Oleh:
Ida Made Santi Utama, I Wayan Suka Yasa, I Wayan Budi Utama
Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia
Denpasar
budiutama904@gmail.com
Abstract
This article discusses Tantrism applied within the system of aguron-guron kawikon budha paksa
(type of buddhist school of priesthood) in Gria Budakeling. The Tantrism in this system of aguron-
guron is at the core of the priestly teachings of the Wajrayana Buddhist school, which has been going
on since ancient times and inherited and preserved for generations by the descendants of the Gria
Budakeling family from Dang Hyang Astapaka clan, a Kasogatan Buddhist Priest. As a Buddha paksa
clergy system, the book Sang Hyang Kamahayanikan is the main handle book supported by some
references of siwa paksa such as the book of silakramaning aguron-guron, silakrama, vrati sesana,
siwa sesana and others. The Book of Sang Hyang Kamahayanikan is the ancient Tantric book. It
contains the teachings of the philosophy of liberation, ministerial materials, and the rules of the
relationship between Teacher (Nabe) and the spiritual students.
Abstrak
Artikel ini membahas tentang Tantrisme di dalam aguron-guron kawikon budha paksa di Gria
Budakeling. Tantrisme dalam aguron-guron kawikon budha paksa merupakan inti dari ajaran
kependetaan dari mazhab budha wajrayana, yang telah berlangsung sejak jaman dahulu serta
diwarisi dan dipertahankan secara turun temurun oleh keturunan dari keluarga Gria Budakeling
yang merupan keturunan dari Dang Hyang Astapaka seorang Pendeta Budha Kasogatan. Sebagai
sebuah system perguruan kependetaan budha paksa, kitab Sang Hyang Kamahayanikan merupakan
pegangan utama ditambah kitab-kitab dari siwa paksa seperti kitab silakramaning aguron-guron,
silakrama, vrati sesana, siwa sesana dan lain-lain. Kitab Sang Hyang Kamahayanikan merupakan
kitab kuno yang bersifat Tantris. Memuat ajaran filsafat jalan pembebasan, materi kependetaan
serta tata aturan hubungan Guru/Nabe dan murid kerohaniannya.
DHARMASMRTI
16
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
mereka peroleh. Hasil pengamalan mereka yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa
sampai kepada kita sekarang antara lain adalah Indonesia, karena dengan ini bangsa Indonesia
candi dan karya sastra. Ditinjau dari teori mengenal aksara, melahirkan karya sastra dan
kebudayaan, kedua pendapat di atas melihat filsafat dan memasuki masa sejarah. Ada
local genius dari perwujudannya, yaitu dari karakter umum yang dapat ditemukan pada
kebudayaan materi atau kebudayaan fisiknya. semua wilayah ini. Kemampuan selektivitas dan
Sebaliknya dalam tulisan ini akan dicoba untuk adaptasi pemikiran local genius wilayah-wilayah
mengkaji pengertiannya ditinjau dari sudut atau tersebut dan ditambah dengan alam pemikiran
sebagai sistem budayanya. Setelah diketahui India yang mengembangkan pluralisme
sistem budayanya barulah kemudian ditinjau kebudayaan, maka pengaruh India mengambil
bagaimana sistem itu diwujudkan sebagai wujud yang tidak sama dengan tempat asalnya.
kebudayaan materi. Adapun pengertian local Hubungan yang menyebabkan terjadinya
genius yang hendak dikembangkan adalah pengaruh nilai-nilai India yang meluas di
pengertian Bosch. Dengan demikian maka beberapa pulau di Indonesia terasa dominan
pengertiannya adalah kemampuan untuk menyentuh aspek-aspek agama, seni, sastra,
mempelajari, menghayati, serta kemudian arsitektur, system pemerintahan, tatanan sosial-
mengelolanya kembali dan merumuskannya kemasyarakatan dan lain-lain. Hinduisme dan
sebagai suatu konsep yang baru. Mengingat Budhisme yang lahir di bumi India secara pasti
bahwa kebudayaan yang dibicarakan itu berasal telah berkembang di Indonesia dan pernah
dari masa kebudayaan bangsa Indonesia menjadi agama negara pada jamannya. Agama
memeluk agama Budha dan Hindu atau yang Buddha menjadi agama negara dalam Kerajaan
lebih dikenal sebagai masa klasik, kebudayaan Sriwijaya di Sumatera abad ke-7 Masehi, Agama
itu sangat ditentukan oleh agama, maka yang Hindu tepatnya Siwa-Buddhagama menjadi
dirumuskan itu adalah ajaran agama. Akhirnya agama negara dalam Kerajaan Majapahit di Jawa
perumusan berupa rekontruksi ajaran agama Timur pada abad ke-14. (Suamba, 2007).
