Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH AGAMA

Disusun Oleh :

I Nyoman Wargi Trisna Jaya (221023008)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
I. Hindu Sebagai Agama Tertua Di Muka Bumi
Kemunculan agama Hindu tidak bisa dilepaskan dari peradaban India Kuno. Walaupun sejarah
awal agama ini masih belum diketahui secara pasti. Di sisi lain, saat ini banyak orang percaya
bahwa Hindu muncul saat india sedang mengalami krisis dan pada saat itu, hinduisme termasuk
kepercayaan yang cukup berbeda dengan agama lain, terutama dalam hal pendirian ajaran, asal-
usul, dan sumber teks utama.Agama Hindu diduga muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300
SM dan menjadi salah satu agama tertua di dunia yang masih eksis sampai sekarang. Pada saat
kemunculannya, India tengah menghadapi krisis politik sejak abad ke-6 hingga abad ke-2
SM.Dalam keadaan ini, muncul seorang reformer besar bernama Gautama dan menyebarkan
ajarannya pada abad ke-5 SM dan berkembang dengan sangat pesat. Di abad ke-3 SM, agama
Budha mulai mendominasi di bawah pemerintahan Raja Asoka.

Dengan demikian, Hindu semakin terdesak dan harus menyesuaikan diri dengan situasi yang
terjadi. Setelah transisi ini, agama Hindu mengalami banyak perubahan yang mayoritas
dipengaruhi oleh keyakinan bangsa Dravida yang hidup di India Selatan.Bentuk inilah yang pada
akhirnya menjadi populer kembali dan banyak dipegang oleh masyarakat India, yang dikenal
dengan sebutan agama Hindu (Hinduisme). Hinduisme, tidak mempunyai pendiri seperti halnya
Buddhisme, Kristen, dan Islam. Di samping itu, kepercayaan ini juga tidak mengenal “otoritas”
yang menentukan batas-batas dogma bagi penganutnya.Terlepas dari asal-usulnya, beberapa pihak
berpendapat bahwa Hinduisme ini lebih cocok disebut sebagai sebuah sistem sosial yang diperkuat
dengan cita-cita keagamaan.Mengapa demikian? Pasalnya kepercayaan yang memiliki penganut
terbesar ketiga setelah Kristen dan Islam ini tidak memiliki pengakuan iman yang bisa dirumuskan
dengan jelas dan disetujui oleh semua penganutnya. Di samping itu, Hinduisme juga tidak
memiliki organisasi keagamaan yang mengumpulkan semua penganutnya. Grameds bisa
mengenal sejarah agama Hindu di Indonesia, terutama di Jawa dan Bali, melalui buku Dari
Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali yang ditulis oleh Andrea Arci
II. Hindu Sebagai Sanata Dharma ( Kebenaran Abadi )

Hinduisme (di Indonesia disebut agama hindu) merupakan kepercayaan dominan di Asia
Selatan, terutama di India dan Nepal, yang mengandung beraneka ragam tradisi. Kepercayaan ini
meliputi berbagai aliran, di antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta, serta suatu pandangan luas
akan hukum dan aturan tentang "moralitas sehari-hari" yang berdasar pada karma, darma,
dan norma kemasyarakatan. Hinduisme cenderung seperti himpunan berbagai pandangan filosofis
atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam seperti pada agama
Abrahamik.[1]Hinduisme diklaim sebagian orang sebagai "agama tertua" di dunia yang masih
bertahan hingga kini, dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-
dharma (Dewanagari: सनातन धर्म), artinya "darma abadi" atau "jalan abadi" yang melampaui asal
mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya —
tanpa memandang strata, kasta, atau sekte—seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.

Para ahli dari Barat memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari berbagai
tradisi dan kebudayaan di India, dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh pendiri. Pangkal-
pangkalnya meliputi Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama masa peradaban lembah
Sungai Indus, dan tradisi lokal yang populer. Sintesis tersebut muncul sekitar 500–200 SM, dan
tumbuh berdampingan dengan agama Buddha hingga abad ke-8. Dari India Utara, "Sintesis
Hindu" tersebar ke selatan, hingga sebagian Asia Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi.
Sejak abad ke-19, di bawah dominansi kolonialisme Barat serta Indologi (saat istilah "Hinduisme "
mulai dipakai secara luas), agama Hindu ditegaskan kembali sebagai tempat berhimpunnya aneka
tradisi yang koheren dan independen. Pemahaman populer tentang agama Hindu digiatkan oleh
gerakan "modernisme Hindu", yang menekankan mistisisme dan persatuan tradisi Hindu.
Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan jati
diri bangsa India.Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus sehari-hari
(contohnya puja [sembahyang] dan pembacaan doa), perayaan suci pada hari-hari tertentu, dan
penziarahan. Kaum petapa yang disebut sadu (orang suci) memilih untuk melakukan tindakan
yang lebih ekstrem daripada umat Hindu pada umumnya, yaitu melepaskan diri dari kesibukan
duniawi dan melaksanakan tapa brata selama sisa hidupnya demi mencapai moksa.
III. Hindu Sebagai Agama Universal, Fleksibel dan Survival

Sejarah menunjukkan para leluhur nusantara memilih me-Nusantarakan Hindu atau secara
lebih spesifik menjawakan Hindu, mem-Bali-kan Hindu melalui kecerdasan asimilatif mereka,
sehingga Hindu di Indonesia memiliki ciri khas dan karakter kultural tersendiri. Sebenarnya ini
tanpa alasan, karena memang Hinduisme sendiri memiliki karakter dan pesan universal tersebut.
Maksud dari universal di sini yakni Hindu tidak mesti diekspresikan dalam frame kultural India—
termasuk dengan sistem teologi yang baku. Hindu bisa dibahasakan dalam frame kultural Jawa,
Sunda, Kaharingan, dan Bali. Artinya jika ingin belajar tentang Hindu yang universal, Indonesia
adalah salah satu tempatnya. Jika ada gerakan-gerakan yang mencoba menghomogenkan Hindu di
Indonesia yang memiliki sifat universal dalam heterogenitas mereka secara langsung akan
menimbulkan resistensi. SIfat agama hindu yang universal menggagalkan setiap upaya untuk
membatasinya. Prinsip utama dari Hindu yang kuat karakter universalnya yakni Ketuhanan yang
non dualitas, keilahian jiwa, kesatuan eksistensi dan harmoni agama. Hindu ibarat rumah besar
yang ramah, ada ruang untuk semua jenis jiwa dari yang tertinggi sampai terendah. Ketika
seseorang tumbuh dalam kebajikan, cinta dan wawasan, seseorang dapat berpindah dari satu
ruangan ke ruangan yang lain dan tidak pernah merasa bahwa suasananya pengap atau panas.
Kedua, Hindu memiliki karakter universal. Ia meyakini pengalaman bathin tidak bisa dibatasi,
seperti burung bisa mengapung di udara, ikan berenang di laut. Ia tidak membatasi variasi
kehidupan dan jalan. Penekanannya pada kehidupan spiritual menghindari kebingungan dan
antagonisme dalam masalah agama yang disebabkan oleh klaim kita yang berlebihan atas
pandangan kita sendiri. Doktrin universalitas yang melekat dalam Hinduisme telah membuatnya
energik, dinamis, sederhana, dan tepercaya. Ketiga, Hinduisme dicirikan sebagai non-historis—
karena memang tak seperti agama lain di dunia. Tidak ada pendiri di dalam Hinduisme. Tidak ada
manusia yang dikultuskan sebagai pendiri. Artinya Hinduisme tidak terletak pada kesejarahan
sosok manusia tertentu, tindakan perkasa manusia, tetapi dalam “Kebenaran Abadi”. Inti dari
Hindu terletak pada nilai-nilai yang kekal berorientasi kebenaran yang meliputi seluruh alam
semesta menggantikan beberapa tokoh atau fakta sejarah. Selanjutnya yang keempat, toleransi.
Ciri keempat ini meniscayakan harmoni dan kesesuaian dari semua agama. Hinduisme telah
menerima semua kepercayaan dan bentuk ibadah tanpa ragu sedikit pun. Dia menyadari dari
ketinggian berawan, pemandangan spiritual di puncak bukit adalah sama, meskipun jalur dari
lembah berbeda.

Anda mungkin juga menyukai