Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang WidhiWasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya, diktat Mata KuliahAgama Hindu ini, bisa diselesaikan sesuai dengan rencana. Mata
Kuliah AgamaHindu merupakan mata kuliah dasar umum yang wajib diajarkan di seluruhperguruan
tinggi baik negeri maupun swasta. Sementara, literatur dan buku-bukupegangan untuk mata kuliah itu,
masih sangat kurang, dalam hal ini kiranya diktatyang sederhana ini dapat dimanfaatkan.Maksud dan
tujuan penulisan diktat ini adalah untuk menanamkan danmeningkatkan rasa percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta membangkitkankesadaran bahwa agama merupakan sarana untuk mencapai
kebahagiaan dankepuasan bathin baik di dunia maupun di akhirat. Di samping itu denganmempelajari
ajaran agama, juga memberikan motivasi dan dorongan bagi umatmanusia untuk berbuat baik, selain
sebagai penunjang ilmu yang diperoleh dibangku kuliah.Seiring dengan banyak dan luasnya materi mata
kuliah agama yang patutdiketahui, sedangkan waktu perkuliahannya hanya satu semester, jadi materi-
materi yang bersifat ulangan yang telah diberikan di Sekolah Dasar, SekolahMenengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas tidak disajikan lagi. Materi yangakan dipergunakan di perguruan tinggi hanya
bersifat praktis agar dapatmenunjang ilmu dan pekerjaan setelah menamatkan sekolah.Penyusun
menyadari sesuai dengan perkembangan pembangunan agama,bahwa materi kuliah ini banyak
kekurangannya sehingga memerlukan tambahandan penyempurnaan. Penyusun mengharapkan kepada
pembaca agar memberikankritik dan saran-saran untuk penyempurnaan penyusunan selanjutnya
PEMBAHASAN

1.MENDALAMI KEKHASAN AGAMA HINDU

A). ALIRAN DALAM AGAMA HINDU

Agama Hindu merupakan kepercayaan dominan di Asia Selatan, terutama di India dan Nepal, yang
mengandung beraneka ragam tradisi. Kepercayaan ini meliputi berbagai aliran, di antaranya Saiwa,
Waisnawa, dan Sakta, serta suatu pandangan luas akan Dharmasastra tentang "moralitas sehari-hari"
yang berdasar pada karma, darma, dan norma kemasyarakatan. Hinduisme cenderung seperti himpunan
berbagai pandangan filosofis atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam
seperti pada agama Abrahamik.[1]

Hinduisme diklaim sebagian orang sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan hingga kini,[a]
dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma (Dewanagari: सनातन धर्म),[b]
artinya "darma abadi" atau "jalan abadi"[11] yang melampaui asal mula manusia.[12] Agama ini
menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya—tanpa memandang strata, kasta,
atau sekte—seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.

Para ahli dari barat memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari berbagai tradisi dan
kebudayaan di India, dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh pendiri. Pangkal-pangkalnya
meliputi Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama masa peradaban lembah Sungai Indus, dan
tradisi lokal yang populer. Sintesis tersebut muncul sekitar 500–200 SM, dan tumbuh berdampingan
dengan agama Buddha hingga abad ke-8. Dari India Utara, "Sintesis Hindu" tersebar ke selatan, hingga
sebagian Asia Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi. Sejak abad ke-19, di bawah dominansi
kolonialisme Barat serta Indologi (saat istilah "Hinduisme" mulai dipakai secara luas[13]), agama Hindu
ditegaskan kembali sebagai tempat berhimpunnya aneka tradisi yang koheren dan independen.
Pemahaman populer tentang agama Hindu digiatkan oleh gerakan "modernisme Hindu", yang
menekankan mistisisme dan persatuan tradisi Hindu. Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada
abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan jati diri bangsa India.

Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus sehari-hari (contohnya puja [sembahyang] dan pembacaan doa),
perayaan suci pada hari-hari tertentu, dan penziarahan. Kaum petapa yang disebut sadu (orang suci)
memilih untuk melakukan tindakan yang lebih ekstrem daripada umat Hindu pada umumnya, yaitu
melepaskan diri dari kesibukan duniawi dan melaksanakan tapa brata selama sisa hidupnya demi
mencapai moksa

B). IBADAT

Umat Hindu melakukan sembahyang Tri Sandhya sebanyak tiga kali, yakni di pagi hari (brahma
mahurta), siang hari (madya sewanam), dan sore hari (Sandya Sewanam). Sembahyang ini dilakukan
untuk mengendalikan tri guna atau tiga sifat pada manusia yang akan membentuk watak seseorang,
yakni satwam, rajas, dan tamas.
Agama Hindu saat ini memiliki jumlah 1,7% dengan pulau Bali sebagai pemilik penganut agama Hindu
terbesar di Indonesia. Agama Hindu selalu melakukan persembahyangan di pura.

Penganut agama Hindu memiliki kitab suci bernama Weda. Untuk hari raya Umat Hindu, adalah Nyepi,
Kuningan, dan Galungan Menurut I Wayan Arya Adnyana dalam Buku Tutur Parakriya: Kontemplasi dan
Rekonstruksi Moral Hindu, satwam berkaitan dengan sifat tenang dan bijaksana, rajas berkaitan dengan
sifat dinamis dan agresif, dan tamas berkaitan dengan sifat lamban 1. Brahma Mahurta Sembahyang
pagi atau brahma mahurta dilakukan untuk memperkuat guna satwam dalam beraktivitas dari pagi
hingga siang hari agar tidak menjurus kepada hal negatif. Kegiatan ibadah ini umumnya dilakukan pada
pukul 06.00 WIB. 2. Madya Sewanam Sembahyang siang atau Madya Sewanam biasanya dikerjakan
pada pukul 12.00. Umat Hindu melakukan ibadah ini untuk mengendalikan rajas atau sifat-sifat yang
berkaitan dengan emosi seperti agresif atau amarah. 3. Sandya Sewanam Sembahyang sore dilakukan
pada pukul 18.00 untuk mengendalikan sifat tamas agar tidak terjerumus pada sifat malas.Dirangkum
dari buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti oleh I Ketut Darta Duwijo, berikut tata cara ibadah
umat Hindu.Asana Asana merupakan sikap duduk dan tangan saat mulai beribadah. Untuk pria, sikap
duduknya dilakukan dengan padmasana atau duduk bersila. Saat ibadah dilakukan, posisi tubuh tegak
tetapi tidak kaku. Tulang punggung tegak lurus dan kepala dilemaskan. Sikap ini merupakan wujud
penghormatan dan pemujaan kepada Tuhan.

C). KITABSUCI AGAMA HINDU

Agama Hindu saat ini memiliki jumlah 1,7% dengan pulau Bali sebagai pemilik penganut agama Hindu
terbesar di Indonesia. Agama Hindu selalu melakukan persembahyangan di pura Penganut agama Hindu
memiliki kitab suci bernama Weda. Untuk hari raya Umat Hindu, adalah Nyepi, Kuningan, dan Galungan.

D). AJARAN POKOK

Mengutip buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti oleh Ida Made Sugita (2013), pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam Weda adalah sebagai berikut: 1. Tuntunan hidup manusia Weda
mengatur tingkah laku manusia, yakni anjuran untuk berbuat baik, larangan berbuat kejahatan, ganjaran
bagi mereka yang melakukan hal baik, dan hukuman bagi mereka yang berbuat jahat. Tak hanya itu,
Weda juga mengajarkan tentang cara memuliakan Tuhan. Weda mengajarkan kepada manusia untuk
senantiasa berbuat baik dan takwa kepada Tuhan.

E). HASTA KASTA

Kasta merupakan tingkatan stratifikasi sosial dalam sebuah sistem masyarakat. Sistem kasta didalam
agama Hindu memiliki kaitan erat dalam peribadatan dan hak – hak dari umat Hindu. Kasta dalam
agama Hindu tidak dapat terlepas dari sejarah bangsa Arya dan Dravida. Bangsa Dravida merupakan
bangsa yang memiliki peradaban besar yang disebut kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa. Ciri
bangsa Dravida diantaranya bibir tebal, kulit hitam, hidung pesek, berambut ikal dan berbadan tegap.
Bangsa Dravida menghuni wilayah lembah Sungai Indus, India.
Peradaban besar bangsa Dravida kemudian terganggu oleh bangsa pendatang dari daratan Eropa antara
Laut Hitam dan Laut Kaspia yang dikenal dengan bangsa Arya. Bangsa Arya hidup secara nomaden yang
kemudian menyebar hingga ke daratan India. Ciri fisik dari bangsa Arya diantaranya kulit cenderung
putih, hidung mancung, rambut lurus, badan tidak terlalu tegap dan bibir tipis. Bangsa Arya memiliki
sistem kemasyarakatan yang dikenal dengan istilah varna atau kasta. Sistem ini sangat bertentangan
dengan sistem bangsa Dravida. Bangsa Arya yang mengalahkan bangsa Dravida kemudian
memperkenalkan konsep kasta yang selanjutnya menjadi kebudayaan sekaligus sistem yang dianut di
India. Dominasi bangsa Arya membuat bangsa Arya berada pada kasta tinggi sedangkan bangsa Dravida
berada pada kasta bawah. Berikut adalah penjelasan terkait sistem kasta dalam agama Hindu :

F). HARI RAYA AGAMA HINDU

Hari besar agama Hindu: Hari Raya Nyepi, Hari Raya Galungan, Hari Raya Kuningan, Hari Raya Saraswati,
Hari Raya Banyu Pinaruh, Hari Raya Pagerwesi.

1. Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi dapat diartikan sebagai hari penyucian diri manusia dan alam. Hari Raya Nyepi
merupakan perayaan atas tahun baru Saka dalam kalender Saka yang digunakan umat Hindu sebagai
acuan penanggalan. Melalui Nyepi, umat Hindu khususnya warga Bali menggelar serangkaian upacara
adat. Hari raya nyepi pun menjadi syarat bagi umat Hindu dalam menyambut tahun baru Saka. Saat hari
raya Nyepi, umat Hindu di Bali berupaya menahan hasrat untuk tidak keluar rumah, bekerja,
menghidupkan perapian, ataupun mengujarkan kalimat-kalimat tertentu. Pengendalian diri tersebut
dilakukan dengan Catur Brata Penyepian. Dengan begitu umat Hindu dapat khusuk ketika mengevaluasi
diri, meditasi, dan shamadi dalam keheningan. Tahapan pelaksanaan Hari Raya Nyepi tentunya
menyimpan arti masing-masing. Mulai dari upacara Melasti, Mecaru, Pengerupukan, Nyepi hingga
Ngembak Geni, upacara ini dilakukan dengan ritual yang khas. Adapun upacara pertama yang harus
dilakukan yaitu upacara Melasti. Upacara Melasti dilaksanakan sebelum Hari Raya Nyepi tiba.

2. Hari Raya Galung

Hari Raya Galungan adalah salah satu peringatan keagamaan bagi umat Hindu di seluruh Indonesia.
Peringatan ini dirayakan setiap 6 bulan sekali dalam kalender Bali atau atau setiap 210 hari.

Pada tahun 2023 ini, peringatan Hari Raya Galungan diperingati sebanyak 2 kali. Yakni pada tanggal 4
Januari 2023 lalu dan tanggal 2 Agustus 2023.

Hari Raya Galungan adalah hari raya keagamaan bagi umat Hindu untuk memperingati terciptanya alam
semesta dan seluruh isinya. Selain itu, juga untuk merayakan kemenangan dharma (kebenaran)
melawan adharma (kejahatan).

Sebagai bentuk ungkapan syukur, maka umat Hindu akan merayakan Hari Raya Galungan ini dengan
melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara (dengan segala manifestasinya).
Saat peringatan hari raya ini, maka umat Hindu akan memasang Penjor (semacam hiasan bambu sesuai
tradisi masyarakat bali) di tepi jalan setiap rumahnya yang merupakan aturan kehadapan Bhatara
Mahadewa Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti bertarung. Galungan juga biasa
disebut dengan 'dungulan' yang artinya menang. Meski terdapat perbedaan penyebutan Wuku
Galungan di Jawa maupun Wuku Dungulan di Bali, keduanya memiliki arti yang sama yaitu wuku yang
kesebelas. Adapun sejarah awal mula perayaan Galungan ini tidaklah diketahui secara pasti. Sementara
itu menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama
Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Dalam kitab atau pustaka suci
umat Hindu tersebut disebutkan, "Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur,
tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya." Artinya: "Perayaan (upacara) Hari Raya
Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15,
tahun 804 Saka.

3. Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan merupakan hari raya memperingati kebesaran Sang Hyang Widhi dalam wujud
Sang Hyang Parama Wisesa. Sang Hyang Parama Wisesa adalah roh-roh suci serta pahlawan dharma
yang berjasa membentuk akhlak manusia menjadi luhur. Pada Hari Raya Kuningan, umat Hindu
melakukan persembahyangan menghadap para dewa dan para leluhur. Persembahyangan ini dilakukan
dengan menyiapkan sesajen dengan isi ajengan (nasi) yang berwarna kuning. Ajengan yang berwarna
kuning memiliki arti simbol kemakmuran. Hal ini diartikan sebagai bentuk terima kasih karena beliau
telah melimpahkan rahmatnya untuk kemakmuran di dunia ini. Sehari sebelum pelaksanaan Hari Raya
Kuningan, umat Hindu melaksanakan Hari Penampahan Kuningan sebagai bentuk persiapan untuk
menyambut Hari Raya Kuningan. Hari Penampahan Kuningan ini dilaksanan setiap Sukra Wage Wuku
Kuningan. Persiapan penyambutan dilakukan dengan menyembelih hewan ternak dan membuat sesajen
untuk persiapan sembahyangan pada Hari Raya Kuningan keesokan harinya. Pada Hari raya ini biasanya
Umat Hindu akan memberikan persembahan kepada para leluhur dll.

4. hari raya Saraswati Hari raya Saraswati yaitu hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada
tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari itu kita umat Hindu merayakan hari yang
penting itu. Terutama para pamong dan siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu
pengetahuan pada umumnya. Di hari Saraswati biasanya para siswa sekolah sudah sibuk
mempersiapkan upacara sembahyang di sekolah masing-masing, sehabis itu biasanya para siswa
melanjutkan sembahyang ke pura lainnya. Di sekolah, di pura, di rumah maupun di perkantoran semua
buku, lontar, dan alat-alat tulis diletakkan pada suatu tempat untuk diupacarai.
2 PANDANGAN GEREJA KATOLIK TERHADAP AGAMA HINDU

Di Indonesia ada enam agama resmi yang diakui negara. Keenam agama tersebut antara lain Islam,
Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Selain itu ada juga agama Asli dan
aliran kepercayaan. Fakta menunjukkan bahwa kadang terjadi gesekan antara pemeluk agama yang
sudah diakui di atas. Ini terjadi karena perbedaan cara pandang terhadap agama lain. Pada kesempatan
ini akan dibahas tentang bagaimana pandangan agama Katolik terhadap agama Hindu. Pandangan
agama Katolik terhadap agama lain juga akan dibahas pada bagian ini
KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan
teknologi informasi sebagai berikut: Pemanfaatan teknologi informasi sebagai sumber belajar siswa
tercermin pada pemanfaatan untuk sumber belajar di rumah dan pemanfaatan dalam proses
pembelajaran. Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar di kelas dirasa sudah tepat. Hal tersebut
dikarenakan siswa bisa mendapatkan banyak informasi dan materi sebanyak-banyaknya.

Anda mungkin juga menyukai