Anda di halaman 1dari 7

BAB I

Perkembangan Pendidikan di Indonesia


Pada Masa Pengaruh Hindu-Budha
A. Zaman Prasejarah
1. Latar Belakang Sosial Budaya
Setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan, kebudayaan yang berkembang dalam
masyarakat nenek moyang bangsa Indonesia pada zaman Purba disebut kebudayaan
paleolitik. Adapun kebudayaan pada kurang lebih 1500 tahun SM yang lalu disebut
kebudayaan neolitik.
Kebudayaan masyarakat pada zaman purba tergolong kebudayaan maritim.
Kepercayaan yang dianut masyarakat antara lain animisme dan dinamisme. Masyarakat
dipimpin oleh oleh ketua adat. Namun demikian ketua adat dan para empu (pandai besi dan
dukun yang merupakan orang-orang pandai) tidak dipandang sebagai anggota masyarakat
lapisan tinggi, kecuali ketika mereka melaksanakan peranannya dalam upacara adat atau
upacara ritual, dll. Sebab itu, mereka tidak memiliki stratifikasi sosial yang tegas, tata
masyarakatnya bersifat egaliter. Adapun karakteristik lainnya yakni bahwa mereka hidup
bergotong-royong.
2. Pendidikan
Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah agar generasi muda dapat mencari nafkah,
membela diri, hidup bermasyarakat, taat terhadap adapt dan terhadap nilai-nilai religi
(kepercayaan) yang mereka yakini. Karena kebudayaan masyarakat masih bersahaja, pada
zaman ini belum ada lembaga pendidikan formal (sekolah).
Pendidikan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga dan dalam kehidupan
keseharian masyarakat yang alamiah. Kurikulum pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap
dan nilai mengenai kepercayaan melalui upacara-upacara keagamaan dalam rangka
menyembah nenek moyang, pendidikan keterampilan mencari nafkah (khususnya bagi anak
laki-laki) dan pendidikan hidup bermasyarakat serta bergotong royong melalui kehidupan riil
dalam masyarakatnya. Pendidiknya terutama adalah para orangtua (ayah dan ibu), dan secara
tidak langsung adalah para orang dewasa di dalam masyarakatnya. Sekalipun ada yang
belajar kepada empu, apakah kepada pandai besi atau kepada dukun jumlahnya sangat
terbatas, utamanya adalah anak-anak mereka sendiri.
B. Masa Awalnya Masuk Hindu-Buddha
Menurut teori Van Leur, yang oleh banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa
pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang Hindu
dengan orang-orang Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya
Peradaban Hindu Budha diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor Politik
Terjadi peperangan antara kerajaan India bagian Utara dengan kerajaan India bagian Selatan.
Bangsa Aria dari Utara mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga penduduk di
Selatan lari mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia. Oleh karena itu
peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari bagian
Selatan.
2. Faktor Ekonomis atau Geografis
Indonesia terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah terjadi
perdagangan antar India dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak orang India dan
Tiongkok bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan atau perniagaan sampai
terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
3. Faktor Kultural
Tingkat peradaban bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di
Nusantara. Mereka sudah mengenal sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan,
mereka juga telah mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah membuktikan
dengan ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta
yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di Kalimantan yaitu di Kutai abad ke-5
Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat (Djojonegoro, 1996:38).
Perkembangan pendidikan pada zaman ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan
pendidikan dengan misi penyebaran ajaran agama dan cara hidup yang lebih universal
(keseluruhan) dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-Budha
di Indonesia dimulai sejak pengaruh Hindu-Budha datang ke Indonesia. Perkembangan
agama Hindu Budha di Indonesia membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat
Indonesia. Sebenarnya masyarakat indonesia telah memiliki kemampuan dasar yang patut
dibanggakan sebelum masuknya Hindu dan Budha. Setelah Hindu dan Budha berkembang di
Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin berkembang karena berakulturasi dan
berinteraksi dengan tradisi Hindu dan Budha
Di daerah Kalimantan (Kutai) dan Jawa Barat (Tarumanegara) ditemukan prasasti
adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada abad ke-5. Para cendekiawan, ulama-
biarawan, musafir dan peziarah Budha dalam perjalanannya ke India, singgah di Indonesia
untuk mengadakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya. Negara India merupakan tanah
suci dan merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan dan kesenian bagi pemeluk
agama Budha. Agama Hindu di India terbagi dua golongan besar yaitu Brahmanisme dan
Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke Indonesia adalah Syiwaisme, yang pertama kali
dibawa oleh seorang Brahmana yang bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa :
1. Syiwa adalah dewa yang paling berkuasa.
2. Syiwa adalah pencipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber pada Syiwa dan
kembali kepada Syiwa.
3. Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu samsara (penderitaan),
yang ditentukan oleh perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”.
4. Tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia terlepas
dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa (Djojonegoro,
1996:86). Agama Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India
yang kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang
berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini berkembang pada masa kerajaan
Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa. Menurut ajaran
agama Budha manusia hidup dalam penderitaan karena nafsu duniawi. Manusia dalam hidup
ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari kebahagiaan yang abadi yaitu untuk
mencapai nirwana. Adapaun langkah-langkah untuk mencapai nirwana, manusia harus
berperilaku benar diantaranya sebagai berikut :
 Berpandanagan yang benar.
 Mengambil keputusan yang benar.
 Berkata yang benar.
 Berkehidupan yang benar.
 Berdayaupaya yang benar.
 Melakukan meditasi yang benar.
 Konsentrasi kepada hak-hak yang benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme merupakan agama yang berbeda, namun di
Indonesia tampak terdapat kecenderungan sinkretisme yaitu keyakinan untuk mempersatukan
figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber dari Yang Maha Tinggi. Seperti semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi satu jua adalah perwujudan dari
keyakinan tersebut. dalam hal ini, Budha dan Syiwa adalah dewa yang dapat diperbedakan
(bhinna) tetapi dewa itu (ika) hanya satu (tungal). Kalimat yang tadi adalah salah satu bait
dari syair Sutasoma karya Empu Tantular pada zaman Majapahit. Sehingga kebudayaan
Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan ciri serta coraknya
yang khas, sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu Majapahit akan masih
berkembang dalam hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra, bahasa,
ilmu pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti Kalingga, Mataram,
Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu, Pujangga yang menghasilkan
karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya seni pahat dan seni bangunan dalam
arsitekstur yang bernilai tinggi juga ditemukan beberapa karya ilmiah dalam bidang filsafat,
sastra dan bahasa.
C. Pendidikan Masa Kerajaan Hindu Buddha
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India yanga sangat
bertentangan dan hidup bermusuhan dengan Budhisme. Di Indonesia Syiwaisme dan
Budhisme hidup dan tumbuh berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa
Syailendra yang beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang beragaman Hindu, namun
dimasyarakat biasa tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat dikatakan
telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme, Budhisme dan kepercayaan animism dan
dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan Syiwa, Budha, dan arwah-arwah nenek
moyang sebagai suatu sumber dan amaha tinggi. Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh
kerajaan-kerajaan Indonesia pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan minoritas (kasta
Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta Waisya dan Sudra apalagi
kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kata di Indonesia tidak begitu ketat
seperti halnya dengan di India yang menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini
lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”dimana para murid berguru kepada para cerdik
cendekia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren, jadi berbeda sekali
dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini.
Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu berkembang terus sampai pada
pengaruh Budha, zaman Islam sampai sekarang (pesantren tradisional). Pada zaman Budha
pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat
perguruan tinggi Budha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang
dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala. Perguruan-perguruan
Budha tersebut mungkin menyebar keseluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja candi-candi
Borobudur, Menndut, dana Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Budha (Raisyidin,
2007:34).
Kalau kita memperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi,
patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar tentang ilmu membangun dan
seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi.
Dmeikian juga dengan memahat relief-relief candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang
menceritakan kehidupan sang Budha atau para dewa, bisa juga cerita tentang Ramayana.
Karya hasil sastra yang ditulis para pujangga banyak yang bermutu tinggi antara lain :
Pararaton, Negara Kertagama, arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal
diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu seperti Singasari, Majapahit dan
kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas mengenai pendidikan.
Namunsudah pasti bahwa pada zaman tersebut sudah berkembang pendidikan dengan
lembaga-lembaga yang dengan sengaja dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan
tersebut berbentuk perguruan yang lebih dikenal dnegan sebutan pesantren. Pada saat itu
mutu pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai
moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha. Karena itu
secara umum tujuan akhir adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus mungkin
dapat dibedakan sebagai berikut :
 Bagi kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab
suci (Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber kebenaran dan
pengetahuan yang universal.
 Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk
memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang pengaturan pemerintahan
(kerajaan).
 Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara
turun temurun. Misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni
pahat dan sebagainya.
2. Sifat Pendidikan
Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah :
 Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan.
 Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan
menguasai segala-galanya.
 Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum Brahmana
(kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu) dan tidak memperoleh imbalan gaji. Mereka
menjadi guru semata-mata karena kewajiban sebagai Pandita atau Brahmana yang
didasarkan pada perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa memikirkan imbalan
dunia ).
 Aristokratis artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja yaitu
golongan Brahmana, pendeta dan golongan Ksatria dan golongan keturunan raja-raja.
Dalam agama kita kenal penggolongan berdasarkan kasta, namun di Indonesia
perbedaan tidak begitu tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah antara golongan
raja-raja dan rakyat jelata.
3. Jenis-jenis Pendidikan
Beberapa jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha dapat dibedakan menjadi beberapa
golongan diantaranya sebagai berikut :
a. Pendidikan Intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda dipelajari oleh
kaum Brahmana, dan kitab Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha. Pada waktu itu hanya
golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda. Pendidikan intelektual
juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera, yang berkaitan dengan penguasaan alam
semesta, pengabdian kepada Syiwa dan Budha Gautama.
b. Pendidikan Kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana
kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan mengatur
pemerintahan (kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.
c. Pendidikan Keterampilan
Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan yang
deprogram secara tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan bangsawan
(keluarga raja)) sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang
diajukan bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal yang berlangsung dalam
keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang pemahat akan
diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya begitu pula dengan para petani, nelayan
dan sebagainya.
4. Lembaga Pendidikan
Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal
dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian ada
beberapa tempat yang biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
a. Padepokan atau Pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru
disuatu tempat, sehingga disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga disebut
padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan pesantren. Jadi
lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu Budha. Dipesantren dan
atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan Brahmana utnuk
mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber dari kitab suci ( Veda dan
Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha). Dicandi Borobudur terlihat suatu lukisan
yang menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-
tengah pendopo besar seorang Brahmana atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-
muridnya, semuanya membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak
menerima gaji namun dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar
pendidikan adalah agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang tertulis
dicandi Borobudur ( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).
b. Pura
Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri raja
belajar. Mereka diberi pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai keturunan
raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang mengatur Negara, ilmu
bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.
c. Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat
tinggi. Oleh karena itu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama
berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
d. Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang juga tapi hanya pendidikan
sebagai informal. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan
orang tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
5. Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra
Pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ini telah terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah
dikemukakan pada kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan Budha yang terbesar di
Indonesia, pada saat iru telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan tinggi”.
Perguruan tinggi tersebut dapat menampung berates-ratus mahasiswa biarawan Budha dan
adapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di asrama-asrama khusus.
Sistem dan metode sesuai yang ada di India, sehingga biarawan Cina dapat belajar di
sriwijaya sebelum melanjutkan belajar di India. Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal
dari India yaitu Dharmapala dan mengajarkan agama Budha Mahayana. Dipulau Jawa pada
waktu Mataram diperintah oleh seorang ratu terdapat sekolah agama Budha yang dipimpin
oleh orang Jawa yaitu Janadabra.
Pada sekitar abad ke-14 sampai kira-kira abad ke-16 menjelang jatuhnya kerajaan
Hindu di Indonesia, kegiatan pendidikan tidak lagi dilakukan secara meluas seperti
sebelumnya tetapi dilakukan oleh para guru kepada siswanya yang jumlahnya terbatas dalam
suatu padepokan. Pendidikan pada zaman tersebut, mulai dari pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi pada umumnya dikendalikan oleh para pemuka agama. Namun
demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara formal, sehingga seorang
siswa yang belum puas akan ilmu yang diperolehnya dapat mencari dan pindah dari guru
yang satu ke guru yang lainnya. Kelompok bangsawan, ksatria dan kelompok elit lainnya
mengirimkan anak-anaknya kepada guru untuk dididik atau guru diundang untuk datang
mengajar anak-anak mereka. (Raisyidin, 2007:45).

Anda mungkin juga menyukai