Anda di halaman 1dari 13

Nilai Sosial Budaya Islam pada Tradisi “Malam Abuk” dalam

Masyarakat Betawi di Daerah Cinere-Gandul

Raihan Firdaus Hadi Saputra1, Qonita Kamila2


1
MAN 11 Jakarta, Jakarta Selatan, Indonesia
2
MAN 11 Jakarta, Jakarta Selatan, Indonesia

ABSTRAK
Di Indonesia memiliki banyak sekali suku serta etnis yang beragam-
ragam macamnya. Dengan banyaknya etnis dan suku ini membuat
Indonesia kaya akan budayanya. Salah satu budaya yang terdapat di
Indonesia dan kini dapat dikatakan hampir punah adalah tradisi malam
abuk dari Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui latar
belakang masyarakat Betawi di daerah Cinere-Gandul melakukan
Kata Kunci: tradisi malam abuk dan mengetahui nilai-nilai sosial budaya Islam
Nilai Budaya yang terkandung dalam tradisi malam abuk. Metode penelitian ini
Nilai Agama menggunakan kualitatif deskriptif yang mengambil informan dari
Nilai Sosial kalangan kyai, budayawan, dan tokoh masyarakat. Untuk teknik
Malam Abuk pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara dan observasi,
setelah data dikumpulkan dilakukannya sebuah analisis data berupa
analisis data kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian
ini adalah latar belakang dari tradisi malam abuk telah ada sejak sekitar
tahun 1800 berasal dari pengajaran Wali Songo dan masyarakat
muslim Betawi dahulu ingin mencari keberkahan di malam-malam
ganjil 10 malam terakhir bulan Ramadhan dengan sedekah kue abuk
dan nilai sosial berupa persaudaraan/ukhuwah dan empati serta peduli
terhadap sesama, nilai budaya berupa hidangan yang disajikan dan
pengajaran dari orang tua, dan nilai Islam berupa bersedekah, mencari
keberkahan di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, dan amar makruf
nahi mungkar.

Corresponding Author:
Indra Cahya Firdaus, M. Pd.
MAN 11 Jakarta,
Jakarta, Indonesia
Email: Indradaus991289@gmail.com

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia memiliki banyak sekali budaya yang tersebar luas di berbagai tempat. Dilansir
dari okezone.com, Indonesia menempati urutan kedua setelah negara India sebagai negara yang
memiliki suku paling banyak, yaitu 1.340 suku berdasarkan sensus BPS tahun 2010. Suku Jawa
menjadi kelompok suku terbesar yang mencapai 41% dari total populasi Indonesia (273,8 juta
orang tahun 2021). Dengan jumlah suku Indonesia yang begitu banyak akan memungkinkan
banyak juga tradisi-tradisi yang bermunculan di berbagai pelosok daerah. Budaya Indonesia kini
sudah mendunia dan banyak juga yang menyukai akan budaya Indonesia ini. Salah satu budaya
Indonesia yang kini telah mendunia adalah batik. Batik adalah sebuah kain yang memiliki corak-
corak yang khusus dan indah. Dilansir dari detik.com, bahwa batik menjadi bagian dari Warisan
Budaya Tak Benda UNESCO pada tahun 2009.

Taruna Bakti Science Project Olympiad


Tradisi di Indonesia tentu tidak semua telah tercatat atau diketahui orang banyak. Daerah
yang terlalu terpencil dan letaknya berada di pedalaman membuat banyak tradisi masih asing
untuk didengar. Tradisi di Indonesia setiap daerah pasti memiliki ciri khas dan keunikan masing-
masing yang berbeda-beda. Tradisi yang berbeda-beda ini harus kita sikapi dengan pemikiran
yang matang, sehingga kelestarian tradisi ini tetap terjaga dan terus berlanjut hingga ke generasi-
generasi selanjutnya. Setiap tradisi di Indonesia pasti memiliki sebuah nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya yang sebagian besar bersifat baik.
Di provinsi DKI Jakarta memiliki suku asli yaitu Suku Betawi. Berdasarkan survei
kependudukan tahun 2000, jumlah Suku Betawi yang berada di DKI Jakarta sebesar 27,65%.
Semakin berkembangnya zaman membuat banyak tradisi Betawi yang mulai hilang tersingkir dan
terdapat juga akulturasi budaya Betawi. Zaman kini yang telah menyebar luasnya gawai
menyebabkan banyak anak muda yang kurang mengetahui akan tradisi-tradisi Betawi.
Dikarenakan banyak anak muda yang tidak berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Salah satu tradisi Betawi yang sampai saat ini masyarakat melakukannya dan
kemungkinan akan terancam tersingkir adalah tradisi malam abuk atau malam ketupat. Malam
abuk adalah tradisi yang berlangsung pada malam-malam ganjil setelah 17 Ramadhan dan
dilakukan secara bergilir di setiap musala atau masjid pada tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29
Ramadhan. Pada tradisi terdapat makanan yang populer dan biasa dihidangkan di sini yaitu kue
abuk.
Daerah yang masih melakukan tradisi malam abuk adalah daerah Gandul. Gandul
merupakan sebuah kelurahan di kecamatan Cinere. Di daerah Gandul malam abuk masih kerap
dilakukan oleh masyarakat sekitar. Untuk saat ini tradisi mulai ditinggalkan oleh masyarakat.
Di setiap tradisi tentu memiliki nilai-nilai yang terkandung, salah satunya yaitu nilai-nilai
sosial budaya Islam. Tradisi sebagian besar akan melibatkan banyak orang. Salah satu tradisi dari
betawi yang memiliki kesamaan dengan malam abuk adalah nyorog. Tradisi ini dilakukan untuk
menyambut bulan Ramadhan dengan membagikan berbagai bingkisan. Nilai sosial budaya pada
tradisi ini meliputi sedekah dan silahturahmi. Mayoritas masyarakat Betawi yang beragama Islam,
membuat banyak tradisi Betawi yang mengandung nilai-nilai Islam.
Tujuan dari penelitian ini adalah utnuk mengetahui latar belakang masyarakat Betawi di
daerah Cinere-Gandul melakukan tradisi malam abuk dan mengetahui nilai-nilai sosial budaya
Islam yang terkandung dalam tradisi malam abuk.

