Anda di halaman 1dari 13

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON

BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING

Oleh:
Ida Made Santi Utama, I Wayan Suka Yasa, I Wayan Budi Utama
Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia
Denpasar
budiutama904@gmail.com

Abstract

This article discusses Tantrism applied within the system of aguron-guron kawikon budha paksa
(type of buddhist school of priesthood) in Gria Budakeling. The Tantrism in this system of aguron-
guron is at the core of the priestly teachings of the Wajrayana Buddhist school, which has been going
on since ancient times and inherited and preserved for generations by the descendants of the Gria
Budakeling family from Dang Hyang Astapaka clan, a Kasogatan Buddhist Priest. As a Buddha paksa
clergy system, the book Sang Hyang Kamahayanikan is the main handle book supported by some
references of siwa paksa such as the book of silakramaning aguron-guron, silakrama, vrati sesana,
siwa sesana and others. The Book of Sang Hyang Kamahayanikan is the ancient Tantric book. It
contains the teachings of the philosophy of liberation, ministerial materials, and the rules of the
relationship between Teacher (Nabe) and the spiritual students.

Keywords: Tantrism, aguron-guron, school system of priesthood

Abstrak

Artikel ini membahas tentang Tantrisme di dalam aguron-guron kawikon budha paksa di Gria
Budakeling. Tantrisme dalam aguron-guron kawikon budha paksa merupakan inti dari ajaran
kependetaan dari mazhab budha wajrayana, yang telah berlangsung sejak jaman dahulu serta
diwarisi dan dipertahankan secara turun temurun oleh keturunan dari keluarga Gria Budakeling
yang merupan keturunan dari Dang Hyang Astapaka seorang Pendeta Budha Kasogatan. Sebagai
sebuah system perguruan kependetaan budha paksa, kitab Sang Hyang Kamahayanikan merupakan
pegangan utama ditambah kitab-kitab dari siwa paksa seperti kitab silakramaning aguron-guron,
silakrama, vrati sesana, siwa sesana dan lain-lain. Kitab Sang Hyang Kamahayanikan merupakan
kitab kuno yang bersifat Tantris. Memuat ajaran filsafat jalan pembebasan, materi kependetaan
serta tata aturan hubungan Guru/Nabe dan murid kerohaniannya.

Kata kunci: Tantrisme, aguron-guron, sistem perguruan kependetaan

I. PENDAHULUAN Indonesia yang tertua, yang hidup mengembara


pada masa berburu dan mengumpulkan
Kehidupan masyarakat Bali dewasa ini makanan tingkat sederhana. Masa ini
susungguhnya merupakan hasil suatu berlangsung cukup lama dan terjadi jauh
perkembangan sejarahnya yang telah dimulai sebelum datangnya pengaruh agama Hindu di
sejak pulau kecil ini dihuni oleh manusia Bali dan disebut masa prasejarah atau sering

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 15
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
kali juga disebut masa pra Hindu, yaitu suatu bukit atau gunung, hal tersebut terlihat dari
masa ketika berlangsungnya kehidupan suatu orientasi arah sarkofagus yang bagian kepala
masyarakat yang belum mengenal tulisan. mengarah pada gunung atau bukit yang terdekat.
Setiap masyarakat mengalami masa Temuan megalit berbentuk sebuah Phalus di
prasejarah yang berbeda beda lamanya. Segala Pura Kaki Dukun di Desa Tenganan Pegringsingan
aspek kehidupan masyarakat Bali yang dapat Karangasem, serta temuan megalit megalit di
disaksikan sekarang dijiwai oleh Agama Hindu tempat lain dengan penonjolan genetalia yang
yang dianut oleh sebagian terbesar penduduk lengkap dengan bagian bagiannya sepeti temuan
pulau Bali. Kenyataan itu merupakan mata di Pura Pusering Jagat (Pejeng) yang berbentuk
rantai yang tidak terputuskan dari sejarahnya, vagina dan phalus. Simbol-simbol tersebut
bahkan ketika kerajaan Majapahit runtuh pada adalah mewakili kepercayaan masyarakat pada
abad ke 15, Agama Hindu di Bali tetap tetap saat itu yaitu meyakini keberadaan roh nenek
berkembang sampai saat ini dan di Jawa Timur moyang serta adanya kepercayaan kepada alat
mengalami kemunduran. Menurut bukti-bukti kelamin manusia memiliki kekuatan magis. Bisa
yang ditemukan oleh para ahli pulau Bali disimpulkan bahwa pada masa pra sejarah
mengakhiri masa pra sejarahnya pada sekitar masyarakat Bali telah memiliki system
abad ke 8 Masehi. Hal ini terbukti dengan kepercayaan dan tempat pemujaan. (Sutaba,
ditemukannya stupika stupika dan materai- 1980: 19).
materai tanah liat di Desa Pejeng (Gianyar), yang Secara umum Bangsa Indonesia memiliki
memuat mantra-mantra Agama Budha dan lokal genius termasuk dalam bidang keagamaan.
diduga berasal dari abad 8 Masehi. Perjalanan Istilah lokal genius pertama kali diperkenalkan
panjang masa prasejarah Bali dari masa berburu oleh Quaritch Wales, menurutnya kemampuan
hingga masa perundagian ditemukan bukti- kebudayaan setempat dalam menghadapi
bukti sejarah dimana masyarakat memelihara pengaruh kebudayaan asing pada waktu ke dua
babi disamping untuk konsumsi juga untuk kebudayaan itu berhubungan. Sebagai akibat
keperluan upacara-upacara tertentu, disamping dari hubungan itu terjadilah akulturasi budaya,
adanya suatu keyakinan didalam masyarakat dimana kebudayaan setempat menerima
bahwa kehidupan setelah kematian akan pengaruh kebudayaan asing. Pengertian
berpengaruh terhadap kehidupan di dunia ini. tersebut diperoleh dari pengamatannya atas
Pada masa perundagian kepercayaan ini hubungan yang terjadi pada waktu kebudayaan
berkembang pesat dengan dilakukannya prosesi Indonesia menerima pengaruh kebudayaan
upacara penguburan orang meninggal dengan India. Ia melihat bahwa kebudayaan di Indonesia
ritual khusus dan diberikan bekal kubur. bagian barat menerimanya secara penuh,
Penemuan Nekara Bulan Pejeng pada masa sehingga terlihat meniru belaka kebudayaan
perundagian juga merupakan bukti sejarah India. Sebaliknya di Indonesia bagian timur
bahwa Bali memiliki peradaban yang tinggi kebudayaan India itu hanya sebagai perangsang
pada masanya. Simbol-simbol atau hiasan yang bagi perkembangan kebudayaan setempat.
terdapat pada Bulan Pejeng seperti pola bintang, Dalam hal ini ia (Quaritch Wales) melihat dalam
hiasan bulu burung, pola tumpal yang tersusun, kebudayaan setempat itu, yaitu kebudayaan pra
pola tumpal yang bertolak belakang, pola huruf sejarah tetap mampu mempertahankan salah
f, sepasang topeng dan sebagainya. Hal tersebut satu unsur kebudayaan yaitu ragam hias
di samping merupakan karya seni yang indah geometris. Kemampuan inilah yang secara nyata
namun juga memiliki nilai magis yang penting ia maksudkan sebagai local genius. Sarjana lain
artinya bagi kehidupan masyarakat. Hiasan yang mengembangkan lebih lanjut tentang local
kedok muka yang disusun sepasang bermakna genius adalah Bosch. Berbeda dengan Quaritch
nenek moyang yang arwahnya selalu dipuja dan Wales, Bosch lebih menitikberatkan pada pelaku
diyakini topeng tersebut memiliki kekuatan penerima budaya itu sendiri. Menurut
magis. Seperti diketahui bagian tertentu tubuh pendapatnya, proses penerimaan kebudayaan
manusia seperti mata dan kelamin diyakini itu dilakukan oleh para pendeta Indonesia. Para
memiliki kekuatan magis yang besar yang dapat pendeta ini mula-mula belajar ke India serta
menolak segala rintangan yang dihadapi. Arwah kemudian kembali ke Indonesia. Setibanya di
nenek moyang dianggap bersemayam di puncak Indonesia mereka lalu mengamalkan ilmu yang

DHARMASMRTI
16
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
mereka peroleh. Hasil pengamalan mereka yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa
sampai kepada kita sekarang antara lain adalah Indonesia, karena dengan ini bangsa Indonesia
candi dan karya sastra. Ditinjau dari teori mengenal aksara, melahirkan karya sastra dan
kebudayaan, kedua pendapat di atas melihat filsafat dan memasuki masa sejarah. Ada
local genius dari perwujudannya, yaitu dari karakter umum yang dapat ditemukan pada
kebudayaan materi atau kebudayaan fisiknya. semua wilayah ini. Kemampuan selektivitas dan
Sebaliknya dalam tulisan ini akan dicoba untuk adaptasi pemikiran local genius wilayah-wilayah
mengkaji pengertiannya ditinjau dari sudut atau tersebut dan ditambah dengan alam pemikiran
sebagai sistem budayanya. Setelah diketahui India yang mengembangkan pluralisme
sistem budayanya barulah kemudian ditinjau kebudayaan, maka pengaruh India mengambil
bagaimana sistem itu diwujudkan sebagai wujud yang tidak sama dengan tempat asalnya.
kebudayaan materi. Adapun pengertian local Hubungan yang menyebabkan terjadinya
genius yang hendak dikembangkan adalah pengaruh nilai-nilai India yang meluas di
pengertian Bosch. Dengan demikian maka beberapa pulau di Indonesia terasa dominan
pengertiannya adalah kemampuan untuk menyentuh aspek-aspek agama, seni, sastra,
mempelajari, menghayati, serta kemudian arsitektur, system pemerintahan, tatanan sosial-
mengelolanya kembali dan merumuskannya kemasyarakatan dan lain-lain. Hinduisme dan
sebagai suatu konsep yang baru. Mengingat Budhisme yang lahir di bumi India secara pasti
bahwa kebudayaan yang dibicarakan itu berasal telah berkembang di Indonesia dan pernah
dari masa kebudayaan bangsa Indonesia menjadi agama negara pada jamannya. Agama
memeluk agama Budha dan Hindu atau yang Buddha menjadi agama negara dalam Kerajaan
lebih dikenal sebagai masa klasik, kebudayaan Sriwijaya di Sumatera abad ke-7 Masehi, Agama
itu sangat ditentukan oleh agama, maka yang Hindu tepatnya Siwa-Buddhagama menjadi
dirumuskan itu adalah ajaran agama. Akhirnya agama negara dalam Kerajaan Majapahit di Jawa
perumusan berupa rekontruksi ajaran agama Timur pada abad ke-14. (Suamba, 2007).
itu, sebagai hasil interpretasi menurut Dasar-dasar ajaran Tantrayana yang
kebudayaan Indonesia diwujudkan sebagai memposisikan pemujaan terhadap perempuan
karya sastra atau bangunan keagamaan dalam (sakti) sebagai sesuatu yang sangat penting,
bentuk candi. (Ayatrohaedi, 1986: 18). telah ditemukan jauh sebelum pengaruh agama
Jelas dari uraian tersebut diatas bangsa kita Hindu berkembang di India. Temuan temuan
mengalami masa dimana hadirnya pengaruh yang dihasilkan dari penggalian di Daerah
Kebudayaan India dan adanya proses seleksi Mahenjodaro dan Harrapa antara lain arca
oleh local genius yang nantinya membentuk terracotta yang menggambarkan tubuh wanita
kebudayaan yang bersifat akulturasi. dengan pinggang ramping, pinggul dan buah
Budhisme dan Siwaisme yang berkembang di dada yang penuh sebagai gambaran wanita yang
Indonesia merupakan konsekwensi langsung subur, telah mengantarkan para ahli untuk
dari adanya kontak kebudayaan antara berasumsi bahwa orang orang Dravida sebagai
kebudayaan India dan kebudayaan Indonesia pendukung kebudayaan ini lebih mengutamakan
pada masa kuno. Kontak ini telah berlangsung pemujaan terhadap Dewi (Sakti). Catatan
dengan sangat meyakinkan dalam gelombang terpenting dari ajaran Tantrayana adalah
penyebaran kebudayaan India ke wilayah Asia memberikan posisi sentral pada Sakti (Parvati)
Tenggara pada permulaan tarikh masehi. sebagai aspek pradhana dari Siwa.
Berbagai faktor menyuburkan imigrasi kultural Melihat kandungan unsur unsur tantra dalam
ini ke wilayah yang luas termasuk Indonesia. tradisi Hindu Bali yang terhampar luas perlu
Pengaruh ini terasa sangat besar dan telah kiranya dilakukan penelitian untuk
meresap sangat dalam didalam masyarakat mendapatkan gambaran yang benar serta
yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, system memahami manfaat dan hakekat ajaran tantra
kepercayaan, adat istiadat yang bhinneka di dalam peradaban spiritual Bali yang kini mulai
wilayah ini. Jejak-jejaknya dapat dilihat dan memsuki era masyarakat praktis dan tidak
dirasakan telah ikut memperkaya kebudayaan mengakar kuat pada budaya leluhurnya. Hal
nasional. Kehadiran kebudayaan India di tersebut sangat berbahaya dalam upaya
wilayah nusantara ini merupakan tonggak mengawal dan menjaga kelestarian ajaran

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 17
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
ajaran luhur tersebut. Jejak jejak tantra di Bali Dang Hyang Astapaka seorang wiku dari paham
banyak dijumpai, seperti pada Pura Kebo Edan Budha Mahayana dari tanah Jawa. Keturunan
dijumpai arca-arca dengan pahatan phallus beliau inilah yang menjaga dan merawat tradisi
(seks laki-laki) yang sangat besar. Kemudian kependetaan Brahmana Budha sampai saat ini.
peninggalan di Pura Dalem Tamblingan berupa Kehadiran beliau di tanah Bali diperkirakan
batu monolit dengan lubang disertai satu batu pada abad 14 saat diutus oleh ayah beliau yaitu
berbentuk silinder tertancap pada lubang Dang Hyang Nata Angsoka untuk memenuhi
tersebut. Peninggalan ini oleh masyarakan undangan Raja Bali Ide Dalem Waturenggong
disebut Celak Kontong Lugeng Luwih, celak dalam rangka untuk memimpin karya Homa di
kontong adalah simbol seks laki-laki sedangkan Pura Besakih bersama paman beliau Dang Hyang
lugeng luwih adalah symbol seks perempuan. Nirartha.
Pertemuan kedua unsur ini merupakan lambang Dalam perjalanan beliau setelah upacara
Kesuburan. Peninggalan peninggalan serupa Homa selesai, sampailah beliau di Desa
bisa dijumpai di Pura Dalem Celuk Buruan, di Budakeling, di tempat inilah beliau membangun
Pura Pusering Jagat, di Pura Kaki Dukun pasraman sampai beliau moksah. Warisan
Tenganan Pegringsingan. Konsep-konsep lokal tradisi kependetaan turun temurun terus
di atas merupakan tempat yang ideal bagi dijalankan dalam bentuk Sesana Aguron Guron.
pencangkokan ajaran Tantrayana. Serta Budakeling dikenal luas sebagai pusat
Dengan masuknya agama-agama India maka Brahmana Budha di Bali. (Kantor Kepala Desa
dikenallah jalan dua arah, yakni “Tuhan turun Budakeling, 2017).
kepada manusia, dan manusia naik menuju Secara umum dari uraian diatas dan dari
Tuhan”. Ajaran “naik turun” ini dalam rangka pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa
hubungan penyatuan manusia dengan “Tuhan” paham Tantrisme begitu kuat terlihat dari masa
ini, terdapat dalam ajaran ‘Tantrayana’. Tujuan Bali Pra Hindu sampai masa Hindu-Budha.
Tantrayana adalah jiwanmukti (meraga sukma) Dalam praktek-praktek sitem kepercayaan,
yakni pembebasan diri sementara dalam hidup upacara atau ritual, kependetaan, cerita rakyat
ini dengan usaha diri sendiri. Seorang tantris dan budayanya. Namun tidak banyak masyarakat
tidak hanya menguasai energy diri sendiri yang sekarang yang memahami hal tersebut.
tersimpan dalam tubuhnya, tetapi juga
menguasai energy universal, sebab mikrokosmos II. PEMBAHASAN
manusia adalah satu zat dengan makrokosmos
semesta, sehingga mencapai tingkat 2.1 Aspek Kesejarahan
kesempurnaan secara spiritual. Tantrayana Apabila dilihat dari aspek kesejarahan system
menghubungkan tubuh dengan semesta melalui aguron-guron di Gria Budakeling merupakan
cakra atau pusat. Jejak-jejak tantrayana di Bali warisan dari para pendauhulunya atau disebut
sangat mudah kita jumpai dalam pelaksanaan juga warisan para leluhur. Hal ini sesuai dengan
tradisi berupacara yang merupakan pelaksanaan pernyataan informan yaitu Ida Pedanda Gede
Panca Yadnya, seperti upacara pekala kalaan Nyoman Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh
dalam pernikahan dimana symbol yoni Pasar Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra
dilambangkan dengan tikeh dadakan yang Kawan dari Gria Kawan Budakeling, dijelaskan
nantinya akan ditusuk dengan keris sebagai bahwa praktek tantrisme di dalam aguron-guron
symbol lingga oleh pihak laki-laki, kemudian kawikon budha paksa di Gria Budakeling
penggunaan symbol tipat bantal dan banyak lagi merupakan pakem yang telah diwariskan secara
yang lainnya. (Utama, 2014). turun temurun oleh para pendahulu. Disini
Sebuah desa diujung timur pulau Bali dapat dijelaskan bahwa leluhur orang Gria
menyimpan sejarah panjang perjalanan Budakeling adalah merupakan keturunan dari
peradaban Tantra di Nusantara ini, desa tersebut pendeta dari paham Budha di era majapahit.
bernama Desa Budakeling yang merupakan Apabila meninjau keberadaan paham
bagian dari wilayah Kecamatan Bebandem Tantrisme didalam ajaran Buddha Mahayana
Kabupaten Karangasem. Di tengah desa tersebut (wajrayana) secara aspek kesejarahan berdasar
terdapat komunitas brahmana budha yang peninggalan susastra klasik berbahasa Jawa
secara garis keturunan merupakan Trah dari kuno maka menurut buku “ Siwa-Budha di

DHARMASMRTI
18
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
Silsilah
Dang Hyang Astapaka Kamimitan Brahmana Budha Budhakeling

Mpu Tanuhun

Mpu Baradah

Mpu Bahula

Mpu Tantular

Dang Hyang Dang Hyang Dang Hyang Dang Hyang


Panawasika Asmaranatha Sidimantra Kapakisan

Dang Hyang Angsoka Dang Hyang Nirartha

Dang Hyang Astapaka

Pedanda Banjar

Pedanda Made Banjar

Pedanda Wayan Tangeb


Swari 3

I Gusti Ayu Jelantik I Dewa Ayu Istri Beng Ida Pedande Istri Kemenuh

Ida Pedanda Wayan Tegeh Ida Pedanda Gde Wayan Dauh Ida Pedanda Wayan Alit
Jelantik Budakeling Geria Kauhan Budakeling Geria Alit Budakeling

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 19
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
Indonesia Ajaran dan Perkembangannya, oleh terbitan Proyek Penterjemahan Kitab Suci Hindu
I.B. Suamba, 2007” dapat diuraikan sebagai dan Buddha Departemen Agama R.I. tahun 1973
berikut, bahwa perjalanan evolusi ajaran Siwa- disebutkan salah satu bentuk Madzab yang
Buddha terekam dalam sejumlah bukti-bukti timbul dalam Madzab Mahayana dan merupakan
prasasti, piagam dan teks yang mengungkap ajaran Agama Buddha, ialah Madzab Tantrayana
aspek-aspek metafisika, teologi maupun agama. yang juga dikenal dengan Madzab Mantrayana.
Bukti-bukti teks sastra memberikan Perkembangan Madzab Tantrayana ini
informasi yang cukup memadai untuk melihat merupakan akibat langsung yang timbul dari
system filsafat di dalam agama ini, sementara pengaruh Madzab Ciwaisme dari Agama Hindu.
bukti-bukti prasasti bersifat fragmentaris Sebagaimana halnya pertumbuhan Tantrayana
sehingga sukar mengkontruksi system dalam Madzab ciwaisme, Mahayana dalam
filsafatnya. Bukti-bukti teks berupa karya-karya perkembangannya pecah menjadi beberapa
sastra berbahasa Jawa Kuno itu merupakan Madzab. Diantara Madzab-Madzab Mahayana
rekaman dinamika kegelisahan kreatif dan yang penting dan yang ada hubungannya dengan
pencarian spiritual para Mpu, Acarya, Pendeta di kitab Sang Hyang Kamahayanikan ini ialah
Jawa Tengah, Jawa Timur dan kemudian Madzab Wajrayana atau Buddha Tantrayana
berlanjut di Bali. Ada sejumlah karya-karya kanan.
Sastra Jawa Kuno yang menggambarkan proses Dalam Tantrayana, pemujaan Tathagatha
penunggalan kedua agama ini sejak era Jawa menduduki tingkat yang tertinggi, yaitu dalam
Tengah dan Jawa Timur. apa yang disebut Anuttarayoga. Tingkat ini
Khusus menyangkut pengaruh ajaran Tantra terbagi dalam dua bagian yaitu utpatti dan
maka dapat dilihat bahwasanya keusasteraan sampanna krama. Dalam utpatti-krama, melalui
tutur (tutur literatures) berbahasa Jawa Kuno yoga, segala unsur dari badan, pikiran, perasaan,
(Kawi) adalah teks-teks yang membahas dan sifat manusia diproyeksikan sebagai lima
masalah-masalah filsafat, agama dan yoga. Tek- unsur yang ideal, yaitu Panca Tathagatha. Ke
teks ini sangat diwarnai oleh ajaran Tantra atau lima tathagatha tersebut terdiri dari Vairocana,
mempunyai nuansa Tantrik yang kuat. Adapun Ratnasambhawa, Amithaba, Amoghasidi, dan
teks-teks yang mengandung bukti ajaran Siwa- Aksobhya. Setelah proyeksi ini mencapai
Budha adalah : Sanghyang Kamahayanikan, kesempurnaan, maka tingkat selanjutnya, yaitu
Arjuna Wijaya, Sutasoma, Negarakrtagama, sampanna-krama dapat dimasuki. Dalam tingkat
Kunjarakarna, Tantu Pagelaran, Bubuksah- ini, apa yang mula-mula merupakan bentuk
Gagak Aking. proyeksi itu, diusahakan untuk diyakini sebagai
suatu pengalaman yang hakiki dimana terjadi
2.2 Aspek Sastra pengintegrasian antara badan pelaksana yoga
Merupakan sebuah ciri atau identitas dalam dengan Tathagata, pikirannya dengan Tathagata
praktek kependetaan di Bali dimana terkandung dan demikian seterusnya sampai terjadi
unsur-unsur ajaran Ketantraan di dalamnya. Hal pengintegrasian yang menyeluruh dari sang
tersebut bisa dilihat dari praktek-prakteknya pelaksana yoga dengan Tathagata.
serta kitab-kitab yang menjadi pegangan para Dengan lain perkataan, sang pelaksana Yoga
pendeta. Dengan perjalanan panjang peradaban bertranfigurasi dengan Tathagata menjadi
Siwa-Budha di Bali dan Nusantara yang Buddha. Perlu kiranya ditekankan disini, bahwa
membentuk peradaban akulturasi dengan pencapaian ke-Buddhaan itu tiada ditujukan
system keyakinan local, bukanlah hal yang untuk kepentingan diri pribadi namun ditujukan
mudah untuk memilah kembali pada bagian bagi kebaikan orang lain. Melalui segala
mana unsur tantra tersebut masih melekat. kemampuan yang luar biasa yang diperoleh
Apalagi dalam praktek yadnya di Bali kedua sebagai akibat pencapaian ke-Budhaan itu, ia
pendeta dari paham berbeda tersebut sudah berusaha untuk menolong segala mahluk agar
saling mengisi dalam memimpin tiap upacara dapat mencapai KeBudhaan pula. (Magetsari
yadnya. Dominasi paham Siwa turut memberi Noerhadi, 1982).
sumbangsih dalam peleburan dua paham Dengan tidak membeda-bedakan apa yang
kependetaan tersebut. dianalisa, Sang Hyang Kamahayanikan juga
Merujuk kitab Sanghyang Kamahayanikan dalam ajarannya mencoba menjelaskan teorinya

DHARMASMRTI
20
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
itu dalam rangkaian memahami sifat dan menekuni jalan kerohanian dan telah memasuki
hakekat Buddha sebagai asal Buddha yang tahapan layak menurut penilaian Guru atau
disebut Adi Buddha dan merupakan faktor Nabe. Menurut keterangan informan dalam
kehidupan dan yang menghidupkan seluruh proses upacara diksa, seorang calon diksa.
alam semesta ini. Menurut informan yaitu Ida Pedanda Gede
Sesuai penjelasan informan yang sudah Nyoman Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh
diwawancarai yaitu Ida Pedanda Gede Nyoman Pasar Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra
Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh Pasar Kawan dari Gria Kawan Budakeling, upacara
Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra Kawan diksa mengandung kandungan Tantris yang kuat
dari Gria Kawan Budakeling, dijelaskan bahwa banhkan esensinya adalah Tantra.
praktek tantrisme di dalam aguron-guron Hal tersebut tampak saat prosesi “Napak”

Diagram Jnana Buddha

Adwaya

Adwaya (Am Ah) Adwaya jnana

Diwarupa

Bodhisatwa Buddha

Cakyamuni

Lokecwara Wajrapani

Aksobhya Ratnasambhawa Wairocana Amitabha Amaghasiddhi

kawikon budha paksa di Gria Budakeling sesuai dimana jempol kaki kiri diletakkan diatas ubun-
dengan kitab pegangan utamanya yaitu kitab ubun murid yang kemudian diikuti pengucapan
Sang Hyang Kamahayanikan (SHK) yang mantra yang dilanjutkan rajah panca aksara. Hal
merupakan kitab Budha Mahayana dari Mazhab tersebut adalah puncak dari ‘Penciptaan’, dan
Wajrayana yang bersifat/bercorak tantrisme. lahirnya sang putra dharma dari Garbha Jnana
Disamping kitab SHK tersebut yang menjadi (rahimnya ilmu pengetahuan). Sesungguhnya
pegangan utama aguron-guron juga digunakan murid/nanak lahir dari proses penyatuan atau
kitab-kitab dari paham kaSiwan sebagai pertemuan “ibu aksara” dan bapak “guru Nabe”,
penunjang. yang merupakan perwujudan dari pertemuan
sang hyang rwa bhineda. Itulah konsepsi
2.3 Upacara Diksa ketantraan.
Secara umum diketahui upacara diksa adalah Menurut Arthur Avalon’s dalam bukunya
ritual inisiasi/apodgala/dwijati dari seorang Mahanirwana Tantra, 1997, dijelaskan bahwa
calon diksa menjadi diksita. Upacara yang inisiasi (diksa) ialah saat pemberian mantra
khusus diperuntukkan kepada sesorang yang yang dilakukan oleh guru. Pada saat inisiasi itu

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 21
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
dilakukan, guru menyatukan diri dengan ‘shakti’, Nabe, yang biasa disebut upacara Nilah yang
yaitu menyerap Prana Shakti Guru yang menurut penjelasan informan kami yaitu Ida
bersthana di Sahasrara Chakra. Sebagai ciri Pedanda Gede Nyoman Jelantik Dwaja dari Gria
kehadiranNya digunakan Yantra (praktik) yang Jelantik Dauh Pasar Budakeling serta Ida
dilekati oleh daya Shakti Dewata, demikian pun Pedanda Gede Putra Kawan dari Gria Kawan
daya Shakti itu merasuk ke dalam diri Acharya Budakeling, bahwanya upacara Nilah ini
yang melakukan inisiasi itu. merupakan upacara sakral dan bercirikan
Sebelumnya, menurut Tantra, Acharya (guru) Tantra. Menurut informan lain, Ida Ketut Windia
telah duduk bersama diatas tikar yang terbuat dari Gria Kawan Budakeling serta Ida Nyoman
dari Kusha. Ia menguncarkan mantra (japa) Wairocana dari Gria Tegeh Budakeling
tidur atau supta mantra di telinganya dan (wawancara tanggal, 20 Maret 2019), juga
menutup ubun-ubunnya. Ketika itu murid menyatakan hal yang sama, dimana tradisi Nilah
berpuasa tidak melakukan hubungan seksual, pada upacara Nyiramang Layon, dilakukan
kemudian mengulangi mantra yang diberikan sebagai bentuk bakti murid kepada Guru/Nabe,
itu tiga kali dan setelah itu sujud kehadapan dimana murid merasa anugerah dari Guru tidak
guru. Inisiasi – inisiasi dilakukan untuk ternilai harganya, tidak bisa dilukiskan. Apabila
menyucikan diri lebih lanjut. Sebagaimana murid berkelamin perempuan maka Nilah
halnya sebuah lampu dinyalakan dengan dilakukan dengan mencium jempol Kaki Kiri
menggunakan lampu lain, demikianlah Shakti Guru/Nabe, dan apabila murid berjenis kelamin
itu dalam perwujudan mantra dipindahkan dari laki-laki, maka Nilah dilakukan dengan mencium
pribadi guru kepada Sisyanya. Kelamin sang Guru/Nabe. Dimana “kelamin”
diyakini sebagai symbol penciptaan sebagai
2.4 Upacara Pawisik penyebab kelahiran sang murid sebagai dwijati
Sebuah upacara yang merupakan rangkaian atau diksita. Demikan beliau menjelaskan.
dari upacara Diksa, yang menurut penjelasan Di Gria Budakeling apabila seorang Pedanda
informan kami yaitu Ida Pedanda Gede Nyoman yang sudah menjadi Guru/Nabe meninggal
Jelantik Dwaja dari Gria Jelantik Dauh Pasar maka pada saat upacara memandikan jenazah
Budakeling serta Ida Pedanda Gede Putra Kawan (nyiramang layon) akan dilanjutkan dengan
dari Gria Kawan Budakeling, bahwanya upacara tradisi upacara Nilah. Upacara ini diperuntukkan
Pawisik merupakan upacara sakral dan kepada para murid beliau, memberi kesempatan
bercirikan Tantra karena sangat dijaga kepada para murid untuk menyampaikan bakti,
kerahasiaanya. Upacara ini dilaksanakan tengah penghormatan terakhir kepada sang Guru yang
malam setelah proses diksa selesai dilakukan telah meninggal. Upacara dilakukan secara
pada siang harinya. Prosesinya dimulai dengan bergiliran oleh para murid dengan mencium
menjemput Guru/Nabe oleh keluarga dari jempol kaki kiri Nabe dan mencium kemaluan
murid/nanak, kemudian Guru/Nabe diantar Nabe. Menurut informan kami yang mana beliau
menuju atau memasuki kamar pribadi murid mengatakan sudah mewarisi tradisi ini yang ada
berdua bersama murid yang bersangkutan. sejak dulu kala, sebagai bentuk penghormatan
Dalam keadaan pintu tertutup didalam ruangan dan ungkapan rasa bakti kepada sang Guru.
Guru/Nabe berbicara empat mata dengan murid Tradisi-tradisi keTantraan memang sudah
beliau yang mana materi pembicaraan tidak ada di Nusantara sejak jaman purba. Menurut
boleh diketahui oleh siapapun dan sang Utama, I Wayan Budi (2014: 11), tradisi
muridpun harus menjaga kerahasiaannya. penggunaan symbol-simbol seks dalam
Disitulah Guru/Nabe memberikan ajaran-ajaran hubungannya dengan hal-hal yang bersifat
yang sangat rahasya yang merupakan ‘pusaka’ religius pada masyarakat Bali sudah dikenal
turun temurun dari sebuah dynasty peguruan. sejak jaman purba seperti tampak pada arca-
Hal tersebut sejalan dengan kitab Sanghyang arca pemujaan yang bercorak megalitik. Ciri-ciri
Kamahayanikan yang dalam beberapa slokanya megalitik yang menonjol pada arca-arca dari
terdapat penjelasan tentang kewajiban menjaga masa Hindu di Pura Kebo Edan adalah hadirnya
kerahasyaan sebuah ajaran. pahatan phallus (seks laki-laki) yang sangat
Sementara itu ada sebuah upacara yang besar. Ciri-ciri utama yang menunjukkan unsur
merupakan bagian dari upacara kematian Guru/ prasejarah ini dapat ditelusuri melalui pahatan-

DHARMASMRTI
22
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
pahatan dari tradisi zaman megalitik yaitu Menurut buku , A Concise Introduction to
munculnya pahatan phallus dan vagina pada Tibetan Buddhism, John Powers (64, 2008)
candi Sukuh menurut Linus,1978 (dalam disebutkan bahwa ‘Penis’ disamakan dengan
Utama,2014). Menurut R.P. Soejono ( Redig, Vajra. …………………
1997, dalam Utama, 2014) phallus dianggap Sementara menurut buku Indian Esoteric
memiliki kekuatan gaib yang sangat besar. Buddhism, Ronald M. Davidson (197, 2003)
Merujuk buku The Cult of Tara, Stephan Beyer disebutkan ;
(72, 1988), disebutkan bahwa didalam salah “[we speak of] ignorance, anger and
satu ritual Guhyasamaja tantra yang dilakukan desire; but desire always is found in the
di perguruan Trashilhunpo, ditemukan meditasi Vajra [penis]. Thus the skillful means of
(visualisasi) berikut: the Buddhas is understood as Vajrayana”
“before and behind my body, to the right
and left, are the four sides of the mandala; “guhyasamaja tantra memproklamirkan
my mouth and nose, anus and penis, are bahwa (bila kita bicara) tentang
the four gates…” ketidakpedulian, kemarahan dan hasrat;
dimana hasrat itu selalu ditemukan di
“pada tubuh manusia dari kanan ke kiri Penis (Vajra). Karena itu para ahli
dan dari depan dan belakang ada empat menganggap bahwa Buddha itu dipahami
sisi dari mandala, mulut dan hidung, sebagai Vajrayana”.
anus dan penis. Semua adalah 4 pintu
gerbang” Di dalam desertasi Hariani Santiko, 7 Februari
1987 dengan judul “Kedududkan Bhatari Durga
Tubuh dalam keyakinannya adalah wujud Di Jawa Pada Abad X – XV Masehi, (1987: 10) ada
yang sakral sebagai bentuk kebesaran Tuhan, disebutkan dimana lambang Dewi Ibu banyak
serta mandala adalah ruang imajinatif semesta digunakan sekitar tahun 5000-4000 sebelum
yang nantinya akan menjadi ruang para dewa. masehi dalam kaitan manusia memuja dewi
Dari buku tersebut pada halaman 113 kesuburan, dan terus berkembang sesuai
disebutkan sbb : kondisi peradaban masyarakat saat itu. Dalam
“ In some ritual traditions the Great Bliss perkembangan selanjutnya Dewi Ibu ini dipuja
of the retinue takes the form of a “syllable melalui berbagai aspeknya. Tiga bagian tubuh
off tarrfo-awareness” – either H U M or Dewi yakni payudara, perut dan alat kelaminnya
OM AH HUM- which, again, enters into the , merupakan perlambang dari tiga aspek
father and passes through his Vajra-penis utamanya : payudara sebagai lambang Dewi
and into the lotus-vagina of the mother, to Pelindung, pemelihara, serta sebagai sumber
be placed between two syllables H O H hidup manusia, perut adalah lambang sebagai
before the deities dissolve; but in any event penguasa kematian, dan alat kelamin adalah
this “melted deity” – this “ ball of Bliss” – is lambang Pencipta, (Srivastava 1979: 31).
“aroused with song” to create the Dari tiga tinjauan diatas tampak bahwa
resultante Heruka, colored blue. keturunan Brahmana Budha di Gria Budakeling
berusaha menjaga kemurnian dan melakukan
……”Dalam beberapa tradisi ritual proses pemertahanan terhadap pakem, identitas
“Kebahagiaan Sempurna” dijelaskan dan tradisi-tradisi kebudhaannya yang
dengan bentuk “suku kata kesadaran mengandung ajaran Tantrisme.
tarrfo” apakah itu H U M or OM AH HUM-
dimana menyangkut Bapak (Purusa) dan 2.5 Implikasi Religius Magis
melalui Vajra-penis dan melalui lotus- Apabila melihat pengalaman para pelaku
vagina dari Ibu (Pradana), yg ditempatkan yogacara atau laku yoga yang diwawancarai bisa
pada 2 suku kata H O H sebelum dewa itu dilihat bahwa laku yoga sebagai bagian dari
larut, tapi dalam beberapa kejadian dewa aguron-guron kawikuan budha paksa telah
yg larut itu “bola dari kesenangan” di berimplikasi dalam hal magis atau mistis.
rangsang dengan kidung utk mengasilkan Mereka menjadi memiliki kemampuan ‘lebih’
Heruka berwarna biru. dibanding masyarakat pada umumnya. Sebuah

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 23
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
kompetensi spiritual yang harus dimiliki kagum dan terpesona terhadap hal yang
seorang sulinggih bisa diraih dengan disiplin gaib dan keramat yang kemudian
tinggi menjalankan laku yoga tersebut. diekspresikan dalam berbagai bentuk
Jadi jelaslah bahwa kompetensi seorang wiku perilaku religius.
atau sulinggih haruslah sesuai dengan aguron- 2. System keyakinan, yaitu wujud pikiran
guron budha paksa. Karena kekuatan Jnana dan gagasan manusia yang menyangkut
beliau menjadi tumpuan masyarakat dalam hal- keyakinan dan konsepsi tentang Tuhan,
hal praktek yang bersifat magis. Untuk itu dewa, roh, daya sakti, alam gaib
seorang wiku harus paham tentang Bajra Jnana (kosmologi), tercipta dan lenyapnya alam
(adwaya-adwaya jnana), sapta jatma, serta semesta (kosmogoni), kehidupan akhirat
ajaran-ajaran rahasia lainnya. Tantrisme di (eskatologi), dan lain-lainnya. Kecuali itu
dalam Aguron-guron Kawikuan Budha Paksa system keyakinan juga menyangkut
mensyaratkan agar calon wiku taat didalam laku system nilai dan norma keagamaan, baik
yoga sehingga kesulinggihannya kelak dapat lisan dan atau tertulis, yang berfungsi
berguna buat masyarakat banyak dan semesta. untuk mengatur tingkah laku
Hal ini sesuai dengan informan Bape Made penganutnya.
Degung (wawancara dilakukan di rumah beliau 3. System ritual, yaitu berbagai wujud bakti
di dusun Wates Desa Bebandem Karangasem, atau wujud ekspresi penganutnya yang
17 Maret 2019), beliau mengatakan system dilakukan pada waktu hari suci untuk
beragama manusia Bali cenderung terpusat melukiskan, memuliakan, memohon,
kepada wiku atau pendeta, hal tersebut tampak mengadu, dan bersyukur kepada
pada puja surya sewana sang wiku yang sudah Tuhannya.
memohonkan kebaikan, kerahayuan semua 4. Tempat, waktu, sarana dan prasarana
umat manusia beserta seisi alam ini kepada ritual. Dalam rangka mengekspresikan
Sang Hyang Surya, disamping itu setiap ritual rasa baktinya itu, ia menggunakan
keagamaan di Pura terjadi hal yang serupa. Hal tempat, waktu suci, dan berbagai sarana
ini menurut beliau karena ada dampak pada dan prasarana suci untuk melaksanakan
wilayah keyakinan keagamaan yang mendalam aktifitas keagamaan dimaksud.
dari masyarakat akan kemampuan Jnana sang 5. Umat agama, yaitu masyarakat yang
wiku atau pendeta. Merujuk kitab Sanghyang menganut system keyakinan dan
Kamahayanikan terbitan Proyek Penterjemahan melaksanakan system ritus dan upacara
Kitab Suci Hindu dan Buddha Departemen yang diyakininya.
Agama R.I. tahun 1973 disebutkan bahwa salah
satu akibat dari teori wajrayana mengajarkan Pandangan relius berarti pandangan yang
bahwa ajaran Tantra tidak akan dapat dipelajari bersifat religi berupa timbulnya kepercayaan
oleh sembarang orang tanpa mendapat petunjuk akan adanya kekuatan adikodrati di atas
dari guru akhli yang telah mengetahui dan manusia.
memiliki pengetahuan rahasia itu. Dengan Tantrisme di dalam aguron-guron ini memiliki
sekedar membaca buku belumlah berarti implikasi religius dalam system keyakinan dan
seseorang telah dapat menemukan jalan yang menumbuhkan pengetahuan dalam bidang
benar sebelum mendapat pengajaran yang layak Ketuhanan buat dunia kawikuan. Tantrisme
dari seorang guru spirituil akhli. telah membangun kesadaran-kesadaran dalam
laku Yoga, bhawana dan catur arya satya, serta
2.6 Implikasi Sosial Religius pertemuan adwaya dengan adwaya jnana.
Sementara dalam implikasi sosio religius Menurut informan Ida Nyoman Wairocana
menurut Koentjaraningrat (1985: 43-46; 1987: (wawancara dilakukan di Pura Dalem
80-83), kategori unsur-unsur utama sebuah Budakeling, 20 Maret 2019) bahwasanya
agama terdiri dari lima bagian yaitu : tantrisme di dalam aguron-guron buddha paksa
1. Emosi keagamaan (religious emotion), yang benar-benar dijalankan akan memberikan
yaitu getaran jiwa yang menyebabkan penguatan dalam hal menjaga tradisi dan
manusia mempunyai sikap serba religi. mempertahankan identitas sebuah paham. Hal
Getaran jiwa ini antara lain, berupa sikap ini memiliki implikasi social religius dimana

DHARMASMRTI
24
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
masyarakat pendukungnya akan termotivasi disebutkan bahwa implikasi social religius
dan lebih yakin kepada ajaran warisan dimana setiap murid harus menghormati
leluhurnya. Pemertahanan idenditas sangat masyarakat, turut memohonkan kerahayuan
dibutuhkan di jaman sekarang dan kedepannya. jagat sehingga keberadaannya memiliki nilai
Dengan demikian keberadaan Wiku atau positif pada masyarakat. Sementara keberadaan
sulinggih dari paham Buddha Paksa akan sulinggih harus dapat memberi manfaat kepada
memberi manfaat kepada masyarakat luas. masyarakat sekitarnya. Ketentuan tersebut
Sementara menurut informan yang merupakan dinyatakan dalam beberapa teks.
calon sulinggih Ida Wayan Oka dari Gria Tengah Keseluruhan teks silakramaning aguron-
Budakeling (wawancara tanggal 28 Maret 2019), guron mengarahkan murid atau sisya agar
beliau mengatakan bahwa implikasi sosio memposisikan masyarakat sebagai pihak yang
religius dalam kaitan emosi keagamaan, aguron- dihormati, dan mengabdi pada kepentingan
guron telah memupuk rasa bakti kepada guru/ masyarakat. Ketentuan tersebut secara jelas
nabe, yang nantinya akan menjadi acuan dalam tersurat dalam teks diatas, serta tersirat dalam
implementasi ke masyarakat dalam bertindak semua teks yang mengarahkan agar murid dan
(pelayanan) dan menjabarkan ajaran bakta itu guru melaksanakan trikaya parisudha dan
sendiri. Rasa bakti tersebut memberi motivasi pengelolaan sang dasasila sehingga bermanfaat
untuk lebih memahami ajaran dengan benar. bagi dirinya dan menjadi teladan dalam
Berkaitan pula dengan asewaka guru atau masyarakat.
pengabdian kepada guru/nabe dimana rasa Menurut Citra, Ngurah Pratama (dalam Yasa
bakti tersebut memberikan dorongan untuk serta Sukarma dan Budi Utama, ed, 2010: 195-
menjadi murid yang baik. 196), terdapat tiga tahap perkembangan
Sementara itu menurutnya, implikasi dalam pandangan religius masyarakat Bali, yaitu: 1)
kaitan dengan system keyakinan tantrisme tahap teologis; 2) tahap metafisik; dan 3) tahap
didalam aguron-guron akan menambah rasa pengetahuan positif. Implikasi keberadaan
yakin terhadap kebesaran sebuah paham atau tantrisme didalam aguron-guron kawikuan
ajaran yang diyakini akan mampu mengantarkan budha paksa pada tahap teologis dimaknai
kepada pembebasan. Paham tantrisme di dalam sebagai ajaran dari Shakti yang dalam hal ini
aguron-guron bila dikaitkan dengan system Sanghyang Aji Saraswati yang menurunkan ilmu
ritual, ini akan mendorong seorang untuk keagamaan, termasuk dalam mempelajari ilmu
melakukan persiapan-persiapan yang kasulinggihan.
bernuansa spiritual sebelum menjalankan Implikasinya bagi sisya dan guru adalah
sebuah ritual, hal ini untuk tercapainya tujuan adanya perilaku ritual sebagai sikap permohonan
sebuah ritual dengan baik. Seperti menjalankan kepada-Nya agar memberikan restu untuk
Brata/puasa dimana semua itu didedikasikan belajar. Tahap metafisik diwarnai dengan adanya
kepada Tuhan. tradisi Nyastra, untuk mencari tahu makna yang
Sementara menurut Ida Pedanda Gede Wayan terkandung dalam teks-teks ketantraan, serta
Kerta Yoga, dari Gria Panji Budakeling, teks-teks lainnya yang mengatur tentang materi
(wawancara dilakukan tanggal 3 April 2019), kesulinggihan dan mencari referensi yang lebih
sebagai individu yang telah melewati masa luas sehingga mudah dipahami dalam keseharian
pembelajaran, beliau menjelaskan bahwa pembelajaran aspek kesulinggihan/kawikuan
implikasi social religius yang beliau rasakan tersebut.
adalah hidup beliau terasa lebih nyaman dan Tahap pengetahuan positif disikapi dengan
damai, penuh kasih yang dikarenakan oleh membahas setiap teks tantrisme secara
merasa berguna dalam kehidupan beragama sitematis, objektif, empiris dan verifikatif,
masyarakat. Keberadaannya diperlukan untuk sehingga pesan moral religius yang disampaikan
setiap yadnya yang ada. Beliau menjadi pelayan sebagai sesana dalam aguron-guron menjadi
umat dengan tulus ikhlas. lebih mudah untuk dipahami.
Merujuk pada tesis dengan judul Sistem Hal tersebut sesuai dengan rujukan-rujukan
Kesulinggihan Teks Silkramaning Aguron-Guron teks yang menjadi pegangan aguron-guron
Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Religius Di seperti yang telah diuraikan diatas. Kemudian
Bali, karya Citra, Ngurah Pratama (2012: 105) diluar kontek ‘guru-murid’, implikasi social

