Anda di halaman 1dari 16

DeeCRITICAL BOOK REPORT

DOSEN PENGAMPU : Dr. PANJI SUROSO, S.Pd., M.Si.

“BUDAYA DAN KEPARIWISATAAN ETNIS KARO”

DISUSUN OLEH

CINDY MARSHELA BR. SEMBIRING (2203142019)

CRISTINUS DANDI SITANGGANG (2203142048)

DEVI ANITA HUTAGALUNG (2202442009)

DIAN MARUBA SINAGA ( )

TAMARISKA MEKA ()

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SENI MUSIK


FAKULTAS BAHASA DAN SENI - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
DESEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun Makalah yang berjudul “BUDAYA DAN
KEPARIWISATAAN SUMATERA UTARA” dengan baik dan lancar sehingga dapat
dikumpul dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan,
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak masalah itu bisa teratasi. Maka dalam
kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan banyak terimah kasih :
1. Bapak Dr. Panji Suroso, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Budaya
dan kepariwisataan Sumatera Utara yang memberikan kepercayaan kepada kami
untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun
hingga terselesaikannya makalah ini dengan tepat waktu.
Saya sangat berharap Makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan pembaca mengenai “kuliah Budaya dan kepariwisataan Sumatera Utara”
Saya sangat menyadari bahwa dalam Makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Medan, 12 Desember 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan diterapkannya kurikulum KKNI pada Universitas Negeri
Medan, para mahasiswa/mahasiswi dituntut untuk lebih kreatif dalam
mengembangkan ide dan kreativitasnya. Dalam Critical Book Report ini mahasiwa
dituntut untuk mengkaji dan mengkritisi sebuah buku, dimulai dengan membaca lalu
meringkas sebuah jurnal menjadi satu kesatuan yang utuh. Dalam critical book report
ini penulis melakukan kajian tentang sebuah buku dengan dimana penulis dituntut
untuk dapat meringkas, memahami isi buku, dan menelaah akan kelemahan dan
keunggulan buku ini.
Selain itu, menjadi seorang mahasiswa pendidikan musik, haruslah mengerti
tentang pembelajaran Budaya dan Kepariwisataan. Karena merupakan pelajaran yang
wajib di ketahui agar mahasiswa mampu menerapkannya dikemudian hari. Dengan
mengkritik buku yang akan penulis kritik juga mampu menambah pengetahuan
tentang Pariwisata dan budaya.

B. Tujuan
Critical Book Report ini, bertujuan untuk, yaitu
1. Memenuhi tugas wajib mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
2. Melatih mahasiswa merumuskan definisi konseptual berdasarkan sintesis
teoriteori yang berkembang dari buku yang direview.
C. Manfaat
Adapun manfaat dalam critical jurnal report ini yaitu:
a) Bagi Penulis
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah vokal dasar.
2. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi suatu buku.
3. Menumbuhkan pola pikir kreatif dalam membandingkan buku yang satu
dengan yang lain.
b) Bagi Pembaca :
1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai vokal dan
penerapannya dalam kehidupan sehari hari
D. Identitas Buku
Judul : Budaya dan Kepariwisataan Sumatera Utara
Penulis : Tim Penyusun
Penerbit : FBS UNIMED PRESS
Kota Terbit : Medan
Tahun : 2021
Halaman : 332
ISBN : 978-623-6984-10-9
BAB II
RINGKASAN BUKU
Bab IV
Etnis Karo
A. Letak Geografis dan Kehidupan Masyarakat
Suku karo adalah suku yang mendiami sumatera utara dan dapat digolongkan sebagai
salah satu suku terbesar di sumatera utara. Nama suku karo dijadikan sebagai nama
kabupaten disumatera utara. Secara geografis letak kabupaten karo berada diantara 2
50 – 3,19 LU dan 97’55-9838 BT dengan luas 2.127,25 Km2 dari luas provinsi
sumatera utara dengan batas wilayah berikut.
1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Langkat dan Deli Serdang
2. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Simalungun dan Deli Serdang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara/Provinsi NAD

