Anda di halaman 1dari 20

MASYARAKAT SUKU BANGSA BADUY DI ZAMAN

ERA GLOBALISASI
LAPORAN
Direkomendasikan untuk Mata Pelajaran
Ekonomi, Sosiologi, Sejarah, dan Bahasa Indonesia

Disusun Oleh:

Kelompok 1 Kelas XI IPS-2

Adinda Nadina Fitriani


Adila Puspita Sriwahyuni
Candra Gumilar Kustiawan
Dian Nurul Padilah
Ghani Hadi Saputra
Luci Afrisha

PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 MAJALENGKA
Jalan K.H Abdul Halim No. 133 Telp. (0233) 281220
2015/2016
LEMBAR PENGESAHAN

Disahkan dan Direkomendasikan untuk Mata Pelajaran Sosiologi,


Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia

Pembimbing,

Drs. H. Dedi Suarjono


NIP 19630712 198512 1002

Mengetahui
Kepala SMA Negeri 1 Majalengka,

Hj. Aah Suniah, S.Pd.


NIP 19630114 198703 2003
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Kegiatan Karya Wisata ini.

Dalam penyusunan ini kami membahas Pola Kehidupan Masyarakat suku


Baduy dalam Mempertahankan Kualitas Hidupnya sehari-hari. Tujuan dari
makalah ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan yang Aplikatif,
penyusunan laporan ini pun direkomendasikan untuk Mata Pelajaran Sosiologi,
Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia

Dalam penyusunan tidak sedikit penyusun mengalami kesulitan, hal


tersebut dikarenakan keterbatasan pengalaman penyusun.Namun berkat
usaha,bantuan,bimbingan,dan petunjuk dari berbagai pihak pada akhirnya laporan
ini dapat di selesaikan. Oleh karena itu,dengan kerendahan hati penyusun
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Yth. Ibu Hj. Aah Suniah,S.Pd, selaku Kepala SMAN 1 Majalengka yang
telah memberikan izin penyelenggaraan kegiatan karya wisata ini,
2. Yth. Bapak Drs. H. Dedi Suarjono selaku pembimbing yang telah
memberikan motivasi,bimbingan,dan arahan dalam penyusunan laporan
ini,
3. Yth. Ayah Bunda para penyusun yang telah memeberikan motivasi baik
materil maupun moril selama pelaksanaan kegiatan studi lapangan dan
penyusun laporan ini,dan
4. Teman-teman seperjuangan yang telah berpartisipasi aktif dan
kebersamaan dalam melakukan observasi dan penyusun laporan ini.

Mengingat keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang penyusun


miliki,maka dengan kerendahan hati penyusun memohon kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak guna perbaikan penulisan laporan berikutnya.
Penyusun mengharapkan semoga laporan ini berguna,khususnya bagi penyusun
dan umumnya bagi pembaca .

Majalengka, Maret 2016

Penyusun,
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai
sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan
diyakininya, di tengah-tengah kemajuan peradaban di sekitarnya. Aspek paling
kuat dalam pengelolaan kehidupan yang berkelanjutan di masyarakat. Adat
Baduy adalah terciptanya sistem hukum, sosial dan budaya yang diturunkan dari
agama dan keyakinan mereka.

Hal-hal di atas tersebut kemudian mengusik rasa ingin tahu peneliti,untuk


melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Suku Baduy di Era Globalisasi,
khususnya suku Baduy luar. Mengingat kenyataan bahwa Suku Adat Baduy luar
sudah banyak yang berinteraksi dengan masyarakat luar, ada juga yang sudah
menggunakan Handphone, dan sebagian masyarakat Baduy Luar ada yang sudah
menggunakan uang sebagai alat tukar,dan mereka juga ada yang berprofesi
sebagai pedagang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulisan rumusan masalahnya yakni

1. Bagaimana gambaran secara umum lokasi suku Bangsa Baduy ?

2. Bagaimana pola kehidupan masyarakat Baduy di era globalisasi ?

3. Bahasa seperti apa yang orang Baduy gunakan dalam beriteraksi ?

4. Bagaimana sistem perekonomian masyarakat suku Bangsa baduy ?

5. Bagaimana sistem kepercayaan masyarakat suku Bangsa baduy ?


C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ilmiah ini adalah :

1. Ingin mengetahui gambaran umum lokasi studi lapangan

2. Ingin mengetahui kontak budaya suku bangsa baduy

3. Ingin mengetahui sistem perekonomian suku bangsa baduy

4. Ingin mengetahui kepercayaan dan religi suku bangsa baduy

5. Ingin mengetahui bahasa percakapan orang baduy

D. Metode Penulisan

1. Observasi, yaitu proses pencarian informasi dengan cara mendatangi


langsung lokasi studi lapangan.

2. Browsing, yaitu proses pencarian informasi dengan cara mengunjungi


situs-situs web di internet.

3. Kepustakaan, yaitu proses mencari informasi dari buku mengenai suku


baduy.
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Sejarah Suku Bangsa Baduy

Urang Kanekes, Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah


suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten
Lebak, Banten. Konon katanya, sebutan “Baduy” di berikan oleh pemerintahan
kesultanan Banten ketika itu terhadap masyarakat asli Banten yang enggan
untuk menerima ajaran Islam seperti halnya suku Badui di masa Nabi
Muhammad SAW. Orang Baduy pertama-tama memuja lelembut, yaitu roh
halus, roh gaib yang dianggap sebagai nenek moyang pemberi hidup dan
mati. Roh itu adalah yang menjiwai segala-galanya. Sebagai pemegang kekuasaan
tunggal yang Batara Tunggal. Tempat kediaman lelembut adalah di dekat mata
air sungai Ciujung dan Sungai Cisemet. Tempat keramat tersebut dipuja-puja dan
dinamakan Arca Domas. Tempat pemujaan ini hingga sekarang sangat terlarang
bagi orang luar. Atas sikap penolakan mereka terhadap Islam, Merekapun di
asingkan kedaerah pedalaman.

Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung


Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih
suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kenekes” sesuai
dengan wilayah mereka. Akan tetapi mereka dapat bersifat pemalu dan
terlalu perasa secara emosional.

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang kenekes mengaku


keturunan dari batara cikal, salah satu tujuh dewa. Asal usul tersebut sering
pula mengaitkan dengan Nabi Adam As. Warga Kanekes mempunyai tugas
bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
A. KEHIDUPAN SUKU BANGSA BADUY

Urang Kanekes, Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui


adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah
Kabupaten Lebak, Banten. Konon katanya, sebutan “Baduy” di berikan
oleh pemerintahan kesultanan Banten ketika itu terhadap masyarakat
asli Banten yang enggan untuk menerima ajaran Islam seperti halnya
suku Badui di masa Nabi Muhammad SAW. Orang Baduy pertama-tama
memuja lelembut, yaitu roh halus, roh gaib yang dianggap sebagai
nenek moyang pemberi hidup dan mati. Roh itu adalah yang menjiwai
segala-galanya. Sebagai pemegang kekuasaan tunggal yang Batara
Tunggal. Tempat kediaman lelembut adalah di dekat mata air sungai
Ciujung dan Sungai Cisemet. Tempat keramat tersebut dipuja-puja dan
dinamakan Arca Domas. Tempat pemujaan ini hingga sekarang sangat
terlarang bagi orang luar. Atas sikap penolakan mereka terhadap Islam,
Merekapun di asingkan kedaerah pedalaman. Mereka sendiri lebih
suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kenekes”
sesuai dengan wilayah mereka atau sebutan yang mengacu kepada
nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.

1. Wilayah

Wilayah kenekes secara geografis terletak pada koordinat


6o27’27” - 6o30’0” LS dan 108o3’9” - 106o4’55” BT (Permana, 2001).
Mereka bermukim tepat dikaki pegunungan Kendeng di desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung.
Wilayah dengan ketinggian 300-600 m diatas permukaan laut
tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan
kemiringan tanah rata-rata 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di
bagian utara), suhu rata-rata 20oC. Tiga desa utama orang kanekes
dalam adalah Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.

2. Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek


Sunda-Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar sebagian
orang Baduy lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka
tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes
dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan
agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan dalam tuturan lisan
saja.

Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan


formal berlawanan dengan adat istiadat mereka. Sejak era Soeharto
pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara
hidup mereka dengan membangun fasilitas sekolah modern diwilayah
mereka, orang Kanekes dalam masih menolak usaha pemerintah
tersebut. Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca
dan menulis.
3. Kelompok Masyrakat

Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda.


Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda
pada umumnya. Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara
hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari pengaruh dunia luar dan
secara ketat menjaga cara hidup mereka yang tradisional, sedangkan orang
Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan mayoritas memeluk Islam.
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).

Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes


Dalam (Baduy Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga
yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri
khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan
biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat
untuk bertemu dengan orang asing.

Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:

 Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi


 Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki

 Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un


atau ketua adat)

 Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)


 Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun
dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian
modern. Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah
mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di
berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam,
seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain
sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian
dan ikat kepala berwarna hitam.

Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat


dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan
dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar:

 Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.


 Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam

 Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes Luar

 Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik.


 Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan
alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang
oleh adat Kanekes Dalam.

 Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-
laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan
pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.

 Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal,


piring & gelas kaca & plastik.
 Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.

 Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi


seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.

Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah


Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan
pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras
(Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut
berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana,
2001).

B. Perekonomian Suku Bangsa Baduy


Masyarakat Baduy memilih menjadi masyarakat Tradisional yang
anti modernisasi. Pilihan kehidupan tersebut sesuai dengan keyakinan
yang mereka anut yaitu Sunda Wiwitan yang lebih dekat dengan ajaran
Agama Hindu. Meskipun memilih menjadi masyarakat tradisional mereka
tetap menghormati dan berhubungan dengan masyarakat Tradisional
mereka tetap menghormati dan berhubungan dengan masyarakat modern
yang ada disekitar mereka. Untuk menjembatani antara kehidupan antara
tradisional dan lingkungan sekitar mereka yang modern. Menurut salah
satu ketua mereka mengatakan “Modernisasi yang salah kaprah, hanaya
akan membuat kita menjadi pemalas dan tidak mensyukuri pemberian
Tuhan. Kita  bisa lupa pada bumi dan isinya, ketika kita sudah mearasa diri
modern dan hebat.
Ditengah kehidupan modern yang serba nyaman dengan
listrik,transportasi, hiburan televise, serta tempat-tempat hiburan lainnya yang
mewah, tetapi masyarakat Baduy masih setia  dengan kesederhanaan dan  hidup
menggunakan lampu lilin atau lampu teplok. Kemana-mana mereka slalu berjalan
kaki dan tidak ada elpon. Segala sesuatu dipenuhi dengan sendiri dari sumber
daya alam yang mereka miliki, seperti kebutuhan makan,pakaian dan rumah.

Sistem perekonomian masyarakat Baduy sistem tertutup, artinya aktifitas


ekonomi hanya dilakukan untuk kehidupan sehari-hari, diproduksi dan
dikonsumsi oleh masyarakat Baduy itu sendiri. Begitu juga pakaian, dan peralatan
pertanian mereka membuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang ada
dilingkungan mereka. Hanya sedikit kebutuhan didapat dari wilayah sekitar
Baduy dengan melakukan Barter dari hasil pertanian yang mereka miliki atau
uang hasil penjualan dipasar. Pertanian diladang merupakan aktivitas ekonomi
utama, sedangkan aktivitas tambahan berupa kerajinan sarung, baju dan membuat
gula.
Kehidupan masyarakat Baduy berpenghasilan dari pertanian, dimulai dari
bulan kaampat (keempat) kalender baduy yang dimulai dengan kegiatan nyacar
yaitu membersihkan semua belukar untuk menyiapkan ladang. Terdapat empat
jenis ladang untuk padi gogo yaitu

    huma serang, yaitu suatu ladang suci bagi mereka yang berpemukiman
dalam.
 Huma tangtu,yaitu ladang yang dikerjakan oleh masyrakat Baaduy Dalam
yang meliputi Huma tuladam,

  Huma penamping, yaitu merupakan ladang yang dikerjakan oleh


masyarakat Baduy diluar kawasan Tradisonal
BAB III

HASIL STUDI LAPANGAN

A. Waktu dan Tempat studi Lapangan

Pemberangkatan Study tour ini di jadwalkan pada hari Selasa,09


Februari 2016. Kami semua di perintahkan untuk berkumpul terlebih
dahulu di sekolah tepatnya di Aula SMAN 1 Majalengka jam 20:00 WIB.
Sesampainya di sekolah kami diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh
Kepala Sekolah,Pembina OSIS,dan panitia dari Guru. Setelah selesai
diberi pengarahan kami semua dilepas oleh Kepala Sekolah dan langsung
berangkat menuju objek pertama yaitu Suku Baduy. Suku Baduy yang
terletak di desa Ciboleger daerah Baduy sendiri dibagi menjadi 2 bagian
yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam,namun yang dapat di kunjungi hanya
Baduy Luar saja.

Objek yang pertama dikunjungi adalah Suku Baduy. Kenapa


memilih Suku Baduy karena kami semua merupakan anak-anak dari
jurusan IPS,untuk itu kami mengunjungi daerah Baduy karena untuk
mengamati bagaimana pola kehidupan Suku baduy. Tiba disana kami
berjalan dan sampai di Baduy Luar. Disana kami banyak menjumpai pola
kehidupan yang unik dan berbeda dari desa-desa yang pernah kami
jumpai,dan kami pun langsung berwawancara kerumah Penduduk Suku
Baduy. Disana kami mendapatkan wawasan yang baru. Menurut Bangsa
baduy ”Kami tidak pernah mendapatka pendidikan namun kami selalu
bekerja keras untuk mendapatkan uang”. Kami semua sangat salat
terhadap orang-orang Suku baduy karena mereka sangat pekerjakeras.
Kegiatan yang dilakukan oleh laki-laki adalah membawa apa saja yang ada
di hutan sedangkan para istri/gadis-gadis menenun di rumah. Disana juga
kami melihat bangunan dan arisekturnya sama dan hanya bisa di jumpai di
daerah Baduy .
Masyarakat suku baduy benar-benar menjaga adat istiadat dan
sangat menjaga alam sekitarny. Karena mereka sadar mereka hidup oleh
alam dan berdampingan dengan alam. Banyak ajaran suku baduy yang
berupa larangan bila diabaikan akan terkena hukum alam.

Suku baduy merupakan salah satu suku asli Banten dengan jumlah
penduduk suku baduy sekitar 5000-8000 orang. Lokasi suku baduy berada
di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh
masyarakat luar dan berawal dari sebutan para peneliti. Peneliti
menyamakan mereka dengan kelompok masyarakat yang berpindah atau
nomaden. Pada sejarah “baduy” diberikan oleh pemerintahan kesultanan
banten, ketika itu masyarakat asli Banten enggan menerima ajaran islam
mereka menolak dan diasingkan ke daerah pedalaman. Namun orang suku
baduy lebih senang dengan sbeutan lain untuk mereka yaitu “urang
kenakes” atau dalam artinya orang kenakes berdasarkan asal daerah
mereka yang tinggal di Kenakes.

Urang Kanekes, Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah


suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten
Lebak,Banten. Mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan
isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu
untuk difoto, khususnya penduduk wilayah Baduy dalam.

B. Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda


Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme)
yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama
Buddha Hindu .Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya
pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-
hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh'
(kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun",
atau perubahan sesedikit mungkin:

Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.

(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh


disambung)

Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara


harafiah. Di bidang Pertanian,bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak
mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat
sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering,
hanya menanam dengan tugal,yaitu sepotong bambu yang diruncingkan.
Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa
adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama
panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi,
bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.

Objek kepercayaan masyarakat suku baduy yang terpenting adalah arca


domas. Lokasi tersebut sangat rahasia dan sakral. Mereka mengunjungi
rumah tersebut pada bulan kelima setiap satu tahun sekali untuk
melakukan pemujaan yang diketuai oleh ketua adat. Ditempat tersebut
terdapat batu lumpang yang menyipan air hujan. Bila batu lumpang
tersebut berisi banyak air akan menandakan panen akan lancar dan berhasil
dengan baik. Dan bila batu lumpang tersebut kering merupakan tanda
bahwa panen akan gagal

.
C. Interaksi dengan Masyarakat Luar

Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes


ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai
tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin
melaksanakan Seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang,
upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar
hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya
ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian,
penduduk Kanekes Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya
dalam sewa- menyewa tanah dan tenaga buruh. Perdagangan yang pada waktu
yang lampau dilakukan secara Barter, sekarang ini telah mempergunakan mata
uang Rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula
kawung/aren melalui para Tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup
yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar
wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibekung, dan Ciboleger. Pada saat ini
orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai
dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari
sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka
menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam,
dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di
sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes
Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian,
wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa
wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.
Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Kanekes juga senang
berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan
kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3
sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Kanekes
sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut
biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan
hidup.

D. Wilayah
Wilayah Kanekes secara gerografis terletak pada koordinat 6°27’27’’-
6°30’0” LS dan 108°3’9” - 106°4’55” BT. Mereka bermukim tepat di kaki
pegunungan Kendeng di desa Kankes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak-Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan
Kendeng dengan ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut (DPL) tersebut
mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-
rata mencapai 45% yang merupakan tanah vulkanik (dibagian utara), tanah
endapan (dibagian tengah), dan tanah campuran (dibagian selatan). Suhu rata-rata
20°C.
E. Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda-Banten.
Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancer menggunakan Bahasa
Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat
istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam
tuturan lisan saja.

F. Kelompok Masyarakat
Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda.
Penampilan fisik dan mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya.
Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang
kanekes menutup diri dari pengaruhdunia luar dan secara ketat menjaga cara
hidup mereka yang tradisional sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada
pengaruh asing dan mayoritas memeluk agama islam.
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).

Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal segabai Kanekes Dalam


(Baduy Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga
kampung : Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam
adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala
putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.

Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang kanekes. Tidak


seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat istiadat
nenek moyang mereka.

Kelompok Panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes


Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi
wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.

Apanila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes,


maka “Kanekes Dangka” tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini
tinggal dua kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan
Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam
buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana 2001).

Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara


lain:
 Tidak diperkenakan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
 Tidak menggunakan alas kaki
 Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang pa’un
atau ketua adat)
 Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
 Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditrnun
dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian
modern

Kenekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat


dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan
dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar :

 Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam


 Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
 Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat Kanekes Luar :

 Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik


 Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan
alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dan lain-lain yang sebelumnya
dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
 Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam dan biru tua (untuk laki-
laki) yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan
pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
 Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal,
priring dan gleans kaca dan plastik.
 Mereka tinggal di wilayah Kanekes Dalam
 Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama
menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan.

Anda mungkin juga menyukai