Anda di halaman 1dari 7

Hasil Laporan Penelitian

Judul Penelitian

PERANAN SUKU BADUY DI DESA KANEKES KABUPATEN LEBAK DALAM


MELESTARIKAN BUDAYA TRADISIONAL DAN KEARIFAN LOKAL

Dosen Pengampu : Dewi Robiatun, M.Pd

Disusun oleh :

Erik Mardiansyah

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BABUNNAJAH

TAHUN AJARAN 2021-2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan bangsa majemuk karena masyarakatnya terdiri atas kumpulan
orang-orang atau kelompok-kelompok dengan ciri khas kesukuan yang memiliki beragam
budaya dengan latar belakang suku bangsa yang berbeda. Keragaman budaya Indonesia
memiliki lebih dari 1.128 suku bangsa bermukim di wilayah yang tersebar di ribuan pulau
terbentang dari Sabang sampai Merauke.Keragaman budaya di Indonesia merupakan sebuah
potensi yang perlu dimanfaatkan agar dapat mewujudkan kekuatan yang mampu menjawab
berbagai tantangan saat ini seperti melemahnya budaya lokal sebagai bagian dari
masyarakat.Hal ini dikhawatirkan akan menurunnya kebanggaan nasional yang dapat
menimbulkan disintegrasi sosial. Keragaman budaya sebagai kekuatan khasanah budaya
merupakan suatu keunggulan dan modal membangun bangsa Indonesia yang multikultural,
karena memiliki gambaran budaya yang lengkap dan bervariasi.Salah satu suku yang belum
terpengaruh dengan adanya budaya modern dan masih mematuhi aturan sukunya yang tidak
mau menerima kebudayaan baru ialah suku Baduy. Suku Baduy merupakan sekelompok
masyarakat yang memang tinggal di pedalaman Banten yang mana mereka biasanya menyebut
dirinya itu sebagai orang Kanekes.Adat, budaya, dan tradisi masih kental mewarnai kehidupan
masyarakat Baduy. Ada tiga hal utama yang mewarnai keseharian mereka, yaitu sikap hidup
sederhana, bersahabat dengan alam yang alami, dan spirit kemandirian. Sederhana dan
kesederhanaan merupakan titik pesona yang lekat pada masyarakat Baduy. Hingga saat ini
masyarakat Baduy masih berusaha tetap bertahan pada kesederhanaannya di tengah kuatnya
arus modernisasi disegala segi. Bagi mereka bukanlah kekurangan atau ketidakmampuan, akan
tetapi menjadi bagian dari arti kebahagian hidup sesungguhnya.Suku Baduy memiliki tradisi
khas, yang berbeda dengan suku lain pada umumnya. Tradisi mereka disebut Pikukuh Baduy.
Ikatan kepada Pikukuh ditentukan oleh tempat orang Baduy berada atau bermukim, yaitu yang
menjadi ciri organisasi sosialnya dalam satu kesatuan kelompok kekerabatan. Orang Tangtu
bermukim di Kampung Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana, dikenal dengan sebutan Orang Baduy
Dalam sebagai pemegang Pikukuh Baduy.
Orang Panamping sebagai pemilik adat Baduy berada di bawah pengawasan Baduy Dalam yang
mempunyai ikatan Pikukuh lebih longgar, disebut Baduy Luar.Asal-usul suku Baduy itu sendiri
memiliki banyak versi, pada beberapa sumber menjelaskan bahwa suku Baduy adalah suku
pelarian dari kerajaan Pajajaran. Adapula yang mengatakan bahwa suku Baduy berasal dari
Banten Girang, berasal dari Suku Pangawinan (campuran), namun menurut pengakuan dan
penuturan dari tokoh Baduy, mereka berpendapat bahwa masyarakat Baduy merupakan
keturunan langsung dari manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini yang
bernama Adam Tunggal Selain itu masyarakat suku Baduy pun ikut andil yang sangat besar
dalam mempertahankan budaya yang sudah ada sejak dulu. Budaya yang masih terus
dilestarikan disana menjadikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar Baduy, banyak orang
yang mempelajari hingga melakukan studi banding ke Suku Baduy, ada pula yang hanya sekedar
melakukan wisata untuk menikmati alam yang masih terjaga disana. Dalam ranah pariwisata
juga Suku Baduy termasuk kedalam Seven Wonders of Banten (7 keajaiban Banten), antara lain
Banten Lama, Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Sangiang, Suku Baduy, Pulau Umang, Gunung
Krakatau dan Rawadano.Berangkat dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul PERANAN SUKU BADUY DI DESA KANEKES KABUPATEN LEBAK
DALAM MELESTARIKAN BUDAYA TRADISIONAL DAN KEARIFAN LOKAL 2014-
2017. Karena dari sana kita dapat mengetahui lebih jauh mengenai peran dari suku Baduy
dalam melestarikan kebudayaannya pada tahun 2014-2017.Alasan penulis mengambil tahun
2014-2017 adalah karena pada tahun itu merupakan satu masa kepemimpinan bupati lebak
yang dipimpin oleh Hj. Iti Octavia Jayabaya, SE, MM. Pada masa kepemimpinannya Suku Baduy
lebih dikenalkan kepada masyarakat luar melalui acara “Festival Baduy” yang pertama kali
diadakan pada tahun 2016.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, agar penelitian ini lebih terarah maka dibuat batasan-
batasan penelitian dengan membuat rumusan masalah. Sebagaimana rumusan masalah di
bawah ini diantaranya:

