Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AKULTURASI ISLAM-INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Sejarah Islam di Indonesia

Guru Pengampu: Budi Tauladan

Disusun Oleh:

XI IPA 2

SMA N I PURWOREJO

 
 BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, memiliki banyak Suku, Ras,

budaya serta kepercayaan. Hal-hal tersebut saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat

seperti halnya sifat tradisi Indonesia penuh diliputi oleh mitos dan upacara yang mempengaruhi

dalam ajaran agama yang dipeluk oleh masyarakat. Berarti bahwa tradisi ini masih kuat dipegang

oleh masyarakat bahkan sulit untuk ditinggalkan. Agama yang ada atau pun agama yang pernah

eksis dalam kehidupan masyarakat akan mempengaruhi watak dan pribadi masyarakat. Seperti

halnya masyarakat Jawa yang masih terdapat unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam,

Animisme dan Dinamisme yang menyatu dalam sebuah kepercayaan orang Jawa.Ini membuat

Islam harus, dengan cerdik mengambil hati masyarakat Indonesia.

Islam masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan di perkirakan abad ke-7 M sampai dengan

abad ke-11 M, begitu pula perkembangan Islam. Melalui para pedagang dari luar Indonesia maupun

pedagang Indonesia sendiri, Islam disebarkan di pelabuhan-pelabuhan sepanjang jalur perdagangan,

misalnya di sekitar selat Malaka, Samudra, Palembang, menyusul Cirebon, Demak, Tuban, Gresik,

Makasar, serta Indonesia Timur.

Kurang lebih abad ke-12 M sampai dengan abad ke-14 M, cara akulturasi budaya ditempuh untuk

memberi kesan adanya persesuaian dan agar masyarakat tidak merasa adanya keterpaksaan dalam

memeluk agama Islam. Seperti cara para Sunan wali songo dalam menyebarkan agama Islam melalui seni

wayang, lagu-lagu, permainan dan lain sebagainya.

Menjelang masuknya Islam di Indonesia telah ada kebudayaan baru hasil akulturasi antara budaya
Indonesia dan budaya Hindu, yaitu melalui Akulturasi kebudayaan. Setelah islam masuk dengan nilai-

nilai budaya maka terjadi lagi akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam. Akhirnya,

lahirlah corak kebudayaan baru dalam kebudayaan Indonesia.

B.     Rumusan Masalah

            Dari rumusan latar belakang di atas, maka terdapat pertanyaan yang dijadikan sebagai

rumusan masalah. Yaitu :

1. Bagaimana Gambaran Umum Budaya Indonesia?

2. Bagaimana Kehidupan Beragama Pada Masyarakat Indonesia?

3. Seperti Apa Bentuk Akulturasi Indonesia-Islam Yang Terdapat Di Indonesia?

 BAB II

PEMBAHASAN

A.    Gambaran Umum Masyarakat Indonesia

Indonesia merupakan Negara di wilayah Asia Tenggara yang berada di jalur perdagangan

internasional. Terdiri dari pulau-pulau, baik kecil atau besar. Masyarakatnya pun, ber ras,

bersuku-suku.
Pada masa lampau, Indonesia termasuk wilayah yang memiliki berbagai karajaan Hindhu

Budha, yang kuat dan disegani oleh masyarakat internasionl. Seperti kerajaan Sriwijaya dan

Majapahit.

Indonesia merupakan Negara yang bermacam macam wilayah geografis, Berbukit bukit,

daerah pegunungan, dan daerah laut. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani

dan nelayan.   Indonesia memiliki beragam ragam kesenian dan budaya seperti kiliningan,

wayang golek, reog, calung, dsb.

B.     Kehidupan Keagamaan

Hampir seluruhnya masyarakat Indonesia beragama Hindhu Budha, sebelum masuknya

Islam. Dan sebagian kecil menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Kehidupan

beragama yang kuat dan kebudayaan lama yang telah melekat pada masyarakat Indonesia

menjadikan keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat. Tidak sedikit yang

percaya terhadap mistis walaupun telah beragama. Masyarakat percaya dengan adanya kekuatan-

kekuatan gaib yang ada di sekeliling mereka.

            Banyak dari penduduk yang masih pergi kemakam-makam yang dianggap keramat

sebagai tanda kaul atau menyampaikan permohonan atau ijin sebelum melakukan suatu hal yang

dianggap penting, seperti akan diadaknnya pesta, mendirikan rumah,  dan melakukan usaha

lainnya. Dalam kehidupannya dikenal tahap-tahap upacara dalam lingkaran hidupnya dari mulai

kelahiran, menikah, memasuki rumah untuk menetap, sampai kepada upacara meninggalnya

seseorang.
C.    Akulturasi budaya Indonesia-Islam

1. Proses Sesaji pada Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha

Hampir sebagian besar masyarakat Jawa melakukan sasajen (sasaji) ketika malam Hari

Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Mereka percaya bahwa sesaji atau selametan dapat

menambah keberkahan (ngalap berkah), kesuskesan, rejeki, dan untuk keselamatan. Kepercayaan

itu sangat melekat kuat terutama bagi orang yang masih beranggapan kolot.

Dalam pelaksanaan sasajen pada waktu  terdapat menu sesaji yang harus ada dalam sesaji

tersebut yaitu :

1. Nasi tumpeng, tumpeng adalah gunungan nasi yang berbentuk seperti kerucut.

Diatas puncak tumpeng ada yang memakai telur ayam kampung dan ada yang

tidak tergantung selamatannya. Apabila upacara atau selamatan tersebut tidak

begitu disakaralkan biasanya tumpeng tidak memakai telur dan selamatannya pun

dilakukan secara sederhana. Namun jika upacara tersebut dianggap sakral maka

menu sesaji harus lengkap.

2. Bubur merah dan bubur putih

3. Sorabi merah dan sorabi putih

4. Ketupat, leupeut, dan tantang angin. Leupeut sama seperti ketupat namun terbuat

dari beras ketan dan memakai santen atau kelapa yang diparut, dibungkus dengan

daun kelapa dengan bentuk memanjang. Sedangkan tantang angin terbuat dari

beras biasa dan bungkusnya memakai daun dibuat berbentuk segitiga.

5. Wedang kopi (kopi pahit dan kopi manis), teh manis dan pahit, air putih.
6.  Pisang raja, pisang emas, serutu, rokok, gula batu.

7. Sirih, gambir, tembakau (bahan untuk nginang).

8. Bunga tujuh jenis. Bunga tersebut direndam dengan air biasanya pada air bunga

tersebut diberi uang koin.

Setelah hal itu selesai di siapkan, maka ketika tepat waktu maghrib dimulailah ritual sesaji

tersebut. Biasanya warga memanggil orang yang di anggap tua (orang pintar) untuk membacakan

jampi-jampinya.

Dimulai dengan membakar kemenyan lalu membacakan jami-jami yang secara garis

besar isi jampi-jampi tersebut adalah menyerahkan sesaji tersebut pada Wanga Tua ( nenek

moyang keluarga yang bersangkutan). Setelah pembacaan jampi persebut setiap orang jangan

dekat dengan sesaji tersebut. Menurut kepercayaan mereka, setelah sesaji dijampi-jampi maka

para wanga tua akan berkumpul di sekitar sesaji tersebut.

            Setelah keesokan harinya maka bunga yang tadi di rendam dengan air dibuang kejalan

ketika matahari terbit.  

2.      Sedekah Bumi

Selain dari sesaji pada hari raya besar Islam, ada juga upacara yang dipersebahkan untuk

bumi, masyarakat Indonesia menamakannya Sedekah Bumi. Sedekah bumi dilaksanakan pada

bulan sura sehingga sering disebut juga Sedekah Sura.

Dalam pelaksanaannya, biasanya masyarakat berkumpul di perempatan jalan atau tanah

lapang dengan membawa hasil bumi dan masakan-masakan yang terbuat dari hasil bumi seperti
sayuran dll. Terdapat pula sesaji seperti sesaji pada hari raya Islam. Namun perbedaannya dalam

sedakah bumi terdapat tumpeng yang terbuat dari Nasi Kuning dan juga terdapat

Bekakak/Ingkung ( ayam bakar tapi tidak dipotong-potong). Selain itu banyaknya hasil bumi.

Selamatan tersebut di pimpin oleh dua tokoh ketua kampung (Kokolot) dan tokoh agama (Kiayi).

Setelah seluruh warga berkumpul maka dimulailah ritual tersebut setiap orang duduk dengan

membuat lingkaran besar mengeliling makanan yang tadi dibawa.

Yang pertama memimpin dalam ritual tersebut adalah ketua adat (kokolot). Dalam

penyampaian mantra bersamaan dengan membakar kemenyan dan  biasanya mantra/ jampi di

ucapkan keras, sedangkan yang hadir disana menyelangi dengan kata (Nyakseni ) dengan

serentak.  Setelah ritual yang dilakukan oleh kokolot selesai dilanjutkan dengan berdoa sesuai

dengan ajaran islam, dipimpin oleh pemuka agama (Kiayi). Setelah doa selesai maka masyarakat

memakan makanan tadi bersama-sama. Ada orang yang percaya bahwa makanan tersebut dapat

menambah umur dan awet muda.   

3. Upacara Sesaji dan Keunikan Masyarakat Indonesia

Selain yang dibahas diatas masih banyak lagi hal-hal yang masih berbau Hindu-Islam.

Hal itu tercermin dari seringnya upacara sesaji yang dilakukan masyarakat seperti sesaji pada

setiap hari kelahiran, hari kematian, sesaji untuk keberhasilan yang sedang berusaha. Untuk

orang yang sedang usaha (mencari nafkah) biasanya diberi sesaji yang cukup sederhana seperti

nasi yang diletakan pada piring dan sesaji tersebut diterangi oleh lampu minyak atau lilin.

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih terdapat pula kepercayaan terhadap

benda-benda ataupun tempat tempat yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Bahkan biasanya
orang yang mempunyai benda yang mempunyai kekuatan gaib sangat disegani dan dihormati

oleh masyarakat. Pada hari-hari tertentu benda tersebut di beri sesajen. Menurut orang yang

mempunyai benda tersebut sesaji itu diberikan atas dasar permintaan makhluk gaib yang

menghuni benda tersebut. Banyak tempat yang dianggap sebagai tempat angker dan keramat,

anggapan masyarakat terhadap roh jahat yang mengganggu pada kehidupan masyarakat masih

melekat kuat.

Hal yang menarik adalah pada upacara pemakaman mayat. Apabila ada seseorang yang

meninggal namun orang tersebut meninggal karena penyakit yang dianggap aneh, maka biasanya

pada waktu mengiring mayat harus ada orang yang membawa kentongan bambu dan di pukul

disepenjang jalan. Sedangkan apabila terdapat orang yang meninggal tapi mayat tersebut masih

perjaka atau perawan maka disetiap perempatan yang dilewati harus menabur bunga dan

puputrian. Sedangkan dimakamnya dipasang bendera (bisanya bendera merah putih) dan janur

yang terbuat dari daun kelapa muda. Hal tersebut dimaksudkan sebagai lambang pernikahan roh

yang meninggal dengan puputrian tersebut.

            Sedangkan hal yang dilakukan pada saat seorang isteri mengandung adalah melakukan

ritual-ritual. Ritual tersebut seperti membacakan surat-surat yang terdapat dalam Al Kuran yang

dibacakan oleh kiayi sebagai pemimpin dan para santri. Hal tersebut dimulai sejak usia

kandungan berumur 4 bulan, dan 7 bulan. Ritual pada saat usia kandungan berusia 7 bulan

disebut Tebus Weteng. Dalam proses ritualnya sama dengan waktu 4 bulanan, hal yang

membedakan adalah dari segi makanan yang diberikan kepada santri terdapat Cowet. 

Selanjutnya ritual tersebut dilakukan lagi pada saat anak tersebut berusia 7 hari dari hari

kelahirannya, biasanya disebut sebagai sedekah Ngarupus


4. Corak Bangunan

Segi bangunan, terutama sekali dalam bentuk bangunan masjid dengan corak baru beratap

tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil. Jumlah susunannyua ganjil, tiga ada

juga yang lima. Di Bali atap tumpang masih di pakai untuk kuil corak baru pada bangunan masjid pada

jaman Madya adalah tudak adanya menara (kecuali masjid Kudus dan masjid Banten).

Segi makam, dalam perkembangannya bentuk makam islam masih terpengaruh pola lama sebelum Islam,

yaitu terletak pada tempat yang dianggap suci, agak tinggi atau kalau di tempat yang latar diberi undak-

undak seperti punden berundak di jaman pra sejarah. Makam biasanya diberi cungkup (rumah), bagaikan

menggantikan funsi candi dimasa sebelum Islam dalam makam yang baru biasanya diberi atau dilengkapi

masjid.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Indonesia merupakan Negara maritim, yang bersuku suku, ber ras ras. Masyarakat
Indonesia mayoritas memeluk agama Islam. Namun dalam kehidupannya tidak terlepas dari
pengaruh kebudayaan yang ada secara turun temerun. Pengaruh tersebut tergambarkan dalam
kehidupan masyarakat Islam.

Pengaruh kebudayaan Hindu ternyata masih melekat pada masyarakat islam di Indonesia.
Hal ini karena wujud dari kuatnya masyarakat menegang teguh hal yang dianggap adat
istiadatnya. Pada hari raya islam selalu di barengi dengan upacara sesaji, begitu pula pada waktu-
waktu tertentu yang dianggap penting selalu diadakan sesaji (sasajen). Selain itu masih banyak
yang lainnya.
 

Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai