Anda di halaman 1dari 11

Budaya Balimau sebagai Akulturasi Islam dan Budaya Minangkabau

Oleh Novia Ika Savitri / PBI / 183221294

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki 6 agama yang diakui secara Undang-Undang.
Meskipun bukan negara Islam, tetapi Indonesia merupakan negara mayoritas
Islam dengan jumlah penganut 209,1 juta per tahun 2010 1 . Indonesia juga
memiliki kekayaan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Kekayaan budaya berupa 742 bahasa/dialek dari berbagai suku bangsa yang
jumlahnya tidak kurang dari 478 suku bangsa melahirkan keragaman di
Indonesia 2 . Keragaman tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang
indah dengan perbedaannya. Kenyataan tersebut membuat akulturasi Islam dan
budaya Indonesia pasti terjadi.
Dalam kehidupan masyarakat, sebuah kebudayaan dapat mempengaruhi
budaya lainnya seperti sebuah sistem. Islam berkembang di Timur Tengah, dan
dalam kebudayaan, agama Islam menyesuaikan dengan kebudayaan di Timur
Tengah. Islam datang ke Indonesia sebagai sebuah agama yang murni, dan
Indonesia mampu menerima Islam dan menyelaraskan dengan kebudayaan yang
ada di daerah masing-masing3. Sebelum Islam datang, Indonesia telah mendapat
pengaruh dari agama Hindu Buddha terlebih dahulu, hal ini yang membuat
Islam juga mempengaruhi budaya di Indonesia dan terjadinya akulturasi Islam
dan budaya.
Minangkabau, sebuah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di
Sumatera Barat. Islam masuk ke Ranah Minangkabau sekitar abad ke-7, hal ini
diketahui dengan adanya kampung Islam di Pariaman, Sumatera Barat. Namun
pada saat itu, hanya sebagian masyarakat yang memeluk agama Islam.
Meskipun Minangkabau pernah menganut animisme, dinamisme, dan Hindu-
Budha, kebudayaan di Minangkabau banyak dipengaruhi oleh alam 4 . Setelah
masuknya Islam ke Minangkabau, masyarakat Minangkabau tidak

1
Ajo, “Indonesia memiliki Kekayaan dan keragaman Budaya”,
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/1342/Indonesia+Miliki+Kekayaan+dan+Keanekaragaman
+Budaya/0/berita_satkera, diakses pada 08 Desember 2020
2
Viva Budy, "Indonesia, Negara dengan Penduduk Muslim Terbesar Dunia",
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/25/indonesia-negara-dengan-penduduk-
muslim-terbesar-dunia, diakses tgl. tanggal 08 Desember 2020 pukul 13.04
3
R. Soekmono, “PENGANTAR SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA 3”, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius,1973), hal. 116-119.
4
Duski Samad, “Tradisionalisme Islam di Minangkabau : Dinamika, Perubahan dan Kontinuitasnya”,
Tajdid: Jurnal Nasional Ilmu-ilmu Ushuluddin (2003), Vol 6, No. 2, 120.
menghilangkan kebudayaan aslinya, melainkan menyelaraskan dengan ajaran
Islam.
Islam di Minangkabau menjadi penyempurna dengan ketentuan agama,
Al Qur’an dan Hadits. Masuknya Islam juga berdampak pada akulturasi Islam
dan Budaya Minangkabau. Salah satu akulturasi Islam dan Budaya
Minangkabau yaitu pada acara Balimau. Acara Balimau merupakan sebuah
tradisi mandi dalam adat Minangkabau saat memasuki bulan suci Ramadhan.
Mandi balimau memiliki sisi positif dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi,
semakin majunya zaman, kaidah murni mandi Balimau semakin hilang. Mandi
Balimau di masa kini lebih dimaksudkan untuk bersenang-senang dan
menimbulkan dampak negatif terutama pada kaum muda di zaman ini.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian akulturasi Islam dan budaya Minangkabau?
2) Bagaimana makna akulturasi Islam dan budaya Minangkabau dalam acara
Balimau?
3) Bagaimana relevansi acara Balimau di masa kini dengan Islam?
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian
a. Akulturasi
Menurut KBBI, akulturasi merupakan pencampuran dua kebudayaan
yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sebuah kebudayaan dapat dimasuki
oleh budaya lainnya menjadi sebuah sistem yang saling mempengaruhi satu
sama lain. Sebuah akulturasi dapat terjadi apabila sebuah kultur atau budaya
bersosialisasi dengan budaya lainnya 5 . Masing-masing budaya yang berbeda
akan menyadari sebuah persamaan dan perbedaan antara keduanya sehingga
timbulah komunikasi untuk menyelaraskan persamaan dan perbedaan tersebut.
Koentjaraningrat, mendefinisikan akulturasi dalam antropologi sebagai
masuknya unsur-unsur baru dalam suatu kebudayaan, yang mana unsur baru
tersebut merupakan kebudayaan asing dan seiring berjalannya waktu membaur
dengan kebudayaan asli sehingga dapat menyatu tanpa melenyapkan budaya asli
tersebut. Dalam akulturasi Islam dan budaya Minangkabau, budaya asing tesrbut
iala Islam dan budaya Minangkabau sebagai budaya asli yang dimasuki unsur-
unsur budaya asing.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akulturasi merupakan
proses masuknya unsur baru berupa budaya asing dalam sebuah budaya dan
saling bersosialisasi sehingga dapat selaras tanpa menghilangkan budaya aslinya.

b. Kebudayaan Minangkabau
Kata budaya berasal dari bahasa Sangskerta “buddhayah” yaitu buddhi
yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan menurut ilmu antropologi
merupakan segala sesuatu termasuk gagasan, tindakan, dan hasil karya yang
dipelajari untuk menjadi miliki manusia itu sendiri. Budaya merupakan suatu
bentuk budi, akal, dan rasa, sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari budaya.
Kebudayaan telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan manusia, sehingga
manusia senantiasa mempelajarinya tanpa disadari. Salah satu bentuk budaya itu
yakni orang Indonesia makan menggunakan piring bulat dan minum dengan
gelas, hal tersebut sudah menjadi budaya di masyarakat Indonesia 6.
Minangkabau atau ranah minang merupakan satu dari banyaknya
kebudayaan yang hidup di Indonesia. Minangkabau selalu dikaitkan dengan
Sumatera Barat, meskipun bukan semua wilayah Sumatera Barat merupakan
Minangkabau seperti Mentawai. Orang Minangkabau menganggap segala yang
ada di alam merupakan anugerah Allah SWT sehingga mereka banyak belajar
dari alam. Salah satu falsafah masyarakat Minangkabau berbunyi “Alam

5
Yenni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000)
6
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hal. 185-190.
takambang jadi guru”7. Masyarakat Minangkabau banyak dipengaruhi oleh alam,
terutama dalam berbahasa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupaka hasil
dari sebuah budi atau akal berupa gagasan, tindakan, atau hasil karya dan
dipelajari manusia dalam kehidupannya sehingga menjadi sebuah kebiasaan
dalam suatu lingkupan masyarakat. Kebudayaan menjadi kekayaan dari sebuah
daerah. Sebuah kebudayaan dapat menjadi sebuah identitas daerah sehingga
penting untuk selalu menganggap budaya sebagai kebiasaan suatu daerah.
Identitas daerah berarti saat sebuah daerah dikenal melalui sebuah budaya.

c. Akulturasi Islam dan Budaya Minangkabau


Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-12 di Aceh. Melalui
perdagangan, Islam dibawa oleh orang-orang dari Gujarat dan Arab serta ulama-
ulama yang menyebarkan Islam dengan sengaja. Namun, Islam sudah lebih dulu
menginjakkan kaki di Minangkabau yaitu pada abad ke 7 ditandai dengan
adanya perkampungan arab di Pariaman. Saat itu hanya sedikit orang Minang
yang memeluk Islam karena masih didominasi oleh animisme, dinamisme, dan
Hindu-Budha. Islam mulai menyebar di pedalaman Minangkabau pada awal
abad ke-17 karena Aceh telah menguasai perdagangan di Minangkabau.
Akulturasi Islam dan budaya Indonesia terjadi karena agama Islam
masuk ke Indonesia sebagai sebuah agama, membawa ajaran dan pelengkap
dalam kehidupan masyarakat 8 . Kebudayaan Islam ialah kebudayaan yang
berkembang berdasarkan Al Qur’an dan as Sunnah. Menurut UUD 194 Pasal 32,
bentuk kebudayaan Islam terbagi 3 yaitu : kebudayaan yang selaras dengan
Islam, kebudayaan yang sebagian tidak selaras, namun kemudian di selaraskan
dan menjadi Islam, dan kebudayaan yang tidak selaras dengan Islam 9. Dapat
diamati bahwa kebudayaan yang terkenal dan tersorot di Indonesia seringkali
banyak memiliki konsep dan simbol Islami sehingga Islam seringkali menjadi
sumber yang penting dari sebuah kebudayaan di Indonesia. Islam membuat
sebuah keunikan tersendiri dalam suatu daerah di Indonesia sehingga tercipta
Islam Jawa, Islam Padang, Islam Aceh, dan lainnya. 10
Falsafah alam takambang jadi guru juga sesuai dengan salah satu ayat
AL Qur’an yaitu :

7
Yose Rizal, 1996. Peribahasa Minangkabau Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia, 1996)
8
Siti Jamiatun, “Akulturasi Budaya Jawa dan Ajaran Islam dalam Tradisi Nyeliwer Wengi”, Kearsipan
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017, hal. 39.
9
Tim Visi Yustisia, Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta : Visimedia, 2014)
10
Muhammad Haramain, “Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal”, Kuriositas (2017), Vol. 11, No. 2, hal.
200
ِ ‫ت ِْل‬
‫ُوِل‬ ٍ ‫ف ال لَّي ِل والنَّه ا رِ ََل َي‬
َ َ َ ْ
ِ ‫ض واخ تِ ََل‬ ِ ‫الس م‬
َ َ َّ ‫إ َّن ِِف َخ لْ ِق‬
ْ َ ِ ‫اوات َو ْاْل َْر‬ ِ
ِ ‫ْاْلَلْب‬
‫اب‬ َ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QR
Surah Ali Imran ayat 190)11.

Akulturasi antara Islam dan budaya Minangkabau tidak selalu berjalan


mulus. Akulturasi ini pernah mengalami kerusuhan dan terjadinya perang Padri
antara kelompok radikal Paderi (kelompok ulama) dan kelompok tradisionalis
(para pemangku adat). Perang tersebut sangat memecah belah Minangkabau.
Perang Paderi menghasilkan sebuah pepatah yang sampai kini melekat dengan
Minangkabau yaitu “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”. Maksud
dari pepatah adat tersebut yaitu “adat basandi syara’” artinya adat berdasarkan
agama, kemudian “syara’ basandi kitabullah” artinya agama berdasarkan kitab
Allah (Al Qur’an)12.

2. Makna Acara Balimau sebagai Akulturasi Islam dan Budaya Minangkabau


Minangkabau merupakan sebuah etnik yang kental akan budaya.
Minangkabau dengan bahsa, seni, dan budayanya telah memberi banyak
konstribusi akan kekayaan di Indonesia. Datuk Katumanggungan membagi
Minangkabau menjadi dua wilayah utama yaitu Darek yang terdiri dari tigak
Luhak; Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Limo Puluh Koto; dan daerah
rantau yaitu wilayah diluar tiga luhak tersebut. Daerah rantau merupakan daerah
yang berbatasan dengan budaya lain sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh
budaya lain13. Daerah rantau Minangkabau tidak hanya dihuni oleh masyarakat
Minangkabau tetapi juga banyak masyarakat dari luar daerah yang merantau.
Setiap daerah dan budaya memiliki cara masing-masing dalam
menyambut bulan ramadhan yang suci dan penuh berkah. Misalnya masyarakat
Semarang yang memiliki acara Dugderan dan masyarakat Klaten yang
menyambut ramadhan dengan mandi di sumur atau air keramat, begitu pula
dengan masyarakat Minangkabau 14 . Budaya dalam menyambut ramadhan

11 QS. Ali Imran ayat 190


12
Gregory M. Simon, Caged in on the Outside : Moral Subjectivity, Selfhood, and Islam in Minangkabau,
Indonesia, (University of Hawai’i Press : Sheridan Books, 2014)
13
Hasanuddin WS, Novia Juita, “Local Wisdom in the Oral Tradition of the People’s Belief on
Prohibition Expression in Categories Human Life of Minangkabau Society in Luhak Nan Tigo Area”,
University of Padang : Proceed ing of the Third International Seminar on Languages and Arts, 2014
14
M. Ishaq, Mengenal Tradisi Budaya Nusantara Sambut Ramadhan,
http://indonesiabaik.id/motion_grafis/mengenal-tradisi-budaya-nusantara-sambut-ramadhan,
diakses pada 11 Desember 2020
merupakan salah satu akulturasi Islam dan budaya yang terjadi Indonesia.
Budaya tersebut berasal dari budaya asli Indonesia tetapi dimasuki unsur Islam
yaitu untuk menyambut ramadhan. Dalam kebudayaan Minangkabau, ada
sebuah kebiasaan untuk menyambut bulan ramadhan bernama Balimau.
Balimau merupakan sebuah tradisi mandi dengan air limau atau jeruk
dalam rangka menyambut bulan ramadhan dalam budaya Minangkabau. Tradisi
ini sudah ada sebelum Islam masuk ke Minangkabau sebagai tradisi mensucikan
diri, kemudian saat Islam masuk ke Minangkabau mandi Balimau dilaksanakan
untuk menyambut bulan ramadhan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah
SWT 15 . Budaya balimau mirip dengan budaya Padusan di Jawa Tengah.
Balimau bertujuan untuk membersihkan diri saat akan memasuki bulan
ramadhan yang penuh berkah. Balimau berarti mandi dengan limau atau jeruk
dalam bahasa Indonesia, karena jeruk biasanya dipakai untuk membersihkan dan
menghilangkan bau.
Budaya balimau dilaksanakan sebagai sebuah upaya bahwa masyarakat
Minangkabau akan menjalani puasa Ramadhan dengan keadaan suci. Kegiatan
Balimau umumnya dilaksanakan di sungai atau aliran-aliran air dengan memakai
air limau atau jeruk dan air bunga-bungaan. Tetapi, bagi masyarakat yang
tempat tinggalnya berjauhan dengan aliran atau sungai, mereka dapat melakukan
balimau di kolam atau sumur. Cara pelaksanaan balimau yaitu dengan mandi di
sungai, aliran air, atau kolam seperti biasa kemudian membasuh diri dengan air
jeruk dan bunga-bunga dengan niat mensucikan diri untuk menyambut puasa
Ramadhan esok hari16.
Budaya balimau bukanlah berasal dari ajaran Islam dan tidak berdalil
sama sekali. Budaya balimau yang dijalankan masyarakat Minangkabau
merupakan murni sebagai sebuah kebiasaan atau tradisi. Karena masyarakat
Minangkabau memegang filsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah”, maka budaya balimau ini lebih menjunjung tinggi nilai adat yang
bersendi pada agama dan kitabullah. Minangkabau terdiri dari masyarakat yang
memeluk Islam, sehingga balimau sebagai wujud dari kebersihan yang menjadi
separoh iman. Balimau menjadi tradisi yang bukan hanya untuk menyambut
puasa tetapi juga sebagai sebuah acara untuk bersilaturrahmi. Masyarakat
Minangkabau jarang bertemu kerabat karena bertani sehingga tradisi balimau
juga digunakan untuk menemui kerabat.

3. Relevansi Acara Balimau dimasa kini dengan Islam

15
Indah Novita, “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Dan Kearifan Lokal Mandi Balimau Kasai Potang
Mogang Di Kelurahan Langgam,Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau”,
https://iain-surakarta.ac.id/nilai-nilai-islam-dalam-budaya-dan-kearifan-lokal-mandi-balimau-kasai-
potang-mogang-di-kelurahan-langgamkecamatan-langgam-kabupaten-pelalawan-provinsi-riau/, diakses
pada 10 Desember 2020
16
Bukhari, “Akulturasi Adat dan Agama di Minangkabau : Tinjauan Antropologi Dakwah”, Al Munir
(2009), Vol.1 No 1, hal. 59
Dunia telah mengalami sebuah transformasi, seiring berjalannya waktu
dan zaman juga semakin maju. Masyarakat yang dahulunya sangat menjunjung
adat juga semakin sirna terbawa arus globalisasi. Begitu pula dengan tradisi
balimau yang terjadi di Minangkabau. Pengaruh globalisasi telah merubah
sedikit demi sedikit kaidah alami dari sebuah budaya dan adat-istiadat.
Termasuk budaya balimau yang telah terbawa pengaruh globalisasi.
Balimau zaman sekarang telah mengalami perubahan nilai dari positif ke
negatif. Balimau memang bukanlah budaya Islami dan tidak berdalil. Tetapi
kaidah utama balimau merupakan membersihkan diri untuk menyambut puasa,
yang mana Islam sangat peduli dengan kebersihan. Balimau pada zaman
sekarang telah melenceng dari kaidah utama tradisi tersebut. Pelencengan tradisi
tersebut berupa pelaksanaan tradisi balimau yang sangat tidak beraturan. Zaman
sekarang, banyak ditemukan masyarakat yang berniat mandi balimau tetapi
mereka pergi ke sungai atau kolam-kolam dengan beramai-ramai. Bercampurnya
laki-laki dan perempuan telah menyalahi aturan agama. Hal tersebut dapat
mendekatkan kepada sesuatu yang disebut zina terutama zina mata.
Hal yang kerap terjadi pada saat pelaksanaan tradisi balimau yaitu mandi
bersama dan bercampurnya laki-laki dan perempuan serta terbukanya aurat
diantara keduanya. Terutama pada anak-anak muda, padahal pemuda sebagai
penerus bangsa yag seharusnya menjaga tradisi yang telah nenek moyang
wariskan. Dikutip dari Antaranews.com, Bupati Tanah Datar menyebutkan
bahwa yang salah dari tradisi balimau bukanlah tradisinya melainkan mandi
bersama dan saling terbukanya aurat laki-laki dan perempuan. Hal tersebut yang
menjadi masalah dan rentan terhadap kemaksiatan 17. Pelaksanaan balimau yang
seperti ini telah mencemarkan tradisi yang bertujuan baik.
Pelaksanaan balimau juga telah bercampur aduk dengan urusan lain.
Balimau juga dimanfaatkan untuk bersilaturrahmi dan masyarakat biasanya
makan bersama dengan kerabat setelah melaksanakan mandi. Tetapi yang terjadi
pada saat ini, masyarakat bukan hanya makan bersama, mereka juga melakukan
bisnis atau perdagangan selama balimau. Banyak penjaja makanan yang sibuk
menjual dagangannya saat orang-orang sedang mandi. Menurut pendapat
seorang pedagang sate padang, Pak Safrizal (45) yang biasa berjualan di sebuah
sungai di Desa Talao, Sangir Balai Janggo saat hari balimau; beliau mengaku
bahwa saat hari sebelum puasa atau balimau, banyak masyarakat yang sibuk atau
tidak sempat memasak membeli makanan untuk dimakan bersama dengan
keluarga setelah balimau 18.
Bukan hanya pelaksanaan, masyarakat Minangkabau yang telah
menyentuh era modern juga banyak yang telah meninggalkan unsur penting
dalam balimau. Masyarakat zaman sekarang telah jarang yang menggunakan
limau serta bunga-bunga untuk pelaksanaan mandi balimau. Umumnya,

17
Mario Sofia Nasution, “Jangan Kaitkan Tradisi Balimau dengan Agama”,
https://m.antaranewss.com/amp/berita/854792/jangan-kaitkan-tradisi-balimau-dengan-agama, diakses
pada 17 desember 2020
18 Wawancara dengan Safrizal pada tanggal 17 Desember 2020
masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman atau Nagari lebih dapat menjaga
tradisi alaminya. Seperti di Dusun Talao, Sangir Balai Janggo, menurut salah
satu warga, Sahrinul (47), masyarakat di Dusun Talao masih menjunjung tinggi
tradisi balimau dengan limau atau jeruk meskipun sudah jarang yang
melengkapinya dengan bunga-bunga. Hal ini dikarenakan jeruk lebih mudah
dicari ketimbang rupa-rupa bunga 19 . Sedangkan menurut Nigel (21), warga
Dusun Talao yang berkuliah di Padang mengaku bahwa masyarakat Padang
biasanya mandi balimau bersama di sungai dengan menggunakan sabun, itu
dilakukan karena zaman modern, sabun telah menjadi sesuatu yang ampuh untuk
membersihkan diri20.
Balimau yang terjadi pada masa kini sedikit banyaknya sudah tidak
relevan dengan kaidah akulturasi Islam dan budaya Minangkabau. Mengganti
limau dengan sabun telah merubah kaidah mandi balimau yang bersendi pada
adat. Sedangkan mandi bersama dengan bercampurnya laki-laki dan perempuan
telah menyalahi adat yang bersendi pada agama Islam. Akulturasi Islam dan
budaya Minangkabau dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai Islam dengan
tradisi yang ada. Tetapi jika adat dan agama telah tercemar, mampukah
masyarakat tetap menjaga keutuhan adat istiadat yang telah nenek moyang
mereka wariskan. Tugas pemuda-pemudi pada zaman sekarang bukanlah
mengganti adat dengan kebiasaan buruk atas nama tradisi, tetapi melestarikan
tradisi yang telah mempunyai kaidah yang baik agar tetap berkembang.
Akulturasi Islam dan budaya Minangkabau melahirkan hal-hal baik dalam
sebuah tradisi, tetapi pengaruh zaman modern yang telah membuat tradisi yang
baik memiliki akibat negatif.