itu, sebagai hasil interpretasi menurut Dasar-dasar ajaran Tantrayana yang
kebudayaan Indonesia diwujudkan sebagai memposisikan pemujaan terhadap perempuan
karya sastra atau bangunan keagamaan dalam (sakti) sebagai sesuatu yang sangat penting,
bentuk candi. (Ayatrohaedi, 1986: 18). telah ditemukan jauh sebelum pengaruh agama
Jelas dari uraian tersebut diatas bangsa kita Hindu berkembang di India. Temuan temuan
mengalami masa dimana hadirnya pengaruh yang dihasilkan dari penggalian di Daerah
Kebudayaan India dan adanya proses seleksi Mahenjodaro dan Harrapa antara lain arca
oleh local genius yang nantinya membentuk terracotta yang menggambarkan tubuh wanita
kebudayaan yang bersifat akulturasi. dengan pinggang ramping, pinggul dan buah
Budhisme dan Siwaisme yang berkembang di dada yang penuh sebagai gambaran wanita yang
Indonesia merupakan konsekwensi langsung subur, telah mengantarkan para ahli untuk
dari adanya kontak kebudayaan antara berasumsi bahwa orang orang Dravida sebagai
kebudayaan India dan kebudayaan Indonesia pendukung kebudayaan ini lebih mengutamakan
pada masa kuno. Kontak ini telah berlangsung pemujaan terhadap Dewi (Sakti). Catatan
dengan sangat meyakinkan dalam gelombang terpenting dari ajaran Tantrayana adalah
penyebaran kebudayaan India ke wilayah Asia memberikan posisi sentral pada Sakti (Parvati)
Tenggara pada permulaan tarikh masehi. sebagai aspek pradhana dari Siwa.
Berbagai faktor menyuburkan imigrasi kultural Melihat kandungan unsur unsur tantra dalam
ini ke wilayah yang luas termasuk Indonesia. tradisi Hindu Bali yang terhampar luas perlu
Pengaruh ini terasa sangat besar dan telah kiranya dilakukan penelitian untuk
meresap sangat dalam didalam masyarakat mendapatkan gambaran yang benar serta
yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, system memahami manfaat dan hakekat ajaran tantra
kepercayaan, adat istiadat yang bhinneka di dalam peradaban spiritual Bali yang kini mulai
wilayah ini. Jejak-jejaknya dapat dilihat dan memsuki era masyarakat praktis dan tidak
dirasakan telah ikut memperkaya kebudayaan mengakar kuat pada budaya leluhurnya. Hal
nasional. Kehadiran kebudayaan India di tersebut sangat berbahaya dalam upaya
wilayah nusantara ini merupakan tonggak mengawal dan menjaga kelestarian ajaran
DHARMASMRTI
18
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
Silsilah
Dang Hyang Astapaka Kamimitan Brahmana Budha Budhakeling
Mpu Tanuhun
Mpu Baradah
Mpu Bahula
Mpu Tantular
Pedanda Banjar
I Gusti Ayu Jelantik I Dewa Ayu Istri Beng Ida Pedande Istri Kemenuh
Ida Pedanda Wayan Tegeh Ida Pedanda Gde Wayan Dauh Ida Pedanda Wayan Alit
Jelantik Budakeling Geria Kauhan Budakeling Geria Alit Budakeling
DHARMASMRTI
20
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
itu dalam rangkaian memahami sifat dan menekuni jalan kerohanian dan telah memasuki
hakekat Buddha sebagai asal Buddha yang tahapan layak menurut penilaian Guru atau
disebut Adi Buddha dan merupakan faktor Nabe. Menurut keterangan informan dalam
kehidupan dan yang menghidupkan seluruh proses upacara diksa, seorang calon diksa.
alam semesta ini. Menurut informan yaitu Ida Pedanda Gede
Sesuai penjelasan informan yang sudah Nyoman Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh
diwawancarai yaitu Ida Pedanda Gede Nyoman Pasar Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra
Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh Pasar Kawan dari Gria Kawan Budakeling, upacara
Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra Kawan diksa mengandung kandungan Tantris yang kuat
dari Gria Kawan Budakeling, dijelaskan bahwa banhkan esensinya adalah Tantra.