B. Budaya Tradisional Karo


1. Kekerabatan
Marga orang Karo berasal dari pihak ayah. Merga untuk laki-laki dan beru untuk
perempuan. Kekerabatan dalam masyarakat Karo disebut perkadekaden dan kerabat
disebut kade-kade. Sistem kekerabatan Masyarakat Karo dikenal dengan merga
silima, takut sitelu, tutur Siwaluh, dan perkade-kaden sepuluh Sada tambah Sada.
Suku Karo memiliki lima marga yang sering disebut dengan merga silima, yaitu
: Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Rakut Sitelu adalah
sistem kekerabatan dalam suku Karo yang terdiri dari kalimbubu, anak beru, dan
senina. Kalimbubu adalah kelompok pemberi perempuan (istri) kepada suatu
keluarga. Anak beru adalah pihak yang mengambil perempuan dari suatu keluarga
tertentu untuk dijadikan istri. Sedangkan sejina merupakan orang yang memiliki
merga atau submerga yang sama. Siwaluh adalah kekerabatan Masyarakat Karo yang
terdiri atas delapan jenis, yaitu puang kalimbubu, kalimbubu, sembuyak, senina,
senina sipemeren, senina sipengalon/sendalanen, anak beru, anak beru menteri.
Dari Merga silima, rakut Sitelu, dan tutur Siwaluh terbentuklah kemudian
perkade-kaden sepuluh Sada tambah Sada yaitu ; sembuyak, senina, senina
sipemeren, senina siparibanen, senina sipengalon, kalimbubu, puang kalimbubu, anak
beru, anak beru menteri, anak beru singukuri, ditambah teman meriah. Bagi
masyarakat Karo yang tidak menjalankan dan menaati adat istiadat dalam masyarakat
Karo, dianggap lebih buruk daripada orang yang tidak memiliki agama.

2. Ritual Kelahiran
Ada beberapa ritual kelahiran dalam masyarakat Karo yang masih di laksanakan dan
ada juga beberapa yang sudah ditinggalkan
A. Mesur-mesuri
Untuk anak pertama dalam masyarakat Karo, kegiatan tujuh bulanan disebut mesur-
mesuri, sedangkan untuk anak kedua dan selanjutnya di sebut maba manuk mbur atau
mecah tinaruh.
B. Maba Anak Kulau
Upacara ini sebenarnya sudah sangat jarang ditemukan pada saat ini. Upacara Maba
anak Kulau adalah suatu ritual yang dilakukan untuk membawa anak yang berumur 4
atau 7 hari ke tempat pemandian yang menentukan hari biasanya adalah simeteh wari
(dukun)
C. Juma Tiga
Ritual ini juga sudah jarang dilakukan. Seorang anak suku Karo, seminggu setelah
upacara Maba anak Kulau , maka selanjutnya akan dibawa ke ladang atau tiga.
Selanjutnya, anak akan diletakkan di atas kain dengan barang-barang yang sudah
disiapkan di atasnya biasanya berupa buluh, ser-ser, tanah, dan lain-lain.
D. Erbahan Gelar
Erbahan Gelar adalah upacara yang dilakukan untuk pemberian nama dalam
masyarakat Karo. Erbahan Gelar untuk anak laki-laki dalam satu keluarga dilakukan
oleh pamannya, sedangkan anak perempuan diberikan nama oleh bibiknya.
E. Mereken Amak Tayang
Merupakan acara yang dibuat untuk pihak paman. Upacara ini merupakan salah satu
ritual yang menggambarkan bagaimana seorang keponakan menghormati pamannya
dalam masyarakat Karo, karena bagi suku Karo kalimbubu merupakan pihak yang
paling dihormati.
F. Ngelegi Bayang-bayang
Ngelegi Bayang-bayang hanya dilakukan untuk anak pertama dalam suku Karo, oleh
sebab itu, dapat dikatakan anak pertama dalam suku Karo mendapatkan perlakuan
istimewa. Sampai saat ini ritual ini masuk di lakukan. Kalimbubu akan memberikan
kalung, gelang kaki, sepasang gelang tangan, ikat pinggang, dan kain gendongan.
G. Ergunting
Tujuan dari upacara ini adalah supaya seorang anak terhindar dari segala hal yang
buruk dan segala kebaikan terjadi dalam hidupnya. Ergunting artinya adalah
memotong rambut, sebelum melakukan pemotongan rambut, mami ( istri paman )
akan meletakkan beras diatas kepala anak.

