idaman dan harapan (sura-sura pusuh peraten) yang ingin diwujudkan adalah
pencapaian 3 (tiga) hal pokok yang disebut Tuah, Sangap, dan Mejuah-juah.

Tuah berarti menerima berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, mendapat keturunan, banyak
kawan dan sahabat, cerdas, gigih, disiplin dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup untuk generasi yang akan datang.

Sangap berarti mendapat rejeki, kemakmuran bagi pribadi, bagi anggota keluarga, bagi
masyarakat serta bagi generasi yang akan datang.

Mejuah-juah berarti sehat sejahtera lahir batin, aman, damai, bersemangat serta
keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan manusia, antara manusia dan lingkungan,
dan antara manusia dengan Tuhannya. Ketiga hal tersebut adalah merupakan satu kesatuan

8
yang bulat yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Suku Karo mempunyai
beberapa kebudayaan tradisional, kesenian/seni (sastra) di antaranya tari tradisional:

Piso Surit
Tari Lima Serangkai
Tari Terang Bulan
Tari Baka
Tari Ndikkar
Tari Ndurung
Tari Tongkat
Tari Sigundari
Tari Mbuah Page
Tari Tiga Sibolangit
Pantun
Petatah petitih
Petuah
Syair (bersyair)
Senandung/nandung (dendang)
Gendang
Guro Aron-aron
Gurindam
Anding-andingen
Kuan-kuanen
Bilang-bilang (ratapan)
Cakap Lumat
Dengang Duka
Gundala Gundala
Tari sambut/tari penyambutan/tari persembahan (Tari Mejuah-juah)
Seni Bela diri (Silat Karo)

9
Seni bela diri orang karo merupakan Silat Karo yang dalam Bahasa Karo disebut ndikar.
Kata tersebut mulai jarang digunakan masyarakat Karo sehingga kini asing terdengar.
Masyarakat Karo dewasa ini cenderung menyebutnya dengan nama Silat Karo saja.

Kata ndikar untuk penamaan bela diri/silat dalam Bahasa Karo kadang kerap disamakan
dengan kata Pandikar. Kata ndikar hanya untuk menyebut silat/bela diri, sedangkan pandikar
merupakan seseorang yang mempunyai ilmu bela diri yang tinggi atau bisa juga orang yang
mendalami ilmu bela diri dan memiliki ilmu bela diri.

Seni Musik

Instrumen alat-alat musik tradisional Karo.


Alat musik tradisional suku Karo adalah Gendang Karo. Biasanya disebut Gendang
“Lima Sedalinen” yang artinya seperangkat gendang tari yang terdiri dari lima unsur.

Unsur disini terdiri dari beberapa alat musik tradisional Karo seperti Kulcapi, Balobat,
Surdam, Keteng-keteng, Murhab, Serune, Gendang si ngindungi, Gendang si nganaki,
Penganak dan Gung. Alat tradisional ini sering digunakan untuk menari, menyanyi dan
berbagai ritus tradisi.

Jadi Gendang Karo sudah lengkap (lima sedalinen) jika sudah ada Serune, Gendang si
ngindungi, Gendang si nganaki, Penganak dan Gung dalam mengiringi sebuah upacara atau
pesta Seni Tari.

Pasangan Karo menari


Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek”. Pola dasar tari Karo adalah posisi tubuh,
gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan
gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehinggga tarian tersebut
menarik dan indah.

10
Tarian berkaitan adat misalnya memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara
kematian dan lain-lain. Tarian berkaitan dengan ritus dan religi biasa dipimpin oleh guru
(dukun). Misalnya Tari Mulih-mulih, Tari Tungkat, Erpangir Ku Lau, Tari Baka, Tari Begu
Deleng, Tari Muncang, dan lain-lain.

Tarian berkaitan dengan hiburan digolongkan secara umum. Misalnya Tari Gundala-
gundala, Tari Ndikkar dan lain-lain. Sejak tahun 1960 tari Karo bertambah dengan adanya
tari kreasi baru. Misalnya tari lima serangkai yang dipadu dari lima jenis tari yaitu Tari
Morah-morah, Tari Perakut, Tari Cipa Jok, Tari Patam-patam Lance dan Tari Kabang Kiung.
Setelah itu muncul pula tari Piso Surit, tari Terang Bulan, tari Roti Manis dan tari Tanam
Padi.

Seni Ukir / Pahat


Keragaman seni pahat dan ukir suku Karo terlihat dari corak ragam bangunannya. Dulu
orang yang ahli membuat bangunan Karo disebut “Pande Tukang.”

Hal ini terlihat dari jenis-jenis bangunan Karo seperti Rumah Siwaluh Jabu, Geriten,
Jambur, Batang, Lige-lige, Kalimbaban, Sapo Gunung, dan Lipo. Seni ukir yang menjadi
kekayaan kesenian Karo terlihat pada setiap ukiran bangunannya seperti Ukir Cekili
Kambing, Ukir Ipen-Ipen, Ukir Embun Sikawiten, Ukir Lipan Nangkih Tongkeh, Ukir
Tandak Kerbo Payung, Ukir Pengeretret, dan Ciken.

Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan Gundala-Gundala.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Setiap tradisi merupakan suatu kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat,
tradisi menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang ada di berbagai

11
belahan dunia. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi.
Upacara cawir bulungken dalam masyarakat Batak Karo merupakan suatu upaya untuk
mengharapkan keselamatan dan ketentraman hidup seseorang. Tradisi ini masih dilaksanakan
hingga pada saat ini. Kepercayaan masyarakat Batak Karo akan kekuatan roh-roh nenek
moyang mereka tidak bisa ditinggalkan begitu saja, walau masyarakat Batak Karo sudah
memeluk agama formal melatar belakangi dilaksanakannya upacara ini.
Upacara cawir bulungken dilakukan ketika seseorang masih anak-anak, pelaksanaan
upacara ini hanya boleh dilakukan untuk orang yang bertutur impal saja. Karena impal
merupakan pasangan ideal dalam tata pelaksanaan perkawinan adat-istiadat Batak Karo.
Upacara cawir bulungken ini diyakini sebagai upaya pengikat tendi antara si anak yang sakit
dengan impalnya. Masyarakat Batak Karo percaya dengan upacara cawir bulungken maut
yang selama ini hampir menjemput si anak karena tendinya sudah pergi tidak akan berhasil
karena tendinya sudah diikat sebelumnya dengan impalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Heris. Filsafat Pendidikan Islam. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam


Kementerian Agama, 2012.
Salahuddin, Anas. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011. Waris. Pengantar
Filsafat. Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2014.
Yusuf, Munir. PengantarIlmuPendidikan. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN
Palopo, 2018.

12

Anda mungkin juga menyukai