praktek tantrisme di dalam aguron-guron Hal tersebut tampak saat prosesi “Napak”
Adwaya
Diwarupa
Bodhisatwa Buddha
Cakyamuni
Lokecwara Wajrapani
kawikon budha paksa di Gria Budakeling sesuai dimana jempol kaki kiri diletakkan diatas ubun-
dengan kitab pegangan utamanya yaitu kitab ubun murid yang kemudian diikuti pengucapan
Sang Hyang Kamahayanikan (SHK) yang mantra yang dilanjutkan rajah panca aksara. Hal
merupakan kitab Budha Mahayana dari Mazhab tersebut adalah puncak dari ‘Penciptaan’, dan
Wajrayana yang bersifat/bercorak tantrisme. lahirnya sang putra dharma dari Garbha Jnana
Disamping kitab SHK tersebut yang menjadi (rahimnya ilmu pengetahuan). Sesungguhnya
pegangan utama aguron-guron juga digunakan murid/nanak lahir dari proses penyatuan atau
kitab-kitab dari paham kaSiwan sebagai pertemuan “ibu aksara” dan bapak “guru Nabe”,
penunjang. yang merupakan perwujudan dari pertemuan
sang hyang rwa bhineda. Itulah konsepsi
2.3 Upacara Diksa ketantraan.
Secara umum diketahui upacara diksa adalah Menurut Arthur Avalon’s dalam bukunya
ritual inisiasi/apodgala/dwijati dari seorang Mahanirwana Tantra, 1997, dijelaskan bahwa
calon diksa menjadi diksita. Upacara yang inisiasi (diksa) ialah saat pemberian mantra
khusus diperuntukkan kepada sesorang yang yang dilakukan oleh guru. Pada saat inisiasi itu
DHARMASMRTI
22
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
pahatan dari tradisi zaman megalitik yaitu Menurut buku , A Concise Introduction to
munculnya pahatan phallus dan vagina pada Tibetan Buddhism, John Powers (64, 2008)
candi Sukuh menurut Linus,1978 (dalam disebutkan bahwa ‘Penis’ disamakan dengan
Utama,2014). Menurut R.P. Soejono ( Redig, Vajra. …………………
1997, dalam Utama, 2014) phallus dianggap Sementara menurut buku Indian Esoteric
memiliki kekuatan gaib yang sangat besar. Buddhism, Ronald M. Davidson (197, 2003)
Merujuk buku The Cult of Tara, Stephan Beyer disebutkan ;
(72, 1988), disebutkan bahwa didalam salah “[we speak of] ignorance, anger and
satu ritual Guhyasamaja tantra yang dilakukan desire; but desire always is found in the
di perguruan Trashilhunpo, ditemukan meditasi Vajra [penis]. Thus the skillful means of
(visualisasi) berikut: the Buddhas is understood as Vajrayana”
“before and behind my body, to the right
and left, are the four sides of the mandala; “guhyasamaja tantra memproklamirkan
my mouth and nose, anus and penis, are bahwa (bila kita bicara) tentang
the four gates…” ketidakpedulian, kemarahan dan hasrat;
dimana hasrat itu selalu ditemukan di
“pada tubuh manusia dari kanan ke kiri Penis (Vajra). Karena itu para ahli
dan dari depan dan belakang ada empat menganggap bahwa Buddha itu dipahami
sisi dari mandala, mulut dan hidung, sebagai Vajrayana”.
anus dan penis. Semua adalah 4 pintu
gerbang” Di dalam desertasi Hariani Santiko, 7 Februari
1987 dengan judul “Kedududkan Bhatari Durga
Tubuh dalam keyakinannya adalah wujud Di Jawa Pada Abad X – XV Masehi, (1987: 10) ada
yang sakral sebagai bentuk kebesaran Tuhan, disebutkan dimana lambang Dewi Ibu banyak
serta mandala adalah ruang imajinatif semesta digunakan sekitar tahun 5000-4000 sebelum
yang nantinya akan menjadi ruang para dewa. masehi dalam kaitan manusia memuja dewi
Dari buku tersebut pada halaman 113 kesuburan, dan terus berkembang sesuai
disebutkan sbb : kondisi peradaban masyarakat saat itu. Dalam
“ In some ritual traditions the Great Bliss perkembangan selanjutnya Dewi Ibu ini dipuja
of the retinue takes the form of a “syllable melalui berbagai aspeknya. Tiga bagian tubuh
off tarrfo-awareness” – either H U M or Dewi yakni payudara, perut dan alat kelaminnya
OM AH HUM- which, again, enters into the , merupakan perlambang dari tiga aspek
father and passes through his Vajra-penis utamanya : payudara sebagai lambang Dewi
and into the lotus-vagina of the mother, to Pelindung, pemelihara, serta sebagai sumber
be placed between two syllables H O H hidup manusia, perut adalah lambang sebagai
before the deities dissolve; but in any event penguasa kematian, dan alat kelamin adalah
this “melted deity” – this “ ball of Bliss” – is lambang Pencipta, (Srivastava 1979: 31).
“aroused with song” to create the Dari tiga tinjauan diatas tampak bahwa
resultante Heruka, colored blue. keturunan Brahmana Budha di Gria Budakeling
berusaha menjaga kemurnian dan melakukan
……”Dalam beberapa tradisi ritual proses pemertahanan terhadap pakem, identitas
“Kebahagiaan Sempurna” dijelaskan dan tradisi-tradisi kebudhaannya yang
dengan bentuk “suku kata kesadaran mengandung ajaran Tantrisme.
tarrfo” apakah itu H U M or OM AH HUM-
dimana menyangkut Bapak (Purusa) dan 2.5 Implikasi Religius Magis
melalui Vajra-penis dan melalui lotus- Apabila melihat pengalaman para pelaku
vagina dari Ibu (Pradana), yg ditempatkan yogacara atau laku yoga yang diwawancarai bisa
pada 2 suku kata H O H sebelum dewa itu dilihat bahwa laku yoga sebagai bagian dari
larut, tapi dalam beberapa kejadian dewa aguron-guron kawikuan budha paksa telah
yg larut itu “bola dari kesenangan” di berimplikasi dalam hal magis atau mistis.
rangsang dengan kidung utk mengasilkan Mereka menjadi memiliki kemampuan ‘lebih’
Heruka berwarna biru. dibanding masyarakat pada umumnya. Sebuah
DHARMASMRTI
24
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
masyarakat pendukungnya akan termotivasi disebutkan bahwa implikasi social religius
dan lebih yakin kepada ajaran warisan dimana setiap murid harus menghormati
leluhurnya. Pemertahanan idenditas sangat masyarakat, turut memohonkan kerahayuan
dibutuhkan di jaman sekarang dan kedepannya. jagat sehingga keberadaannya memiliki nilai
Dengan demikian keberadaan Wiku atau positif pada masyarakat. Sementara keberadaan
sulinggih dari paham Buddha Paksa akan sulinggih harus dapat memberi manfaat kepada
memberi manfaat kepada masyarakat luas. masyarakat sekitarnya. Ketentuan tersebut
Sementara menurut informan yang merupakan dinyatakan dalam beberapa teks.
calon sulinggih Ida Wayan Oka dari Gria Tengah Keseluruhan teks silakramaning aguron-
Budakeling (wawancara tanggal 28 Maret 2019), guron mengarahkan murid atau sisya agar
beliau mengatakan bahwa implikasi sosio memposisikan masyarakat sebagai pihak yang
religius dalam kaitan emosi keagamaan, aguron- dihormati, dan mengabdi pada kepentingan
guron telah memupuk rasa bakti kepada guru/ masyarakat. Ketentuan tersebut secara jelas
nabe, yang nantinya akan menjadi acuan dalam tersurat dalam teks diatas, serta tersirat dalam
implementasi ke masyarakat dalam bertindak semua teks yang mengarahkan agar murid dan
(pelayanan) dan menjabarkan ajaran bakta itu guru melaksanakan trikaya parisudha dan
sendiri. Rasa bakti tersebut memberi motivasi pengelolaan sang dasasila sehingga bermanfaat
untuk lebih memahami ajaran dengan benar. bagi dirinya dan menjadi teladan dalam
Berkaitan pula dengan asewaka guru atau masyarakat.
pengabdian kepada guru/nabe dimana rasa Menurut Citra, Ngurah Pratama (dalam Yasa
bakti tersebut memberikan dorongan untuk serta Sukarma dan Budi Utama, ed, 2010: 195-
menjadi murid yang baik. 196), terdapat tiga tahap perkembangan
Sementara itu menurutnya, implikasi dalam pandangan religius masyarakat Bali, yaitu: 1)
kaitan dengan system keyakinan tantrisme tahap teologis; 2) tahap metafisik; dan 3) tahap
didalam aguron-guron akan menambah rasa pengetahuan positif. Implikasi keberadaan
yakin terhadap kebesaran sebuah paham atau tantrisme didalam aguron-guron kawikuan
ajaran yang diyakini akan mampu mengantarkan budha paksa pada tahap teologis dimaknai
kepada pembebasan. Paham tantrisme di dalam sebagai ajaran dari Shakti yang dalam hal ini
aguron-guron bila dikaitkan dengan system Sanghyang Aji Saraswati yang menurunkan ilmu
ritual, ini akan mendorong seorang untuk keagamaan, termasuk dalam mempelajari ilmu
melakukan persiapan-persiapan yang kasulinggihan.
bernuansa spiritual sebelum menjalankan Implikasinya bagi sisya dan guru adalah
sebuah ritual, hal ini untuk tercapainya tujuan adanya perilaku ritual sebagai sikap permohonan
sebuah ritual dengan baik. Seperti menjalankan kepada-Nya agar memberikan restu untuk
Brata/puasa dimana semua itu didedikasikan belajar. Tahap metafisik diwarnai dengan adanya
kepada Tuhan. tradisi Nyastra, untuk mencari tahu makna yang
Sementara menurut Ida Pedanda Gede Wayan terkandung dalam teks-teks ketantraan, serta
Kerta Yoga, dari Gria Panji Budakeling, teks-teks lainnya yang mengatur tentang materi
(wawancara dilakukan tanggal 3 April 2019), kesulinggihan dan mencari referensi yang lebih
sebagai individu yang telah melewati masa luas sehingga mudah dipahami dalam keseharian
pembelajaran, beliau menjelaskan bahwa pembelajaran aspek kesulinggihan/kawikuan
implikasi social religius yang beliau rasakan tersebut.
adalah hidup beliau terasa lebih nyaman dan Tahap pengetahuan positif disikapi dengan
damai, penuh kasih yang dikarenakan oleh membahas setiap teks tantrisme secara
merasa berguna dalam kehidupan beragama sitematis, objektif, empiris dan verifikatif,
masyarakat. Keberadaannya diperlukan untuk sehingga pesan moral religius yang disampaikan
setiap yadnya yang ada. Beliau menjadi pelayan sebagai sesana dalam aguron-guron menjadi
umat dengan tulus ikhlas. lebih mudah untuk dipahami.
Merujuk pada tesis dengan judul Sistem Hal tersebut sesuai dengan rujukan-rujukan
Kesulinggihan Teks Silkramaning Aguron-Guron teks yang menjadi pegangan aguron-guron
Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Religius Di seperti yang telah diuraikan diatas. Kemudian
Bali, karya Citra, Ngurah Pratama (2012: 105) diluar kontek ‘guru-murid’, implikasi social
DAFTAR PUSTAKA
DHARMASMRTI
26
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
Ronald M. Davidson. 2003. Indian Esoteric Buddhism.
Sandika, I Ketut. 2019. Tantra Ilmu Kuno Nusantara. PT. Kaurama Buana Antara.
Sedyawati. Edi 2009. Saiwa dan Bauddha di Masa Jawa Kuna. Widya Dharma.
Suamba, I.B. Putu. 2007. Siwa – Buddha Di Indonesia. Widya Dharma. Stephan Beyer. 1998. The Cult
of Tara.
Sugriwa, I Gusti Bagus. 2012. Sang Hyang Kamahayanikan. Denpasar : Pusat Kajian Bali Udayana
University Press.
Surasmi, I Gusti Ayu. 2007. Jejeak Tantrayana di Bali, Denpasar : CV Media Adhikarsa.
Sutaba, I Made. 1980. Prasejarah Bali. B.U. Yayasan Purbakala Bali.
Panitya Penyusun Penterjemahaan. 1973. Sanghyang Kamahayanikan. Jakarta : Proyek
Penterjemahaan Kitab Suci Hindu dan Buddha Departemen Agama R.I.
Utama, Budi I Wayan. 2014. ”Orasi Ilmiah : Celak Kontong Lugeng Luwih”. Denpasar : Universitas
Hindu Indonesia.
Utama, Budi I Wayan. 2017. Pemaknaan Cerita Rakyat Brayut. Denpasar : Universitas Hindu
Indonesia.
Utama, Budi I Wayan. 2017. Cerita Rakyat Brayut : Dari Ideologi Agraris Hingga Kapitalis, Jurnal
Kajian Bali.