Anda di halaman 1dari 3

Hari/tgl : Selasa, 31 Mei 2016

Acara : UPH Tuesday Chapel


Pembicara : Bpk. James Riady
Teks : Kisah Rasul 2:1-4
Pernyataan : Di hadapan Allah yang Maha Tahu, saya menyatakan bahwa laporan chapel
ini saya kerjakan dengan sesungguhnya.

Ringkasan : Pentakosta

Kisah 1:8 memberikan poin dan tujuan dari Pentakosta, bahwa Roh adalah kekuatan untuk melakukan misi

Tuhan bagi bangsa-bangsa. Dalam khotbah ini, pak James fokus pada dua simbol Roh Kudus pada peristiwa

Pentakosta, yaitu angin dan api.

Angin dalam bahasa asli Alkitab menggunakan kata yang sama untuk roh dan napas. Ruach dalam bahasa

Ibrani dan pneuma dalam Bahasa Yunani. Beberapa kisah dan teks Alkitab menggunakan menggunakan

simbol angin untuk menekankan kekuatan Allah yang memberikan kehidupan (lihat Kejadian 1:2:

Penciptaan; Yohanes 3:5-8: Nikodemus). Sedangkan pada kisah Pentakosta, simbol angin menunjuk kepada

kehidupan baru dalam komunitas gereja, yang memampukan mereka untuk menjadi saksi Kristus dan bukan

pada karunia spektakuler.

Simbol kedua adalah api yang merupakan simbol kehadiran Allah. Allah hadir dalam wujud api yang

membakar binatang dalam kisah perjanjian dengan Abraham (Kej 15:7). Dalam Ibrani 12:28 dituliskan

bahwa Tuhan adalah api yang menghanguskan (bandingkan Luk 12:49). Api pentakosta selain menjadi

simbol kehadiran Tuhan dalam umat-Nya, tetapi juga melalui Roh-Nya memampukan mereka untuk

membagikan kehadiran Tuhan kepada bangsa-bangsa dengan kuasa dari Roh.

Pada saat itu mereka penuh dengan Roh Kudus (ay. 4) merupakan simbolisasi dari regenerasi serta

identifikasi dengan adopsi Kristus dan hak istimewa menjadi anak dalam keluarga Tuhan – gereja.

Tujuannya supaya memeroleh kekuatan menjadi saksi dan bukan pada vokalisasi bebasnya. Karena ay. 5

dan seterusnya menunjukkan bahwa orang-orang dari bangsa lain mengerti yang mereka bicarakan.

Menutup khotbahnya pak James mengatakan bahwa peristiwa pentakosta seharusnya mengingatkan kita,

apakah kita telah memberitakan Injil dalam area aktivitas kita?


Tanggapan:

Dari khotbah tersebut, saya tertarik mengenai “Dipenuhi Roh Kudus”. Seperti disebutkan

oleh pak James bahwa dipenuhi oleh Roh Kudus pada kisah Pentakosta merupakan simbolisasi dari

regenerasi. Itu berarti, dipenuhi Roh Kudus merupakan wujud nyata regenerasi atau penerimaan

Roh Kudus (dibaptis dengan Roh Kudus). Dibaptis dengan Roh Kudus terkadang bersamaan

dengan dipenuhi Roh Kudus (Kis 2:4), akan tetapi pada umumnya tidak bersamaan (lih. Kis 2:38,

Ef 1:13). Sebab dibaptis dengan Roh Kudus satu kali untuk selamanya, sedangkan dipenuhi oleh

Roh Kudus bisa berkali-kali (Kis 2:4, 4:8, 4:31 band. Ef 5:18). Misalnya, kata kerja, “hendaklah

kamu penuh” dalam Ef 5:18, bersifat present dan pasif. Artinya suatu perintah kepada orang

percaya supaya terus menerus membiarkan diri (O’Brien, 2013). Sehingga kesimpulan Budi Asali

bahwa Alkitab memerintahkan orang percaya supaya terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus, dan

bukan terus menerus dibaptis dengan Roh Kudus (2016), dalam hal ini sangat tepat.

Jika demikian, apa maksudnya dipenuhi dengan Roh Kudus? John Piper menuliskan, the

fundamental meaning of being filled with the Spirit is being filled with joy that comes from God

(2016). Sukacita yang dimaksud tentunya dalam ketaatan dan melayani Tuhan. Para murid menjadi

contoh nyata akan hal itu. Paska Pentakosta, mereka semakin bertumbuh dalam persekutuan dan

semakin bersukacita memberitakan Injil. Karena itu, asumsi bahwa dipenuhi oleh Roh Kudus

sebagai second blessing, yaitu pemberian bahasa Roh sebagai tanda keselamatan, tidak tepat –

Sebab peristiwa Pentakosta adalah bersifat descriptive (menggambarkan), cerita yang terjadi

sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu, namun tidak dapat

dijadikan didactic (pengajaran) (Asali, 2016) – Dibuktikan dengan bahasa Roh yang dilakukan

oleh para murid, dapat dimengerti oleh orang-orang bukan Yahudi (Kis 2:5-11). Hal itu sesuai

dengan tujuan awal Roh Kudus diberikan, yaitu untuk pemberitaan Injil (Kis 1:8).
Refleksi:

Tidak setiap hari saya menyadari bahwa di dalam saya ada Roh Kudus, dan dengan Roh Kudus itu

saya harus menjadi saksi, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan. Saya masih berusaha

untuk tetap saat teduh pribadi, maupun ibadah bersama dengan keluarga, bahkan saya juga yakin

bahwa saya telah menerima Roh Kudus. Namun, saya merasa betapa saya kurang joy (sukacita)

dalam bersaksi kepada sesame, seperti uraian dalam tanggapan di atas.

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman non-Kristen. Kami bercerita

sampai kemana-mana, dan saya pun mengikuti alur itu. Bahkan sampai area politik, dimana saya

sangat asing, pun saya tetap meladeninya berdiskusi. Bahkan dia sempat menceritakan masalah

pribadi maupun keluarganya. Namun, lagi-lagi saya hanya mendengar dan sesekali memberi

tanggapan ‘bijak’ padanya. Setelah kembali dari pertemuan itu, saya baru sadar dan menyesal,

mengapa tidak menggunakan kesempatan itu menyaksikan Kristus padanya lewat pengalaman

mengikut Kristus selama ini dan menghadapi pergumulan keluarga sebagai orang percaya. Saya

mulai mengintrospeksi diri. Kekurangpekaan itu terjadi karena terlalu biasa tidak peka dengan

suara Roh Kudus. Tidak memberi diri dikuasai Roh Kudus, namun lebih dikuasai oleh diri sendiri.

Kiranya Tuhan menolong saya untuk dipimpin oleh Roh-Nya, dan dimampukan untuk menjadi

saksi-Nya dimanapun saya berada.

Referensi:

Peter T. O’Brien, Surat Efesus, terj. Andri Kosasih (Surabaya: Momentum, 2013)

Budi Asali, ”Penuh Dengan Roh Kudus,” Golgothaministry.org, diakses 6 Juni 2016,

http://www.golgothaministry.org/artikel/art_penuhdenganrohkudus.htm.

John Piper, “Be Filled with the Spirit,” Desiringgod.org, 8 Maret 1981, diakses 6 Juni 2016,

http://www.desiringgod.org/messages/be-filled-with-the-spirit.

Anda mungkin juga menyukai