3. Ritual Perkawinan
Ada dua jenis pernikahan dalam suku Karo yaitu nangkih ( kawin lari ) dan nungkuni
(perantara meminang). Nangkih dilakukan karena adanya ketidak setujuan diantara
keluarga calon mempelai. Oleh sebab itu maka langkah yang dilakukan adalah
membawa pihak perempuan ke rumah anak beru. Sedangkan nungkuni tahapan nya
Mbaba Belo Selambat
Mempelai laki-laki mengunjungi rumah mempelai perempuan. Kegiatan ini dimulai
dengan acara makan bersama terlebih dahulu, setelah acara makan selesai, pihak dari
laki-laki memulai percakapan diantara anak beru kedua belah pihak
Nganting manuk
Pada tahapan ini akan membahas lebih mendetail mengenai hal-hal dalam
perkawinan, misalkan hari dan tempat pelaksanaan perkawinan, mahar, hutang-hutang
adat yang akan di bayarkan pada pesta adat nantinya dan lain-lain
Kerja Nereh Empo
Tahapan ini merupakan puncak dari pesta perkawinan dalam masyarakat Karo. Pada
kerja Nereh Empo ini banyak diberikan nasehat-nasehat kepada pengantin dalam
mengarungi kehidupan berumah tangga oleh sukut, anak beru, dan kalimbubu.
Mukul/Persada Tendi
Merupakan tahapan yang dilakukan setelah kerja Nereh Empo. Tahapan ini dilakukan
pada hari yang sama dengan pesta perkawinan dan dilaksanakan pada malam hari
serta dihadiri beberapa keluarga terdekat.
Ngulihi Tudung
Dilaksanakan 2-4 hari setelah pesta perkawinan. Kedua pengantin datang kerumah
pihak perempuan untuk mengambil pakaian perempuan. Selain itu pada acara ini juga
diminta doa pada pihak kalimbubu supaya dapat mengarungi pernikahan dengan baik.
Ertaktak
Acara ini dilakukan setelah semua pesta adat perkawinan dilaksanakan. Ertaktak
dilakukan untuk membayar utang yang belum dibayarkan pada saat pesta perkawinan.
4. Ritual Kematian
A. Cawir Metua
Jenis kematian yang biasanya diberikan kepada pihak yang keseluruhan anaknya
sudah menikah atau memiliki cucu dan cicit.
B. Mate Sada Wari
Merupakan kematian yang tidak terduga-duga dan tidak disebabkan oleh penyakit
tertentu.
C. Mate Nguda
Merupakan istilah kematian yang diberikan apabila meninggal masih tergolong
muda.
D. Tabah-tabah Galuh
Adalah istilah kematian yang diberikan kepada orang hang belum terlalu tua, tetapi
keseluruhan anaknya telah meninggal
E. Mate lenga ripen
Adalah istilah kematian yang diberikan kepada anak yang meninggal biak dalam
kandungan, beberapa saat lahir ke bumi, maupun beberapa bulan kemudian.
F. Mate mupus
Adalah jenis kematian kepada wanita Karo yang meninggal dalam proses melahirkan
Pelaksanaan ritual upacara kematian dalam masyarakat Karo dilakukan
dengan tahapan :
Runggu ( Musyawarah ) dengan sangkep geluh ( sukut, anak beru, kalimbubu ) untuk
membicarakan pelaksanaan upacara adat kematian yang akan dilaksanakan sampai
pada proses penguburan.
Upacara kematian dengan memberikan utang kepada pihak kalimbubu. Utang adat
didasarkan pada jenis kematian dan kesanggupan ekonomi dari pihak keluarga.

C. Bahasan dan Aksara Karo

D. Seni Rupa Karo


1.Arsitektur bangunan Karo
Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, struktur, dan cara pembuatannya
diwariskan secara turun menurun dan dapat dipakai untuk melakukan aktivitas kehidupan
dengan sebaik baiknya. Bangunan tradisional Batak Karo memperlihatkan saat itu telah
menggunkan konsep membangun yang menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembap. Ini
dapat dilihat dari sudut kemiringan atap yang cukup besar, teritisan yang lebar dan lantai
bangunan yang diangkat dari muka tanah.
Rumah adat Karo terkenal kerena keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budayanya.
Rumah Adat Karo memiliki kontruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Semua
kompenen bangunan seperti tiang, balok, kolam, pemikul lantai, konsol, dan lain-lain tetap
utuh seperti aslinya tanpa adanya melakukan penyurutan atau pengolahan. Pertemuan antar
komponen dilakukan dengan tembusan kemudian dipantek dengan pasak atau diikat
menyilang dengan ijuk untuk menjauhkan rayapan ular. Bagian bawah, yaitu kaki rumah,
bertopang pada satu landasan batu kali yang ditanam dengan kedalam setengah meter, dialasi
dengan beberapa lembar sirih dan benda sejenis besi. Rumah adat karo berbentuk panggung
dengan dinding miring dan beratap ijuk. Letaknya memanjang 10-20 m dari timur ke barat
dengan pintu pada kedua jurusan mata angin itu. Posisi bangunan rumah adat karo biasanya
mengikuti aliran sungai yang ada di sekitar desa. Pada serambi muka semacam teras dari
bambu yang disusun yang disebut ture.
Biasanya membangun rumah, orang Karo mengadakan musyawarah dengan teman satu
rumah mengenai besar, tempat dan hal hal lain. Waktu membersihkan dan meratakan tanah
ditentukan oleh guru (dukun) untuk mendapatkan hari yang baik. Ketika akan menggambil
kayu ke hutan mereka menanyakan hari yang baik untuk menebang pohon kepada guru.
Sebelum menebang kayu guru akan memberi persembahan penjaga hutan agar jangan murka
kepada mereka karena kayu itu dipakai untuk membangun rumah. Dalam proses
pembangunan mulai dari peletakan alas rumah selalu ada ritual yang dibuat agar
pembangunan rumah tersebut diberkati oleh Yang Maha Kuasa agar tidak terjadi hal hal yang
buruk.
Setelah rumah selesai dibangun masih ada ritual yang diadakan. Guru dan beberapa sanak
keluarga yang membangun rumah akan tidur di rumah baru sebelum rumah itu ditempati.
Mereka akan mempimpikan apakah rumah tersebut baik untuk dihuni maupun tidak. Waktu
memasuki rumah baru biasanya diadakan kerja mengket rumah baru (pesta memasuki rumah
baru). Pesta ini menunjukkan rasa syukur atas semua batu tersebut kepada saudara-saudara
dan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam pesta ini ada acara makan bersama pada kerabat,
kenalan dan orang-orang sekampung. Lalu, acara dilanjutkan dengan acara ngerana (memberi
kata sambutan dan petuah-petuah) oleh pihak-pihak berkompeten seperti : kalimbubu anak
beru dan senina. Dalam pesta ini juga biasanya ada acara tepung tawar untuk rumah baru
guru akan menepung tawari bagian-bagian tertentu dari rumah tujuannya ialah agar segala
yang jahat keluar dari rumah dan yang baik tinggal dalam rumah untuk membuat para
penghuni rumah bisa bahagia menepati rumah tersebut. Acara lain yang kadang dibuat adalah
gendang. Gendang ini bertujuan untuk mengusir hal-hal jahat yang masih tinggal di dalam
rumah tersebut. Gendang tersebut juga menunjukkan rasa gembira dan syukur bersama warga
sedesa.
Keberadaan rumah adat Karo juga tak terlepas dari pembentukan kuta (kampung) di tanah
karo yang berawal dari barung, kemudian menjadi talun, dan menjadi kuta dan di dalam kuta
yang besar terdapat kesain. Pada sebuah barung biasa nya hanya terdapat sebuah sebuah
rumah sederhana, ketika sebuah barung berkembang dan sudah terdapat 3 rumah di dalamnya
disebut dengan talun dan bila telah terdapat lebih dari 5 rumah adat disebut sebagai kuta
ketika kuta sudah berkrmbang lebih pesat dan lebih besar maka kuta dibagi atas beberapa
kesain (halaman/pekarangan), disesuaikan dengan merga-merga yang pertama menteki
(mendirikan ) kuta tersebut.
2.Ornamen Karo
Suku Karo setidaknya memiliki 17 ornamen yang kerap digunakan untuk memperindah atau
menghias rumah atau suatu gedung.
Namun, selain untuk memperindah ternyata Ornamen suku Karo ini memiliki fungsi dan nilai
filosofi tersendiri.
Ornamen suku Karo tidak jarang ditemui di rumah-rumah warga yang tinggal di Tanah Karo
Sumatera Utara, selain itu, ornamen juga dapat dilihat di balai pertemuan (jambur), hingga
rumah adat.
Berikut ornamen suku Karo yang memiliki gambar yang indah serta makna dan fungsi yang
berbeda-beda. Kelima ornamen ini juga yang paling sering digunakan masyarakat Karo.
1. Tapak Raja Sulaiman
Ornamen ini bisa dibilang yang paling sering dijumpai di rumah adat Karo, ornemen ini
bermotif geometris yang membentuk segi empat dan di setiap sisinya membentuk simpul.
Konon nama ornamen ini diambil dari nama seorang raja yang dianggap sakti, dihormati dan
ditakuti oleh makhluk – makhluk jahat.Bahkan dahulu, Ornamen ini dipercaya sebagai
pelindung dari hal-hal jahat yang ingin menyerang suatu keluarga baik itu kejahatan yang
dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat
Selain itu, bagi masyarakat Karo, Ornamen Tapak Raja Sulaiman ini juga memiliki makna
kekuatan dan kekeluargaan, hingga saat ini ornamen ini kerap menghiasi rumah-ruma warga
suku Karo.

