PENGANTAR
‘Lonceng gereja sebagai tanda suara Tuhan yang memanggil itu penting dan sacral.
Karena itu para Tuagama setia menjaganya; setia menunggu waktu untuk ‘toki akang’;
Mereka pakai ‘baju itang’ lalu sumbayang di dalang toreng, untuk membunyikannya.
Itu akta liturgis, dan tuagama melakukan akta itu sebagai akta kehidupan mereka dan jemaat.
Akta kehidupan gereja ini (GPM).’
(Pdt. Dr. John Chr. Ruhulessin, Ketua Sinode GPM 2005-2010,2010-2015;
pernyataan tanggal 29 Januari 2016)
Ibadah Gereja adalah suatu akta liturgis. Sebagai akta liturgis, maka lonceng gereja
menjadi salah satu bagian dari penyelenggaraan ibadah (ritual) yang utuh. Dalam tradisi liturgis,
sejak abad VI dan IX, lonceng gereja telah menjadi bagian dari ibadah gereja, dan bukan saja
sebagai instrument atau perabot gereja tetapi sebagai salah satu peralatan liturgy gereja (PLG)
yang vital.
Lonceng gereja dibunyikan sebagai symbol dari suara Tuhan yang memanggil gereja
(eklesia) untuk datang beribadah. Gereja dalam arti itu adalah ‘umat yang dipanggil’. Karena itu
umat yang beribadah adalah gereja yang menjawab panggilan Tuhan. Tuhan memanggil mereka
untuk berkumpul dan membentuk jemaatNya sebagai jemaat yang beribadah.
Jadi Jemaat yang datang beribadah (di gereja atau rumah jemaat atau tempat lain yang
ditetapkan), menjawab panggilan Tuhan. Kebiasaan jemaat-jemaat GPM dalam hal ini:
- Lonceng I : Jemaat mempersiapkan diri untuk datang beribadah. Mereka menjawab
Tuhan dengan jalan mempersiapkan diri. Karena itu mereka ‘berhenti’ dari segala
aktifitasnya, dan bersiap untuk beribadah.
- Lonceng II : Jemaat menjawab suara Tuhan sambil berjalan menuju ke tempat
ibadah/Gereja/Rumah Tuhan. Ini menggambarkan bahwa gereja yang beribadah adalah
gereja yang terus berjalan (ecclesia via-torium). Ibadah gereja itu tidak statis. Berpusat
pada Kristus dan mengarah ke dunia.
- Lonceng III : Tuhan hadir di dalam ibadah Jemaat dan berjumpa dengan umat yang telah
menjawab panggilannya.
Bagi mereka yang tidak datang beribadah, mereka tidak boleh memisahkan diri dari
ibadah jemaat itu. Caranya ialah mereka harus membangun persekutuan doa, sebab dengan
begitu mereka menjadi bagian dari Jemaat secara utuh. Dalam ibadah-ibadah seperti Wadah
Pelayanan Perempuan, ketika mendengar lonceng gereja, semua jemaat beribadah. Laki-laki
gereja tidak menghadiri ibadah itu, tetapi bukan berarti mereka tidak beribadah. Di rumah-rumah
mereka, kaum laki-laki, pemuda dan anak-anak membangun persekutuan doa, dan dengan
demikian mereka terlibat bersama dengan anggota wadah perempuan yang sedang beribadah.
JUMLAH DAN MAKNA LITURGIS LONCENG GEREJA
Jenis Ibadah Jumlah Bunyi Makna Liturgis
1. Ibadah Minggu
Lonceng I 30 Ibadah jemaat adalah ibadah Trinitarian yang berpusat
pada Yesus, dan didasarkan pada nama Bapa, Anak dan
Roh Kudus. Karena itu jumlah 30 kali pada lonceng 1
menunjuk pada usia Yesus saat pertama kali tampil di
Galilea untuk memulai karya pelayananNya (Markus
1:14-15). Awal Yesus tampil menjadi momentum awal
Ibadah gereja, bahwa ibadah gereja (ritual) berintikan
pemberitaan mengenai Yesus Kristus.
Lonceng II 21 Karena ibadah berpusat kepada Yesus, maka ibadah
gereja adalah pemberitaan tentang kematian dan
kebangkitan Yesus. Di Salib, Yesus menyampaikan 7
ucapan, sebelum Ia mati. Dan pada hari ketiga, Yesus
bangkit dari kematian. Angka 21 adalah pembulatan
7x3; 7 Perkataan Yesus di Kayu Salib, dan kebangkitan
Yesus pada hari ke-3.
Lonceng III 3 Sebagai ibadah Trinitarian, angka 3 menunjuk pada
penahbisan ibadah demi nama Bapa, Anak, dan Roh
Kudus. Di sisi lain, hal mana menunjuk pada masa
kebangkitan Yesus (3 hari). Karena itu hari minggu juga
disebut hari kemenangan/Paskah.
2. Ibadah Unit, Wadah 15 Ibadah umat/jemaat adalah ibadah para murid Yesus.
Pelayanan, SM/TPI, Karena itu ibadah adalah juga wahana pemuridan.
AMGPM, Kunci Usbu, Karena itu, ibadah ini menunjuk pada persekutuan para
Gereja Muda murid Yesus. Angka 15 menunjuk pada 12 murid Yesus,
ditambah 3, yang menunjuk pada ibadah Trinitarian,
dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
3. Lonceng Meninggal 7 Lonceng pada saat seseorang anggota jemaat meninggal
Dunia dunia bukan pemberitahuan bahwa ‘ada orang
meninggal’, melainkan ajakan untuk masuk dalam
persekutuan doa, agar Tuhan memberkati saudara yang
meninggal dan keluarganya. Total bunyi 7 kali
bermakna bahwa anggota jemaat yang meninggal telah
melaksanakan tugas panggilannya semasa hidup dengan
sempurna. Bahwa ia sudah diselamatkan Tuhan dan
mewarisi hidup kekal. Tuhan yang memangglilnya
adalah Tuhan yang menyelamatkannya.