Anda di halaman 1dari 14

ROH KUDUS MENGUATKAN PERSEKUTUAN DAN MEMIMPIN GEREJA MENJADI

BERKAT BAGI SESAMA (Bdk. Efesus 3:16-17)

Anika Catharina Takene

PENGANTAR
Sub tema pelayanan GMIT tahun 2023 merupakan sub tema terakhir di bawah tema
periodik 2020-2023 yaitu Roh Kudus Menjadikan dan Membaharui Segenap Ciptaan
(Bdk. Maz. 104:30). Sebagai tahun terakhir dalam periode pelayanan ini maka evaluasi
dan refleksi yang utuh akan memberikan semangat terhadap seluruh perjalanan
pelayanan tahun 2023. Sub tema pelayanan ini yang akan membingkai seluruh pelayanan
GMIT tahun 2023 di berbagai aras baik Jemaat, Klasis maupun Sinode.
Tahun 2023 merupakan tahun pelayanan GMIT yang masih menyisahkan pergumulan
di tahun-tahun sebelumnya. Dalam periode pelayanan ini, dua pergumulan besar dialami
bersama yaitu pandemic covid 19 di awal tahun 2020 dan badai siklon seroja di tahun
2021. Berbagai bentuk “pemulihan” belum benar-benar tuntas. Disadari pula bahwa
persoalan-persoalan sosial lainnya (kemiskinan, perdagangan orang, gagal panen, dsb)
juga masih menjadi isu yang harus mendapat perhatian besar. Tidak hanya itu, proyeksi
tentang resesi ekonomi global yang akan terjadi di tahun ini juga seolah memberikan
alasan untuk kuatir terhadap perjalanan pelayanan.
Bagaimanapun, pengalaman-pengalaman dan proyeksi seperti yang disebutkan di atas
hendaknya tidak membatasi perjuangan GMIT untuk menunjukkan identitas sebagai
gereja yang bertumbuh. Banyak program pelayanan akan tetap disusun dan dijalankan
pada semua aras pelayanan sebagai wujud eksistensi diri. Salah satu akta iman yang
menegaskan hal ini adalah suksesi apostolik, yang akan juga mewarnai perjalanan GMIT di
tahun 2023. Oleh karena itu sub tema “Roh Kudus Menguatkan Persekutuan dan
Memimpin Gereja Menjadi Berkat Bagi Sesama” mengindikasikan bahwa ada kesadaran
tentang rapuhnya persekutuan dan disorientasi pelayanan gereja sekaligus harapan untuk
tetap berjuang menjadi berkat bagi dunia.
Dalam terang pemikiran tersebut maka sub tema ini akan dibahas secara teologi
Alkitabih yang menghasilkan beberapa catatan reflektif. Pembahasan akan dibagi dalam 3
bagian yaitu: Teologi Paulus tentang peran dan karya Roh Kudus, Kajian Efesus 3:16-17

1
sebagai dasar refleksi serta catatan-catatan reflektif dalam hubungan dengan realitas dan
panggilan GMIT.

PERAN DAN KARYA ROH KUDUS DALAM SURAT-SURAT PAULUS

Surat-surat Paulus cukup banyak membahas tentang pekerjaan Roh Kudus. Hal ini
dilatarbelakangi oleh pengakuan Paulus secara pribadi bahwa keberadaannya sebagai
orang yang dipercayai untuk memberitakan injil semata karena kekuatan Roh Kudus. Bagi
Paulus, pekerjaan Roh kudus sangat luas dan dalam sehingga tidak ada aspek kehidupan
dan pengalaman seseorang yang berada di luar lingkungan karya Roh Kudus. Karya Roh
Kudus terlihat baik melalui kehidupan pribadi maupun dalam persekutuan Kristen.
Berikut adalah beberapa karya Roh Kudus yang disebutkan Paulus melalui surat-
suratnya.1
1) Roh Kudus berkarya dalam pemberitaan injil.
Paulus menegaskan bahwa pekerjaan Roh mutlak untuk mensukseskan pekerjaan
pemberitaan Injil. Roh Kudus yang menjadi sumber kekuatan untuk meyakinkan
seseorang dalam pekerjaan pemberitaan injil tersebut (1 Kor. 2:4). Untuk
menegaskan hal ini, Paulus membandingkannya dengan hikmat manusia, sesuatu
yang tidak bisa diandalkan dalam pekerjaan pemberitaan Injil sebab pemberitaan injil
ditempatkan pada tingkat yang lebih tinggi dari akal budi manusia. Namun, bukan
berarti manusia tidak dilibatkan dalam pekerjaan Roh sebab dalam pemberitaan injil,
Roh Kudus memungkinkan suatu kekuatan sekaligus kepastian yang kokoh (1 Tes.
1:5).

2) Roh Kudus berkarya dalam kehidupan orang percaya.


Secara spesifik, Paulus juga berbicara tentang karya Roh Kudus dalam kehidupan
orang percaya. Pekerjaan Roh diawali dengan memungkinkan seseorang menjadi
milik Allah melalui hidup baru. Seseorang yang sudah mengalami kehidupan baru
akan terus dikuduskan. “Menguduskan” adalah salah satu fungsi utama Roh Kudus
(bdk. 1 Kor. 6:11). Roh Kudus memungkinkan manusia yang tidak kudus bersatu

1Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Gereja (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2001), 184-203.

2
dengan Allah yang kudus, dan mengambil bagian dalam kekudusan Allah. 2 Ketika
berbicara soal pengudusan sebagai kelanjutan dari status hidup baru, berulang kali
Paulus menggunakan kata kerja pasif. Paulus ingin menegaskan bahwa Rohlah yang
menjadi pelaku pengudusan sebab seseorang tidak dapat menguduskan dirinya
sendiri.
Karya Roh Kudus dalam menciptakan hubungan baru tersebut akan melayakan
seseorang mendapatkan status sebagai anak Allah (Rm. 8:20, Ef. 1:5). Salah satu
tujuan karya Roh ini adalah agar setiap orang dapat berjumpa dengan Allah dalam
keintiman tanpa batas dan perantara. Relasi antara manusia dengan Allah akan
menjadi relasi yang hidup sebab Roh Kudus juga memberikan pengertian dan
pemahaman terhadap pekerjaan Allah yang tidak dapat dipahami dengan akal
manusia. Perlu disadari bahwa banyak peristiwa dan pengalaman iman yang hanya
bisa dipahami dalam pertolongan Roh. Tanpa Roh, manusia tidak akan mengetahui
apapun tentang Allah (bdk. 1 Kor. 2:11; Rm. 8:5) termasuk penyataan-Nya.
Penyataan Allah nyata juga melalui keselamatan yang dikerjakan dalam Kristus. Di
sini, Roh Kudus membantu seseorang untuk memahami karya Allah ini sekaligus
memberikan pembebasan. Pembebasan dalam konteks ini berhubungan dengan
kesadaran bahwa usaha untuk mencari keselamatan melalui hukum taurat adalah
usaha yang sia-sia (bdk. Gal. 3:2). Oleh karena itu, pemahaman tentang karya
keselamatan Allah tampak juga melalui penyerahan diri pada karya Roh Kudus.
Aspek lain dari karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya adalah bimbingan
dalam menghadapi kehidupan dunia dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan
kehendak Allah. Menjadi milik Allah tidak saja berhubungan dengan suatu bentuk
pertobatan sejak awal namun juga dalam hubungan dengan kesadaran untuk terus-
menerus dibimbing oleh Roh Kudus. Bimbingan Roh di sini dimulai dari pemahaman,
doa dan harapan yang tepat. Roh dengan cara tertentu menanamkan pikiran-Nya
sendiri dalam pribadi seseorang sehingga apa yang dimintanya sesuai dengan
kehendak Allah (Rm. 8:26-27). Bimbingan Roh kemudian berlanjut pada kegiatan-
kegiatan praktis yang dipraktekan orang percaya (Rm. 6:4, 2 Kor 5:7, Ef 2:10, dst).
Bimbingan Roh juga berhubungan dengan masa depan. Berbagai perubahan dan

2Edy Syahputra Sihombing, “Peran Roh Kudus Sebagai Allah Yang Personal di Dalam Gereja,” Melintas 35,
no. 1 (2019): 40–56.

3
keadaan dunia bisa membawa seseorang pada kemurtadan (bdk. 1 Tim 4:1). Di sinilah
Roh akan membimbing untuk ada di jalan yang dikehendaki Allah.
Aspek terakhir adalah karya Roh adalah menolong orang percaya bertumbuh dalam
iman. Paulus menyebutkan bentuk-bentuk buah Roh (Gal. 5:22-23) yang harus
diwujudkan dalam kehidupan orang percaya sebagai bukti pertumbuhan iman.
Pertumbuhan yang dimaksud mencakup juga apa yang tidak mungkin dilakukan dunia
dan melampaui batas-batas pemahaman manusia, misalnya ajaran untuk mengasihi
musuh. Di sini terlihat bawa pertumbuhan iman adalah pertumbuhan yang terbuka,
menyentuh segala aspek kehidupan dan berdampak pada dunia ini secara utuh.

3) Karya Roh Kudus dalam kehidupan persekutuan.


Roh Kudus adalah landasan bagi kesatuan jemaat. Paulus sering mengungkapkan
gagasan ini dengan kata kunci “persekutuan Roh”. Lahir dua pemahaman dari gagasan
ini. Pemahaman yang pertama terhadap “persekutuan Roh” keikutsertaan seseorang
dalam karya Roh sedangkan pemahaman lainnya adalah berkenaan dengan
persekutuan yang diciptakan oleh Roh. Namun, menurut Guthrie, gagasan Paulus
tentang “persekutuan Roh” lebih kepada penegasan bahwa orang-orang percaya
dihubungkan satu dengan yang lainnya melalui Roh yang dimiliki bersama. Seseorang
akan hidup dalam kesatuan dengan yang lain ketika ada “kepenuhan Roh” dalamnya
(bdk. Ef. 5:18). Keterhubungan ini memungkinkan lahirnya persekutuan dengan pola
pikir yang sesuai dengan pikiran Kristus sekaligus sebagai persekutuan yang memiliki
tanggung jawab yang sama untuk memelihara kesatuan oleh ikatan damai sejahtera
(Ef. 4:3-6). Paulus menggunakan kata kerja aktif untuk menyatakan gagasan ini.
Artinya bahwa dalam satu persekutuan seseorang harus “berusaha agar terus-
menerus penuh”. Ini tidak berarti bahwa inisitaif Roh berkurang namun kepenuhan
ini juga terjadi sesuai dengan luasnya penyerahan seseorang kepada pimpinan Roh.
Di sini ditegaskan bahwa orang percaya secara personal ataupun dalam satu
persekutuan adalah subjek dalam pelayanan.

Gereja Sebagai Karya Roh Kudus


Pembahasan di atas menegaskan bahwa gereja merupakan karya Roh Kudus.
Sekalipun penekanan kita adalah pada Teologi Paulus namun perlu diakui bahwa
peristiwa Pentakosta sebagaimana yang diceritakan dalam Kitab Kisah para rasul

4
menegaskan bahwa Roh Kudus sebagai pelopor persekutuan orang-orang yang telah
beriman kepada Kristus. Roh Kuduslah yang berperan membawa manusia menjadi bagian
dari suatu persekutuan dengan Allah dan sesamanya. Roh Kuduslah yang memampukan
seseorang percaya kepada Kristus dan hidup dalam persekutuan (1 Kor. 12:3). Peristiwa
Pentakosta bukan dirancang dan dipersiapkan oleh manusia, tetapi oleh Allah sendiri,
sebab Kristus telah menyampaikan kepada para murid-murid-Nya untuk menetap di
Yerusalem dalam rangka menerima Roh Kudus yang akan mengawali persekutuan umat
Allah dan pertumbuhan persekutuan tersebut.3
Dalam memaknai diri sebagai persekutuan yang terbentuk oleh karya Roh Kudus,
gereja harus tetap menunjukkan esensinya. Menurut Berkhof, secara metafisik, gereja
adalah communio sanctorum (kesatuan orang-orang percaya) dalam Yesus Kristus,
dengan Yesus sebagai kepala. Namun, sejalan dengan pengakuan tersebut, gereja harus
menunjukkan perannya di tengah dunia. Kung berpendapat bahwa esensi metafisik tidak
dapat dipisahkan dari bentuk luar yang dapat dilihat, dalam hal ini tindakan-tindakan
aktif gereja. Bicara tentang gereja maka yang perlu dilihat adalah tindakan atau
perbuatannya di dalam sejarah yang berakar pada tindakan keselamatan Allah dalam
Yesus. Sebagai karya Roh Kudus maka esensi dan hakikat gereja terlihat dari teologi dan
praksisnya di dalam dunia.4 Roh Kudus tidak saja membentuk persekutuan namun
sekaligus memperdayakan persekutuan tersebut dalam segala aspek untuk
memaksimalkan pelayanan bagi dunia.5

GEREJA DAN KARYA ROH KUDUS MENURUT EFESUS 3:16-17

1) Konteks Umum Surat Efesus


Surat Efesus adalah surat yang ditulis Paulus dalam penjara6. Banyak pendapat
bahwa sejak awal surat ini tidak menyebutkan secara spesifik penerimanya. Hal ini

3 Tirza Manaroinsong et al., “Analisis Peran Roh Kudus Dalam Eksistensi, Pelayanan dan Pertumbuhan
Gereja,” Asian Journal of Philosophy and Religion 1, no. 1 (2022): 15–28.
4 Aeron Frior Sihombing, “Gereja dalam Perspektif Hans Kung,” Jurnal Amanat Agung 10, no. 1 (2014): 32–

72.
5 Manaroinsong et al., “Analisis Peran Roh Kudus Dalam Eksistensi, Pelayanan dan Pertumbuhan Gereja.”
6 Pemahaman ini merupakan pemahaman tradisional. Dalam perkembangan kajian historisnya, Paulus

diragukan sebagai penulis surat Efesus. Alasan utama keraguan ini adalah istilah-istilah dalam surat Paulus
yang tidak ada dalam surat Efesus. Namun demikian, Teologi yang muncul dalam surat ini sebagian besar
sejalan dengan Teologi Paulus pada umumnya. Salah satu kemungkinan yang masih dipertahankan adalah

5
memunculkan berbagai keraguan bahwa jemaat di Efesus sebagai tujuan penulisan
surat ini7 namun dari isi surat ini dapat diketahui konteks penerima surat ini.
Ada dua masalah utama yang menjadi latar belakang ditulisnya surat Efesus yaitu
masalah internal dan eksternal. Pertama, adanya ketegangan antara orang Kristen
Yunani (mayoritas) dengan orang Kristen Yahudi (minoritas). Latar belakang
kehidupan masing-masing kelompok ini ikut terbawa bahkan ketika mereka sudah
menjadi Kristen. Muncul berbagai penilaian yang subjektif seorang terhadap yang lain.
Untuk itulah Paulus melalui suratnya ini mendoorong jemaat untuk saling menerima
melalui kesadaran tentang keesaan gereja. Keesaan gereja mempersekutukan orang
Kristen. Gereja dilihat sebagai suatu persekutuan yang universal yang mencakup
orang Yahudi dan non Yahudi dan didirikan di atas para rasul dan nabi (Ef 2:20).8
Kedua, pengaruh ajaran sesat terhadap persekutuan jemaat.9 Ajaran sesat
mempengaruhi jemaat dengan sangat kuat sehingga Paulus memberikan nasihat-
nasihat etis yang diharapkan dapat memperbaiki pengaruh kehidupan bebas dan
kehidupan jemaat menjadi seturut dengan panggilan Allah. 10 Sekalipun demikian,
surat Efesus hanya sepintas memberi petunjuk tentang pengaruh ajaran sesat. Justru
yang ditekankan adalah bagaimana para pembaca mencapai kesatuan iman melalui
kedewasaan penuh, tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus dan
tidak bertindak seperti kanak-kanak yang mudah diombang-ambingkan oleh berbagai
pengajaran palsu (Ef. 4:13-14).11 Kedua konteks di atas mempengaruhi pengajaran
Paulus dalam surat Efesus. Karena kedua konteks cukup kuat berbicara tentang
persekutuan maka surat Efesus juga ditulis muatan pengajaran dan nasihat yang
cukup kuat bagi kesatuan jemaat.

bahwa penulis surat ini adalah murid atau pengikut Paulus yang sangat mengenal Teologi Paulus dan ingin
melanjutkannya melalui surat ini. Isi surat Efesus menunjukkan ciri khas Paulus. Tidak saja pada
pendasaran nasihat moral, kesamaan isi surat Efesus dengan surat Paulus yang lain adalah cara Paulus
mendekati problem-problem praktis yang terjadi di dalam jemaat. (C. Groenen, Pengantar ke Dalam
Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 2006, bdk Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru volume 2
(Surabaya: Penerbit Momentum, 2010), 89.
7 Keraguan terhadap surat Efesus juga dilatarbelakangi oleh sistematikanya yang tidak seperti sistematika

kebanyakan surat pada waktu itu salah satunya adalah salam pembuka yang akan memberi informasi
tentang penerima surat tersebut. Karena itu ada pendapat bahwa surat ini merupakan surat edaran yang
ditujukan kepada satu atau beberapa jemaat sekaligus (Ibid. 290-291).
8 Samuel B. Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2019), 222-236.


9 Selain ajaran sesat melalui aliran-aliran filsafat, salah satu yang membuat kota Efesus kesohor adalah

besarnya jumlah tukang sihir yang berdiam di situ. (Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016), 347).
10 Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya.
11 Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 227-228.

6
2) Kajian Efesus 3:16-17
“Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan
meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus
diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.”
Kedua ayat ini merupakan bagian dari doa Paulus untuk jemaat penerima surat ini
(Ef. 3:14-21). Menurut Abineno, teks ini terbagi atas tiga bagian yaitu pengantar (14-
15), isi doa (16-19) dan puji-pujian (20-21).12 Dengan demikian, kedua ayat yang
menjadi dasar refleksi sub tema pelayanan GMIT 2023 ini (16-17) termasuk dalam isi
doa Paulus. Doa ini berisi harapan terhadap tindakan Allah menurut kekayaan
kemuliaan-Nya (ay. 16) dan tujuan dari tindakan Allah tersebut (ay. 17). Turner
berpendapat bahwa sekalipun tindakan Allah merupakan penekanan utama di sini
namun doa ini juga menempatkan iman pembaca sebagai hal yang penting.13 Sebab,
iman dapat bekerja sebagai “alat” untuk menjadikan hati jemaat sebagai “tempat diam”
Kristus.14 Paulus tidak bermaksud untuk memberi penekanan pada peran Kristus dan
melupakan peran jemaat termasuk dalam persekutuan gereja. Justru dunia dapat
melihat Kristus dan tujuan Allah bagi dunia ini melalui gereja.15
Kata menguatkan dan meneguhkan berasal dari kata δυνάμει16 κραταιωθηναι17
(dunamei krataiôthènai). LAI menerjemahkan dengan menguatkan dan meneguhkan
sedangkan menurut Abineno kedua kata lebih dekat dengan pengertian “menguatkan
dengan kesanggupan.”18 Namun jika dilihat dari bentuk katanya, kedua kata ini adalah
kata benda sebagai hasil dari pekerjaan Allah menurut kekayaan kemulian-Nya.
Kekuatan dan kesanggupan dalam kemuliaan Allah menjadi harapan persekutuan.
KBBI menyampaikan makna yang berbeda dari kedua kata ini. Jika “kekuatan” berarti
“daya”, “tenaga” dan “keteguhan” maka kesanggupan tidak saja berarti “kemampuan”
tetapi juga memberi penekanan pada “kesediaan.” Hal ini sejalan dengan kalimat doa

12 J. L. Ch Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009).
13 Max Turner, “Efesus,” in Tafsiran Alkitab Abad ke 21 Jilid 3 : Matius - Wahyu, ed. H. A. Oppusunggu
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2017), 475.
14 Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus, 103 .
15 Turner, “Efesus, 460”
16 Kata benda datif feminin tunggal dari kata δύναμις yang berarti Kekuatan, kemampuan. Namun kata ini

juga mempunyai hubungan dengan suatu otoritas atau kewenangan khususnya jika dipakai dalam bentuk
jamak (William D. Mounce, The Analytical Lexicon to the Greek New Testament (Michigan: Grand Rapids,
1993).
17 Kata kerja aorist infinitif pasif dari kata κραταιω yang berarti memperkuat atau menguatkan. Namun jika

kata κραταιω dipakai dalam bentuk pasif seperti bentuk kata κραταιωθηναι, berarti kesanggupan atau
tumbuh kuat (Ibid.).
18 Ibid. Band. Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus, 103 .

7
selanjutnya bahwa “menguatkan dan meneguhkan” (kekuatan dan kesanggupana)
merupakan karya Roh dalam batin seseorang.
Kata batin menurut orang Yunani mempunyai 3 pengertian yaitu akal budi,
kesadaran dan kemauan. Akal budi merujuk kepada kemampuan untuk membedakan
yang baik dan yang jahat. Kesadaran berhubungan dengan daya sensitif dan kepekaan
yang terus diasah untuk melihat berbagai dinamika dalam persekutuan. Kemauan
berarti kerelaan untuk melakukan apa yang baik.19
Pada bagian yang kedua, Paulus menyampaikan tujuan dari permohonan atau doa
tadi. Tujuannya adalah agar jemaat berakar dan berdasar dalam kasih. Kata
έρριζωμένοι20 τεθεμελιωμένοι21 yang diartikan dengan berakar dan berdasar ini
merupakan kata kerja pasif yang hendak menegaskan bahwa keadaan jemaat yang
dapat berakar dan berdasar dalam kasih tidak merupakan hasil usaha sendiri. Berakar
dan berdasar di dalam kasih merupakan dampak atau hasil dari berakar dan berdasar
di dalam Kristus. Makna berakar dan berdasar hanya bisa dipahami secara utuh
dengan makna “kekuatan dan kesanggupan” dalam ayat 16. Relasi yang baik antara
Allah dan manusia termasuk dalam persekutuan gereja hanya mungkin terjadi jika
dasarnya adalah Kristus.22
Kata kasih yang dipakai di sini adalah agape yang berarti kasih yang tidak
mementingkan diri sendiri, tanpa batas dan tanpa syarat. Kasih yang bersifat total ini
mempunyai dua ciri khusus yaitu tidak memperhitungkan jasa dan mencari untuk
memberi.23 Dalam konteks kedua ayat ini, “kasih” mempunyai makna etis dalam
hubungan yang erat dengan “batin”.

3) Konsep Gereja dalam Surat Efesus


Salah satu pokok utama yang dibahas dalam surat Efesus adalah gereja (ekkelsia).
Gereja yang dimaksudkan di sini adalah suatu persekutuan yang mencakup orang

19 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Galatia dan Efesus (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015), 196-197.
20 Kata kerja perfect partisip pasif dari kata ῥιζόω yang berarti berakar, menyebabkan berakar, diperkuat

dengan akar.
21 Kata kerja Perfect partisip pasif dari kata θεμελιόω yang berarti berdasar, membuat kokoh dan tak

tergoyahkan
22 K. L. Schmidt, “θεμελιόω,” in Theological Dictionary of The New Testament Vol III , ed. Gerhard Kittel

(Stuttgart, Germany: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1995), 63-64.


23 Rencan Carisma Marbun, “Kasih Dan Kuasa Ditinjau Dari Perspektif Etika Kristen,” Coultivation 3, no. 1

(2019): 663–672.

8
beriman di mana saja. Tentu bahwa tidak berarti tidak ada perhatian terhadap gereja
lokal. Keesaan gereja justru terletak pada maksud dan rencana Allah sejak penciptaan,
baik maksud pemeliharaan maupun maksud penebusan.24 Ada 4 (empat) konsep
gereja dalam surat Efesus yang mempunyai hubungan juga dengan kajian pasal 3:16-
17 di atas:

a. Gereja yang esa sebagai tubuh Kristus


Gagasan Paulus tentang hal ini sangat kuat muncul dalam surat Roma dan 1
Korintus. Namun, gagasan ini juga muncul dalam surat Efesus. Gagasan ini
bertujuan untuk membangun hubungan yang baik antara umat Allah dalam
kepelbagaian. Kecenderungan superioritas seseorang atau kelompok tertentu
dalam persekutuan bukan menjadi ciri dari gereja yang sebenarnya sebab
Kristuslah Kepala Gereja. Sebagai Kepala, Kristus memberikan kemampuan
kepada gereja untuk bertumbuh dalam kedewasaan iman.25 Jika bertolak dari
kajian kajian di atas maka kemampuan ini meliputi kekuatan sekaligus
kesanggupan atau kesediaan untuk bertumbuh.
b. Gereja yang esa sebagai bait Allah
Gagasan ini hendak melukiskan suatu persekutuan yang didiami oleh Roh Allah.
Salah satu bukti bahwa Roh Allah berdiam dalam persekutuan adalah setiap
bagian dalam bangunan memiliki fungsi yang harus dijalankan (bdk. 4:1). 26
Pengakuan terhadap keberadaan Roh Allah sejalan dengan tanggung jawab
Bersama dalam satu persekutuan.
c. Gereja sebagai pengantin perempuan dan Kristus sebagai mempelai laki-laki.
Jadi Kristus yang mempersatukan digambarkan sebagai Kepala yang
memampukan gereja sebagai tubuh untuk bertumbuh. Kristus sebagai Dasar yang
menopang gereja sebagai bangunan untuk tetap kokoh dan Kristus sebagai Suami
yang akan terus menyertai gereja-Nya.27
d. Gereja adalah persekutuan yang masih terus berjuang.
Allah telah mengerjakan kemenangan penuh melalui dan dalam kebangkitan
Kristus. Namun, karena masih banyak roh-roh jahat yang mengganggu

24 Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya.


25 Ibid.
26 Ibid.
27 Ibid.

9
persekutuan gereja maka gereja harus tetap berjuang. Sebenarnya, perjuangan
gereja lebih kepada upaya berdiri teguh dan Bersatu agar mampu
memproklamirkan kemenangan yang sebenarnya telah Allah berikan bagi gereja.
Gereja sudah menang, hanya perlu tetap bersatu agar tetap kokoh.28

SUB TEMA PELAYANAN GMIT 2023: KARYA, BENTUK DAN TUJUAN

Sub tema pelayanan GMIT 2023 mencakup tiga hal yaitu karya Roh Kudus, bentuk
karya Roh Kudus dan tujuan karya Roh Kudus. Karya Roh Kudus diwujudkan melalui dua
bentuk yaitu menguatkan persekutuan dan memimpin gereja dalam panggilan untuk
menjawab tujuan: menjadi berkati bagi sesama.
1. Roh Kudus menguatkan persekutuan.
Berbagai persoalan dan dinamika di sekitar pelayanan GMIT memungkinkan
terjadinya kerapuhan dalam berbagai aspek kehidupan. Kerapuhan bisa menjadi
bagian gereja secara organisme namun juga secara organisasi. Namun pada saat yang
sama gereja harus tetap ada dalam pengakuan bahwa Roh Kudus memberikan
kekuatan.
- Roh ada di dalam setiap orang yang berbeda dan mendorong mereka keluar
mencari kebenaran dan kehendak Allah. Demikianlah Roh Kudus mengunjungi
dan hadir dalam diri manusia untuk menolong dan menuntun manusia menuju
kebenaran kehendak Allah, sehingga manusia dapat terlibat dalam kekudusan
Allah.29 Keinginan untuk mencari kehendak Allah adalah dorongan Roh sebaliknya
orang yang hidup dalam Roh akan terlihat dari upayanya yang serius untuk
mencari kehendak Allah termasuk dalam menghadapi dinamika-dinamika
kehidupan. Perencanaan dan pelaksanaan pelayanan gereja hendaknya diwarnai
oleh kesadaran ini yaitu upaya untuk mencari dan melakukan kehendak Allah.
Dengan kekuatan tersebut maka adalah hal yang penting untuk terus mengasah
kepekaan sekaligus kesediaan menjawab tantangan zaman. Gereja harus terus
membuka diri, belajar tentang berbagai perubahan tanpa harus kehilangan
identitas. Berbagai bentuk pelayanan yang dirancang dalam panca pelayanan

28 Ibid.
29 Sihombing, “Peran Roh Kudus Sebagai Allah Yang Personal di Dalam Gereja.”

10
hendaknya didasari juga oleh kepekaan terhadap berbagai dinamika perubahan
yang ada.
- Setiap anggota dalam satu persekutuan memiliki keterhubungan melalui Roh yang
dimiliki Bersama. Konsep Keluarga Allah (familia Dei) sebagaimana yang
dijelaskan dalam PPE perlu dihidupi. Sebagai Keluarga Allah, GMIT merupakan
suatu persekutuan persaudaraan sebagai anak-anak dari satu Bapa, ditebus oleh
darah Yesus Kristus, dibaptis dalam satu baptisan dalam nama Allah Bapa, Anak,
dan Roh Kudus untuk mengambil bagian dalam satu meja perjamuan keselamatan
Tuhan dan menyongsong datangnya Kerajaan Allah dalam kesempurnaan. 30
Sebagai keluarga yang dipersekutukan dengan satu dasar yang sama maka setiap
anggota mempunyai tanggung jawab yang sama. Kesadaran ini yang hendaknya
menekan superioritas seseorang atau kelompok dalam persekutuan sekaligus
mendorong setiap orang memberi kontribusi berdasarkan kekuatan Roh Kudus.
- Kekuatan Roh Kudus diwujudkan melalui akal budi dan pengertian untuk
menemukan Langkah-langkah yang tepat dalam menyikapi persoalan-persoalan
sosial. Gereja harus tetap berjuang untuk menunjukkan eksistensinya di tengah-
tengah berbagai perubahan dunia. Kekuatan Roh memampukan gereja-Nya untuk
terus belajar dan dapat menyikapi berbagai tuntutan zaman sesuai kehendak
Allah.

2. Roh kudus memimpin gereja.


- Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang memimpin orang mengenal dan masuk ke
dalam kebenaran-Nya. Roh Kudus mengajarkan kepada orang percaya banyak hal
serta mengingatkan tentang pekerjaan atau kuasa Allah dalam kehidupannya. Roh
Kudus memberikan kesanggupan untuk memahami kehendak Allah setiap
waktu.31 Pemahaman yang tepat akan kehendak Allah memungkinkan gereja-Nya
untuk tetap ada dalam komitmen yang tepat. Komitmen ini penting sebab berjalan
di tahun terakhir pelayanan bukan hal yang mudah. Seolah ada pilihan, semangat
pelayanan semakin meningkat atau semakin meredup. Bisa saja komitmen
panggilan bisa bergeser oleh karena berbagai kepentingan diri dan kelompok. Hal

30Majelis Sinode GMIT, Pokok-pokok Ekklesiologi GMIT, 2010.


31Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Peran Roh Kudus dalam Kehidupan Orang Percaya,” Jurnal Teologi
Gracia Deo 1, no. 1 (2018): 23–31..

11
ini perlu disadari karena tahun ini akan menjadi tahun politik sekaligus dalam
kehidupan bergereja (GMIT), tahun ini menjadi tahun suksesi apostolik.
- Roh Kudus memimpin gereja agar tidak terjebak dalam disorientasi. Berbagai
bentuk disorientasi terlihat dalam pelayanan gereja; perpecahan jemaat,
kedisiplinan dalam menjalankan aturan gereja termasuk penataan personil GMIT,
dsb.

3. Menjadi berkat bagi sesama.


- Menjadi berkat bagi sesama adalah tujuan yang hendak dicapai dalam kekuatan
dan arah dari Roh Kudus. PPE GMIT merumuskan bahwa Dasar GMIT adalah Allah
Tritunggal seperti yang disaksikan oleh Alkitab, yakni Allah yang menciptakan
langit dan bumi, yang menyelamatkan dunia dan segala isinya dalam Yesus Kristus
dan yang terus memelihara dan merawat seluruh ciptaan-Nya dalam Roh Kudus
(bnd. Ef. 2:19-20).32 Rumusan ini menegaskan bahwa dunia dan segala isinya
termasuk dalam karya keselamatan Allah yang juga sekaligus menjadi sasaran
pelayanan gereja. Sesama harus dipandang secara utuh, tidak saja manusia tetapi
termasuk alam dan lingkungan. Esensi gereja ditemukan di dalam dunia oleh
sebab gereja harus memberi respons yang terjadi di dalam dunia.33 GMIT
berhadapan dengan berbagai persoalan sosial diantaranya kemiskinan, Stunting,
masalah ekologi, perdagangan orang dan bencana alam.
- “Menjadi berkat bagi sesama” adalah panggilan untuk terbuka dalam pelayanan.
Membangun jejaring, bermitra dan melayani dengan “yang lain” pada satu sisi
sekaligus penguatan kapasitas merupakan jawaban atas panggilan ini.

32 GMIT, Pokok-pokok Ekklesiologi GMIT.


33 Sihombing, “Gereja dalam Perspektif Hans Kung.”

12
Daftar Pustaka

Abineno, J. L. Ch. Tafsiran Alkitab: Surat Efesus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Galatia dan Efesus. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2015.
Drane, Jhon. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
GMIT, Majelis Sinode. Pokok-pokok Ekklesiologi GMIT, 2010.
Groenen, C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru volume 2. Surabaya: Penerbit Momentum,
2010.
———. Teologi Perjanjian Baru 2: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001.
Hakh, Samuel B. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-Pokok Teologisnya.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
Manaroinsong, Tirza, Aditya Setiawan, Yossy Christian Raranta, Hutana, dan Djone
Georges Nicolas Pasaribu. “Analisis Peran Roh Kudus Dalam Eksistensi, Pelayanan
dan Pertumbuhan Gereja.” Asian Journal of Philosophy and Religion 1, no. 1 (2022):
15–28.
Marbun, Rencan Carisma. “Kasih Dan Kuasa Ditinjau Dari Perspektif Etika Kristen.”
Coultivation 3, no. 1 (2019): 663–672.
Mounce, William D. The Analytical Lexicon to the Greek New Testament. Michigan:
Grand Rapids, 1993.
Schmidt, K. L. “θεμελιόω.” In Theological Dictionary of The New Testament Vol III, diedit
oleh Gerhard Kittel. Stuttgart, Germany: WM. B. Eerdmans Publishing Company,
1995.
Sihombing, Aeron Frior. “Gereja dalam Perspektif Hans Kung.” Jurnal Amanat Agung 10,
no. 1 (2014): 32–72.
Sihombing, Edy Syahputra. “Peran Roh Kudus Sebagai Allah Yang Personal di Dalam
Gereja.” Melintas 35, no. 1 (2019): 40–56.
Sumiwi, Asih Rachmani Endang. “Peran Roh Kudus dalam Kehidupan Orang Percaya.”
Jurnal Teologi Gracia Deo 1, no. 1 (2018): 23–31.
Turner, Max. “Efesus.” In Tafsiran Alkitab Abad ke 21 Jilid 3 : Matius - Wahyu, diedit oleh

13
H. A. Oppusunggu. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2017.
Willi Marxsen. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai