Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Agama merupakan way of life dalam perjalanan hidup umat manusia di


dalam alam semesta ini. Sehingga nilai-nilai yang dipunyainya akan selalu dibahas
dan tak pernah usang untuk dibicarakan. Ahli sejarah mengatakan bahwa kata
agama berasal dari bahasa Sansekerta, yang bermakna haluan, peraturan, jalan
atau kebaktian kepada Tuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata agama
tersusun dari dua kata “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi atau
kacau. Adapula yang berpendapat bahwa agama berarti tuntunan. Hal ini dapat
dibenarkan karena ajaran agama memang menjadi tuntunan hidup bagi
pemeluknya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa agama merupakan
pedoman hidup bagi umat manusia dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup,
baik kehidupan dimensi jangka pendek di dunia maupun pada kehidupan dimensi
jangka panjang di akhirat kelak1.

Dalam dunia ada berbagai agama yang tersebar diberbagai negeri dan
beberapa diantaranya merupakan agama yang besar atau pemeluk agama
tersebut sangatlah banyak, contohnya adalah agama Hindu. Hindu berasal dari
kata Shindu yang merupakan nama sungai yang mengaliri India pada bagian
baratnya.2. Kemudian nama ini diambil alih oleh orang Yunani, sehingga nama
itulah yang terkenal di dunia Barat. Akhirnya nama itu diambil alih oleh pemerintah
India sekarang ini. Ketika agama Islam datang di India nama yang diberikan oleh
bangsa Persia timbul kembali dalam istilah Hindustan, sedang penduduknya yang
masih memeluk agama India asli disebut orang Hindu3.

1
Jirhannuddin, Perbandingan Agama:Pengantar Studi Memahami Agama-Agama (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar) 2010, 03
2
Sjamsul Arifin, Mini Cyclopaedia Idea Filsafat. Kepercayaan Dan Agama, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1989, 89
3
H. Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddah (Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2016), 09
BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH AWAL / PERTUMBUHAN dan PERKEMBANGAN

Hindu adalah agama yang diikuti oleh hampir 80 persen dari sekitar 1,3 M
penduduk yang ada di India.4 Agama Hindu itu seperti tanahnya, tempat para
penganut-penganutnya, yakni India. India itu seluas sebuah Benua. Dipandang dari
sudut ilmu bumi, India adalah suatu daerah yang beraneka keadaannya.
Dipandang dari sudut ilmu bangsa-bangsa, India adalah tanah yang beraneka
penduduknya dan akibatnya ialah orang dapat melihat suatu kebudayaan yang
beranekaragam pula. Semua itu tercermin dalam agamanya. Oleh karena itu
barangsiapa mulai mempelajari agama Hindu, ia akan segera merasa terlibat
dalam sejumlah banyak jenis gejala-gejala yang tidak teruraikan, terlihat dalam
aliran-aliran rohani yang ruwet dan gelap, dimana orang hampir tidak dapat
menemukan jalan.5

Memang di dalam aneka-ragam agama Hindu itu orang dapat mengkonstatir


dengan jelas adanya kesatuan. Sejarah kebudayaan India mulai pada zaman
perkembangan kebudayaan-kebudayaan yang besar di Mesopotamia dan mesir .
antara 3000 dan 2000 tahun sM, rupa-rupanya dilembah sungai Sindhu (Indus)
tinggallah bangsa-bangsa yang peradabannya menyerupai kebudayaan bangsa
Sumeria didaerah sungai Efrat dan Tigris. Berbagai cap daripada gading dan
tembikar yang ada tanda-tanda tulisan dan lukisan-lukisan binatang, menceritakan
kepada kita adanya persesuaian di dalam peradaban tersebut. Pasti, bahwa di
dalam zaman itu di sepanjang pantai dari Laut Tengah sampai ke teluk Benggala
terdapat sejenis peradaban yang sama dan yang sudah meningkat pada
peradaban yang tinggi.

Penduduk India pada zaman itu terkenal sebagai “bangsa Drawida”. Mula-
mula mereka tinggal tersebar di seluruh negeri, tetapi lama-kelamaan hanya tinggal
di sebelah selatan dan memerintah negerinya sendiri, karena mereka di sebelah
utara hidup sebagai orang taklukkan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang
merebut negeri itu. Mereka adalah bangsa-bangsa yang berkulit hitam dan
berhidung pipi, berperawakan kecil dan berambut keriting. Antara 2000 dan 1000
tahun sebelum Masehi masuklah ke india dari sebelah utara kaum “Arya”, yang
memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran dan yang memasuki india melalui
jurang-jurang di pegunungan “Hindu-Kush”. Bangsa Arya itu serumpun dengan
bangsa German, Junani dan Romawi dan bangsa-bangsa lainnya lagi di eropa dan
asia. Mereka tergolong dalam apa yang kita sebut rumpun-bangsa Indo-German.

4
Smith and Peter, An introduction to the Baha’i faith, Cambridge University Press (2008), 94
5
A.G. Honig Jr. Ilmu Agama, (Jakarta:BPK.Gunung Mulia, 2005) 77
Pada waktu bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa
setengah nomad (pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya
daripada pertanian. 6

Oleh penduduk india agama Hindu disebut Sanatana Dharma yang memiliki
arti (agama yang kekal). Dalam ungkapan ini bahwa orang Hindu menyatakan
keyakinannya, bahwa agama tidak terikat oleh zaman. Sebutan Sanantana
Dharma, agama Hindu juga disebut dengan nama Waidika-Dharma, yang berarti
agama Weda. Ungkapan ini menyatakan bahwa Kitab Weda menjadi kitab dasar
agama Hindu. Agama Hindu adalah suatu bidang keagamaan dan kebudanyaan,
yang mencangkup zaman kira-kira 1500 SM. Hingga sampai sekarang ini. Dalam
menempuh penjalanan yang berabad-abad lamanya agama Hindu berkembang
sambil berubah dan terbagi-bagi, hingga memiliki berbagai macam ciri yang oleh
penganutnya kadang-kadang diutamakan, tetapi kadang-kadang tidak diutamakan
sama skali. Sehingga Govinda Das mengatakan bahwa, agama Hindu adalah
suatu proses antropologi, yang hanya oleh nasip yang ironis saja diberi nama
agama.

Berpangkal pada Weda-weda yang berisi adat-istiadat dan gagasan-


gagasan salah satu atau beberapa suku bangsa, maka agama Hindu sudah
mengalami perkembangan sepanjang abad sampai saat ini. Dengan seiring
berjalannya waktu mengisap adat-istiadat dan gagsan-gagasan bangsa-bangsa
yang dijumpainya, dan taka da satu pun yang ditolak. Agama Hindu meliputi segala
sesuatu dan menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Ia memiliki aspek-aspek
rohani dan jasmani, yang berlaku bagi umum dan yang berlaku bagi beberapa
orang saja, yang berlaku bagi umum dan yang berlaku bagi beberapa orang saja,
yang subyektif dan obyektif, yang akali dan yang nil-akali, yang murni dan yang tak
murni. Agama ini dapat diumpamakan sabagai suatu tubuh yang sangat besar,
yang memiliki banyak segi yang tak teratur. Satu segi bagi hal-hal yang praktis,
yang lain bagi hal-hal yang bersifat pertapaan dan yang lain lagi bagi yang bersifat
nafsani, yang lain lagi bagi yang bersifat falsafah dan yang subyektif.7

AGAMA WEDA KUNO

Tahap ini di mulai pada tahun 1500 sM sampai dengan tahun 100 sM.
Kehidupan para penganutnya berdasarkan pada kitab-kitab yang disebut Weda-
Samhita. Menurut keyakinan umat Hindu, bahwa kitab-kitab ini diturunkan melalui
bukan hanya satu maharesi, tetapi banyak Maharesi, diantaranya Resi
Grtasamada, Resi Wasista, Resi Wamadewa, Resi Atri, Resi Baradwaja, Resi
Wiswanitra, dan Resi Kanwa. Menurut para peneliti Barat dan pakar agama Hindu
bahwa waktu sabda ini diturunkan, masyarakat hindu belum mengenal tulisan,
maka sabda itu disampaikan lisan turun-temurun. Sabda ini dikitabkan 200 tahun

6
A.G. Honig Jr. Ilmu Agama, 77-79
7
H. Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddah, 11-12
sM oleh para Resi (rohaniawan) dan setelah dikumpulkan di bukukan menjadi 4
bagian:

Pertama, Kitab Rig-Weda: Kitab tertua yang disabdakan oleh Tuhan yang Maha
Esa di daerah Punjab yaitu daerah lima aliran anak sungai Sindhu. Kitab ini dipakai
untuk mengundang para dewa untuk menghadiri upacara keagamaan yang mereka
selenggarakan.

Kedua, Kitab Sama Veda: Kitab yang diturunkan di daerah Doab, yaitu daerah
diantara dua aliran sungai Gangga dan Yamuna. Kitab ini di beri lagu dan
dinyanyikan oleh para rohaniawan yang disebut Udgatr.

Ketiga, Kitab Yazur Veda: Kitab ini sama juga diturunkan di daerah Doab, dan
mengandung ayat-ayat prosa yang diucapkan para rohaniawan pada waktu
menyampaikan korban dengan tujuan agar korban mereka dapat diterima oleh
para dewa.

Keempat, Kitab Athar-Veda: Kitab ini sama juga diturunkan di daerah Doab,
didalamnya berisi mantera-mantera sakti yang di gunakan untuk penyembuhan,
mengusir roh jahat, mmencelakakan musuh, dab sebagainya.8

Menurut Isinya, kitab weda dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

 Mantera, yang berisi nyanyian doa suci


 Brahmana, yang berisi uraian tentang upaca korban yang biasa dilakukan oleh
pendeta.
 Upanisyad, berisi tentang ajaran ketuhanan, perihal manusia dan kelahiran
kembali.9

2. POKOK AJARAN

Agama hindu adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang


diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang kekal abadi. Agama hindu ini di
wahyukan dan diturunkan kedunia dan pertama kalinya bekembang di sekitar
sungai suci Sindu. Tujuan agama Hindu ini adalah untuk mencapai kedamaian
rohani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda tersebut
“Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma”. Yang artinya dharma atau agama itu
ialah untuk mecapai moksa (Moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup
makhluk (Jagadhita). Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan
jiwatman atau kebahagiaan rohani yang langeng.

Jagadhita juga disebut dengan istilah “bhukti” yaitu membina “abhyudaya”


atau kemakmuran kehidupan masyarakat dan Negara. Agama Hindu mempunyai
kerangka dasar yang berjumlah tiga yaitu:

8
Dr Paulus Daun, Pengantar ke dalam ilmu perbandingan agama 1 (Manado:Yayasan Daun Family,
2005) 22-24
9
Prof Dr. H. Abdullah Ali, Agama dalam ilmu perbandingan (Bandung:Nuansa Aulia, 2007) 160
 TATWA (filsafat)

 SUSILA (ethika)

 UPACARA (rituil)

Walaupun terbagi-bagi tapi dalam kenyataannya mereka itu terjalin menjadi


satu. Ketiga-tiganya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang
harus dimiliki dan dilaksanakan oleh umat beragama Hindu. Jika Filsafat agama
saja diketahui tanpa melaksanakan ajaran-ajaran susila dan upacara, tidaklah
sempurna. Demikian juga hanya melakukan upacara saja tanpa dasar-dasar
filsafat dan etika, percuma pulahlah upacara-upcara itu, walau bagaimanapun
bersarnya. Seperti halnya hati dan kaki yang tidak dapat dipisah-pisahkan untuk
membentuk manusia sempurna demikianlah ketiga hal ini tidak dapat dipisah-
pisahkan. Tatwa itu sebagai kepala, susila itu sebagai hati dan upacara itu sebagai
tangan kaki agama. Dapat juga diandaikan sebagai sebuah telur: sarinya adalah
Tatwa, putih telurnya sebagai susila dan kulitnya adalah upacara. Telur ini tidak
sempurna dan akan busuk jika satu dari bagian ini tidak sempurna. Jika bagian-
bagiannya sudah sempurna dan mendapat panas yang tepat maka akan
meneteslah telur itu.

Disamping mempunyai kerangka dasar agama hindu juga mempunyai


kepercayaan mutlak yang jumlahnya ada lima. Kepercayaan ini disebut dengan
istilah Panca Cradha. Panca artinya lima Cradha artinya kepercayaan. Jadi
berdasarkan tatwanya, agama Hindu merupakan Panca Cradha yaitu:

1. Percaya adanya Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)


2. Percaya adanya Atma (roh leluhur)
3. Percaya adanya Hukum Karma Phala
4. Percaya adanya Samsara (Punarbhawa)
5. Percaya adanya Moksa

Sang Hyang Widhi ialah Ia Yang Maha Kuasa sebagai pencipta, Pemelihara
Panglima segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha
Esa. Sebagai dikatakan dalam pustaka suci weda:

 “EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN”


Yang artinya “Hanya satu (ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi
(Brahman) itu.
 “EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KACCI”
Artinya: “hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”. Dalam lontar Sutasoma
juga disebutkan: “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa” yang artinya
“Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada Dharma yang dua”. Juga dikatakan:
 “EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI
Artinya: “hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (sat = hakekat) hanya orang
bijaksana (viprah) menyebutkan (wadanti) dengan banyak nama (bahuda).
Sang Hyang Widhi memiliki sifat-sifat yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha
Pengasih, dan tiada terbatas sehingga kekuatan manusia sebenarnya untuk
menggambarkan sifatnya sangat terbatas adanya. Dan yang paling utama ialah
TRI SAKTI, yaitu:

 BRAHMA: ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai Pencipta

 WISNU: adalah sebutan Sang Hyang Widhi, dalam fungsinya sebagai


Pelindung, Pemelihara dengan segala kasih sayangnya.

 SIWA: adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur dunia serta
isinya dan mengembalikan dalam peredarannya ke asal.

Jadi Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dari diriNya sendiri.
Tetapi karena kemahakuasaanNya diriNya itu tetap sempurna. Baik penciptaan
maupun kiamatnya dunia adalah merupakan perputaran lingkaran sehingga tidak
dapat diketahui awal dan akhirnya karena umur manusia demikian pendeknya dan
ingatan kita demikian terbatas. Tetapi yang terang ialah bahwa dalam kehidupan ini
setiap saat ada penciptaan (srsti) setiap saat ada praline sehingga sebenarnya
hidup ini dari kehidupan amuba atau cel-cel sampai ke kehidupan yang tertinggi
terus mengalami srsti-pralaya terus-menerus. Dunia diciptakan dengan unsur-
unsur Panca tanmatra yaitu unsur zat ether, zat cahaya, zat hawa, zat cair dan zat
padat yang terdapat dalam Sang Hyang Widhi, atau “parama anunya” akasa, teja,
bayu dan pertiwi. Paramana anu adalah unur-unsur yang jauh lebih kecil dari atom-
atom. “paramana” artinya “amat sangat-sangat” dan “anu” artinya “atom”. Tidak
dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan. Tetapi yang terang ialah bahwa
Hyang Widhi tidak berhentiu-hentinya mengadakan ciptaan sebagai tersebut dalam
Bhagawadgita, III, 24:

“Kalau saja Aku berhenti bekerja, maka dunia ini jatuh dalam kemusnahan
dan Aku menjadi sebab dari kekacauan hidup dan menghancrukan smeua
mahluk”.

Hyang Widhi mencipta karena sebelumnya tidak ada apa-apa dan sebelum
alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada (Maha Esa dan tidak ada duanya).
CiptaanNya adalah merupakan pancaran kemahakuasaanNya (wibhuti) Hyang
Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini terpancar melalui tapa. Tapa adalah pemusatan
tenaga pikiran yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dengan
tapa inilah Hyang Widhi menciptakan semesta alam sehingga bagi kita jelaslah
bahwa penciptaan alam semesta ini ialah melalui suatu usaha yang memerlukan
pemusatan tenaga yaitu yang dinamai Tapa tadi. Dalam pustaka-upanishada
disebutkan :

“Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa, setelah mengadakan Tapa,


terciptalah semuanya yaitu segala apa yang ada di alam ini. Setelah menciptakan,
kedalam ciptaanNya itu Hyang Wdihi menjadi satu”.
Demikianlah halnya sehingga dapat dikatakan bahwa Hyang Widhi bukan
saja menciptakan alam semesta tetapi meresapkan serta menghidupkan alam
semesta itu dan Hyang Widhi tetaplah sempurna adanya. Berhubung Hyang Widhi
menciptakan alam semesta ini dengan Tapa, kekuatan Tapa menyebabkan
terwujudnya dunia ini, dan berhubung sudah diketahu bahwa bentuk dunia ini bulat
serupa telur, maka alam semesta ini di dalam kitab Purana disebut “BRAHMA–
ANDA” (“telur” Hyang Widhi). Secara kasar-kasaran dapat kita bayangkan sebagai
ayam mengeram yang dengan kekuatan mengeramnya mengelurkan telur.

Disebabkan oleh TAPA Hyang Widhi terjadilah dua kekuatan asal yaitu:
KEKUATAN KEJIWAAN DAN KEKUATAN KEBENDAAN yang dinamai PURUSA
DAN PRAKRTI (PRADHANA). Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah
alam semesta ini. Tetapi ketahuilah bahwa terjadinya ciptaan itu sekaligus,
melainkan tahap demi tahap (evolusi, Red) dari yang halus kepada yang kasar.
Mula pertama timbullah CITA (alam pikiran) yang sudah mulai diperngaruhi oleh
TRIGUNA yaitu SATWA, RAJAH dan TAMAH. Kemudian timbullah BUDHI (naluri-
pengenal). Sudah itu timbul MANAH (akal dan perasaan). Lalu timbul AHAGKARA
(rasa keakuan). Setelah ini timbul DASA-INDIRA (sepuluh sumber indria) yang
terbagi dua yaitu PANCA-BUDHI-INDRIA dan PANCA-KARMA-INDRIA.

PANCA-BUDHI-INDRIA ialah SROTA-INDRIA (rangsang pendengar),


TWAK-INDRIA (rangsang perasa) CAKSU-INDRIA (rangsang pelihat), JIHWA-
INDRIA (rangsang pengecap), GHRANA-INDRIA (rangsang pencium). Adapun
PANCA-KARMA-INDRIA, terdiri dari WAK-INDRIA (penggerak mulut), PANI-
INDRIA (pengerak tangan) PADA INDRIA (pengerak kaki) PAYU INDRIA
(pengerak pelepasan) UPASTHA-INDRIA (pengerak kemaluan). Setelah Indria-
indria ini timbullah PANCA-TANMATRA (lima benih dari zat alam). Dari Panca-
Tanmatra yang merupakan benih zat alam terjadilah unsure-unsur benda materi
yang nyata yang dinamai PANCA-MAHABHUTA (lima unsure zat alam). Panca-
Mahabhuta inilah yang mengolah diri (berevolusi) sehingga terjadilah alam
semesta ini yang terdiri dari Brahmanda-brahmanda sebagai matahari-matahari,
bulan, bintang-bintang dan planet-planet termasuk bumi kita ini. Semuanya ini
terdiri dari tujuh lapisan dunia (sphere) yaitu BHUR-LOKA, JANA-LOKA, TAPA-
LOKA, SATYA-LOKA. Adanya perbedaan satu dunia (Loka) dengan yang lainnya
inilah ditentukan oleh unsur mana dari Panca Maha bhuta yang terbanyak
menguasainya. Upamanya Bhur-Loka yaitu bumi tempat kita hidup ini terjadi dari
campuran kelima unsur zat alam tadi tetapi yang terbanyak ialah unsur PRTHIWI
(zat padat) dan APAH (zat cair). 10

A. Dalam Kitab Weda

Dalam Weda asal muasal alam semesta dikatikan langsung dengan Hyang
Widhi yang diuraikan Dalam ajaran kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari
lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma),
10
UPADECA tentang Ajaran-Ajaran agama Hindu (Jakarta:C.V Felita Nursatama Lestari,2002) 4-13
dan ether. Kelima unsur tersebut disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi.
Alam semesta merupakan penggabungan dari kekuatan Purusa dan Prakerti
(kecerdasan dari kekuatan tertinggi yang mengendalikan kekuatan material). Alam
dipandang sebagai sosok suatu mahluk hidup yang sangat besar yang merupakan
perwujudan dari kekuatan kosmis. Alam semesta yang sempurna berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Sempurna. Alam semesta yang sempurna ini
diberikan makanan (energi untuk tetap bertahan) oleh Tuhan yang Maha Esa Yang
Maha Sempurna. Mengakomodir pemaparan ayat-ayat Veda tentang penciptaan
alam semesta, Veda mengajukan teori baru yang berbeda dengan teori penciptaan
yang umum dikenal sekarang. Secara garis besar Veda mengatakan bahwa alam
semesta muncul dari pori-pori Tuhan yang merupakan energi maha besar dan
berikutnya berkembang dan terus meluas membentuk materi yang memenuhi
semesta raya.

Dalam kitab Regweda terdapat nyanyian yang mengisahkan asal mula alam
semesta. Nyanyian tersebut disebut Nasadiyasukta dan terdiri dari tujuh bait
sebagai berikut:
Pada mulanya tidak ada sesuatu yang yang ada dan yang bukan ada.
ada namun tidak ada sesuatu yang Sinarnya terentang keluar.
tidak ada. Tidak ada udara, tidak ada
langit pula. Apakah yang menutupi itu, Apakah ia melintang? Apakah ia di
dan mana itu? Airkah di sana? bawah atau di atas? Beberapa menjadi
Air yang tak terduga dalamnya? pencurah benih, yang lain amat hebat.
Waktu itu tidak ada kematian, tidak pula Makanan adalah benih rendah,
ada kehidupan. Tidak ada yang pemakan adalah benih unggul.
menandakan siang dan malam. Yang Siapakah yang sungguh-sungguh
Esa bernapas tanpa napas menurut mengetahui? Siapakah di dunia ini
kekuatannya sendiri. Di luar daripada Ia yang dapat menerangkannya? Dari
tidak ada apapun. manakah kejadian itu, dan dari
manakah timbulnya?
Pada mulanya kegelapan ditutupi oleh
kegelapan itu sendiri. Semua yang ada Para Dewa ada setelah kejadian itu.
ini adalah sesuatu yang tak terbatas Lalu, siapakah yang tahu, darimana ia
dan tak dapat dibedakan, yang ada muncul? Dia, yang merupakan awal
pada waktu itu adalah kekosongan dan pertama dari kejadian itu, dari-Nya
yang tanpa bentuk. Dengan tenaga kejadian itu muncul atau mungkin tidak.
panas yang luar biasa lahirlah kesatuan Dia yang mengawasi dunia dari surga
yang kosong. tertinggi, sangat mengetahuinya atau
mungkin juga tidak.
Setelah itu timbullah keinginan,
keinginan yang merupakan benih awal
dan benih semangat. Para Rsi setelah
bermeditasi dalam hatinya menemukan
dengan kearifannya hubungan antara
Menurut filsafat Hindu dalam Regweda, elemen dasar dunia
adalah Asat atau ketiadaan yang sama dengan Aditi yaitu ketidakterbatasan.
Semua yang ada adalahDiti yaitu yang terikat. Ajaran dalam Regweda juga
menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari unsur yang sudah
ada. Hiranyagharba atau "Janin Emas" muncul dari lautan yang memenuhi
angkasa lalu dari dalamnya muncul Brahma yang membangun dunia yang masih
kacau tanpa bentuk agar teratur rapi.

“Sebelum penciptaan adalah rahim emas, ia adalah tuan dari segala yang lahir. Ia
memegang bumi” –Rg. Veda 10.121.1

B. Dalam Kitab Purana dan Upanisad.

Menurut kepercayaan Hindu, alam semesta terbentuk secara bertahap dan


berevolusi. Penciptaan alam semesta dalam kitab Upanisad diuraikan seperti laba-
laba memintal benangnya tahap demi tahap, demikian pula Brahman menciptakan
alam semesta tahap demi tahap. Brahman menciptakan alam semesta dengan
tapa. Dengan tapa itu, Brahman memancarkan panas. Setelah menciptakan,
Brahman menyatu ke dalam ciptaannya.

Menurut kitab Purana, pada awal proses penciptaan, terbentuklah


Brahmanda. Pada awal proses penciptaan juga terbentuk Purusa dan Prakerti.
Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta. Tahap ini terjadi
berangsur-angsur, tidak sekaligus. Mula-mula yang muncul adalah Citta (alam
pikiran), yang sudah mulai dipengaruhi oleh Triguna, yaitu Sattwam, Rajas dan
Tamas. Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang terdiri dari
Buddhi (naluri); Manah (akal pikiran); Ahamkara (rasa keakuan). Selanjutnya,
munculah Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, yang disebut pula Dasendria
(sepuluh indria).11

Dasa indria (sepuluh indria/gerak keinginan) yang terbagi dalam kelompok;

Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan/rangsangan:

1) Caksu indria (penglihatan),


2) Ghrana indria (penciuman),
3) Srota indria (pendengaran),
4) Jihwa indria (pengecap),
5) Twak indria (sentuhan atau rabaan).

Panca Karma Indria yaitu lima gerak perbuatan/penggerak:


11
https://paduarsana.com/2012/07/10/alam-semesta-menurutweda/amp/https://paduarsana.com/
2012/07/10/alam-semesta-menurut-weda/amp/ diakses minggu 08 Oktober 2023 jam 20.30
1) Wak indria (mulut),
2) Pani (tangan),
3) Pada indria (kaki),
4) Payu indria (pelepasan),
5) Upastha indria (kelamin).

Setelah itu timbullah lima jenis benih benda alam (Panca Tanmatra):
1) Sabda Tanmatra (suara),
2) Sparsa Tanmatra (rasa sentuhan),
3) Rupa Tanmatra (penglihatan),
4) Rasa Tanmatra (rasa),
5) Gandha Tanmatra (penciuman).

Dari Panca Tanmatra lahirlah lima unsur-unsur materi yang dinamakan Panca
Maha Bhuta, yaitu

1) Akasa (ether),
2) Bayu (angin),
3) Teja (sinar),
4) Apah (zat cair)
5) Pratiwi (zat padat).

Jadi perlu diketahui bahwa Hyang Widhi telah menciptakan terlebih dahulu,
sesuai dengan jalannya dari yang halus ke kasar yaitu menciptakan mahkluk
sebagai dewa-dewa, gandarwa, pisaca, raksasa dsb,; dan mahluk berbadan kasar
sebagai binatang, manusia dan lain-lainnya. Manusia pertama disebut dengan
nama MANU atau lengkapnya SWAYAMBHU-MANU. Nama ini bukanlah nama
perseorangan karena kalau dilihat artinya SWAYAMBHU berarti “YANG
MENJADIKAN DIRI SENDIRI” (swayam=diri sendiri; -bhu=menjadi) serta MANU
berarti “IA YANG MEMPUNYAI PIKIRAN” (manah=pikiran). Jadi kata “SWAYAM
BHU MANU” berarti “MAHKLUK BERPIKIR YANG MENJADIKAN DIRINYA
SENDIRI” yaitu “MANUSIA PERTAMA”.

Kata Manu ini sekarang menjadi kata “manusia”. Semua kita adalah
keturunan Manu dan dengan mengetahui arti kata Manu yaitu “Mahluk berpikir”.
Maka kita sebagai manusia, hendaknya mempergunakan pikiran itu dalam sinar-
sinar suci Hyang Widhi meningkatkan hidup kita dan hidup mahluk lainnya.12

3. SIMBOL-SIMBOL
12
UPADECA tentang Ajaran-Ajaran agama Hindu, 14
Dalam agama Hindu ada aturan tentang simbolisme dan ikonografi untuk
ditampilkan dalam karya seni, arsitektur, dan pustaka yang disakralkan. Makna
simbol-simbol tersebut dicantumkan dalam kitab suci, mitologi, serta tradisi
masyarakat. Suku kata om (yang melambangkan Parabrahman)
dan swastika (yang melambangkan keberuntungan) telah berkembang (dalam
sejarahnya) sebagai lambang bagi agama Hindu, sedangkan petanda lainnya
seperti tilaka memberi ciri mengenai aliran atau kepercayaan yang dianut.13

 SIMBOL OM

Om berisi dua cara berekspresi - suara dan grafik. Simbol grafis mencakup
tiga tanda: huruf dalam bahasa Sansekerta, bulan sabit dan titik di bagian atas.
Faktanya, "Om" terdiri dari tiga suara independen - "Aum". Masing-masing
membawa maknanya sendiri;

 A - simbol kelahiran, awal;

 U - simbol perkembangan dan transformasi;

 M berarti pembusukan.

Dapat dikatakan bahwa simbol ini berarti energi, yang secara keseluruhan
mengarahkan proses penciptaan, pengembangan, dan pembusukan alam semesta.
Di India, tanda "Om" memiliki asosiasi dengan tiga serangkai dewa:

 A sesuai dengan Brahma - pencipta dan pencipta alam semesta.


 U adalah simbol Wisnu, yang menjaga keseimbangan dan
perkembangan di seluruh alam semesta.
 M dikaitkan dengan Shiva, sang perusak.

Juga diyakini bahwa:

 A - melambangkan ucapan;
 U - pikiran;
 M adalah nafas kehidupan (jiwa).

Secara umum, simbol berarti bagian dari roh ilahi. Juga, tanda "Om" membawa
arti waktu dan merupakan simbol dari masa lalu, sekarang dan masa depan. Ini
adalah simbol unik yang membawa banyak makna.

Arti tanda "Om", sebenarnya, adalah pentagram bergaya. Ini paling sering
ditemukan dalam agama Hindu dan Buddha. Ia memiliki makna mistis dan
melambangkan suara suci, getaran ciptaan yang meresapi alam semesta, lambang
yang mutlak. Simbol "Om" yang ditulis dalam bahasa Sansekerta mencerminkan
empat keadaan yang lebih tinggi; dunia material dalam keadaan terjaga, tindakan

13
A David Napier, Masks Transformation and Paradox, University of California (1987), 186-187
tidak sadar seseorang dalam keadaan tidur nyenyak, keadaan mimpi, keadaan
mutlak, ketika titik tertinggi perkembangan spiritual tercapai.

 SIMBOL SWASTIKA

Swastika merupakan bentuk doa geometris kepada mahasuci agar diberikan


kekayaan, kesenangan, kebahagiaan, dan kemakmuran dalam segala hal. Sastra
menggaris bawahi Swatika adalah tanda simbol dewi kemakmuran “Ma Laksmi”.
Karna Dewi Laksami adalah Sakti Wisnu dimana tanda tersebut juga memohon
anugrah beliau. Makna simbol Swastika adalah Catur Dharma yaitu empat macam
tugas yang patut kita buktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum
(selamat, bahagia, sejahtra) yaitu:

a. Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa


tanggung jawab.
b. Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri
sendiri.
c. Dharma Jati = Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan
dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
d. Dharma Putus = Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban
dengan serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan sosial bagi umat
manusia.

Makna yang lebih dalam yaitu Empat Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha /
Catur Warga: Dharama, Kama, Artha, Moksa.
1. Dharama = Kewajiban/ Kebenaran/ Hukum/ Agama/ Peraturan/ Kordat.
2. Artha = Harta benda / Materi.
3. Kama = Kesenangan / Hawa napsu.
4. Moksa = Kebebasan yang abadi.14

 SIMBOL TRISULA

Trisula adalah tombak bergigi tiga sebagai lambang tiga sifat Siwa sebagai
pencipta, pemelihara, dan pelebur dari alam semesta beserta isinya. Sementara itu
di bhuwana alit atau dalam tubuh manusia, trisula dihubungkan dengan trinadi, yaitu
tiga simpul syaraf dalam badan astral yang terdiri dari ida, pinggala, dan susumna.
Pada bagian lain trisula juga melambangkan kejayaan. Memajang senjata suci
Trisula di tempat pemujaan Siwa tidaklah sekadar benda simbolik, karena kehadiran
Trisula tersebut hendaknya membangkitkan ingatan dan semangat sadhaka untuk
mengenali Trisula dalam dirinya dan menjadikannya jalan untuk meningkatkan
kualitas spiritual.

 SIMBOL BUNGA (TERATAI)

14
https://www.mantrahindu.com/-om-swastika-hindu-memahami-simbol-dan-arti/ diakses senin 09
Oktober 2023 jam 22:00
Bunga indah dari spesies tanaman air yang tumbuh di lumpur ini, dalam
ajaran Hindu dipandang sebagai bunga suci dengan banyak memuat nilai
keutamaan yang tidak dimiliki oleh bunga tanaman lain pada umumnya. Padma
selayaknya tanaman teratai pada umumnya, memiliki habitat hidup di tiga alam;
yaitu darat (alam bawah), air (alam tengah), dan udara (alam atas). Akar teratai
tumbuh menjalar dalam media tanah lumpur sebagai simbolisasi alam bawah;
batang dan daunnya berada di air atau alam tengah; sedangkan bunganya mekar
sempurna di udara sebagai perlambang eksistensi alam atas. Gambaran kehidupan
tiga alam dari tanaman padma seperti di atas, dalam pemahaman Konsepsi Tri
Loka dapat dimaknai pula sebagai tiga tingkatan alam semesta yang terdiri dari
Bhur-Loka, Bvar-Loka, dan Svar-Loka. Lumpur dimaknai sebagai simbolisasi alam
BhurLoka (alam manusia), air disetarakan dengan alam Bvar-Loka (alam peralihan),
dan udara dipadankan dengan alam Svar-Loka (alam dewata).

 SIMBOL CAKRA

Hinduisme, cakra dianggap sebagai pusat energi metafisik dan/atau biofisis


yang ada di dalam diri setiap manusia. Keberadaan cakra ini diyakini memiliki 365
titik yang ada di dalam tubuh manusia, hanya saja jumlah cakra mayornya ada 7
saja. Tujuh cakra utama tersebut sudah dianggap mampu mewakili keberadaan
ratusan cakra yang menyebar di titik meridian tubuh manusia. Titik meridian ini
kerap disebut sebagai akupuntur.

1. Cakra Mahkota (Sahasrara)

2. Cakra Mata Ketiga (Ajna)

3. Cakra Tenggorokan (Vishuddha)

4. Cakra Jantung (Anahata)

5. Cakra Pusar (Manipura)

6. Cakra Seks (Svadhisthana)

7. Cakra Dasar (Muladhara)15

 SIMBOL LINGGA

Lingga sebagai simbol Tuhan bagi umat Hindu yang universal secara literal
Siva artinya keberuntungan dan Lingga artinya suatu tanda atau suatu simbol. Dari
sini Sivalingga adalah suatu simbol Tuhan yang agung dan semesta yang
sepenuhnya adalah keberuntungan. Mengingat pernyataan tersebut di Bali Hingga
15
Debroy, The History of Puranas. New Delhi: Bharatiya Kala Prakashan, Bibek dan Dipavali Debroy
(2005). 768-770
saat ini ritual pemujaan terhadap lingga masih kental dilakukan, pemujaan ini
dilakukan tidak lain untuk menyembah dan menghadirkan kekuatan dari Tuhan
sebagai Dewa Siwa, pelaksanaan ini dilakukan elalui jalan bhakti marga salah
satunya berupa arcanam, yaitu pemujaan yang dilakukan dengan cara
menghadirkan esensi Tuhan dalam sebuah media atau simbol berupa arca.16

Tilaka adalah sebuah tanda yang biasanya dikenakan di dahi, terkadang di


bagian tubuh lain seperti leher, tangan atau dada. Tilaka dapat dikenakan setiap hari
atau untuk upacara peralihan atau acara keagamaan khusus saja.17

Namaste atau dalam bahasa formal Namaskara/Namaskaram


adalah salam Hindu. Salam ini sudah menjadi tradisi yang dilakukan saat bertemu
satu sama lain, dan menjadi salam perpisahan ketika pergi. Salam tanpa kontak fisik
lebih ditekankan pelaksanaannya di India dan Namaste adalah bentuk umum dari
salam seperti itu. Saat diucapkan di hadapan orang lain, biasanya dilakukan dengan
sikap hormat melalui cakupan tangan, sehingga telapak tangan dan jari saling
bersentuhan, dan diletakkan di depan dada. Sikap tubuh ini disebut Anjali Mudra.

4. HARI RAYA BESAR AGAMA HINDU


1) Hari Nyepi (Tahun Baru)
Hari besar agama Hindu disebut Nyepi. Saat Nyepi, umat Hindu berada di
dalam rumah dan merfleksi hidupnya, agar mereka dapat hidup lebih baik.18

2) Hari Ciwaratri
Ciwaratri berarti malam renungan suci atau malam peleburan dosa. Hari Ciwaratri
jatuh pada hari dimulai dengan melakukan puasa dan yoga Samdhi dengan maksud
untuk memperoleh pengampunan dari Hyang Widhi atas dosa yang diakibatkan oleh
widya (kegelapan). Hari ciwarati disebut juga hari Pajagran, karena pada hari ini Hyang
Widhi yang bermanifestasi sebagai ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur melakukan
yoga semalam suntuk. Karena pada hari tersebut umat Hindu memohon
kehadapan-N/ya agar segala dosa-dosa mereka dapat dilebur.Ada tiga pokok kewajiban
yang harus dilakukan di dalam pelaksanaan brata Ciwaratri, yaitu berpuasa sepanjang
(24 jam) pada Purwaining Tilem Kapitu (dari pagi sampai pagi yang berikutnya)
berpantang tidur (pajagran) dan melaksanakan pemujaan kehadapan Hyang Widhi
Wasa.

3) Hari Saraswati
Hari saraswati adalah hari raya untuk memuja Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
dalam manifestasi dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian.
16
Teologi dan Simbolsimbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita (2003), 171
17
Axel Michaels, Homo Ritualis: Hindu Ritual and Its Significance for Ritual Theory, Oxford University
Press (2015), 100
18
Grace J. Mc Martin, A Recapitulation of Sathya Sai Baba’s Divine Teachings (1982), 12
Hari raya saraswati merupakan hari legenda sang hyang aji saraswati atau turunnya
Weda yang dilaukan setiap Sabtu wuku watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari
sekali.

4) Hari Galungan
Galungan adalah pemujaan kepada Hyang Widhi yang dilakukan dengan penuh
kesucian dan ketulusan hati, memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup serta
agar dijauhkan dari awidya. Galungan adalah hari pawedalam jagat, yaitu pemujaan
bahwa telah terciptanya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini dirayakan
masih sulit ditentukan, hanya menurut keterangan hari raya tersebut dilaksanakan pada
tahun Saka 804.

5) Hari Kuningan
Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan, yakni sepuluh hari setelah hari
galungan. Hari kuningan adalah hari peyogaan Hyang Widhi yang turun ke dunia dengan
diiringi oleh para dewa dan pitara pitari melimpahkan kurnia-Nya kepada umat
manusia. Karena itu, pada hari kuningan, mereka hendaklah menghaturkan bakti
memohon kesentosan, keselamatan, perlindungan dan tuntutan lahir bathin.Pada hari
kuningan, sajen(banten) yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yang berwarna
kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan
kemakmuran yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini mereka membuat
tamiang, endongan, dan kolem yang dipasang pada padmasana, sanggah (merajan) dan
penjor.Tamiang adalah symbol alat penangkis dari serangan. Endongan adalah symbol
tempat makanan yang berisi buah-buahan, tumpeng serta lauk pauk. Kolem merupakan
symbol tempat istirahat dari tidur. Upacara persembahyangan hari kuningan harus
sudah selesai sebelum tengah hari.

6) Hari Purnama dan Tilem


Purnama dan tilem juga merupakan hari suci bagi umat hindu, yang harus disucikan
dan dirayakan untuk memohon berkah, rahmat dan kurnia dari Hyang Widhi Wasa.
Pada hari purnama adalah peyogaan sanghyang candra dan pada hari tilem adalah
peyogaan sanghyang sarya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi
dalam manistasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di
dunia.Hari purnama jatuh pada setiap bulan penuh (skula paksa) sedangkn tilem jatuh
setiap bulan mati (krasa paksa)19.

5. UPACARA DALAM AGAMA HINDU

1. Upacara Dewa Yadnya.


Upacara Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kehadapan para
dewa-dewaYadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Upacara Dewa
19
Khotimah, Agama Hindu dan ajaran-ajarannya, (Daulat Riau : Riau, 2013), 137-142
Yadnya adalah pemuja serta persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan Tuhan dan
sinar-sinar sucinya yang disebut dewa-dewi. Adanya pemujaan kehadapan dewa-dewi
ataupun para dewa karena beliau yang dianggap mempengaruhi dan mengatur gerak
kehidupan di dunia ini.
Salah satu dari upacara Dewa Yadnya seperti Upacara Hari Raya Saraswati
yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk memperingati turunnya
Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari sabtu, yang dalam
kalender Bali disebut Saniscara Umanis uku Watugunung, pemujaan ditujukan
kehapadan tuhan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan dipersonifikasikan sebagai
wanita cantik bertangan empat memegang wina (sejenis alat music), genitri (semacam
tasbih), pustaka lontar bertuliskan sastra ilmu pengetahuan di dalam kotak kecil, serta
bunga teratai yang melambangkan kesucian.

2. Upacara Butha Yasnya.


Upacara Butha Yasnya yaitu: upacara persembahan suci yang tulus ikhlas
kehadapan unsur-unsur alam.Bhuta artinya unsur-unsur alam, sedangkan Yadnya
artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas. Kata “Bhuta” sering dirangkaikan
dengan kata “Kala” yang artinya “waktu” atau “energy” Bhuta kala artinya unsur alam
semesta dan kekuatannya. Bhuta Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci
yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala yang tujuannya untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya gunanya. Salah
satu dari upacara Bhuta Yadnya adalah upacara tawur ke sanga (Sembilan) menjelang
hari raya Nyepi (tahun baru/caka/kalender bali).upacara tawur ke sanga (Sembilan)
adalah upacara suci yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Bhuta-
Kala agar terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada
manusia dalam kehidupan.

3. Upacara Manusia Yadnya


Upacara Manusia Yadnya yaitu: upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada
manusia.Manusia yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup
dan membersihkan lahir bathin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di dalam
kandungan sampai pada akhir hidup manusia itu.

 Upacara Pagedong-gedongan
Gerbha wedana atau upacara bayi dalam kandungan. Upacara ini bertujuan
memohon kehadapan Hyang Widhi agar bayi yang ada di dalam kandungan itu di
berkahi kebersihan secara lahir bathin. Demikian pula ibu beserta bayinya ada
dalam keadaan selamat dan dikemudian setelah lahir dan dewasa dapat berguna
masyarakat serta dapat memenuhi harapan orang tua. Di samping perlu adanya
upacara semasih bayi ada di dalam kandungan, agar harapan tersebut dapat
berhasil maka si ibu yang sedang hamil perlu melakukan pantangan-pantangan
terhadap perbuatan atau perkataan-perkataan yang kurang baik dan sebaliknya
mendengarkan nasehat-nasehat serta membaca buku-buku wiracerita atau buku
lain yang mengandung pendidikan yang bersifat positif. Sebab tingkah laku dan
kegemaran si ibu di waktu hamil akan mempengaruhi sifat si anak yang masih di
dalam kandungan.

 Upacara Bayi Lahir


Upacara ini merupakan ungkapan rasa gembira dan terima kasih serta
kebahagiaan atas kelahiran si bayi ke dunia dan mendoakan agar bayi tetap selamat
serta sehat walafiat

 Upacara Kepus Puser


Upacara ini juga disebut upacara Manapelahan. Setelah pusar itu putus maka
puser tersebut di bungkus dengan secarik kain, lalu dimasukkan kedalam sebuah
tipat kukur yang disertai dengan bumbu-bumbu dan kemudian tipat tersebut di
gantungkan di atas tempat tidur si bayi. Mulai saat inilah si bayi dibuatkan Kumara,
yaitu memuja Dewa Kumara sebagai pelindung anak-anak.

 Upacara Bayi berumur 42 hari


Upacara ini disebut juga upacara tutuh kambuhan. Pada saat 42 hari bayi di
buatkan upacara “Macolongan” tujuannya adalah memohon pembersihan dari
segala keletahan (kekotoran dan noda) terutama bayinya di beri tirha pangklutan
pembersihan, sehingga si ibu dapat memasuki tempat-tempat suci seperti Pura
Marajan dan sebagainya.

 Upacara Nyambutin
Upacara nyambutin ini di adakan setelah bayi tersebut berumur 105 hari.
Pada umur ini si bayi telah di anggap suatu permulaan untuk belajar duduk,
sehingga di adakan upacara Nyambutin di sertai dengan upacara “Tuwun di pane”
dan mandi sebagai penyucian atas kelahirannya di dunia. Upacara ini bertujuan
untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar jiwatman si bayi benar-benar
kembali kepada raganya.

 Upacara Satu Oton


Upacara satu oton atau disebut juga dengan otonan ini dilakukan setelah beyi
berumur 210 hari, dengan memepergunakan perhitungan pawukon. Upacara ini
bertujuan agar segala keburukan dan kesalahan-kesalahan yang mungkin di bawa
oleh si bayi dan semasa hidupnya terdahulu dapat dikurangi atau ditebus

 Upacara Meningkat Dewasa (Munggah Daa)


Upacara ini bertujuan untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar yang
bersangkutan diberikan petunjuk atau bimbingan secara ghaib sehingga ia dapat
mengendalikan diri dalam menghadapi masa pancaroba.
 Upacara Potong Gigi
Upacara ini dapat dilakukan baik terhadap anak laki-laki maupun anak
perempuan yang sudah menginjak dewasa. Dalam upacara potong gigi ini maka gigi
yang di potong ada 6 (enam) buah, yaitu empat buah gigi atas dan dua buah lagi
gigi taring atas. Secara rohaniah pemotongan terhadap ke enam sifat Sad Ripu yang
sering menyesatkan dan menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan atau
kesengsaraan. Sifat-sifat Sad Ripu yang dimaksud adalah nafsu birahi, kemarahan,
keserakahan, kemabukan, kebingungan dan sifat iri hati. Tetapi secara lahiriyah,
pemotongan gigi itu dapat pula dianggap untuk memperoleh keindahan, kecantikan
dan lain sebagainya. Pelaksanaan pemotongan gigi ini bertujuan, disamping agar
yang bersangkutan kelak nanti setelah mati dapat bertemu dengan para leluhurnya
dan bersatu dengan Hyang Widhi, juga agar yang bersangkutan selalu sukses dalam
segala usaha terhindar dari segala penyakit serta dapat mengendalikan diri dan
mengusir kejahatan.

 Upacara Perkawinan
Bagi umat Hindu upacara perkawinan mempunyai tiga arti penting, yaitu:
Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian diri kedua calon mempelai
agar dapat mendapatkan tuntutan dalam membina rumah tangga dan nantinya
agar bisa mendapatkan keturunan yang baik dapat menolong meringankan derita
orang tua/leluhur.

4. Upacara Pitra Yadnya.


Upacara Pitra Yadnya yaitu, upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia
yang telah meninggal. Pitra artinya arwah manusia yang sudah meninggal. Yadnya
artinya upacara persembahan yang tulus ikhlas. Upacara Pitra Yadnya adalah upacara
persembahan suci yang tulus ikhlas dilaksanakan dengan tujuan untuk penyucian dan
meralina (kremasi) serta penghormatan terhadap orang yang telah meninggal menurut
ajaran agama hindu, yang dimaksud dengan meralina (kremasi menurut ajaran agama
Hindu) adalah merubah satu wujud demikian rupa sehingga unsur- unsurnya kembali
kepada asal semula, yang dimaksud dengan asal semula adalah asal manusia dari unsur
pokok alam yang terdiri dari air, api, tanah, angin dan akasa. Sebagai sarana penyucian
digunakan air dan tirtha (air suci) sedangkan untuk praline digunakan air praline (api
alat kremasi)

5. Upacara Rsi Yadnya.


Upacara Rsi Yadnya yaitu, upacara persembahan suci yang tulus ikhlas
kehadapan para orang suci umat Hindu. Rsi artinya orang suci sebagai rohaniawan bagi
masyarakat umat hindu di Bali. Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus
ikhlas. Upacara resi tadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai
penghormatan serta pemujaan kepada para resi yang telah member tuntunan hidup
untuk menuju kebahagiaan lahir bathin di dunia akhirat.
Demikian upacara Panca Yadnya yang dilaksankan oleh umat Hindu di Bali
sampai sekarang yang mana semua aktifitas kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu di
Bali selalu didasari atas Yadnya baik kegiatan di bidang social, budaya, pendidikan,
ekonomi, pertanian, keamanan dan industri semua berpedoman pada ajaran-ajaran
agama Hindu yang merupakan warisan dari para leluhur Hindu di Bali20.

Cara sembahyang agama Hindu secara umum menggunakan tata cara sembahyang
Tri Sandhya yang diartikan sebagai tiga kali sembahyang dalam sehari yakni Pagi, siang,
sore/malam :

1. Membersikan Badan

Langka pertama yang harus anda lakukan adalah membersikan badan


jasmani dengan mandi secara bersih, jika tidak memungkinkan adan dapat
mencuci muka kaki dan tangan serta berkumur.

2. Pakaian

Langka kedua adalah gunakan pakaian yang sopan, seperti baju


sembahyang yang bersih. Pakai udeng, Kamben, Sentang. Jika tidak
memungkinkan adan dapat mengguakan pakaian biasa asalkan sopan dan
jangan lupa menggunakan sentang.

3. Persiapan

Siapkan Bunga, dupa dan anda kemudian masuk pura.

4. Persiapan Sembahayang

Setelah masuk pura ambil sikap duduk sesuai dengan kenyamanan


saudara, bisa ambil sikap sila, atau bajrasana. Sesuaikan dengan kondisi
anda.

5. Langkah Sembahayang

Setelah sikap duduk anda akan memulai sembahyang dengan cara


mengambil sikap:

a) Asana: Posisi tangan diletakkan diatas lutut dengan mudra, Tarik nafas
ucapkan Mantra; “Om Sanghyang Widhi Wasa, Yang Maha Suci,
pemelihara kehidupan, hamba puja Dikau dengan sikap yang tenang”
b) Pranayama: Pertama Tarik nafas secara perlahan melalui hidung
(Puraka) “Om Ang Namah”, Kemudian Tahan Nafas sesuai kemampuan
(Umbaka) “Om Ung Namah”, Hembuskan nafas secara perlahan melalui
hidung (Recaka) “Om Mang Namah”.

20
Khotimah, Agama Hindu dan ajaran-ajarannya, 136
c) Kara Sodhana (Sarira Suddha) : letakkan kedua tangan didepan dada
dengan posisi tangan kanan di atas tangan kiri “Om Sanghyang Widhi
Wasa, Sucikalah hamba dari segala dosa”
d) Amustikarana (sikap Mudra tangan tepat di depan jantung) : Ucapkan
mantra Puja Tri Sandhya : Bait I
Om Sang Hyang Widhi, kami menyembah
kecemerlangan dan kemahamuliaan Sang Hyang
Widhi yang menguasai bumi, langit dan sorga,
semoga Sang Hyang Widhi menganugrahkan
kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.

Bait II

Om Sang Hyang Widhi, Nàràyana adalah semua


ini apa yang telah ada dan apa yang akan ada,
bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari
perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa
Nàràyana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.

Bait III

Om Sang Hyang Widhi, Engkau disebut Siwa


yang menganugrahkan kerahayuan, Mahadewa
(dewata tertinggi), Iswara (mahakuasa).
Parameswara (sebagai maha raja diraja), Brahma
(pencipta alam semesta dan segala isinya), Visnu
(pemelihara alam semesta beserta isinya), Rudra
(yang sangat menakutkan) dan sebagai Purusa
(kesadaran agung)

Bait IV

Om Sang Hyang Widhi, hamba ini papa,


perbuatan hamba papa, diri hamba ini papa,
kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Hyang
Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba.

Bait V

Om Sang Hyang Widhi, ampunilah hamba, Sang


Hyang Widhi yang maha agung anugrahkan
kesejahteraan kepada semua makhluk.
Bebaskanlah hamba dari segala dosa lindungilah
hamba Om Sang hyang Widhi.

Bait VI
Om Sang Hyang Widhi, ampunilah dosa yang
dilakukan oleh badan hamba, ampunilah dosa
yang keluar melalui kata kata hamba, ampunilah
dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari
kelalaian hamba.

Om Sang Hyang Widhi anugrahkanlah


kedamaian, kedamaian, kedamaian selalu.

e) Kramaning Sembah :
1) Sembah pertama tanpa bunga (sembah puyung) ““Om Atma
atmanya kenyataan ini, bersihkanlah hamba”
2) Sembah ke dua yaitu Menyembah Sanghyang Widhi Wasa
sebagaiSanghyang Aditya dengan sarana bunga “Om Sanghyang
Widhi Wasa, sinar Surya Yang Maha Hebat, Engkau bersinar merah,
hormat padaMu, Engkau yang beradah ditengah-tengah teratai
putih, hormat padaMu pembuat sinar”.
3) Sembah ketiga menyembah Sanghyang WIdhi Wasa sebagai
Ista Dewata dengan Sara Kwangen atau Bunga “Om Sanghyang
Widhi Wasa, hormat kami kepada Dewa yang bersemayam di
tempat utama kepada Siwa yang sesungguhnya berada di mana-
mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga
teratai sebagai satu tepat, kepada Ardhanaresvarya hamba
menghormat”.
4) Sembah ke empat Menyembah Sanghyang Widhi Wasa
sebagai pemberih anugerah, dengan sarana kwangen atau bunga
“Om Sanghyang Widhi Wasa, engkau yang menarik hati, pemberih
anugerah anugerah pemberian Dewa, pujaan dalam semua pujian,
hormat padaMu pemberih semua anugerah. Kemahasidian Dewa
dan Dewi, berwujud Yajna, pribadi suci, kebahagiaan,
kesempurnaan, panjang umur, kegembiraan dan kemajuan”.
5) Sembah ke Lima, Sembah Tanpa Bunga (Sembah Puyung)
“Om Sanghyang Widhi Wasa, hormat pada Dewa yang tak
terpikirkan yang maha tinggi, yang maha gaib”.
f) Pemercikan Tirta (metirtha): Sebelum tirta dipercikkan, ucapkan
terlebih dahulu mantra: “Om Sang Hyang Widhi Wasa, semoga kami
dianugerahi kesucian, hormat kepadamu”. Selain itu juga dapat
menggunakan mantra dengan tahap berikut: Pemercikan tiga Kali ke
ubun-ubun dengan mantra “Om Sanghyang Widhi Wasa, bergelar,
Brahma, Wisnu, Iswara, hamba memujaMu semoga dapat memberi
kehidupan (dengan tirta ini)”. Minum Tirta Tiga Kali dengan mantra “Om
Sanghyang Widhi Wasa, Maha pencipta, pemelihara dan Pelebur segala
ciptaan semoga badan hamba terpelihara selalu, bersih terang dan
sempurnah”. “Om Sanghyang Widhi Wasa, (Siwa, Sada Siva, Parama
Siva) hamba memujamu semoga memberi amertha pada hamba”.
g) Memasang Bija: Bija untuk di Dahi dengan Mantra “Om Sukham
Bhavantu (Oh Sanghyang Widhi Wasa, semoga kesenangan selalu
hamba peroleh)”. Bija untuk ditelan atau di langit-langit mulut dengan
mantra “Om Purnam Bhavantu, Om Ksama Sampurna ya Namah Svaha
(Om Sanghyang Widhi Wasa, semoga kesempurnaan meliputi hamba, Oh
Hyang Widhi semoga semuanya bertambah menjadi bertamba
sempurna)”.
Meninggalkan Tempat Suci: Om Sanghyang Widhi Wasa, semoga damai di hati,
damai di dunia dan damai selalu”.21

6. TEMPAT SUCI AGAMA HINDU

Pemuka agama Hindu adalah Wasi. Tempat suci atau tempat peribadatan umat
Hindu pada umumnya disebut kuil.

Beberapa istilah lokal untuk menyebut tempat suci Hindu meliputi


candi, pura, mandir, devasthana, ksetram, dharmakshetram, koil, deula, wat, balai basarah,
dan bale keramat. Pembangunan kuil dan tata cara persembahyangan diatur dalam
beberapa kitab berbahasa Sanskerta yang disebut Agama, yang berhubungan dengan dewa-
dewi individual.

Ada perbedaan substansial dalam arsitektur, adat, ritual, dan tradisi mengenai
kuil. Umat Hindu dapat menyelenggarakan puja (persembahyangan atau kebaktian)
di rumah atau kuil. Untuk peribadatan di rumah, biasanya umat Hindu membuat
kamar suci atau kuil kecil dengan ikon atau altar yang didedikasikan bagi dewa atau
dewi tertentu (istadewata), misalnya Kresna, Ganesa, Durga, dewa-dewi lokal, atau
entitas lainnya yang dihormati (misalnya leluhur atau roh pelindung). Umat Hindu
melakukan persembahyangan melalui suatu murti atau pratima, dapat
berupa arca, lingga, atau sesuatu lainnya sebagai lambang dari dewa yang dipuja
yang disakralkan/disucikan terlebih dahulu melalui suatu upacara. Biasanya,
bangunan kuil didedikasikan sebagai tempat pemujaan kepada suatu dewa utama
beserta dewa-dewi sekunder yang terkait. Adapula bangunan kuil yang
didedikasikan untuk beberapa dewa sekaligus. Murti atau pratima dalam kuil
berperan sebagai medium antara umat dan Tuhan. Pencitraan murti dianggap
sebagai perwakilan atau manifestasi dari Tuhan, sebab umat Hindu meyakini bahwa

21
https://www.mutiarahindu.com/2018/06/aktivitas-sembahyang-agama-hindu-secara-umum.html
diakses 09 Oktober 2023 jam 23:30
Tuhan ada di mana-mana. Meskipun demikian, ada golongan umat Hindu yang tidak
melakukan persembahyangan dengan murti dalam bentuk apa pun.22

22
Bhaskarananda Swami, The Essentials of Hinduism, Viveka Press (1994), 137
BAB III

PENUTUP

Agama Hindu merupakan agama yang sudah berusia sangat panjang, dan dalam
uraian ini dikatakan bahwa kapan dan dimana agama ini diwahyukan serta uraian singkat
tentang proses perkembangannya. Agama Hindu merupakan agama yang telah melahirkan
kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat, dan ilmu-
ilmu lainya.

Tiga kerangka dasar ajaran Agama Hindu yaitu : Tatwa (filsafat), Susila (ethika),
Upacara (rituil). Selain tiga kerangka dasar agama Hindu, ajaran hindu berlandaskan pada
lima keyakinan yang disebut Panca Sradha yang meliputi : Widhi Tattwa yang percaya
terhadap Tuhan (Brahman), Atma Tattwa yang percaya terhadap Atman (Roh), Karmaphala
Tattwa yang percaya pada hukum sebab-akibat, Punarbawa Tattwa yang percaya pada
kelahiran kembali (reinkarnasi) dan Moksa Tattwa yang meyakini akan bersatunya Atman
dengan Brahman.
DAFTAR PUSTAKA

Jirhannuddin, Perbandingan Agama: Pengantar Studi Memahami Agama-Agama


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010)

Sjamsul Arifin, Mini Cyclopaedia Idea Filsafat. Kepercayaan Dan Agama, PT. Bina
Ilmu, Surabaya, (1989)

H. Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddah (Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2016)

A.G. Honig Jr. Ilmu Agama, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005)

Dr Paulus Daun, Pengantar ke dalam ilmu perbandingan agama (Manado: Yayasan


Daun Family, 2005)

Prof Dr. H. Abdullah Ali, Agama dalam ilmu perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia,
2007)

A David Napier, Masks Transformation and Paradox, University of California (1987)

Debroy, The History of Puranas. New Delhi: Bharatiya Kala Prakashan, Bibek dan
Dipavali Debroy (2005)

Axel Michaels, Homo Ritualis: Hindu Ritual and Its Significance for Ritual Theory,
Oxford University Press (2015)

Grace J. Mc Martin, A Recapitulation of Sathya Sai Baba’s Divine Teachings (1982)

Bhaskarananda Swami, The Essentials of Hinduism, Viveka Press (1994)

Peter Smith, An introduction to the Baha’i faith, Cambridge University Press (2008)

Referensi:

UPADECA tentang Ajaran-Ajaran agama Hindu (Jakarta: C.V Felita Nursatama


Lestari,2002)

Teologi dan Simbolsimbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita (2003)

https://paduarsana.com/2012/07/10/alam-semesta-menurutweda/amp/https://
paduarsana.com/2012/07/10/alam-semesta-menurut-weda/amp/

https://www.mantrahindu.com/-om-swastika-hindu-memahami-simbol-dan-arti/
https://www.mutiarahindu.com/2018/06/aktivitas-sembahyang-agama-hindu-secara-
umum.html

Anda mungkin juga menyukai