B. Kajian Teori
A. Tradisi
Menurut Soerjono Soekamto (1990) tradisi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat dengan secara berulang. Menurut Hasan Hanafi tradisi ialah segala
macam sesuatu yang diwariskan di masa lalu pada kita dan dipakai, digunakan dan masih
berlaku dimasa saat ini atau masa sekarang.
B. Tradisi Malam Abuk
Menurut Ustad Karsan (2022), tokoh masyarakat Kampung Betawi Setu Babakan tradisi
malam ketupat atau abuk atau likuran merupakan tradisi yang dilakukan dengan tujuan
sebagai penyambutan malam lailatul qadar dengan suka cita. Tradisi “Malam Abuk” adalah
tradisi yang berlangsung pada malam ganjil setelah 17 Ramadhan dan dilakukan secara
bergilir di musala atau masjid pada tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan. Tradisi ini
dinamakan malam abuk dikarenakan dulu masyarakat menghidangkan sebuah kue, yaitu kue
abuk.
C. Suku Betawi
Beberapa ahli menyebut bahwa Suku Betawi merupakan perkawinan antar suku di
Nusantara. Sebagian orang menyebutkan bahwa orang-orang suku betawi berasal dari
keturunan dari budak yang didatangkan oleh Belanda. Budak itu didatangkan di antaranya
dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan India. Menurut Sagiman MD etnis Betawi telah

Taruna Bakti Science Project Olympiad


mendiami Jakarta dan sekitarnya sejak zaman batu baru atau zaman Neoliticum dan
penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa sebagaimana orang Sunda, Jawa, dan
Madura.
D. Nilai Sosial Budaya Islam
Menurut Robert M. Z. Lawang (1988) nilai sosial merupakan gambaran tentang apa yang
diinginkan, apa yang pantas, yang bisa mempengaruhi tingkah laku orang yang memiliki
nilai tersebut. Menurut Sumaatmadja (dalam Koentjaraningrat 2000) nilai budaya
merupakan nilai-nilai yang melekat dalam masyarakat yang mengatur keserasian,
keselarasan, serta keseimbangan berdasarkan pada perkembangan penerapan budaya dalam
kehidupan. Menurut Ahmad Thontowi (2005) nilai religius merupakan suatu bentuk
hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi
dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari. Jadi, nilai sosial
budaya Islam adalah tingkah laku seseorang yang melekat pada seseorang dengan
berlandaskan agama.

C. Penelitian yang Relevan


Tinjauan penelitian relevan berfungsi untuk memetakan letak perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dalam tinjauan pustaka ini sejumlah literatur
terkait dengan topik penelitian ini dikaji dan dievaluasi. Kajian tentang pemanfaatan perpustakaan
dan kemandirian belajar sudah banyak dikaji dalam penelitian sebelumnya.
1. Antonius Rizki Krisnadi
“Gastronomi Makanan Betawi Sebagai Salah Satu Identitas Budaya Daerah”
Penelitian ini diterbitkan pada tahun 2018 dan diterbitkan pada jurnal National Conference
of Creative Industry: Sustainable Tourism Industry for Economic Development. Penelitian
ini merupakan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Fokus dalam penelitian ini adalah
Gastronomi makanan Betawi sebagai Identitas Budaya. Berdasarkan hasil wawancara
dengan narasumber dan studi literature dapat disimpulkan bahwa istilah gastronomi
menekankan kepada budaya atau filosofi yang terkandung dalam makanan khas atau
makanan tradisional di suatu daerah. Berbagai macam aneka makanan khas Betawi yang
beraneka ragam dan kaya akan keunikan serta mempunyai unsure Gastronomi di dalam
setiap makanan khas Betawi yang perlu dilestarikan dan dijaga keberadaannya yang bisa
menjadikan sebagai suatu symbol atau ciri khas yang menjadi ciri khas kebudayaan suatu
daerah.
2. Mita Purbasari
“Indahnya Betawi”
Penelitian ini diterbitkan pada tahun 2010 dan diterbitkan pada jurnal HUMANIORA Vol.1
No.1 April 2010: 1-102. Penelitian ini merupakan kualitatif dengan pendekatan studi kultur
dan berdasarkan teori strukturalisme. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa
kebudayaan Betawi telah terbentuk melalui proses yang panjang, walaupun pada
kenyataannya mereka sekarang tergusur, tetapi proses asimilasi dengan berbagai suku di
Indonesia yang membuat suku Betawi tetap ada dan diakui. Ragam kesenian beserta dengan
akulturasi budaya, bahasa, dan manusia menimbulkan berbagai persepsi terhadap etnik
Betawi. Faktor kesederhanaan membuat etnik Betawi diterima di segala lapisan masyarakat
Indonesia. Dengan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Betawi, maka perlu
adanya pelestarian terhadap kebudayaan ini, mengingat sifat masyarakatnya yang kurang
peduli akan keberadaannya sendiri.
3. Abdul Fadhil, Andy Hadiyanto, Ahmad Hakam, Amaliyah, Dewi Anggraeni
“Model Revitalisasi Nilai-Nilai Multikultural Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal
Betawi”
Penelitian ini diterbitkan pada tahun 2019 dan diterbitkan pada jurnal Penelitian Agama dan
Masyarakat (PENAMAS) Volume 32, Nomor 2, Juli - Desember 2019 Halaman 219 - 464.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan bahwa tradisi lebaran masyarakat Betawi mengandung nilai-nilai multikultural.
Proses revitalisasi nilai-nilai multikultural melalui tradisi lokal, ada beberapa faktor yakni
kesadaran diri serta kerjasama berbagai pihak pemangku kebijakan (pemerintah daerah dan
pemerintah pusat). Seperti pemberdayaan kegiatan sosial di lingkungan masyarakat kota dan
desa misalnya, kegiatan arisan, dan penggalangan dana sosial dilingkungan RT/RW guna
mencapai kesejahteraan sosial.

D. Pembaharuan
• Membahas tentang nilai sosial budaya islam pada tradisi malam abuk.
• Lingkup penelitian di Gandul-Cinere.

2. METODE PENELITIAN
a. Metode Penelitian
Metode Penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono (2016:9) metode
deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara
trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi. Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2013:5)
menyatakan Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan bebagai
metode yang ada. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian berupa kualitatif deskriptif
dikarenakan peneliti ingin menggambarkan dan menjabarkan tentang hal yang terjadi di lapangan
mengenai nilai-nilai sosial budaya Islam dan latar belakang tradisi malam abuk di Cinere-Gandul
dengan yang menggunakan wawancara dengan observasi sebagai teknik pengumpulan datanya.
Menggunakan metode ini dapat mempermudah dalam menggali lebih dalam mengenai informasi
yang diperlukan.
b. Informan Penelitian
Menurut Djam'an Satori dan Aan Komariah (2017:94) informan adalah orang-dalam pada
latar penelitian. Fungsinya untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Informan penelitian peneliti yaitu masyarakat di Cinere-Gandul. Peneliti akan memilih
informan dari kyai, tokoh masyarakat, dan budayawan
c. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Dalam upaya untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka diperlukannya
sebuah pengumpulan data. Pada penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi.
a. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan tanya jawab yang terdapat penanya dan penjawab dengan
tujuan tertentu. Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2015:72) wawancara adalah pertemuan
yang dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi maupun suatu ide dengan cara tanya
jawab, sehingga dapat dikerucutkan menjadi sebuah kesimpulan atau makna dalam topik
tertentu. Wawancara dilakukan dengan secara langsung bertemu dengan informan di daerah
Cinere-Gandul. Wawancara dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang
berkaitan dengan latar belakang dari terjadinya malam abuk dan nilai-nilai sosial budaya yang
terkandung di dalam malam abuk dengan terstruktur kepada informan. Hasil dari wawancara
dibutuhkan dalam menjawab mengenai malam abuk ini.
b. Observasi
Menurut Widoyoko (2014:46) observasi merupakan “pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian”.
Menurut Sugiyono (2014:145) “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis”. Observasi dilakukan dalam
pengamatan dari segi lokasi dan bagaimana bayangan dalam melakukan tradisi malam abuk.
d. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian diadakan pengolahan data tersebut, maka selanjutnya
diadakan penganalisaan data dengan teknik analisi tertentu. Analisis data yang digunakan
yakni analisis data kualitatif. Menurut Moleong (2007:3) mengemukakan bahwa analisis

Taruna Bakti Science Project Olympiad


kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Terdapat langkah-langkah dalam melakukan analisis data yang terkumpul, yaitu:
1) Mengumpulkan data-data yang telah didapatkan melalui hasil wawancara dengan
instrumen dan observasi.
2) Melakukan penyederhaan data-data yang didapat dengan mengambil data penting yang
diperlukan dan membuang data yang tidak diperlukan sehingga akan lebih memudahkan
dalam penarikan kesimpulan di akhirnya.
3) Melakukan penyajian data-data penting yang diperlukan dengan sistematis dan disusun
dengan rapi agar lebih mudah dalam memahaminya. Penyajian data dilakukan dalam
bentuk teks naratif.
4) Setelah data-data yang telah dilewatkan berbagai proses, kemudian menarik sebuah
kesimpulan dari data-data tersebut dengan menggunakan referensi-referensi dari berbagai
sumber untuk dijadikan sebagai bukti pendukung dari data-data yang telah didapatkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Latar Belakang pada Tradisi Malam Abuk
Segala sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang maupun individu pasti
memiliki suatu alasan dan faktor yang mendorong dari kegiatan tersebut. Malam abuk berasal dari
kata “Malam” dan “Abuk”, malam di sini berarti bermakna bahwa kegiatan tersebut dilakukan
pada saat malam hari. Dan abuk ini adalah sebuah kue yang dihidangkan pada saat melakukan
kegiatan ini. Abuk adalah sebuah kue yang berasal dari Betawi yang terbuat dari ketan hitam yang
diberi isi gula merah atau gula Jawa dibentuk menyerupai segitiga dan dibungkus menggunakan
daun pisang. Biasanya dalam penyajian tidak hanya kue abuk saja yang dihidangkan, melainkan
bersamaan dengan kue papais dan kue unti. Kue papais ini adalah kue yang sejenis dengan kue
nagasari yang sama-sama berisikan sebuah pisang dan dibungkus dengan daun pisang, namun
untuk papais cenderung lebih gurih dan asin. Unti berupa kue yang berisikan campuran antara
ketan hitam dengan ketan putih. Malam abuk ini tidak tradisi yang murni berasal dari Betawi.
Tradisi ini berasal dari pulau Jawa dan merupakan tradisi ajaran dari Wali Songo. Tradisi yang
seperti malam abuk ini di daerah lain pun juga terdapat namun hanya berbeda dalam penyebutan
namanya. Seperti di Jogja biasanya disebut dengan “Likuran” yang menghidangkan sebuah
tumpeng.
Malam abuk adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Betawi yang beragama
muslim. Tradisi ini sudah ada sekitar tahun 1800. Tradisi ini diadakan di bulan Ramadhan dan
hanya pada malam-malam ganjil, seperti 21, 23, 25, 27, dan 29. Karena pada malam tersebut
merupakan malam-malam Lailatul Qadr, sehingga masyarakat Betawi muslim dahulu ingin
mencari keberkahan pada malam-malam tersebut dengan melakukan ibadah yang lainnya tidak
hanya melakukan kegiatan berupa mengkhatamkan Al-Qur’an, berdzikir, dan lain-lain melainkan
berupa sedekah pada malam tersebut dengan mengirimkan kue abuk ke masjid atau ke seseorang
yang lebih tua seperti orang tua, guru-guru, dan lain-lain.
Tradisi ini juga menjadi sebuah pengingat bagi masyarakat bahwasannya bulan Ramadhan
akan berakhir sehingga masyarakat perlu menyiapkan dan mengencagkan ibadah di penghujung
bulan Ramadhan ini. Biasanya masyarakat Betawi muslim terkhususkan ibu-ibu yang tidak bisa
menghadiri membaca Al-Qur’an dan berdzikir pada malam-malam itu mereka memberikan kue
abuk tersebut ke masjid dengan bertujuan juga untuk memuliakan Al-Qur’an. Malam abuk ini
biasanya dilakukan setelah melakukan sholat tarawih. Setelah melakukan sholat tarawih para
jama’ah melakukan kegiatan berdzikir, 9 membaca Al-Qur’an, tahlil, dan membaca Surah Al-
Fatihah untuk orang-orang yang telah wafat sembari dihidangkannya kue abuk berserta hidangan
lainnya. Tradisi ini tidak bersifat wajib bagi masyarakat dahulu, namun dikarenakan ini merupakan
tradisi yang baik dan sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat sehingga seperti sesuatu hal yang
wajib dilakukan.
Dari hasil wawancara, menurut bang Nahrowi (2022):
“Pada era tahun 90an dan 80an malam abuk mulai dikerjakan pada malam 27 bulan Ramadhan
saja dan sekarang dapat dikatakan hampir punah”
Kini dalam melakukan tradisi malam abuk seiring berjalannya waktu pada era tahun 90an
dan tahun 80an sudah tidak lagi pada malam-malam ganjil, seperti 21, 23, 25, 27, dan 29 melainkan
kini hanya pada tanggal 27 saja seperti yang dilakukan pada masyarakat di Cinere dan bahkan
dapat dikatakan tradisi ini hampir punah. Hal ini dikarenakan efek dari modernisasi yang di mana
zaman sudah serba teknologi dan orang menjadi meninggalkan dan kurang tertarik untuk
melakukan tradisi-tradisi di lingkungan sekitarnya.
Dengan adanya perkembangan zaman seperti ini banyak sekali menggantikan dari ciri khas
kue abuk itu, seperti mengganti ketannya menggunakan ketan putih dan mengganti isi dari kue
abuk tersebut. Atau bahkan mengganti kue abuk dengan kue lainnya seperti menggunakan kue
bolu. Hal tersebut akan menghilangkan dari ciri khas tradisi malam abuk itu sendiri. Dalam usaha
tidak menghilangnya tradisi ini perlu adanya kesadaran dari masyarakat sekitar terutama
masyarakat Betawi muslim. Masyarakat Betawi muslim lah menjadi harapan dalam menjaga
tradisi ini, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Betawi muslim di Cinere dengan membangun
sebuah sanggar yang bernama Sanggar Saung Dji’ih.

b. Nilai Sosial pada Tradisi Malam Abuk


Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari interaksi antar sesama manusia.
Interaksi ini adalah salah satu bentuk dari perilaku sosial dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi
malam abuk adalah tradisi yang bersifat kelompok dan terjadi interaksi antar sesama manusia
dalam kegiatan ini. Sehingga dapat dikatakan terdapat suatu hubungan sosial yang terwujud di
tradisi ini. Berikut ini merupakan nilai-nilai sosial yang terdapat pada tradisi malam abuk, yaitu:

1. Persaudaraan
Sebuah nilai persaudaraan tercipta di dalam kegiatan tradisi malam abuk. Setelah
kita melakukan sholat tarawih tidak langsung pergi kembali ke rumah, melainkan melakukan
kegiatan berupa dzikiran, tahlil, membaca Al-Qur’an, dan membacakan Al-Fatihah untuk 10
orang yang telah wafat sembari menyantap bersama hidangan kue abuk dengan hidangan
lainnya. Ketika berkumpul inilah ikatan persaudaraan menjadi lebih kuat dan menyatu.
Dikarenakan tentu ketika berkumpul-kumpul seperti ini akan tercipta interaksi dengan sesama.
Dari yang sebelumnya tidak terlalu mengenal menjadi kenal dikarenakan tradisi ini. Dari yang
sebelumnya bermusuhan dan kemudian bertemu dalam kegiatan ini dan saling berbincang-
bincang satu sama lain sehingga menjadi teman dekat setelah melakukan kegiatan ini. Dengan
menyantap hidangan bersama-sama sehingga terwujud rasa kehangatan persaudaraan dan
hubungan emosional antar individu dengan individu lainnya ataupun masyarakat satu dengan
yang lainnya semakin harmonis dan terjaga dari yang namanya permusuhan dan kebencian.

2. Empati dan peduli dengan sesama


Di dalam tradisi malam abuk ini diajarkan kepada masyarakat jika kita harus
mengerti dan peduli terhadap sesama. Dalam tradisi malam abuk ini masyarakat memberikan
sebuah kue abuk ke masjid-masjid, orang tua, ustadz, guru, dan lain-lain. Pemberian kue abuk
yang banyak ini ke berbagai pihak bermaksud kita sesama masyarakat yang hidup bertetangga
harus saling peduli antar sesama. Apakah tetangga kita terdapat yang mungkin kelaparan atau
kekurangan makanan. Sehingga dari hal itu memberikan pengajaran untuk tidak egois
memikirkan diri sendiri dan hanya memasak untuk diri sendiri. Dengan empati akan terwujud
kerhamonisan yang terjadi, seperti yang terjadi di malam abuk terjadi kerhamonisan antara
jama’ah – jama’ah dengan masyarakat yang memberikan malam abuk ke masjid.

c. Nilai Budaya pada Tradisi Malam Abuk


Menurut Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012) nilai budaya merupakan nilai yang terdiri
atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat dalam
hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Nilai budaya pada sebuah tradisi ini diwariskan turun-
temurun atau diajarkan kepada generasi penerusnya. Di setiap daerah tentu memiliki nilai budaya

Taruna Bakti Science Project Olympiad


tersendiri yang berbeda-beda dan tidak menutup kemungkinan jika nilai budaya sebuah tradisi satu
dengan yang lainnya itu hamper sama. Nilai budaya yang terdapat pada tradisi malam abuk adalah:

1. Hidangan yang disajikan


Sesuai dari nama tradisi ini ialah tradisi malam abuk yang di mana pada tradisi ini
harus terdapat hidangan berupa kue abuk. Kue abuk ialah kue yang terbuat dari ketan hitam
diberi isi gula merah atau gula jawa dibentuk menyerupai segitiga serta dibungkus dengan
daun pisang. Pada zaman dahulu, masyarakat menggunakan ketan hitam yang berasal dari
hasil pertanian mereka. Dikarenakan pada saat itu jika ingin bersedekah 11 menggunakan uang
itu sulit sehingga dibuat lah kue abuk dari hasil pertanian masyarakat untuk diberikan kepada
orang lain. Dan juga hidangan khas yang perlu disajikan untuk menemani kue abuk adalah kue
papais dan kue unti. Kue abuk menjadi sebuah ciri khas dari tradisi malam abuk.

2. Ajaran dari orang tua


Tradisi malam abuk di dalamnya berisikan pemberian kue abuk ke masjid, orang
tua, guru, ustadz, dan lain-lain sebagainya. Hal ini merupakan bentuk pengajaran dari orang
tua dahulu yang mengharuskan jika mendatangi ke pendiaman seseorang atau kepada
seseorang yang lebih tua perlu membawa sesuatu yang untuk diberikan. Dan untuk selalu
berbagi dengan sesama dengan melebihkan makanan di rumah yang kita buat untuk dibagikan
kepada tetangga sekitar. Dapat dikatakan tradisi malam abuk melarang untuk berbuat pelit
dengan sesama. Ketika seseorang memiliki sebuah kelebihan semisalkan dalam hal makanan,
maka diharuskan berbagi dengan masyarakat sekitar dan tidak egois mementingkan diri
sendiri.

d. Nilai Islam pada Tradisi Malam Abuk


Tradisi malam abuk merupakan tradisi masyarakat Betawi yang beragama Islam. Sebagian
besar tradisi betawi yang terdapat unsur keislaman di dalamnya. Dikarenakan dahulu para
masyarakat dalam melakukan sesuatu selalu berlandaskan agama. Nilai-nilai Islam yang
terkandung dalam tradisi malam abuk adalah:
1. Bersedekah
Dari rangkaian kegiatan tradisi malam abuk sudah sangat terlihat jika terdapat
kegiatan bersedekah di tradisi ini. Sedekah yang diberikan dalam tradisi ini berupa kue abuk.
Sehingga pada malam-malam ganjil tersebut tidak hanya diisi dengan berdzikir dan membaca
Al-Qur’an saja, melainkan juga terdapat bersedekah. Biasanya masyarakat Betawi muslim
dahulu yang masih berusia muda ini bersedekah kepada yang lebih tua sebagai bentuk
penghormatan kepada yang lebih tua. Bersedekah pada saat di bulan Ramadhan juga akan
memperoleh keuntungan meliputi pahala yang berlipat ganda, dikarenakan pada bulan
Ramadhan ini semua amalan Allah lipat gandakan. Terdapat hadits yang merujuk pada
bersedekah di bulan suci Ramadhan, yaitu:
Dari Ibnu Abbas yang berkata, “Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang
paling dermawan dan saat beliau paling dermawan adalah di bulan Ramadhan ketika
malaikat Jibril menemui beliau. Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap
malam dalam bulan Ramadhan untuk saling mempelajari Al-Qur’an. Pada saat itu 12
Rasulullah lebih dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya)
hembusan angin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Mencari keberkahan 10 malam terakhir bulan Ramadhan


Di 10 malam terakhir bulan Ramadhan inilah malam Laitul Qadr hadir. Dengan
adanya malam abuk ini menjadikan pengingat bagi masyarakat jika waktu di bulan Ramadhan
ini akan habis sehingga kita perlu mengecangkan dan menguatkan ibadah kita. Ibadah-ibadah
yang dilakukan pada tradisi ini meliputi membaca Al-Qur’an, tahlil, mengirimkan Al-Fatihah
untuk orang telah wafat, dan berdzikir. Dengan melakukan tradisi malam abuk ini dapat
menghidupkan malam-malam terakhir sehingga dapat memperoleh keberkahan dan
kesempatan dalam bertemu dengan malam Lailatul Qadr menjadi lebih besar.

3. Amar makruf nahi mungkar


Berdasarkan hasil wawancara, menurut KH Mansur (2022) dijelaskan:
“Di daerah Cinere ini tradisi malam abuk dilakukan pada malam 27 saja. Malam abuk ini
dijadikan sebagai informasi jikalau 3 hari dari sekarang bulan suci Ramadhan akan segera
berakhir, maka kita perlu mengecangkan ibadah-ibadah dan lebih memfokuskan ibadah yang
masih tidak berjalan baik sebelumnya”

Amar makruf nahi mungkar adalah perilaku seseorang yang mengajak atau
mengingatkan sesorang untuk berbuat sebuah amalan dan mencegah seseorang berbuat
maksiat. Dari wawancara tersebut disebutkan malam abuk dijadikan sebagai informasi bulan
Ramadhan akan berakhir. Dengan adanya tradisi malam abuk membuat seseorang menjadi
ingat jika bulan Ramadhan akan segera berakhir sehingga menjadikan seseorang lebih
memperbanyak ibadahnya dan menjauhkan diri dari hal-hal yang lalai.

4. Menyambung tali silaturahmi


Menurut Ibnu Manzhur, “Silaturahmi merupakan kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat
yang ada hubungan nasab maupun perkawinan, bersikap sayang dan santun kepada mereka,
memperhatikan kondisi mereka, meskipun mereka jauh atau menyakiti. Terdapat hadits yang
membahas tentang hal ini yaitu:

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah
ia menyambung tali silaturahmi”. (HR. Bukhari & Muslim).

Dnalam tradisi malam abuk ini masyarakat Betawi muslim tidak hanya
memberikan kue abuk kepada masjid melainkan dapat mengirimkan pula kepada orang tua
serta kerabat yang lebih tua. Sehingga ketika seseorang mengirimkan kue abuk kepada orang
tuanya serta kerabat, hal ini dapat menyambung tali silaturahmi. Dan perbuatan ini sangat
bagus pula bagi mereka yang tinggal jauh dengan orang tua maupun kerabatnya.

e. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:


1. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan bahwa latar belakang dari tradisi malam abuk
telah ada sejak sekitar tahun 1800 berasal dari pengajaran Wali Songo dan masyarakat muslim
Betawi dahulu ingin mencari keberkahan di malam-malam ganjil di 10 malam terakhir bulan
Ramadhan dengan bersedekah kue abuk.
2. Berdasarkan pembahasan, bahwa nilai-nilai sosial budaya Islam yang terdapat dalam tradisi
malam abuk yaitu untuk nilai sosial berupa persaudaraan/ukhuwah dan empati serta peduli
terhadap sesama, untuk nilai budaya berupa hidangan yang disajikan dan pengajaran dari orang
tua, dan untuk nilai Islam berupa bersedekah, mencari keberkahan di 10 malam terakhir bulan
Ramadhan, dan amar makruf nahi mungkar.

Taruna Bakti Science Project Olympiad


Ucapan Terima kasih
Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNyalah
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Nilai Sosial Budaya Islam pada
Tradisi “Malam Abuk” dalam Masyarakat Betawi di Daerah Cinere-Gandul Pada kesempatan ini, penulis
hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil sehingga laporan penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:

1. Bapak Drs. H. Musahir, M.Pd. sebagai Kepala Madrasah Aliyah Negeri 11 Jakarta Selatan atas
motivasi dan dukungannya serta memberikan izin untuk mengikuti lomba TBSPO 2022.
2. Bapak Indra Cahya Firdaus, M.Pd. sebagai Ketua Tim Riset Madrasah Aliyah Negeri 11 Jakarta
Selatan atas segala arahan dan bimbingannya.
3. Keluarga yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat selama penyusunan laporan penelitian
ini.
4. Teman-teman satu bimbingan penelitian laporan peneltian yang telah berjuang bersama dalam
menyelesaikan laporan penelitian.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala
kekurangan dalam penyusunan laporan penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan
penelitian ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Jakarta, 9 September 2022

Penulis
Daftar Pustaka

[1] T. L. MPI, "5 Negara yang Memiliki Suku Terbanyak di Dunia, Indonesia Salah Satunya," MNC Portal, 14 April
2022. [Online]. Available: https://news.okezone.com/read/2022/04/13/18/2578538/5-negara-yang-memiliki-
suku-terbanyak-di-dunia-indonesia-salah-
satunya#:~:text=Berikut%20ini%20adalah%20negara%2Dnegara%20yang%20memiliki%20suku%20terbanya
k%20di%20dunia.&text=India%20memiliki%20luas%20s. [Accessed 3 Agustus 2022].
[2] Kristina, "5 Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli," detikEdu, 16 September 2022. [Online]. Available:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5725690/5-pengertian-kebudayaan-menurut-para-ahli. [Accessed 18
Agustus 2022].
[3] A. Wahid, "ALI IMRON 110 TENTANG TRADISI ISLAM LOKAL," PMII, 1 Juli 2015. [Online]. Available:
http://www.pmiigusdur.com/2015/07/ali-imron-110-tentang-tradisi-islam.html. [Accessed 19 Agustus 2022].
[4] N. Aisyah, "Batik Sempat Diklaim Miss World Malaysia, Ini Sejarahnya yang Diakui UNESCO," detikEdu, 22
Oktober 2021. [Online]. Available: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5777895/batik-sempat-diklaim-
miss-world-malaysia-ini-sejarahnya-yang-diakui-unesco. [Accessed 3 Agustus 2022].
[5] F. Idris, "Belum Lebaran, Masyarakat Betawi Rayakan Tradisi Malam Ketupat," Seni & Budaya Betawi, 19 April
2022. [Online]. Available: https://www.senibudayabetawi.com/6276/belum-lebaran-masyarakat-betawi-
rayakan-tradisi-malam-ketupat.html. [Accessed 4 Agustus 2022].
[6] A. Fadhil, A. Hadiyanto, A. Hakam, A. and D. Anggraeni, "Revitalisasi dan Identifikasi Nilai-Nilai Multikultural
Pada Tradisi Lebaran Etnik Betawi di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung DKI Jakarta," PENAMAS,
vol. 32, no. 2, pp. 219 - 464, 2019.
[7] H. Maros and S. Juniar, "Perancangan sistem informasi akuntansi penjualan dan persediaan pada Koperasi
Mahasiswa UIN Maliki Malang," -, Vols. -, no. 1987, pp. 1-23, 2014.
[8] Fitri, Muhammad and H. Susanto, "NILAI SOSIAL RELIGI TRADISI MANOPENG PADA MASYARAKAT
BANYIUR," Kalpataru: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, vol. VII, no. 2, pp. 161-169, 2022.
[9] S. A. M. M. C. Dr. Meiryani, "MEMAHAMI PERBEDAAN ANALISIS KUALITATIF DAN ANALISIS
KUANTITATIF DALAM PENELITIAN ILMIAH," BINUS UNIVERSITY, 12 Agustus 2021. [Online].
Available: https://accounting.binus.ac.id/2021/08/12/memahami-perbedaan-analisis-kualitatif-dan-analisis-
kuantitatif-dalam-penelitian-ilmiah/. [Accessed 18 Agustus 2022].
[10G. Pendidikan, "Pengertian Nilai Sosial Menurut Para Ahli," SeputarIlmu, 3 November 2020. [Online]. Available:
https://seputarilmu.com/2020/11/nilai-sosial-menurut-para-ahli.html. [Accessed 18 Agustus 2022].
[11Krisnadi and A. Rizki, "Gastronomi Makanan Betawi Sebagai Salah Satu Identitas Budaya Daerah," National
Conference of Creative Industry, Vols. -, no. 9, pp. 5-6, 2018.
[12F. A. Putri, "Pengertian Sosiologi dan Teori-Teori Dasarnya dari Para Ahli," tirto.id, 19 September 2021.
[Online]. Available: https://tirto.id/pengertian-sosiologi-dan-teori-teori-dasarnya-dari-para-ahli-f8Ty. [Accessed
18 Agustus 2022].
[13DosenSosiologi, "Pengertian Nilai Budaya, Fungsi, Ciri, dan 12 Contohnya," dosensosiologi.com/, 3 Februari
2022. [Online]. Available: https://dosensosiologi.com/nilai-budaya/. [Accessed 18 Agustus 2022].
[14Egindo, "Sejarah Asal Usul Suku Betawi dan Kebudayaannya," EGINDO, 19 Maret 2021. [Online]. Available:
https://egindo.com/sejarah-asal-usul-suku-betawi-dan-kebudayaannya/. [Accessed 3 Agustus 2022].
[15S. S. Wilandra, "Islam dan Betawi dalam Lintasan Sejarah," Jejak Islam, 26 Juni 2019. [Online]. Available:
https://jejakislam.net/islam-dan-betawi-dalam-lintasan-sejarah/. [Accessed 3 Agustus 2022].
[16Republika, "Tradisi- ‘Malam Ketupat’ Menyambut Lailatul Qadar," Republika, 16 Juli 2014. [Online]. Available:
https://www.republika.co.id/berita/n8sx87/tradisi-malam-ketupat-menyambut-lailatul-qadar. [Accessed 18
Agustus 2022].
[17M. Martin, "Rindu Ramadan dan Kue Abuk Ramadan," Kompasiana, 16 April 2021. [Online]. Available:
https://www.kompasiana.com/mahirmartin/6078e1bc8ede486ffd75fc42/rindu-ramadan-dan-kue-abuk-ramadan.
[Accessed 3 Agustus 2022].

Taruna Bakti Science Project Olympiad


[18Harakah, "Rasulullah Paling Dermawan Ketika Ramadhan," Suara, 2 Mei 2020. [Online]. Available:
https://www.suara.com/partner/content/harakah/2020/05/02/153103/rasulullah-paling-dermawan-ketika-
ramadhan. [Accessed 9 September 2022].
[19C. Mundzir, "Nilai Nilai Sosial dalam Tradisi Mappanre Temme’ di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru,"
Rihlah, vol. 1, no. 2, pp. 69-80, 2014.
[20Y. Prasetyo, "Pengembangan E-Commerce Menggunakan Content Management System (CMS) Wordpress di
Toko Diana Kecamatan Glenmore," -, vol. 1, no. 1, pp. 14-17, 2022.
[21M. Purbasari, "Indahnya Betawi," Humaniora, vol. 1, no. 1, pp. 1-10, 2010.
[22A. Rahmaniah, "Etnografi Masyarakat Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang," Repository
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Vols. -, no. -, pp. 1-51, 2015.
[23I. Wariin, "NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) TRADISI MEMITU PADA
MASYARAKAT CIREBON Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu)," Edunomic Jurnal
Pendidikan Ekonomi, vol. 2, no. 1, pp. 48-56, 2014.
[24A. Hidayatullah, "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS DI MTs YPIA CIKERIS
PURWAKARTA," -, Vols. -, no. -, pp. -, 2019.
[25Yufidia, "Serial Kutipan Hadits: Keutamaan Silaturahmi," Yufidia, 14 Desember 2020. [Online]. Available:
https://yufidia.com/serial-kutipan-hadits-keutamaan-silaturahmi/. [Accessed 3 Agustus 2022].
BIOGRAFI PENULIS

Raihan Firdaus Hadi Saputra kelas XI MIPA dari MAN 11 Jakarta. Alamat rumah di Jl. Pelita I
Gg. D No.6 RT 12 RW 08, Kebayoran Lama Utara. Lahir di Jakarta, 19 April 2006. Hobi Olahraga.
Nomor HP 0822-9828-2166

Qonita Kamila kelas XI MIPA dari MAN 11 Jakarta. Alamat rumah di Jl. Cempaka Putih Timur
XVII No. 25 Cempaka Putih Timur, Cempaka Putih, 10510. Lahir di Jakarta, 30 Desember 2005.
Hobi menonton film. Nomor HP 0878-7643-0509

Taruna Bakti Science Project Olympiad


LOGO DAN KOP SEKOLAH

SURAT KETERANGAN
Nomor : B-537/Ma.09.11/PP.00.30/09/2022

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Sekolah/Madrasah MAN 11 Jakarta Selatan
dengan ini menerangkan bahwa :
Nama Kelas
No.
1 Raihan Firdaus Hadi Saputra XI MIPA
2. Qonita Kamila XI MIPA

Adalah benar bahwa nama di atas merupakan peserta didik dari SMP/SMA/sederajat MAN
11 Jakarta Selatan Kelas XI Program IPA/IPS Tahun Pelajaran 2022/2023. Surat keterangan
ini diberikan kepada yang bersangkutan untuk mengikuti Taruna Bakti Science Project
Olympiad (TBSPO) 2022.

Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenarnya dan untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Jakarta, 30 September 2022


Kepala Sekolah MAN 11 Jakarta

(Drs. H. Musahir, M.Pd.)

Anda mungkin juga menyukai