Anda di halaman 1dari 3

Khotbah dan Roh Kudus

Berkhotbah ialah menyampaikan Firman Allah. Firman yang diucapkan oleh Tuhan Allah sendiri kepada
jemaat. Banyak pertanyaan yang muncul , adakah tiap-tiap khotbah mengandung Firman Allah?
Dapatkah kita menerima perkataan-perkataan pengkhotbah sebagai perkataan-perkataan yang
diucapkan Tuhan Allah sendiri?

1. Jawabannya bisa ‘ya’ dan ‘tidak’

Tidak kalau khotbah itu hanya mengandung pikiran-pikirann manusia belaka, kalau perkataan
pengkhotbah sekalipun terdiri dari rentetan naskah Alkitab, tidak sesuai dengan kesaksian para nabi dan
para rasul. Ya, kalau Tuhan Allah berkenan berkata-kata kepada jemaat. Kalau perkataan-perkataan
pengkhotbah Ia mau kuduskan dan pakai sebagai alat FirmanNya.

Menurut Ritschi: perkataan pengkhotbah hanya dapat menjadi Firman Allah oleh presensia Yesus Kristus
dalam Roh Kudus. Ini bukan hanya suatu ‘formula teologia’ saja. Bilamana ia kita buang, kita akan
memperoleh suatu Firman yang terlepas dari Allah. Kita akan mengurung Allah dalam pikiran atau
teologia kita. Kita akan mempunyai suatu Firman sebagai alat kerja suatu Firman yang dapat kita ‘pakai’.
Suatu Firman yang kita nilai dan hakimi. Tetapi Firman yang demikian bukanlah Firman Allah: Firman
yang bekerja dengan kita Firman yang memakai dan yang menghakimi kita.

Menurut Berkelbach van der Sprenkel: “Tanpa Roh Kudus khotbah sama sekali tidak ada artinya:Ia
hanya suatu pidato biasa saja dari manusia ke manusia, menarik atau membosankan. Tanpa Roh Kudus
bagian liturgis dari ibadah juga tidak ada artinya ia hanya suatu prestasi musical deklamatoris saja,
menggembirakan atau membosankan.

Salah satu jasa dari para reformator ialah, bahwa mereka erat menghubungkan pemberitaan Firman dan
Pimpinan Roh Kudus. Pengajaran-pengajaran bidat pada waktu itu memutuskan hubungan yang erat itu
dan dengan jalan demikian meniadakan fungsi Roh yang sebenarnya yaitu sebagai kuasa (dynamis) yang
mendasari dan membangun jemaat. Hasilnya kita semua ketahui: karena Firman Allah mereka isolasikan
dari Roh Kudus, maka Roh itu mereka samakan dengan penerangan subyektif mereka sendiri. Cahaya
atau terang batin bagi mereka lebih tinggi nilainya daripada Firman Allah yang terdapat dalam Alkitab.
Roh mereka anggap hidup, Alkitab seringkali tidak.

Anggapan ini ditentang oleh para Reformator.

Berkhof: sejak reformasi menemukan arti “sakramentil” dari Firman yang diberitakan. Telah banyak
orang memikirkan relasi antara Firman dan Roh. Mula-mula tidak ada perbedaan pendapat antara
golongan Lutheran dan golongan Reformed dalam hal ini. Golongan Lutheran terutama mau
menekankan resensia yang sesungguhnya dan yang aktif dari Roh dalam Firman yang diberitakan
dengan akibat bahwa dimana Firman berada, disitu Roh juga berada. Jadi golongan Lutheran lebih suka
melukiskan pekerjaan Roh sebagai pekerjaan yang berlangsung “oleh Firman” per verbum.

Tafsiran ini tidak dapat diterima oleh ahli-ahli teologia reformed. Lain daripada itu ia bertentangan
dengan konfessi Augsburg, yang menerangkan, bahwa roh kudus mengerjakan percaya ( iman ) oleh
Firman, “di mana dan bilamana allah berkenan”. Golongan reformed takut terhadap synergisme dan
mereka lebih suka melukiskan pekerjaan roh sebagai pekerjaan yang berlangsung bersama-sama dengan
Firman, cum verbo. Seperti yang sering terjadi dalam diskusi-diskusi antara ahli-ahli theologia Lutheran
dan reformed, demikian pula disini terdapat kebenaran dan ketidak-benaran pada kedua pihak.
Kebenarannya terdapat dalam dasar-dasar yang mereka pakai. Ketidak-benerannya dalam banyak
konklusi dan terutama dalam sanggahan polemis kalau mereka di katakana. Bahwa roh hadir dan
bekerja di dalam firman, tetapi tidak benar, kalau ajaran ini mereka mau pertahankan oleh semacam
synergisme. Dimana insiatif roh berpindah kepada manusia sebagai pendengar. Dalil reformed bahwa
firman dapat kembali dengan kosong juga adalah suatu pendapat yang tidak benar. Sekalipun kita harus
(= tidak dapat menghindari untuk) berkata-kata tentang perlunya suatu pekerjaan yang lain dari Roh
Kudus. Seperti yang dibuat oleh bapak-bapak reformed. Namun pekerjaan yang lain ini tidak boleh kita
lepaskan dari Roh Kudus di dalam Firman Allah sendiri. Malahan sebaliknya, kalau Tuhan Allah membuka
hati kita, Ia membukanya begitu rupa, sehingga kita mencurahkan perhatian pada FirmanNya. Roh
bertiup di seluruh dunia dalam kungkungan Firman dan Firman juga tidak bekerja secara otomatis.
Firman membawa Roh sampai ke hati dan Roh membawa Firman ke dalam hati.

2. Demikianlah antara Firman dan Roh terdapat suatu hubungan yang erat.
Tanpa Roh yang bekerja oleh dan di dalam Firman kita tidak dapat memberitakan (mengkhotbahkan)
Firman sebagai Allah. Sebab khotbah sebagai cara dan bentuk pemberitaan Firman bukanlah pertama-
pertama pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Roh: Ia (Roh) adalah subyek khotbah. Ia yang akan
meyakinkan dunia, bukan kita (Yohanes 16:8). Kesaksian ini bahwa Roh adalah subyek pemberitaan
Firman dan manusia adalah alatnya penuh dalam Alkitab. Yang paling banyak dan paling jelas ialah dari
dalam Kisah Rasul-rasul , yang memuat kesaksian tentang “lahir”-nya gereja dan jalannya pemberitaan
Firman yang ditugaskan kepadanya.
Menurt Wingren: Keturunan Roh Kudus ialah waktu mulainya pemberitaan Injil, waktu mulainya
sending. Waktu Roh telah tiba. Roh dan Injil erat bersatu, demikian pula waktunya. Justru dalam
pemberitaan Injil, yang mecapai dan mencekau bangsa-bangsa, Roh menjalankan pekerjaanNya.
Pendapat yang sama kita temui juga dalam karya ahli-ahli teologia lain.
Hubungan yang erat antara Roh dan pemberitaan Injil, seperti yang dikatakan di atas, penting kita ingat.
Kita sering cenderung untuk melupakan hubungan itu dan menganggap pemberitaan sebagai pekerjaan
kita sendiri. Salah satu contoh yang jelas dari kecenderungan ini ialah apa yang dikatakan oleh Evans
dalam bukunya tentang cara menyiapkan khotbah: “Berkhotbah ialah memberitakan kabar kesukaan,
yang dilakukan oleh seorang manusia dan ditunjukan kepada sesamanya manusia. Berkhotbah terdiri
dua unsur: seorang manusia dan suatu berita kepribadian dan kebenaran. Pengkhotbah, sebagai orang
yang dikuduskan oleh Allah untuk melakukan pemberitaan Injil, adalah orang yang menerima
kebenaran dari Allah dan menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain. Ia berbuat bersama-sama
dengan Allah oleh karena manusia, dan ia berbuat bersama-sama dengan manusia oleh karena Allah.
Berita yang akan dikabarkan harus berakar lebih dahulu di dalam diri pengkhotbah sebelum ia
memberitakannya dalam bentuk khotbah.
Pendapat Evans ini tidak sesuai dengan kesaksian Alkitab. Pemberitaan Injil bukanlah pertama-tama
pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Roh Kudus. Ia yang menciptakan percaya dalam hati kita dan
meyakinkan kita tentang Kristus sebagai anak Allah (Yoh 16:14). Ia yang mengajar kita mengaku dan
memberitakan Dia (Kristus) sebagai Tuhan (1 kor 12:3). Dalam kisah rasul-rasul kita membaca, bahwa
waktu Roh Kudus turun (dicurahkan) di atas murid-murid, mereka mulai bernubuat dan memberitakan
perbuatan-perbuatan Allah yang besar (Kisah Para Rasul 2:4 -10:46; 19:6) dengan berani (Kisah Para
Rasul 4:31).

3. Roh bukan hanya alat saja dari Firman. pekerjaanNya bukan hanya mengarahkan perhatian kita
(perhatian pengkhotbah) saja kepada Kristus dan membuka mata kita (mata pengkhotbabah) terhadap
karya penyelamatanNya

Anda mungkin juga menyukai