E. Musik dan Tarian Karo

F. Kuliner Karo

G. Destinasi Wisata
Berikut beberapa destinasi wisata di kabupaten karo, yaitu:
1. Air terjun sipiso-piso :
Air Terjun Sipisopiso atau Sipiso-piso adalah sebuah air terjun yang berada di Desa
Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Air
Terjun Sipisopiso memiliki ketinggian hingga 120 meter[1] dan mengucur deras membentuk
garis vertikal sempurna. Sehingga Air Terjun Sipisopiso masuk dalam air terjun tipe Plunge.
Air Terjun Sipisopiso berada di bibir kaldera raksasa Danau Toba serta terbentuk pada aliran
Sungai Pajanabolon yang merupakan salah satu sungai menyuplai air ke Danau Toba. Air
Terjun Sipisopiso berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan air laut. Nama
Sipisopiso diambil dari nama sebuah Gunung yang berada tepat di timur laut Air Terjun
Sipisopiso. Gunung yang juga disebut Dolok Sipisopiso ini memiliki ketinngian sekitar 1.860
meter di atas permukaan air laut.
2. Air terjun sikulikap
wisata yang terletak di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo ini memang
sangat cocok untuk kamu yang ingin menghabiskan waktu liburan dengan lebih dekat dengan
alam.
ketinggian air terjunya sendiri sekitar 30 M yang bersumber dari kawasan hutan lindung bukit
barisan atau Taman Hutan Rakyat (Tahura). serta memiliki debit air yang cukup deras karena
ketika menghantam bebatuan dibawahnya akan menciptakan percikan percikan air yang
dingin ketika menyentuh kulit.
selain itu, bebatuan disini di dominasi oleh batu cadas yang ditumbuhi banyak lumut
sehingga cukup licin apabila di pijak dan ditambah dengan derasnya air terjun tidak ada
pengunjung yang berani untuk mandi di destinasi ini.
3. Gunung sibayak
Gunung Sibayak adalah sebuah gunung di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Orang suku
Karo menyebut gunung Sibayak dengan sebutuan "gunung Raja". Gunung Sibayak
merupakan gunung berapi dan meletus terakhir tahun 1881. Gunung ini berada di sekitar 50
kilometer barat daya Kota Medan. Sekarang Gunung Sibayak banyak dikunjungi karena
akses menuju gunung sibayak banyak mulai Sibayak 1 dan Sibayak 2. Setiap 17 Agustus di
Gunung Sibayak diadakan upacara rutin serta lomba panjat pinang seluruh pencinta alam dari
berbagai macam dan berbagai penjuru.
4. Bukit gundaling
Bukit Gundaling adalah salah satu tempat wisata di Sumatera Utara yang berlokasi sekitar 60
KM dari kota Medan. Berada di pinggir kota Berastagi, Bukit Gundaling berada di ketinggian
lebih dari 1500 meter di atas permukaan laut. Apabila anda pernah pergi ke tempat wisata di
puncak, anda akan cepat terbiasa dengan suasana di Bukit Gundaling karena suasananya
serupa dengan puncak. Yang unik dari bukit Gundaling karena suasana di Bukit Gundaling
karena susananya serupa dengan puncak.
5. Danau lau kawar
Danau Lau Kawar terletak di kaki gunung Sinabung, Sumatera Utara. Dengan airnya yang
berwarna biru, Danau Lau Kawar memiliki luas sekitar 200 hektar, lebih kecil dari Danau
Toba. Walau lebih kecil dari Danau Toba Danau Lau Kawar memiliki suasana yang asri
dengan banyak pepohonan hijau di kaki gunung sehingga tidak kalah indah dari Danau Toba.
Di pinggir Danau Lau Kawar sering terdapat grup yang berkemah, beristirahat saat mendaki
Gunung Sinabung. Selain itu kita juga dapat melihat beberapa orang memancing di tengah
danau dengan menggunakan perahu kecil.
6. Air panas lau debuk-debuk
Siapa yang tak mengenal Sidebuk-debuk, merupakan kawasan destinasi wisata di Kabupaten
Karo, Sumatera Utara.
Namun, dari banyaknya tempat destinasi wisata di Karo, pemandian air panas menjadi tempat
yang paling favorit.
Hampir setiap hari menjelang malam hari dan pagi dini hari, tempat tersebut selalu ramai
dikunjungi para wisatawan.
Apalagi menjelang hari libur, para wisatawan membeludak mengunjungi Pemandian Air
Panas Sidebuk-debuk. Pemandian ini terletak di kawasan Doulu, Kecamatan Berastagi,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Pemandian Air Panas di Berastagi sudah ada kurang lebih
tahun 1990-1998.
Di kawasan tersebut, terdapat puluhan tempat Pemandian Air Panas yang buka setiap hari
selama 24 jam.
Untuk memasuki kawasan tersebut, para wisatawan dikutip uang distribusi senilai Rp 5000
perorang.
Kemudian, untuk biaya masuk ke dalam tempat Pemandian Air Panas dikutip bayaran senilai
Rp.10.000 per orang. Masing-masing tempat Pemandian Air Panas di kawasan tersebut,
menyediakan belasan kolam Pemandian Air Panas.Air panas yang dikolam merupakan mata
air belerang dari kaki Gunung Sibayak.
7. Desa lingga
Lingga adalah salah satu desa yang menjadi daerah tujuan wisata di Kabupaten Karo Sumatra
Utara yang terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km
dari Brastagi dan 5 km dari Kota Kabanjahe ibu kabupaten Karo. Lingga merupakan
perkampungan Karo yang unik, memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250
tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 6-8 keluarga yang masih
memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang
dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.
8. Taman alam lumbini
Taman alam lumbini Taman dengan luas kawasan kurang lebih 3 hektar terletak di komplek
International Buddhis Centre - Taman Alam Lumbini tepatnya di Desa Dolat Rayat, Kota
Brastagi, Sumatera Utara. Taman ini dipusatkan sebagai tempat peribadatan dan wisata religi
agama Budha. Secara keseluruhan taman yang dikenal dengan nama pagoda emas ini masuk
ke dalam museum rekor Indonesia sebagai pagoda tertinggi di Indonesia dan merupakan
replika tertinggi kedua di Asia Tenggara. Bangunan dengan tinggi 46,8 meter, panjang 68
meter, lebar 68 meter ini menjadi salah satu replika Pagoda Shwedagon terbesar di luar
Negara Myanmar. Pada Oktober 2010 silam, sekitar 1.300 biarawan dan 200 tamu undangan
dari seluruh dunia datang berkumpul di taman ini untuk memperingati perayaan bangunan
ini.

Taman Alam Lumbini yang berdiri sejak Oktober 2010 memiliki beberapa fakta menarik,
diantaranya :

1. Nama Lumbini merujuk pada taman tempat kelahiran dari Sang Budha atau Siddartha
Gautama.
2. Dengan tinggi bangunan 46,8 meter, panjang 68 meter, dan lebar 68 meter menjadikan
bangunan ini sebagai pagoda tertinggi di Indonesia dan tercatat dalam rekor MURI.[4]
Bercorak pagoda Myanmar.
3. Menjadi Replika Pagoda nomor 2 di Asia Tenggara.
4. Untuk mengunjungi taman ini, pengunjung tidak dipungut uang.
5. Dihiasi berbagai macam bunga yang tersusun dengan rapi
5. Terdapat banyak patung biksu Didalam pagoda terdapat pohon permohonan yaitu dikenal
dengan sebutan Wishing Tree.
Terdapat beberapa permainan dan tempat rekerasi seperti area fitness, ayunan, perosotan dan
masih banyak lagi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Keunggulan
B. Kelemahan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suku Karo adalah salah satu suku terbesar disumatera utara yang memiliki
keuninkannya sendiri. Sistem kekerabatannya dikenal dengan merga similia, rakut
sitelu, tutur siwaluh, perkade-kaden sepuluh sada tambah sada. Dan inilah menjadi
landasan suku karo. Suku karo juga memiliki ritual kelahiran, ritual pernikahan, ritual
kematian. Suku karo juga memiliki tulisan sendiri, juga memiliki musik, tarian, dan
ukiran. Masakan karo juga sangat terkenal dan tempat wisata nya yang sangat indah
untuk dinikmati.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat banyak kekurangan yang
memadai dan masih perlu disempurnakan. Dan apabila di dalam laporan ini terdapat
kesalahan-kesalahan, baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian, maka
penulis memohon maaf atas kekurangannya, dan mohon ampun kepada Allah SWT.
Penulis juga menerima saran yang membangun agar kritikan ini menjadi lebih baik
lagi.

Anda mungkin juga menyukai