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 25
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama
religius secara umum pada masyarakat adalah an budha paksa, kitab Sang Hyang Kamaha-
berjalannya proses pemertahanan pakem atau yanikan merupakan pegangan utama ditambah
tradisi kesulinggihan Buddha Paksa di Gria kitab-kitab dari siwa paksa seperti kitab
Budakeling. silakramaning aguron-guron, silakrama, vrati
Secara teori yang dipakai dalam peneitian ini sesana, siwa sesana dan lain-lain. Kitab Sang
yaitu teori Resepsi, tampak terjadi penyambutan Hyang Kamahayanikan merupakan kitab kuno
atau penerimaan oleh para calon wiku/sulinggih yang bersifat Tantris. Memuat ajaran filsafat
atau masyarakat secara umum, terhadap adanya jalan pembebasan, materi kependetaan serta
paham tantris di dalam Aguron-guron Kawikuan tata aturan hubungan Guru/Nabe dan murid
Budha Paksa di Gria Budakeling. Dimana hal kerohaniannya.
tersebut terlihat dari beragamnya pengalaman Ciri penting dalam tantrisme tampak pada
para informan yang berkaitan dengan religius pemakaian mudra-asana adalah tingkat proses
magis serta social religius. ke dua dalam pemakaian mantra. Walaupun
mudra dan asana tampak sebagai satu bentuk
III. PENUTUP berdiri sendiri, namun untuk membantu
mantra-mantra yang bersifat rahasia wujud
Tantrisme di dalam aguron-guron kawikon suara itu harus dibantu dengan simbul-simbul
budha paksa di Gria Budakeling merupakan inti lahiriah berbentuk mudra atau pratima-pratima
dari ajaran kependetaan dari mazhab budha nyasa. Menurut ajaran Tantra, pelaksanaan
wajrayana, yang telah berlangsung sejak jaman ajaran kebaktian dalam agama harus meliputi
dahulu serta diwarisi dan dipertahankan secara semua aspeknya, yaitu: pikiran-suara-badan,
turun temurun oleh keturunan dari keluarga yang kemudian kita kenal dengan istilah kaya
Gria Budakeling yang merupan keturunan dari (badan) - wak (kata-kata/suara) - citta (pikiran).
Dang Hyang Astapaka seorang Pendeta Budha Dari ke tiga proses itulah seseorang akan sampai
Kasogatan. pada samadhi.
Sebagai sebuah system perguruan kependeta-

DAFTAR PUSTAKA

Avalon’s Arthur. 1997. Mahanirwana Tantra. Denpasar : Upada Sastra


Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Pustaka Jaya.
Basrowi Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Insan Cendekia.
Citra, Ngurah Pratama. 2012. Sistem Kasulinggihan Teks Silakramaning Aguron Guron Dan Aplikasinya
Dalam Kehidupan Religius Di Bali. Denpasar.
Desa Pakraman Budakeling. 2008. Awig-awig Desa Pakraman Budakeling.
Dharmopadesa Pusat. 2012. Sasana Aguron-guron. Denpasar.
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. 2006. Alih Aksara dan Bahasa Lontar Kusumadewa, Wrati Sasana,
Wariga Krimping. Denpasar.
Hariani Santiko. 1987. Kedudukan Batari Durga di Jawa. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.
Hooykas, C.2017. Brahmana Bauddha di Bali. Udayana University Press.
Jelantik Dwaja, Ida Pedanda Gde Nyoman. 2011. Bancangah Dang Hyang Astapaka. Budakeling.
John Powers. 2008. A Concise Introdukcion to Tibetan Buddhism.
Kantor Kepala Desa Budakeling. 2017. Profil Desa Budakeling.
Kantor Dokumentasi Budaya Bali Provinsi Daerah Tingkat I Bali. 1996. Bhuwana Mahbah, Purwa
Bumi Kamulan Siwa Sasana, Sila Kramaning Aguron-Guron. Denpasar.
Koentjaraningrat. 2009. Sejarah Teori Antropologi. Universitas Indonesia (UI-Press)
Noerhadi Magetsari. 1982. Pemuja Tathagata di Jawa Pada Abad Sembilan. Jakarta : Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
Ratna, Nyoman Kutha, SU.2004. Teori, Metode,dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar.

DHARMASMRTI
26
Vol. 10 Nomor 1 Mei 2019 : 1 - 109
Ronald M. Davidson. 2003. Indian Esoteric Buddhism.
Sandika, I Ketut. 2019. Tantra Ilmu Kuno Nusantara. PT. Kaurama Buana Antara.
Sedyawati. Edi 2009. Saiwa dan Bauddha di Masa Jawa Kuna. Widya Dharma.
Suamba, I.B. Putu. 2007. Siwa – Buddha Di Indonesia. Widya Dharma. Stephan Beyer. 1998. The Cult
of Tara.
Sugriwa, I Gusti Bagus. 2012. Sang Hyang Kamahayanikan. Denpasar : Pusat Kajian Bali Udayana
University Press.
Surasmi, I Gusti Ayu. 2007. Jejeak Tantrayana di Bali, Denpasar : CV Media Adhikarsa.
Sutaba, I Made. 1980. Prasejarah Bali. B.U. Yayasan Purbakala Bali.
Panitya Penyusun Penterjemahaan. 1973. Sanghyang Kamahayanikan. Jakarta : Proyek
Penterjemahaan Kitab Suci Hindu dan Buddha Departemen Agama R.I.
Utama, Budi I Wayan. 2014. ”Orasi Ilmiah : Celak Kontong Lugeng Luwih”. Denpasar : Universitas
Hindu Indonesia.
Utama, Budi I Wayan. 2017. Pemaknaan Cerita Rakyat Brayut. Denpasar : Universitas Hindu
Indonesia.
Utama, Budi I Wayan. 2017. Cerita Rakyat Brayut : Dari Ideologi Agraris Hingga Kapitalis, Jurnal
Kajian Bali.

TANTRISME DI DALAM AGURON GURON KAWIKON


BUDHA PAKSA DI GRIA BUDAKELING 27
Ida Made Santi Utama | I Wayan Suka Yasa | I Wayan Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai