Oleh :
A. Latar Belakang
Agama merupakan way of life dalam perjalanan hidup umat manusia di dalam alam
semesta ini. Sehingga nilai-nilai yang dipunyainya akan selalu dibahas dan tak pernah usang
untuk dibicarakan. Ahli sejarah mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta, yang bermakna haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Pendapat
lain mengatakan bahwa kata agama tersusun dari dua kata “a” yang berarti tidak dan “gama”
yang berarti pergi atau kacau. Adapula yang berpendapat bahwa agama berarti tuntunan. Hal
ini dapat dibenarkan karena ajaran agama memang menjadi tuntunan hidup bagi pemeluknya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa agama merupakan pedoman hidup bagi umat
manusia dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup, baik kehidupan dimensi jangka
pendek di dunia maupun pada kehidupan dimensi jangka panjang di akhirat kelak [1]. Agama
adalah sarana bagi manusia dalam menanamkan kebaikan dan amal soleh selama hidupnya
didunia ini, sehingga masalah keagamaan sering kali hadir dalam sejarah kebudayaan
manusia. Hal ini dikarenakan agama telah mendasari alam pikiran dan tingkah laku manusia
baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat [2]. Agama secara
universal merupakan elemen yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Agama
mampu memberikan makna dan tujuan hidup manusia berupa moral dan nilai. Agama bukan
saja membicarakan persoalan menyangkut dunia luar. Hubungan manusia dengan yang gaib
yakni Tuhan dan sikap terhadapnya, juga implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Hubungan timbal balik antara agama sebagai kenyataan batiniah dengan kenyataan sosial
yang empirik, ide dan nilai mempengaruhi perbuatan, pengaruh timbal balik terjadinya
interaksi agama dan masyarakat. Dengan demikian penghayatan dan pengalaman agama
tergantung pada masyarakat pemeluknya [3]. Agama dan manusia, merupakan dua hal yang
tak terpisahkan keduanya memiliki hubungan totalitas dan hampir semua masyarakat
manusia mempunyai agama [4]. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk
baik dari sisi budaya, etnis, bahasa, dan agama. Dari sisi agama di negara ini hidup berbagai
agama besar yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Selain itu,
tumbuh dan berkembang pula berbagai aliran atau kepercayaan lokal yang jumlahnya tidak
kalah banyak [5].
Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan dalam beragama hal ini terdapat dalam
Pasal 22 UU No. 39 tahun 1999 tetang hak asasi manusia: setiap orang bebas memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”, dan pasal 55 UU No. 39 Tahun 1999
“setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkah intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali” [6].
Bebas disini berarti bebas memeluk agama apapun yang ada di Indonesia yaitu agama Islam,
Hindu, Buddha, Kristen dan Khonghucu. Dari beberapa agama besar tersebut agama yang
paling tua di Indonesia adalah Agama Hindu [7]. Dengan adanya banyak agama di Indonesia
maka setiap agama memiliki definisi dan pengertian agama masing-masing. Dalam Agama
Hindu sendiri kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya datang mendekat,
maksud datang mendekat ialah datang mendekat kepada tujuan agama yaitu kebahagiaan dan
bersatu dengan Hyang Widhi atau Nining Bhatara (Tuhan Yang Maha Esa) [8].
Agama yang bermakna tidak pergi atau langgeng [9], menekankan kepada sifat Agama
Hindu yang ajarannya adalah kebenaran yang kekal abadi [10]. Agama Hindu merupakan
suatu fase perkembangan agama di India yang berkembang dan dikenal sampai sekarang.
Agama ini dapat dikatakan suatu hasil evolusi dari agama yang dibawa oleh bangsa Aria
dengan peradaban bangsa Dravida yang dalam perkembangannya mengalami proses yang
sangat panjang hingga sampailah ke Indonesia. Menurut penelitian para ahli sejarah, Agama
Hindu di Indonesia berasal dari India. Agama ini masuk secara damai dan bertahap melalui
kontak perhubungan dan perdagangan. Proses tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang
amat panjang. Diawali dengan tukar menukar barang dagangan, kemudian kontak
kebudayaan yang menyebar secara perlahan-lahan dari daerah pesisir hingga mendirikan
kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Perkembangan Agama Hindu semakin lama semakin
meningkat di berbagai daerah diantaranya di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Pulau
Bali, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan yaitu Kalimantan Timur (Kutai) [11]. Pengaruh
Agama Hindu di Kalimantan secara jelas dapat diketahui sekitar tahun 400 Masehi dengan
ditemukannya batu bertulis dalam bentuk Yupa di tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur,
yang menyebutkan tentang kerajaan Kutai. Yupa tersebut berupa tiang batu korban yang
dipergunakan untuk mengikatkan binatang korban saat dilaksanakan upacara. Dari sisi Yupa
tersebut memberikan bukti-bukti kehidupan yang tertua di Indonesia. Yupa itu menggunakan
huruf Pallawa, bahasa Sanskerta [12]. Berdasarkan bentuk hurufnya para ahli sejarah yakin
bahwa Yupa dibuat sekitar abad ke-5 dalam prasasti juga menyebutkan silsilah raja-raja
Kutai [13]. Agama Hindu juga tersebar di daerah Kalimantan Selatan yang terdapat bukti
peninggalan sejarah berupa Candi yang bernama Candi Agung, candi ini terletak di kawasan
Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah Kalimantan Selatan. Diketahui awal mula
masuknya Hindu ke Kalimantan Selatan melalui jalur perdagangan yang dipimpin oleh
Ampu Jatmika yang berasal dari Pulau Jawa dan melalui jalur pernikahan antara Putri
Junjung Buih Negara Dipa dan Pangeran Suryanata (Raden Putra) dari kerajaan Majapahit.
Mereka adalah tokoh yang telah mendirikan Kerajaan Negara Dipa dan Candi Agung di
Amuntai, Ampu Jatmika adalah golongan Hindu atau Hindu Jawa [14]. Hanya saja, agama
dan pengaruh Hindu kemudian memudar dan tenggelam seiring dengan kehadiran Agama
Islam yang kemudian menjadi agama resmi di Kesultanan Banjarmasin yang menggantikan
Kerajaan Nagara Daha. Agama Hindu pun mengalami kemunduran dan kekuatan politiknya
pun menghilang. Kondisi ini berlangsung hingga beberapa abad.
BAB II
PEMBAHASAN
4) Jaman Buddha
Pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang
bernama “Sidharta”, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan
sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu makin lama semakin menyebar mulai dari India Selatan hingga
keluar dari India dengan berbagai cara, terutama melalui perdagangan bebas
Internasional. Dalam suatu penggalian di Mesir ditemukan sebuah inskripsi yang
diketahui berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah perjanjian antara Ramses II
dengan Hittites. Dalam perjanjian ini “Maitra Waruna” yaitu gelar manifestasi
Sang Hyang Widhi Wasa menurut agama Hindu yang disebut- sebut dalam Weda
dianggap sebagai saksi.
Gurun Sahara yang terdapat di Afrika Utara menurut penelitian Geologi
adalah bekas lautan yang sudah mengering. Dalam bahasa Sanskerta Sagara
artinya laut; dan nama Sahara adalah perkembangan dari kata Sagara. Diketahui
pula bahwa penduduk yang hidup di sekelilingnya pada jaman dahulu
berhubungan erat dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.
Penduduk asli Mexico mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta,
yang bertepatan dengan perayaan Nawa Ratri di India. Dari hasil penggalian di
daerah itu didapatkan patung- patung Ganesa yang erat hubungannya dengan
agama Hindu. Di samping itu penduduk purba negeri tersebut adalah orang- orang
Astika (Aztec), yaitu orang- orang yang meyakini ajaran- ajaran Weda. Kata
Astika ini adalah istilah yang sangat dekat sekali hubungannya dengan “Aztec”
yaitu nama penduduk asli daerah itu, sebagaimana dikenal namanya sekarang ini.
Penduduk asli Peru mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada
saat- saat matahari berada pada jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli
ini disebut Inca. Kata “Inca” berasal dari kata “Ina” dalam bahasa Sanskerta yang
berarti “matahari” dan memang orang- orang Inca adalah pemuja Surya. Uraian
tentang Aswameda Yadnya (korban kuda) dalam Purana yaitu salah satu Smrti
Hindu menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila.
Putra- putra raja ini berusaha ke Patala loka (negeri di balik bumi= Amerika di
balik India) dalam usaha korban kuda itu. Karena Maha Resi Kapila yang sedang
bertapa di hutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra-
putra raja Sagara sehingga menjadi abu. Pengertian Patala loka adalah negeri di
balik India yaitu Amerika. Sedangkan nama Kapila Aranya dihubungkan dengan
nama California dan di sana terdapat taman gunung abu (Ash Mountain Park). Di
lingkungan suku- suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian tertentu
yang dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance). Tarian itu dibawakan oleh
penaripenarinya dengan memakai tanda “Tri Kuta” atau tanda mata ketiga pada
dahinya. Tandatanda yang sugestif ini jelas menunjukkan bahwa di negeri itu
telah mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.
- Teori Ksatria
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan
Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori
yang dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M
kerap terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum
bangsawan dan prajurit mengalami kekalahan.
Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria,
mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke
nusantara.
- Teori Waisya
- Teori Sudra
Teori Sudra dikemukakan oleh Van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa
penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia diawali oleh
kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke Indonesia.
Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa
oleh para Musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal
dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni
Musafir Budha Pahyien. Ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-
benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa
peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan
keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa:
“Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”.
Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada
suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara“.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar,
misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam
kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan
juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai
(Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5
dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi,
Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa
Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai
Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi
Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-
prasasti seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur): Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang
raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan
maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah) Prasasti yang bertahun Caka 785, juga
menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi
Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah:
Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi.
Dari prasasti-prasasti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja
Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah
berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu” Bukti lain
yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan
atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan
data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu
dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya,
agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas
di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan
bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut
Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar,
diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa
sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya
pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala. Isinya memuat tentang
pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat
Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri
Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya
perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang
juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo)
dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno.
Pada akhir abad ke-13 saat berakhirnya masa Singosari, muncul kerajaan
Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit
merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di
Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
A. KESIMPULAN
Kehadiran agama Hindu ke Indonesia sekaligus juga menandai pergeseran besar dengan
berakhirnya zaman prasejarah Indonesia. Peralihan zaman prasejarah misalnya saja mulai
dikenalnya tulisan yang dibuktikan dari sejumlah prasasti yang ditemukan. Lalu, adanya
perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa
dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Selain Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, ada pula
Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah yang termasuk di antara Kerajaan Hindu awal yang didirikan
di wilayah Nusantara. Beberapa kerajaan Hindu kuno Nusantara yang menonjol adalah Mataram,
yang terkenal karena membangun Candi Prambanan yang megah, diikuti oleh Kerajaan Kediri
dan Singhasari.
Sejak itu agama Hindu bersama dengan Buddhisme menyebar di seluruh nusantara dan
mencapai puncak pengaruhnya pada abad ke-14. Kerajaan yang terakhir dan terbesar di antara
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Jawa, Majapahit, menyebarkan pengaruhnya di seluruh
kepulauan Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Masliana, Perkembangan Agama Hindu Kaharingan di Desa Labuhan Kecamatan Batang Alay Selatan
HST, Skripsi (Banjarmasin: Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari, 2003), 1.
[3] Mirhan, Agama dan Beberapa Aspek Sosial (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), 2.
[4] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Pt Remaja Rosda. 2006), 119.
[5] Kementerian Agama RI, Toleransi Beragam Mahasiswa, (Jakarta: Malohan Jaya Abadi Press, 2010), 1.
[6] Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puskitbang Kehidupan Keagamaan : Kompilasi
Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama (Jakarta:Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, 2009), 20.
[7] Agama Hindu adalah agama pagan yang dianut oleh penduduk India. Agama ini telah melewati
perjalanan sangat panjang yang bermula dari abad ke-15 SM hingga kini. Sejatinya Hindu merupakan
sebuah agama yang memadukan nilai-nilai ruhani dan etika. Sami bin Abdul alMaghlouth, Atlas Agama-
Agama, (Jakarta Timur : Almahira) 2011, 483.
[8] Agama Hindu merupakan salah satu agama yang dianut oleh sebagian manusia di jagat raya ini.
Eksistensi agama ini masih ada sampai sekarang. Agama Hindu adalah suatu agama yang lahir dan
berkembang di India, jauh bearatus tahun sebelum Masehi. Dipandang dari sudut etnology (ilmu
bangsa-bangsa), penduduk asli yang disebut dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang
berasal dari sebelah Utara, yaitu bangsa Arya yang merupakan rumpun dari Jerma yang di sebut juga
Indo Jerman. Jirhannuddin, Perbandingan Agama:Pengantar Studi Memahami Agama-Agama,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 2010, 63
[9] Antara 2000 dan 1000 tahun sebelum masehi masuklah ke India dari sebelah utara kaum “Arya”,
yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran dan memasuki India melalui jurangjurang di
pegunungan, setelah datang ke India mereka menetap di dataran sungai Sindu yang pada zaman itu
masih sangat subur. A. G. Honig Jr, Ilmu Agama, (Jakarta: Pt BPK Gunung Mulia) 2005, 78.
[10] Gde Rudia Adiputra, Gita Saraswati : Mengenal Agama Hindu, (Banjarmasin: 1995), 9.
[12] I Gusti Made Ngurah dkk., Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi (Surabaya :
Paramita. 1998), 23.
[13] Sudrajat, Sejarah Indonesia Masa Hindu Budha,” Diktat Kuliah (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
UNY, 2012), 4
[14] Ita Syamtasiyah Ahyat, Kesultanan Banjarmasin Pada Abad ke-19, (Tangerang Selatan:Serat Alam
Media) 2012, 36.
https://www.asumsi.co/post/57847/perjalanan-agama-hindu-hingga-diakui-di-indonesia/