1. Bagaimana Profil Suku Baduy Desa Kanekes Tahun 2014-2017?

2. Bagaimana Peran Suku Baduy Dalam Melestarikan Nilai-Nilai Budaya dan Mengembangkan
Kearifan Lokal Tahun 2014-2017?

C. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya:

1. Untuk mengetahui Profil Suku Baduy Desa Kanekes Tahun 2014-2017

2. Untuk mengetahui Peran Suku Baduy Dalam Melestarikan Nilai-Nilai

Budaya dan Mengembangkan Kearifan Lokal Tahun 2014-2017

BAB II

Tinjauan Pustaka
Rencana penelitian tentang “Peranan Suku Baduy Di Desa Kanekes

Kabupaten Lebak Dalam Melestarikan Budaya Tradisional dan Kearifan Lokal

2014-2017” ini tidak semata-mata dibuat begitu saja tanpa melihat karya-karya

orang lain sebagai pembanding.

BAB III

Metode Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan penelitian Kuantitatif

yaitu,

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah di tetapkan.

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suku Baduy adalah kelompok etnis yang hidup di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.Suku ini dibagi menjadi dua yaitu Suku
Baduy Dalam dan Baduy Luar.Perbedaan mendasar kedua suku ini terlihat dari cara mereka
melaksanakan aturan adat.Suku Baduy Dalam masih memegang teguh adat dan menjalankan
aturan dengan baik.Sementara Suku Baduy Luar sudah terkontaminasi dengan budaya
luar.Seperti menggunakan barang elektronik dan sabun serta menerima tamu dari luar negeri
dan memperbolehkan mereka menginap.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Suku Baduy merupakan salah satu Suku yang mengasingkan diri yang terletak Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Banten. Suku Baduy ini mempunyai latar belakang yang sangat
unik, berbagai pendapat tentang asal usul Suku Baduy bermunculan di tengah publik dan
mengalami kesimpangsiuran. Mereka mengaku bahwa mereka sudah ada dari dahulu kala yang
merupakan keturunan dari manusia pertama yang diciptakan yang bernama Adam Tunggal.
Mereka diciptakan untuk memelihara keharmonisan dan keseimbangan alam semesta serta
sangat taat, ikhlas, kukuh pengkuh terhadap amanat leluhurnya. Kepercayaan mereka yaitu
Islam Sunda wiwitan. Suku Baduy ini memiliki banyak keanekaragaman budaya yang unik, mulai
dari seni musik, upacara adat, kebiasaan, dan berbagai macam karya seni rupa yang
diantaranya seperti koja, gantungan kunci, jarog, batik, kampret, tenun, dan sebagainya.
Menurut beberapa ahli purbakala, istilah pertenunan di Indonesia sudah dikenal sejak zaman
pra-sejarah. Begitu pula tenun Suku Baduy, terutama tenun selendangnya. Tenun selendang di
Suku Baduy Dalam dan luar memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu di bidang
fungsi,

amanat leluhur. Sedangkan perbedaannya yaitu dalam bidang warna, filosofi warna dan motif,
interaksi dengan orang luar/ kemitraan, dalam memproduksi tenun. Tenun selendang Baduy
hingga sekarang masih bisa bertahan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya penduduk
Suku Baduy sangat taat kepada amanat para leluhurnya, untuk memenuhi kebutuhan sandang,
faktor Keyakinan dan filosofi Baduy, faktor geografi, keterbatasan interkasi, identitastas. Pola
transmisi atau pewarisan tenun selendang Baduy yaitu menggunakan pola transmisi
tertutup/statis, pewarisan tegak dalam kasus, pewarisan budaya mendatar. Dalam bertenun
seseorang diharuskan mempunyai sifat: sabar, teliti, ekonomis, estetis, konsentrasi,
kontemplasi dan mampu memanfaatkan waktu, dan sebagainya.

B. SARAN
Atas dasar hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, peneliti ingin mengajukan
beberapa rekomendasi atau implikasi sebagai berikut. Transmisi itu sangat penting yaitu demi
kelangsungan hidup kebudayaan bersangkutan itu sendiri, di antaranya agar jumlah warga
masyarakat yang paham dan menguasai suatu khasanah budaya tersebut cukup bermakna
sebagai kekuatan penggerak yang mampu menjaga kelestariannya khasanah budaya tersebut,
perluasan apresiasi dan pemahaman hingga keluar dari masyarakat pemilik aslinya, niat ramah
untuk silaturahmi budaya dan berbagi dalam penikmatan suatu hasil budaya sampai kepada
maksud perluasan minat demi larisnya “keagungan” budaya bahkan sampai kepada niat
dominasi budaya. Mari kita jaga, pelihara dan lestarikan benda cagar budaya khususnya tenun
selendang Baduy sebagai warisan yang mempunyai nilai penting untuk ilmu pengetahuan
sejarah kebudayaan bangsa, warisan budaya itu sendiri serta kesadaran kepemilikannya, sangat
berguna bagi kependidikan, yaitu sebagai wahana dalam memupuk rasa kebanggaan nasional
dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa, serta untuk memperkaya pengetahuan
pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai