Anda di halaman 1dari 11

BUDAYA DAN AGAMA

“SUNDA WIWITAN”
TUGAS KOMUNIKASI MULTIKULTURALISME

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Komunikasi Multikulturalisme

Fasilitator :

Dr. Evi Novianti, M. Si


Dr. Hj. Funny M. Elita, M. Si

Disusun Oleh :

Atef Fahrudin 210120180024

UNIVERSITAS PADJAJARAN

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

2018
Berdasarkan kajian antropologi, Indonesia terdiri atas lebih dari 500 suku dan
subsuku bangsa dengan ciri-ciri bahasa dan kebudayaan tersendiri. Setiap suku bangsa dan
subsuku bangsa di Indonesia dapat dikatakan mempunyai satu daerah asal, pengalaman
sejarah, dan nenek moyang. Suku bangsa atau etnis adalah golongan sosial yang memiliki
ciri-ciri tersendiri berdasarkan karakter budaya etnisnya dan cenderung dipertahankan
keberadaan budaya mereka, secara khusus oleh pada pendukung etnis tersebut. Gambaran
saling mempertahankan keberadaan ciri-ciri budaya etnis ini begitu indah terlukiskan dan
hidup di sepanjang bentangan pulau-pulau di Nusantara, sehingga para pendiri bangsa ini
memberikan motto kepada bangsa Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika.1
Kita tahu bahwa masyarakat yang ada di Indonesia adalah masyarakat yang terdiri
dari beragam suku, ras dan agama serta budaya. Ada salah satu suku yang unik yang
eksistensinya masih ada hingga saat ini yaitu sebuah suku yang bernama suku baduy yang
terletak Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Suku Baduy
adalah salah satu suku adat terasing, yang mengasingkan dirinya dari dunia luar dan sangat
membatasi interaksi terhadap perkembangan teknologi, serta perkembangan budaya modern
lainnya. Suku adat ini juga termasuk terasing atau bahkan mengasingkan diri, walaupun
letaknya tidak jauh dari hiruk pikuk kota di Banten.
Suku Baduy ini persisnya berada di pulau jawa, di mana semua tau pulau jawa
merupakan pusat pembangunan di Indonesia saat ini. Namun sungguh diluar dugaan ternyata
di dalamnya masih terdapat suku adat yang masih memegang nilai luhur budayanya,
sehingga tidak terkikis dengan adanya perubahan jaman yang sangat pesat. Anggota
masyarakat Baduy memiliki identitas sosial yang berkeyakinan pada sebuah ajaran agama
tertentu. Meskipun beberapa anggota suku baduy sudah ada yang memeluk agama islam dan
budha namun ada agama kepercayaan lain yang mereka peluk yaitu agama kepercayaan yang
bernama Sunda Wiwitan.
Sunda wiwitan adalah sebuah aliran kepercayaan orang-orang Sunda terdahulu.
Mereka meyakini kepercayaan tersebut sebagai kepercayaan Sunda asli / kepercayaan
masyarakat asli Sunda. 2
Kepercayaan Sunda Wiwitan terdiri dari dua kata ―Sunda dan

1
Ira Indrawardana, berketuhanan dalam perspektif kepercayaan sunda wiwitan, dalam
jurnal melintas,30-01-2014 H. 106
2
Roger L. Dixson, sejarah suku sunda dalam jurnal veritas: jurnal teologi dan pelayanan,
oktober, 2000,h.203
―wiwitan. Menurut Djatikusumah sebagai mana dikutip Ira, Sunda dapat dimaknai
dengan tiga konsep dasar, yaitu:
1. Filosofis yang berarti bersih, indah bagus cahaya
2. Etnis yang merujuk kepada sebuah komunitas masyarakat layaknya
masyarakat lainnya
3. Geografis yang merujuk pada penamaan suatu wilayah. Dalam hal ini di
bedakan dengan istilah Sunda besar yang meliputi pulau besar di indonesia
(saat itu nusantara) seperti jawa, Sumatera, kalimantan. Dan Sunda kecil yang
meliputi bali, Sumbawa, lombok Flores dan lain-lain.
Sedangkan wiwitan berarti asal mula. Dengan demikian, Sunda wiwitan berarti
Sunda asal atau Sunda yang asli. Dengan pengertian di atas, Sunda wiwitan dimaknai
sebagai aliran kepercayaan yang dianut oleh orang Sunda asli dari dahulu hingga saat ini.
Kepercayaan Sunda wiwitan juga dibuktikan dengan adanya temuan arkeologi di
berbagai daerah seperti situs Cipari kabupaten kuningan, situs Arca Domas di Kanekes
Kabupaten Lebak, serta yang paling fenomenal situs gunung padang yang ada di kabupaten
Cianjur. Temuan tersebut menunjukkan bahwa orang Sunda awal telah memiliki sistem
kepercayaan.3 Masyarakat tradisional Sunda menganut paham kepercayaan yang memuja
terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (Animisme dan Dinamisme) yang di kenal
dengan Agama/ aliran Sunda wiwitan.4 Akan tetapi ada sementara pihak yang
berpendapat bahwa agama Sunda wiwitan juga memiliki unsur Monoteisme purba,
yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dia tunggal tertinggi
maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Hyang Kersa yang di samakan dengan
Tuhan Yang Maha Esa
Asal-usul Sunda wiwitan tidak dapat di ketahui penanggalannya secara pasti.
Tidak seperti agama yang dapat diketahui kemunculannya dengan ditandai risalah
kenabian. Tetapi, masyarakat pemeluk Sunda Wiwitan percaya bahwa awal manusia yaitu
nabi Adam adalah orang yang Badui. Mereka percaya bahwa adam adalah nenek moyang

3
Ira Indrawarna,berketuhanan dalam perspektif kepercayaan sunda wiwitan, dalam jurnal
melintas,30-01-2014 H. 109-112
4
Ekadjati, Edi S, Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah, (Jakarta: Pustaka Jaya,
1995),H,72-73
mereka.5 Dalam kepercayaannya (suku Badui) Sunda wiwitan adalah ajaran yang di bawa
oleh nabi Adam sebagai manusia pertama yang di turunkan di muka bumi untuk menikmati
segala isinya dan menjaga serta memelihara dengan baik, dengan tidak merusak bagian
bumi dan segala isinya.6
Bagi masyarakat Sunda mereka meyakini bahwa pendiri agama/ kepercayaan
Sunda wiwitan adalah Madrais yang nama lengkapnya Madrais Sadewa Alibasa
Kusumah Wijaya Ningrat hidup sekitar tahun 1832-1939. Madrais sebenarnya nama
pesantren yang dia dirikan di Cigugur yang sekarang menjelma menjadi paseban,
ayahnya yaitu pangeran Alibasa, cucu dari pangeran Sutajaya Upas, menantu pangeran
kesepuhan keturunan 8 dari Sunan Gunung Jati. Madrais menjelma menjadi pribadi
yang memiliki kepekaan rasa, kehalusan budi, kepedulian sosial, memiliki rasa cinta yang
tinggi terhadap budaya dan menjunjung tinggi kedaulatan bangsa. Beliau mengajarkan
Islam kepada rakyat dan mengajarkan pentingnya hidup sebagai orang yang mandiri dan
mencintai sesama. Dan beliau mengajarkan agama Islam ( Al-Qur’an dan hadits)
disampaikan dalam tulisan Jawa Sunda yaitu tulisan ha, na, ca, ra, ka dan seterusnya.
Agar tidak di ketahui oleh penjajah bahwa beliau sedang menyebarkan agama Islam.
Dengan cara demikian ajaran madrais disebut agama jawa Sunda atau yang sekarang
disebut Sunda wiwitan. Akan tetapi, saat itu ajaran madrais ialah tauhid murni, hanya
Allah yang wajib di sembah.7
Ajaran Sunda wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang Siksakandang
Karesian, menurut prof Dr. H. Cecep Sumarna guru besar filsafat IAIN Syekh Nurjati
Cirebon dalam tulisannya di Lyceum Indonesia, agak rancu memang, ketika kita
mengamati munculnya Sunda wiwitan yang eksis jauh hari sebelum Hindu-Budha datang ke
Nusantara. Dengan munculnya kitab Sanghyang Siksakandang Karesian yang di tulis pada
nora catur sagar 0-4-4-1 atau tahun 1440 saka yang di perkiraan sama dengan tahun 1518
masehi. Kerancuan di maksud terletak pada munculnya ajaran dengan terbitnya buku
pedoman Sunda wiwitan, sistem ajaran tersebut lahir jauh sesudah aja ran dan praktik

5
http://alitopands.blogspot.com/2015/02/sunda-wiwitan-di-tengah-pekembangan (diakses
pada tanggal 04 oktober 2016) jam.13:40
6
http://baduywisata.blogspot.co.id/2014/01/titisan-nabi-adam (di akses pada tanggal 5
september 2018) jam.07:18 WIB
7
http://m.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2014/10/17/33436/mengungkap-
asalusul-sunda-wiwitan (di akses pada tanggal 05 september 2018) jam. 15:10 WIB
Sunda wiwitan ini eksis. Kita tahu bahwa ajaran Animisme dan dinamisme jauh hari
sebelum agama Hindu- Budha berkembang di nusantara. Namun demikian, kitab ini
dipandang penting. Sebab bisa jadi, ajaran Sunda wiwitan sebenarnya memang sudah ada
sejak lama, namun proses pembukuannya baru di lakukan pada tahun di maksud.
Sebelumnya ajaran ini sangat mungkin hanya berkembang dari mulut ke mulut dan
dipraktikkan secara ketat dalam bentuk perilaku. Buku yang menyimpan kitab ini, disebut
Kropak 630 dalam perpustakaan Nasional Indonesia. Dengan pembukuan ajaran Sunda
wiwitan pada tahun di atas system ajaran Sunda wiwitan, tampak terjadi kombinasi
berbagai ajaran agama Indonesia. Dalam kita ini, ajaran agama Hindu-Budha, Islam dan
bahkan Kristen tampak memiliki anasiranasir yang sama. Terhadap penyebutan Sunda
wiwitan sendiri, ternyata banyak istilah yang disandingkan dengannya. Misalnya ada
yang menyebut dengan jati Sunda, meski tidak sedikit yang menyebutnya dengan ajaran
pertama ketuhanan manusia pertama.
Secara singkat ajaran ini berisi tentang pendidikan yang memberi aturan dan
tuntunan moral kepada penganutnya. Lalu, tentang bagaimana mereka dapat tumbuh
menjadi resi (bijaksana atau suci) dengan menempatkan wujud yang bersemayam dalam
Buana Nyungcung. Yang mereka sebut dengan istilah Sang Hyang (yang maha kuasa)
atau Nu Ngersakeun (yang maha menghendaki), Batara Jagad (Penguasa Alam) dan
Batara Seda Niskala (yang maha gaib). Dan bagaimana mereka melaksanakan hidup
secara simetri dengan sesama manusia.8
Dengan demikian Sunda Wiwitan secara literal berarti Orang Etnis Sunda Awal atau
awal mula orang Sunda. Sunda Wiwitan yang sejauh ini oleh para antropolog Indonesia
dianggap sebagai salah satu sistem religi dan identitas masyarakat Sunda, khususnya di
masyarakat Baduy atau Kanekes, dapat kita baca dalam perspektif masyarakat Kanekes
sendiri. Berikut cuplikan wawancara dengan salah seorang warga Kanekes (sekitar tahun
2000) yang berasal dari Cikadu Pasir, daerah Puun Cikartawana ( tangtu
Karatauan/kaprabuan).9

8
https;//www.lyceum.id/sunda-wiwitan-dan-puncak-ketuhanan. (diakses pada tanggal 6
september 2018) jam.09:18 WIB
9
Ira Indrawardana, berketuhanan dalam perspektif kepercayaan sunda wiwitan, dalam
jurnal melintas,30-01-2014 H. 112
“…Sunda Wiwitan teh mun ibaratna jaman baheula mah nya hartina Sunda
mimiti. Pertamana aya urang sunda teh nyaeta nerjemahkeun nyaeta Sunda
Wiwitan. Nu matak diayakeun KTP. Memang baheulana mah nu kasebut
ngabaratapakeun nusa telu puluh telu bangawan sawidak lima, pancer
salawe nagara teh pikeun ngasuh ratu ngajayak menak, euweuh agama
baheula mah, kitu ceuk kolot mah. Ngan kulantaran ayeuna mah jalma geus
loba, diayakeun cenah kudu ngabogaan KTP. Nyaeta dibere titah ti baris
kolot nyieun ngaran agama nyaeta Sunda Wiwitan. Ari pagaweanana Sunda
Wiwitan lamun hayang nyaho atawa kurang natrat, pagawean Sunda
Wiwitan eta nyaeta nu telu puluh telu nagara sawidak lima, pancer salawe
nagara, eta bagianana, nyaeta ngukus,ngawalu, muja, ngalaksa, kalanjakan,
kapundayan, ngabersihan Sasaka Domas. Pikeun nulung kanu butuh nalang
kanu susah, nganteur anu sieun, mere kanu weleh, ngobor kanu poek eta
bagianana. Nyokona anu saciduh metu saucap nyata di lingkungan daerah
Baduy. Nu matak masalah ka kiri ka kananna mah kami moal daek
nerangkeun ku sabab , ka hiji bisi salah jalan, kaduana bisi urangna kurang
mapay. Ngan aya basa cenah mun cara eta tea mah basa singkatan, lojorna
bae teu bisa dipotong, pendekna bae teu bisa disambung. Ari geus kitu mah
kitu bae ti meletuk sampe ka meletek di lingkungan daerah Baduy mah moal
aya perobahan kitu bae dina masalah hukum adat…”

Kusnaka (2005) berpendapat bahwa menurut orang Baduy kata wiwitan berasal dari
kata wit-wit-an yang berarti ‘pepohonan’. Mereka menganalogikan bahwa unsur-unsur tubuh
manusia itu berasal dari pepohonan, dan semua itu bertumbuh menjadi besar atau dewasa.
Sesungguhnya, di kalangan mereka ada anggapan bahwa Sunda Wiwitan merupakan ‘asal
usul’ atau pangkal dari semua agama. Semua agama yang ada di dunia ini akan
mencerminkan nilai-nilai dasar agama wiwitan, yang dalam istilah mereka katitipan wiwitan.
Dasar etis “agama wiwitan” – Sunda Wiwitan – itu tercermin pada pandangan orang baduy
dalam memelihara keseimbangan hubungan antara manusia dengan sesamanya, lingkungan
alamnya, dan Tuhan.

Sunda Wiwitan dalam Ragam Religiusitas Kini


Bukti administratif warga sipil yang dianggap membedakan seseorang atau
masyarakat etnis Sunda yang memeluk keyakinan Sunda Wiwitan dan non-Sunda Wiwitan
(penganut agama umum seperti Islam, Kristen, dll.) ialah bahwa pada kolom agama di Kartu
Tanpa Penduduk tidak tercantum agama semit atau agama yang datang dari ‘luar’ (negeri).
Kondisi ini juga terjadi pada “agama-agama adat” Nusantara seperti parmalim, pelebegu,
kaharingan, kejawen, aluk ta dolo, dsb. Hal ini berkaitan dengan UU Administrasi
Kependudukan No. 23 tahun 2006. Berdasarkan UU tersebut dikenal istilah golongan
“penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa” yang dibedakan dari golongan
sosial “penganut agama” versi pemerintah. Penghayat Kepercayaan adalah istilah singkat
bagi kaum Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.
23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Bab I pasal 1 ayat 19 dikatakan,
“Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut penghayat
kepercayaan, adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan peraturan tersebut di atas pada Bab I pasal 1 ayat 18 dijelaskan: “Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi
dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku
ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengalaman budi luhur
yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.”10
Dalam kosmologi sistem keyakinan Sunda Wiwitan dan dalam kaitan dengan
pembagian pancen amanat leluhur Sunda, dikenal adanya konsep tapa di mandala dan tapa di
nagara. Tapa di Mandala dalam pemahaman harafiah adalah perna dan tugas warga Sunda
Wiwitan masyarakat Kenekes yang menjaga Kabuyutan peninggalan nenek moyang dengan
cara menjaga keutuhan warisan dan amanat leluhur Sunda dengan cara tidak sedikitpun
merubahnya. Sementara itu, konsep Tapa di Nagara memiliki pengertian peran dan tugas
warga Sunda Wiwitan yang hidup di luar kewilayahan Kanekes tetapi sama dalam menjaga
Kabuyutan, warisan amanat dan ajaran leluhur Sunda dengan cara mengikuti atau
menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Dalam kaitan dengan kedua konsep ini
kesatuan masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Cigugur Kuningan termasuk
dalam peran sosial budaya tapa di nagara. Hal ini disebabkan bahwa di samping secara teguh
menganut budaya spiritual kasundaan (Sunda Wiwitan), warganya juga hidup mengikuti
perkembangan sosial budaya masyarakat pada umumnya.11

10
Ibid Ira Indrawardana
11
Ibid
Sistem Kepercayaan
Sunda wiwitan adalah kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan. Masyarakat
suku baduy sebagai penganutnya meyakini bahwa seluruh alam semesta beserta seluruh
isinya merupakan ciptaan dari Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa atau dengan nama
lainnya yaitu Batara Tunggal. Dia adalah tuhan yang diyakini dan disembah oleh seluruh
penganut sunda wiwitan yang ada di wilayah desa kanekes.
Menurut masyarakat Suku Baduy, sejarah penciptaan kelompok mereka berasal dari
mahluk manusia yang di ciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara
Tunggal) dan dialah yang bernama Adam. Diyakini oleh mereka bahwa adam diciptakan dan
diturunkan ditanah desa Kanekes. Dia adalah seorang nabi dan rosul merupakan manusia
pertama yang diciptakan tuhan di bumi dan diberi gelar Adam Tunggal. Setelah nabi adam
diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) dan menjalani
kehidupan sebagai mahluk di bumi, nabi adam berkembang dan melahirkan keturunannya di
daerah tersebut. Masyarakat Suku Baduy percaya bahwa keturunan yang dilahirkan oleh nabi
adam tersebut adalah merupakan nenek moyang mereka yang ada di desa Kanekes.
Berdasarkan sejarah tersebut mereka meyakini bahwa Suku Baduy merupakan
kelompok masyarkat pertama yang ada di bumi. Sedangkan kelompok masyarakat lain yang
berada di luar wilayah Desa Kanekes dianggap sebagai saudara muda, karena mereka bukan
keturunan dari nabi adam, melainkan keturunan dari nabi Muhammad yang diciptakan oleh
Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) setelah penciptaan nabi Adam.
Nabi Muhammad diciptakan dan hidup dan berkembang biak di luar wilayah Desa Kanekes.
Karena suku baduy merupakan keterununan nabi adam, maka mereka hanya mengamalkan
ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Adam, mereka tidak mengamalkan ajaran-ajaran yang
dibawa nabi Muhammad yang diantaranya adalah sholat lima waktu.
Pemimpin agama dalam kepercayaan Sunda Wiwitan disebut “Puun”. Puun terdiri
dari tiga orang yang masing-masingnya tinggal di setiap kampung yang ada di wilayah Baduy
dalam. Ada Puun di Cikeusik, di Cibeo dan di Cikertawana. Setiap Puun memiliki tugas
masing-masing. Menurut kepercayaan masyarakat Suku Baduy Puun memiliki garis
keturunan dengan Batara Tunggal. Batara tunggal dipercayai memiliki keturunan yang
disebut Tujuh Batara, yaitu : Batara Cikal, Batara Patanjala, Batara Wirasawa, Batara
Wishnu, Batara Brahmna, Batara Hyang Niskala, dan Batara Mahadewa. Dari ketujuh batara
yang merupakan keturuan Batara Tunggal, Batara Patanjala adalah yang memiliki garis
keturunan dengan Puun. Jadi Puun dipercaya sebagai manusia yang bisa menjadi
penghubung antara dunia atas dan dunia bawah, karena itu dia menjadi pemimpin di dalam
Sunda Wiwitan.
Di dalam Sunda Wiwitan, juga dipercaya adanya sebuah tempat suci yang dimana
tidak sembarang orang bisa memasuki wilayah tersebut karena hanya orang-orang pilihan
saja yang bisa memasuki kawasan tersebut. Daerah tersebut dinamakan Hutan Larangan
dimana tempat itu merupakan tempat suci karena didalamnya terdapat Sasaka Domas yang
dipercayai sebagi kiblatnya seluruh penganut sunda wiwitan. Lokasi Sasaka Domas berada
di sebelah selatan dari lokasi tinggal suku baduy. Masyarakat suku baduy juga percaya bahwa
Sasaka Domas adalah tempat berkumpulnya roh-roh nenek moyang yang telah lebih dahulu
meninggal dunia.
Keberadaan ruh nenek moyang juga merupakan sesuatu yang diyakini dan dipercaya
oleh masyarakat Suku Baduy. Mereka meyakini bahwa di dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari ada hal-hal yang diperbolehkan dan ada yang dilarang. Segala ketentuan itu
mereka dapat secara turun-temurun dari nenek moyang dan selalu dipegang teguh hingga saat
ini karena adanya keyakinan bahwa ruh nenek moyang mereka masih ada didunia ini dan
selalu mengawasi segala bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Sistem Upacara Keagamaan


Sebagai sebuah sistem kepercayaan, Sunda Wiwitan tentu juga memiliki upacara-
upacara keagamaan sebagai suatu bentuk penyembahan terhadap tuhan. Menurut Masyarakat
Suku Baduy, secara umum ibadah di dalam ajaran Sunda Wiwitan dibagi kedalam dua jenis.
Pertama adalah ibadah umum, ibadah umum diyakini oleh masyarakat suku baduy adalah
ibadah yang lebih mengarah kepada perilaku hidup sehari-hari sesuai dengan ajaran Sunda
Wiwitan, dan yang kedua adalah ibadah khusus, ibadah khusus adalah ibadah yang untuk
melakukannya hanya di waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan, yaitu : Kawalu,
Ngalaksa, dan Seba. Selain ibadah khusus dan umum, ada ketentuan-ketentuan lain di dalam
ajaran Sunda Wiwitan yang mengatur cara hidup dan berinteraksi antar masyarakat Suku
Baduy, antara lain : tata cara menikah, khitanan, mengurus jenazah, dll.12

a. Kawalu
Kawalu adalah salah satu bagian dari ibadah khusus bagi masyarakat suku
baduy. Didalam penanggalan adat masyarakat suku baduy, kawalu dilaksanakan
selama tiga bulan pada bulan Kasa, Karo dan Katiga. Jika dikonversi ke dalam
penanggalan masehi maka jatuh pada akhir desember sampai dengan bulan maret.
Kegiatan inti dari kawalu dalah berpuasa pada bulan kawalu (kasa, karo, katiga)
selama satu hari penuh tanpa sahur hingga terbenan matahari. Berpuasa dilakukan
satu hari tiap bulannya. Selama kawalu terutama baduy dalam tidak diperbolehkan
didatangi oleh tamu dalam jumlah besar hanya bisa perorangan itupun kalau ada
salah satu orang baduy dalam yang dikenal.
b. Ngalaksa
Ngalaksa dilaksanakan dinulan katiga. Kegiatan inti dari ngalaksa ini adalah
pembuatan makanan yang diberi nama laksa, laksa merupakan makan yang harus ada
pada perayaan tersebut yaitu sejenis mie yang berbentuk pipih dan lebar yang terbuat
dari tepung beras. Ibadah ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Suku baduy
dalam dan luar. Mereka berkumpul dikampung Cibeo yang menjadi pusat
pelaksanaan Ngalaksa. Momen ini juga dimanfaatkan sebagai “ngasah diri” dan acara
tutup tahun didalam penanggalan masyarakat suku baduy.
c. Seba
Dilaksanakan setelah Kawalu dan Ngalaksa. Seba adalah ibadah khusus yang
dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh selama satu
tahun. Dilaksanakan dengan mengunjungi pemerintah daerah dengan tujuan
bersilaturahmi dan berkoordinasi dimana mereka masyarakat suku baduy berangkat
dengan rombongan besar dengan membawa berbagai macam hasil bumi yang berasal
dari tanah mereka. Seba ini juga dianggap hari raya besar bagi masyrakat suku baduy
sendiri.

12
Erwinantu, Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Budaya Inspiratif, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2012), hal. 42
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Konsep Ajaran Agama Islam di Dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan


Masyarakat Desa Kanekes Kecamatan Leuwi Damar Lebak Banten, dalam Skripsi
UIN syarif Hidayatullah. Jakarta, 2014.

Bustanudin, Agus (2006) Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama.
Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Ekadjati, Edi S, Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah, Jakarta: Pustaka Jaya,
1995.

Erwinantu, Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Budaya Inspiratif, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012.

Indrawardana, Ira (2011) ‘Sunda Wiwitan dalam Dinamika Zaman’, Konferensi Internasional
Budaya Sunda II. Bandung, Jawa Barat, 19-22 Desember.

Ira Indrawarna, berketuhanan dalam perspektif kepercayaan sunda wiwitan, dalam jurnal
melintas,30-01-2014.

http://alitopands.blogspot.com/2015/02/sunda-wiwitan-di-tengah-pekembangan (diakses pada


tanggal 04 september 2018) jam.13:40

http://baduywisata.blogspot.co.id/2014/01/titisan-nabi-adam (di akses pada tanggal 5


september 2018) jam.07:18 WIB

http://m.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2014/10/17/33436/mengungkap-asalusul-
sunda-wiwitan (di akses pada tanggal 05 september 2018) jam. 15:10 WIB

https;//www.lyceum.id/sunda-wiwitan-dan-puncak-ketuhanan. (diakses pada tanggal 6


september 2018) jam.09:18 WIB

Roger L. Dixson, sejarah suku sunda dalam jurnal veritas: jurnal teologi dan pelayanan,
oktober, 2000,h.203

Anda mungkin juga menyukai