19 Wawancara dengan Sahrinul pada 17 Desember 2020


20
Wawancara dengan Nigel pada 17 Desember 2020
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Minangkabau merupakan sebuah etnik yang kental akan budaya. Dalam
kebudayaan Minangkabau, ada sebuah kebiasaan untuk menyambut bulan
ramadhan bernama Balimau. Balimau merupakan sebuah tradisi mandi dengan
air limau atau jeruk dalam rangka menyambut bulan ramadhan dalam budaya
Minangkabau. Tradisi ini sudah ada sebelum Islam masuk ke Minangkabau
sebagai tradisi mensucikan diri, kemudian saat Islam masuk ke Minangkabau
mandi Balimau dilaksanakan untuk menyambut bulan ramadhan sebagai wujud
rasa syukur kepada Allah SWT. balimau tidak hanya sebagai tradisi meyambut
puasa tetapi juga untuk silaturrahmi dengan kerabat. Balimau zaman sekarang
telah mengalami perubahan nilai dari positif ke negatif. Hal yang kerap terjadi
pada saat pelaksanaan tradisi balimau yaitu mandi bersama dan bercampurnya
laki-laki dan perempuan serta terbukanya aurat diantara keduanya. Masyarakat
zaman sekarang juga telah jarang yang menggunakan limau dan menggantinya
hanya dengan sabun, sehingga dapat melunturkan tradisi asli balimau. Tugas
kita sebagai pemuda-pemudi penerus bangsa yaitu menjaga tradisi leluhur
dengan baik dan melestarikannya sesuai dengan kaidah aslinya. Akulturasi Islam
dan budaya Minangkabau dimaksudkan untuk menciptakan adat yang bersendi
pada agama, bukan merusak moral bangsa.
Daftar Pustaka
Al Qur’an

Ajo, “Indonesia memiliki Kekayaan dan keragaman Budaya”,


https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/1342/Indonesia+Miliki+Kekayaan+
dan+Keanekaragaman+Budaya/0/berita_satkera, diakses pada 08 Desember 2020
Bukhari, “Akulturasi Adat dan Agama di Minangkabau : Tinjauan Antropologi
Dakwah”, Al Munir (2009), Vol.1 No 1, hal. 59
Duski Samad, “Tradisionalisme Islam di Minangkabau : Dinamika, Perubahan dan
Kontinuitasnya”, Tajdid: Jurnal Nasional Ilmu-ilmu Ushuluddin (2003), Vol 6, No.
2, 120.
Gregory M. Simon, Caged in on the Outside : Moral Subjectivity, Selfhood, and Islam
in Minangkabau, Indonesia, (University of Hawai’i Press : Sheridan Books, 2014)
Hasanuddin WS, Novia Juita, “Local Wisdom in the Oral Tradition of the People’s
Belief on Prohibition Expression in Categories Human Life of Minangkabau
Society in Luhak Nan Tigo Area”, University of Padang : Proceed ing of the Third
International Seminar on Languages and Arts, 2014

Indah Novita, “Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Dan Kearifan Lokal Mandi Balimau
Kasai Potang Mogang Di Kelurahan Langgam,Kecamatan Langgam Kabupaten
Pelalawan Provinsi Riau”, https://iain-surakarta.ac.id/nilai-nilai-islam-dalam-
budaya-dan-kearifan-lokal-mandi-balimau-kasai-potang-mogang-di-kelurahan-
langgamkecamatan-langgam-kabupaten-pelalawan-provinsi-riau/, diakses pada 10
Desember 2020
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hal. 185-
190.
M. Ishaq, Mengenal Tradisi Budaya Nusantara Sambut Ramadhan,
https://indonesiabaik.id/motion_grafis/mengenal-tradisi-budaya-nusantara-
sambut-ramadhan, diakses pada 11 Desember 2020
Mario Sofia Nasution, “Jangan Kaitkan Tradisi Balimau dengan Agama”,
https://m.antaranewss.com/amp/berita/854792/jangan-kaitkan-tradisi-balimau-
dengan-agama, diakses pada 17 desember 2020
R. Soekmono, “PENGANTAR SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA 3”, (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius,1973), hal. 116-119

Viva Budy, "Indonesia, Negara dengan Penduduk Muslim Terbesar Dunia",


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/25/indonesia-negara-dengan-
penduduk-muslim-terbesar-dunia, diakses tgl. tanggal 08 Desember 2020 pukul
13.04
Wawancara dengan Safrizal pada tanggal 17 Desember 2020
Wawancara dengan Sahrinul pada tanggal 17 Desember 2020
Wawancara dengan Nigel pada tanggal 17 Desember 2020
Yenni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000)
Yose Rizal, 1996. Peribahasa Minangkabau Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia, 1996)

Anda mungkin juga menyukai