Anda di halaman 1dari 14

Erman Sepniagus Saragih| 1

ABSTRAKSI

Apostle Paul’s Teachings


Baptism (By Rome 6: 1-11 ) And Eucharist (1 Corinthians 11: 23-29)

Menelaah doktrin gereja interdenominasi tentang baptisan dan perjamuan


kudus tentu harus mengerti apakah hal tersebut merupakan hal yang prinsip atau
nonprisip. Oleh karena itu untuk menghindari pemahaman yang rancu maka perlu
dibatasi dari sisi yang mana bahan diskusinya. Yang jelas baptisan tidak
menyelamatkan tetapi sarana keselamatan. Baptisan merupakan materai pertobatan
untuk menuju hidup yang baru dalam Kristus Yesus (Rm. 6:4). Apakah semua orang
percaya harus dibaptis? Yesus sendiri tunduk menerima baptisan yang dikerjakan
oleh Yohanes pembaptis.
Rasul Paulus menuliskan bahwa baptisan adalah suatu undangan yang
diberikan Tuhan kepada umat manusia, dan tidak menuntut suatu penyempurnaan
dari diri manusia, sebab bukan merupakan tanda pertobatan, tetapi adalah alat
anugerah Allah kepada manusia secara cuma-cuma. Hal ini terjadi oleh suatu kurban
yakni darah Yesus Kristus yang tercurah di Kayu Salib (Rm. 6:3-11). Oleh sebab itu
baptisan adalah alat anugerah Allah yang harus diajarkan dan di imani sesuai dengan
konteks Firman Tuhan, sebab itu merupakan dinamika gereja yang harus diajarkan
dan dilaksanakan dengan baik.
Demikian halnya dengan perjamuan kudus hendaknya gereja lebih
menekankan pemahaman akan makna Perjamuan Kudus agar jemaat tidak hanya
melakukan Perjamuan Kudus tetapi mereka mengerti mengapa mereka melakukan
Perjamuan Kudus dan apa maknanya bagi kehidupan mereka. Gagasan persekutuan
(koinonia) memainkan peranan yang penting dalam kehidupan orang-orang Kristen
mula-mula. Karena alasan inilah Paulus mengartikan Perjamuan Kudus dalam
pengertian persekutuan (sharing): ia berkata bahwa roti yang dipecah-pecahkan
adalah persekutuan (koinonia) dalam tubuh Kristus, demikian juga cawan
pengucapan syukur adalah persekutuan dalam darah Kristus (I Kor. 10:16).
Perlu diperhatikan bahwa terdapat segi masa yang akan datang dalam catatan
Paulus tentang Perjamuan Kudus. Ucapan “sampai Ia datang” memperlihatkan
bahwa sakramen ini hanya berkaitan dengan masa sekarang. Pada waktu Kristus
kembali hal itu tidak diperlukan lagi. Kehadiran-Nya yang nyata akan membuat
“peringatan” menjadi tidak perlu lagi.
Nilai dari sumbangan Paulus pada pemahaman akan Perjamuan Kudus tidak
dapat dipandang secara berlebih-lebihan. Ia tidak mengemukakan pandangan yang
baru, tetapi ia membukakan suatu pandangan yang dalam mengenai arti teologis dari
sakramen yang diturunkan orang-orang lain, dan yang berasal dari Yesus sendiri.

Key Words: Apostle Paul’s, Baptism And Eucharist


Erman Sepniagus Saragih| 2

PENDAHULUAN

Doktrin baptisan dan perjamuan kudus banyak sekali berkembang, apalagi


sifatnya kontemporer. Sebab konsep yang dirumuskan muncul dari persfektif tertentu
yang diwarnai oleh latar belakang teologi dan isu tertentu juga. Pandangan yang
berbeda yang mengakibatkan adanya pertikaian-pertikaian dan perpecahan gereja.
Gereja masakini tentunya sangat variatif dalam melaksanakan ibadah Baptisan dan
Perjamuan Kudus.
Sebelum mengikuti Perjamuan Kudus kita harus terlebih dahulu
mempersiapkan diri kita tetapi kenyataannya jemaat masih kurang mengerti alasan
mereka mengikuti Perjamuan Kudus, bahkan mengikuti ibadah Perjamuan Kudus
karena aturan gereja. Begitu juga dengan Baptisan, yang mana yang “benar”, apakah
baptisan anak-anak (percik), baptisan dewasa (selam) atau baptisan jenis lainnya.
Baptisan merupakan lambang komitmen pertobatan (Mat. 3:1-2; Mrk. 1:4; Luk. 3:3).
Baptisan merupakan janji bahwa dengan anugerah-Nya dan dengan kemampuan
yang diberikannya-Nya, engkau akan menjalani kehidupan baru, dan memuliakan
Dia setiap hari.
Pertumbuhan iman tidak terlepas dari baptisan dan perjamuan kudus, yang
ditunjukkan dengan sikap mereka terhadap baptisan. Penulis melihat dalam
kekristenan masa kini sudah memberi tampilan bahwa Perjamuan Kudus sudah
sebagai ritual biasa saja, di mana mereka tidak melakukan persiapan dalam
menerima Perjamuan Tuhan (menguji diri, puasa). Secara iman, orang yang telah
manunggal dimana menjadi satu tubuh dengan Kristus pasti menunjukkan karakter
Kristus. Hal itu terjadi ketika kita menerima perjamuan Kudus yaitu tubuh dan darah
Kristus.
Maka dari itulah penulis merasa perlu adanya konsiderasi sebagai perbaikan
pemahaman akan baptisan dan perjamuan kudus bagi Kristen masakini. Penulis
mengadakan penelitian studi Alkitab dan studi library secara cermat, sistematis dan
ilmiah tentang Ajaran rasul Paulus tentang Baptisan dan Perjamuan Kudus supaya
kelak timbul wejangan bagi kalangan Kristen masakini tentang pesan rohani atas
Baptisan dan Perjamuan Kudus.

A. Ajaran Paulus tentang Baptisan (Roma 6:1-11)


Pengarang surat Roma adalah rasul Paulus, yang memperkenalkan dirinya di
awal surat (Rm. 1:1) dengan namanya “Paulus”, identitasnya “hamba” (doulos)
Yesus Kristus, tugas panggilannya “rasul” (apostolos) dan tujuan pekerjaannya
(“dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah”).1
Paulus menulis surat ini untuk menjelaskan pengertiannya tentang agama
Kristen dan tuntutan-tuntutannya yang praktis untuk kehidupan orang-orang Kristen.
Sepanjang surat ini, Paulus menekankan bahwa hukum Taurat tidak lagi mengikat
sebagai hukum, karena Taurat tersebut tidak lagi berlaku, kecuali sebagai sejarah
kudus yang menceritakan bagaimana umat bisa sampai pada keadaan sekarang ini.2
Apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 6 adalah suatu varian dari
anggapan umum yang terdapat dalam jemaat pertama tentang baptisan. Juga bagi
Paulus baptisan adalah baptisma eis ton tanaton; siapa yang dibaptis; mati, dan
dikuburkan bersama-sama dengan Kristus. Tetapi kematian itu adalah kematian
untuk kehidupan, sebab Tuhan yang disalibkan adalah juga Tuhan yang bangkit.
Demikianlah baptisan itu adalah sakramen eskatologis, akhir zaman menjadi masa
1
Thomas Nelson. The Nelson Study Bible. Thomas, 1997.
2
Hadiwiyata. A. S. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2002)
Erman Sepniagus Saragih| 3

kini, kebangkitan menjadi kenyataan. Di dalam Dia orang yang dibaptis itu adalah
suatu kejadian baru. Dosa dan maut tidak berkuasa lagi atasnya. Kristus adalah
Tuhannya yang satu-satunya.3
Baptisan adalah proklamasi dari keselamatan Allah di dalam dunia. Ia adalah
kesaksian, atau lebih baik, manifestasi dan materai yang kelihatan dari pemberian
Kristus sebagai Mesias. Karena itu bukan saja memimpin kepada Gereja dan
Perjamuan Malam seperti yang biasa kita sangkakan, tetapi lebih dari pada itu, ia
mempresentasikan keselamatan yang terkandung di dalam kematian dan kebangkitan
Tuhan Yesus.
Siapa yang dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus mendapat
bagian di dalam keselamatan ini yakni di dalam kematian dan kebangkitan Kristus,
itulah yang dimaksudkan Luther, kalau ia katakan bahwa seluruh hidup orang
Kristen adalah suatu baptisan. Tiap-tiap hari manusia lama yang ada di dalam harus
disalibkan dan dikuburkan dan tiap-tiap hari manusia baru yang ada di dalam harus
bangkit kembali. Hidup kekristenan pada hakekatnya adalah suatu baptisan yang
terus-menerus bukan saja dalam arti negatif tetapi terutama dalam arti positif,
kesaksian yang kontiniu tentang keselamatan Allah di dalam Kristus.4 Tiap-tiap yang
dibaptis adalah buah sulung dari ciptaan baru yang dimulai di dalam Dia. Perjanjian
Baru adalah tempat dimana tertulis dan tersirat hal-hal mengenai baptisan kudus
yang berlaku sampai sekarang ini.
Menurut surat Roma 6: 1-11: bahwa Baptisan merupakan menunjuk kepada
kematian dan kebangkitan kembali. Yesus mati untuk suatu macam kehidupan dan
bangkit kembali untuk suatu kehidupan yang lain; Ia mati terhadap kehidupan yang
lama dalam dosa dan bangkit untuk kehidupan yang baru yang penuh kasih karunia
seperti yang tertulis dalam Roma 6:4-5, “dengan demikian kita telah dikuburkan
bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti
Kristus dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita
akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa
yang sama dengan kebangkitan-Nya”.
Baptisan dalam surat Roma adalah suatu aktualisasi kematian dan
kebangkitan Yesus di Golgota sampai bangkitnya di hari yang ketiga, di kayu salib
manusia lama turut disalibkan bersama-sama dengan Dia. Ketika Dia tergantung di
kayu salib yang terkutuk bukan karena oleh dosanya tetapi justru mematikan manusia
lama kita, agar manusia diperdamaikan dengan Allah Bapa. Ketika Ia bangkit dari
kubur, Ia bukan bangkit untuk diri-Nya sendiri tetapi untuk kita. Ketika itu juga
terbukalah pintu hidup yang baru (ay. 11). Jadi setiap orang yang menerima baptisan
telah manunggal kepada-Nya dan mendapat bagian dalam kebangkitan-Nya sebab
dosa tidak berkuasa lagi atasnya. Surat-surat kiriman Paulus kepada jemaat Di Roma
berbeda dengan surat-surat yang lainnya khususnya dalam pengertian baptisan.
Semua berdasarkan atas nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang menjadi
patokan hidupnya adalah kehendak Allah Tritunggal.
Dipersatukan dengan Allah Tritunggal berarti dipersatukan dengan Allah
Bapa, karena ia dipersatukan dengan Allah Anak, dan karunia Roh Kudus. Itulah
sebabnya ungkapan dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roma
6:3 mengatakan “atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis
dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematianNya. Demikian juga yang dikatakan
dalam Kolose 2:12, “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di

3
Ibid, Hadiwiyata. Hal.
4
Kavanagh Aidan OSB Komisi Liturgi KWI. Tatacara pembaptisan, (Jakarta: Kainisius,
1991), hal. 20.
Erman Sepniagus Saragih| 4

dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa
Allah yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Jadi baptisan menurut
firman di atas ialah merupakan kematian dan penguburan dosa, dan kebangkitan-Nya
kembali oleh kuasa pengorbanan darah Kristus yang mengangkat manusia kembali
menjadi anak-anak Allah melalui baptisan Kudus.
Baptisan adalah alat anugerah Allah yang harus diajarkan dan di imani sesuai
dengan konteks Firman Tuhan, sebab itu jugalah harta gereja yang harus diajarkan
dan dilaksanakan dengan baik.

B. Perjamuan Kudus
Banyak jemaat yang masih kurang memahami apa makna dari Perjamuan
Kudus. Karena masih banyaknya jemaat yang dalam kehidupannya masih dalam
dosa dan tidak memancarkan kemuliaan Tuhan dalam kehidupannya. Banyak jemaat
yang menjalankan Sakramen Perjamuan Kudus di Gereja tetapi pada praktek
kehidupannya belum memancarkan kasih Kristus. Masih banyak jemaat yang dalam
kehidupan sehari-harinya tidak menjadi teladan baik itu dalam perkataan, tingkah
laku maupun hal lainnya. Perjamuan kudus dilakukan oleh gereja adalah sebagai:
a. Peringatan akan Kristus. Maksud peringatan ini adalah Yesus harus
diperingati sebagai Oknum yang hidup senantiasa dan yang senantiasa hadir
diantara umat-Nya (Mat. 28:20).
b. Tanda Perjanjian Baru. Dengan makan dan minum unsur-unsur Perjamuan
Kudus kita diingatkan kembali akan pengampunan yang sempurna yang
disediakan Kristus bagi kita.
c. Pengumuman Kematian Kristus. Pada saat orang-orang percaya berkumpul
sebagai peringatan akan Kristus, mereka secara aktif mengumumkan
kematian Kristus kepada dunia. Baik fakta mengenai kematian Kristus
maupun maknanya diumumkan oleh anggota-anggota tubuh-Nya pada saat
Perjamuan Kudus.
d. Nubuat mengenai kedatangan Kristus yang kedua kalinya.
e. Persekutuan Kristus dengan umat-Nya.5
Hal di atas merupakan faktor perbandingan yang terjadi di kalangan jemaat
Gereja masakini, dimana penulis juga ingin melihat apakah makna sebenarnya dari
Perjamuan Kudus itu sudah mereka mengerti atau tidak. Ataukah jemaat hanya
mengikuti Perjamuan Kudus tanpa tahu maknanya. Hal tersebut dapat dilihat dari
kesetiaan mereka dalam mengikuti ibadah dan pertumbuhan iman mereka.
1. Transubstansi
Ada 4 pandangan tentang Perjamuan Kudus:6
a. Transubstansi > Roma Katolik > Roti dan anggur secara harafiah berubah
menjadi tubuh dan darah KRISTUS.
b. Konsubstansi > Lutheran > Roti dan anggur berisi tubuh dan darah
KRISTUS, namun tidak berubah secara harafiah KRISTUS secara aktual
hadir dalam, dengan, dan dibawah unsur itu.
c. Reform > Presbiterian, Reform > KRISTUS tidak secara harafiah hadir
dalam unsur itu, tetapi ada kehadiran KRISTUS secara spiritual.
d. Memorial > Baptis, Pentakosta, Kharismatik > KRISTUS tidak hadir
secara fisik atau spiritual, hanya untuk memperingati kematian KRISTUS.

5
Opcit, hal. 503.
6
Sumber: The Moody Hanbook of Theology I - Paul Ennns
Erman Sepniagus Saragih| 5

2. Makna Roti
Roti adalah tubuh Kristus yang tersalib untuk menebus dosa manusia. Tubuh
juga adalah persekutuan, jadi setiap orang percaya menjadi satu tubuh dengan
Kristus.
3. Makna Anggur
Anggur sebagai darah Kristus yang ditumpahkan sebagai darah perjanjian
untuk menebus dosa manusia.
Jelaslah bahwa persekutuan orang-orang Kristen mencakup semua orang
yang mengambil bagian dalam Kristus dan karena itu dipersatukan di dalam satu
tubuh. Inilah yang dimaksudkan Paulus dengan kiasan satu-roti/satu-tubuh yang
dikemukakannya dalam 1 Korintus 10:17.
Menurut Paulus, dalam Perjamuan Kudus sudah terkandung suatu dasar
teologis untuk kesatuan. Sayang sekali Jemaat modern tidak mampu menghayati
pengajaran Paulus, sehingga seringkali Perjamuan Kudus menjadi penyebab
perpecahan. Paulus tidak akan menerima defenisi apa pun tentang “tubuh” yang tidak
didasarkan pada pengakuan Kristen yang dibuktikan oleh tindakan yang cocok.
Barangsiapa yang makan dan minum “tanpa mengakui tubuh Tuhan” (1 Kor. 11:29)
dihukum dan rupanya hal ini ditujukan kepada mereka yang tidak memelihara
kesucian tubuh.
Perjamuan kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan Kristus.
Persekutuan (koinonia) ini mempunyai arti teologis yang dalam. Orang-orang yang
ikut serta dalam Perjamuan Kudus juga menyerahkan diri mereka untuk masuk ke
dalam misi Kristus. Karena alasan ini maka Paulus menjelaskan bahwa tidak
mungkin bagi orang-orang untuk mengambil bagian dalam perjamuan roh-roh jahat
dengan menyembah kepada berhala (1 Kor. 10:21). Keikutsertaan dalam perjamuan
Tuhan tidak bersifat formalitas, tetapi melibatkan keseluruhan pribadi orang yang
mengikutinya. Perjamuan Kudus merupakan tolok ukur untuk melihat kesetiaan
seseorang yang sesungguhnya. Tidak ada tempat untuk kompromi. Orang-orang yang
mengambil bagian dalam kematian Kristus dikucilkan dari persekutuan apa pun yang
membahayakan posisi mereka ”di dalam Kristus”.7
Segi lain dari ajaran Paulus didasarkan pada kata-kata yang dipertahankannya
secara khusus, yang menunjukkan Perjamuan Kudus sebagai suatu peringatan.
Makan dan minum keduanya dikatakan sebagai “peringatan akan Aku” (1 Kor.
11:24-25). Dalam liturgi perayaan Paskah orang-orang Yahudi, masing-masing
kepala rumah tangga menceritakan sejarah dari peristiwa nasional yang lalu untuk
mengingatkan setiap orang yang ikut serta dalam perayaan Paskah itu bahwa mereka
masing-masing terlibat dalam kesinambungan dengan peristiwa-peristiwa tersebut.
Mungkin hal yang sama dengan ini diperhatikan dalam sakramen Kristen,
yang memaksakan orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus untuk
mengingat kembali kematian Kristus, bukan hanya sebagai suatu fakta yang terjadi
pada masa lampau, tetapi sebagai realitas pada masa sekarang. Hal ini dilakukan
bukan dengan menganggap Yesus Kristus hadir secara nyata dalam roti dan anggur,
seperti yang dinyatakan kemudian oleh suatu aliran ajaran ekaristi, tetapi dengan
maksud agar masing-masing peserta dihadapkan sekali lagi dengan kematian Kristus,
baik harga yang dibayarnya maupun apa yang telah dicapainya.

7
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru, Jilid 3, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014, hal. 86
Erman Sepniagus Saragih| 6

C. Perjamuan Kudus Dalam Surat 1 Korintus 11:23-29


Apabila kita membicarakan tentang Perjamuan Kudus harus selalu dikaitkan
dengan “sakramen”, sebab Perjamuan Kudus merupakan salah satu dari tindakan/
perbuatan sakramen dalam Gereja. Kata “Sakramen” berasal dari bahasa Latin yaitu
sacramentum, yang sudah dilazimkan oleh Tertullianus (sekitar tahun 2000) menjadi
istilah Teologi. Kata ”Sakramentum” dapat diterjemahkan dengan “benda suci” atau
“perbuatan kudus” atau “rahasia suci”.8
Istilah Perjamuan Kudus baru dipergunakan oleh para Rasul, salah satunya
adalah Rasul Paulus. Dalam bahasa aslinya (Yunani) Paulus memakai kata deipon
yang menurut Thayer9 dan hal ini boleh diartikan sebagai suatu makan resmi yang
biasanya diadakan pada malam hari; atau juga boleh diartikan sebagai suatu makan
malam istimewa yang digunakan oleh Mesias yang melambangkan penyelamatan di
dalam Kerajaan Sorga.
Tetapi istilah kata Evkharistia juga dipergunakan untuk memaksudkan
Perjamuan Malam dan Thayer10 mengartikannya sebagai ucapan syukur atau
memberi terima kasih dalam bentuk kata kerjanya evkharistin yang berarti: Bapa
memberkati; menahbiskan sesuatu oleh pengucapan syukur kepada Allah dan dengan
kata ev dan kharistia artinya sadar akan kemurahan Allah yang dapat diterima
dengan kata lain makanan yang diberkati.
Werner juga mengatakan dalam bukunya “Jalan keselamatan”: Perjamuan
Kudus itu adalah suatu perbuatan kudus yang dapat kita lihat dengan mata kepala
kita, perbuatan yang memateraikan kabar keselamatan yang telah diberitakan kepada
kita dengan Firman Allah maksudnya Firman Allah yang menyertai perbuatan
tersebut.11 Maka berdasarkan pendapat tersebut perjamuan itu harus mengandung
unsur ucapan rasa syukur atas karya penyelamatan, lewat perbuatan hidup sehari-hari
bukan mengutamakan cara merayakannya.
Perjamuan ini disebut dengan beberapa nama. (1) Dalam surat 1Korintus
upacara ini disebut Perjamuan Tuhan (11:20). (2) Ini juga disebut “memecahkan
roti” (KPR. 2:42), sebuah istilah umum yang dipakai untuk hal makan bersama. (3)
Perjamuan Kudus juga disebut “komuni” (artinya: persekutuan) yang merupakan
terjemahan dari istilah Yunani koinonia dalam 1 Korintus 10:16, “Bukankah cawan
pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan
darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan
tubuh Kristus”? Dan akhirnya (4), Perjamuan Kudus disebut juga “Ekaristi” yang
merupakan istilah Yunani untuk pengucapan syukur, yang diambil dari perbuatan
mengucap syukur sebelum memakan roti dan meminum anggur. Makan bersama
yang dilakukan sebelum Perjamuan Kudus disebut Perjamuan Agape atau perjamuan
kasih (Yud. 12).
Dalam buku Kamus Teologi, Gerald O’Collins & Edward G. Farrugia
menuliskan bahwa nama” The Lord’s Supper”- nama yang dipakai oleh beberapa
Bapa Gereja. Istilah umum dilingkungan orang-orang Protestan untuk menyebut
perjamuan ekaristi yang diadakan oleh Kristus pada perjamuan terakhir. Dalam 1

8
G. C. Van Niftrik dan B. J. Boland. Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2001), hal. 437.
9
Joseph Henry Thayer. Greek English Lexicon of the New Testament, (New York-
Cambridge Massachusetts, 1989), hal. 127.
10
Ibid, hal. 263.
11
H. J. Visch. Pfendsack Werner. Jalan Keselamatan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),
hal. 84.
Erman Sepniagus Saragih| 7

Kor 11:20 Perjamuan Tuhan meliputi kurban ekaristi dan agape, yakni perjamuan
persaudaraan yang diadakan sesudahnya.12
Nama lainnya adalah Perjamuan Kudus, Perjamuan Tuhan, Meja Tuhan
Pemecahan Roti dan Ekaristi. Alkitab juga mencatat bahwa Ekaristi merupakan suatu
ibadah Kristen yang penting yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus sendiri (1 Kor.
11:24; Mat. 26:17). Dalam Perjanjian Baru terdapat petunjuk bagaimana
melaksanakan Ekaristi (IKor 11:23-25; Mat. 26: 16-28; Mrk. 14:22; Luk. 22: 17-
20).13 Ekaristi adalah struktur paling khas ibadah Kristen. Ekaristi juga merupakan
bentuk yang paling luas digunakan orang-orang Kristen, dirayakan secara harian dan
mingguan dalam ribuan jemaat dan komunitas di seluruh dunia.14
Di dalam gereja Kristen Protestan ada dua sakramen, yakni Baptisan Kudus
dan Perjamuan Kudus. Kedua-duanya dilakukan dalam persekutuan jemaat. Salah
satu pokok dalam defenisi gereja adalah “Persekutuan orang-orang Kristen dimana
sakramen-sakramen dilayankan sesuai dengan firman Tuhan”. Dan sejak Konsili
Lateran IV, Gereja Kristen Katholik-Roma mengakui tujuh sakramen yaitu
Perjamuan kudus (misa), baptisan, konfirmasi, pengakuan dosa, urapan penahbisan,
nikah, pentahbisan imam.15
Di Korintus ada dua bagian upacara, yaitu jamuan biasa dan jamuan yang
diikuti dengan upacara perjamuan kudus yang khusyuk. Dalam jemaat Korintus
terjadi hal yang berlebih-lebihan, misalnya ketamakan, mementingkan diri, mabuk
dan kerakusan. Paulus mengeluarkan peringatan keras, dan kita memperoleh kesan
bahwa ia ingin supaya kedua bagian perjamuan itu dipisahkan, seperti yang terjadi di
Gereja kemudian hari. Katanya, biarlah yang lapar makan dirumah, dan datang
dengan sikap hormat sesudah pemeriksaan diri (11:22, 30-34). Pengajaran Paulus
mengenai perjamuan kudus dimaksudkan untuk menekankan kembali makna
perjamuan itu dengan jalan mengaitkannya pada maksud penyelamatan Allah.
Perjamuan Kudus, satu-satunya upacara ibadah yang diberi petunjuk khusus
oleh Kristus, dan mendapat perhatian Paulus. Mungkin berguna kalau kita
merekonstruksi situasi ketika itu untuk bisa menyadari bahwa di dalam gereja mula-
mula Perjamuan biasanya didahului oleh suatu perjamuan kasih yang dinamakan
Agape atau pesta kasih. Keadaan tidak teratur pada saat Agape menimbulkan
kejengkelan sang Rasul (ayat 17-22), tinjauan tentang pengajaran yang pernah
disampaikan (ayat 23-26), dan penerapan kebenaran secara keras terhadap sidang
jemaat di Korintus (ayat 27-34).
Perjamuan kasih terutama bersifat religius/sakral bukan bersifat sosial, tetapi
berbagai penyalahgunaan telah menjadikannya sebagai sebuah sandiwara humor
yang memalukan. Dalam peraturan-peraturan yang berikut, mengacu kepada
pengarahan selanjutnya. Pertemuan-pertemuan yang mereka adakan tersebut
mendatangkan keburukan, sebab pertemuan-pertemuan itu membangkitkan hukuman
sebagai akibat dari keadaan yang tidak teratur. Pertemuan-pertemuan itu juga
menimbulkan perpecahan yang menimbulkan berbagai golongan misalnya golongan
kaya, yang melakukan hal yang bertentangan dengan kebiasaan, dengan rakus

12
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia. Kamus Teologia, (Yogyakarta: Kanisius,
1196), hal. 250.
13
Ibid. Kamus Teologi, hal. 63.
14
James F. White. Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), hal. 227.
15
Dietrich Kuhl. Sejarah Gereja JILID II Gereja Katolik- Roma di dalam Lingkungan dan
kebudayaan Eropa Barat pada Abad-abad Pertengahan (500-1500), (Jawa Timur: Yayasan
Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1197), hal. 116-117.
Erman Sepniagus Saragih| 8

melahap konsumsi mereka yang lebih berlimpah sebelum golongan miskin tiba,
sehingga mereka tidak perlu berbagi makanan mereka selaku lambang lahiriah dari
kesatuan tubuh (1Kor.11).
Dalam pertemuan itu juga menimbulkan banyak golongan yang memiliki
pandangan sendiri, artinya Paulus menekankan untuk mengetahui siapakah diantara
mereka yang tahan diuji. Itu memang perjamuan tetapi bukan Perjamuan Tuhan,
artinya itu bukan perjamuan kudus yang sungguh-sungguh. Hal ini dipertegas Paulus
dengan melontarkan pertanyaan, “Apakah kamu tidak punya rumah sendiri untuk
makan dan minum?” Sang Rasul juga membenarkan tegurannya dengan meninjau
makna yang nyata dan sesungguhnya dari peraturan tersebut dengan merunut balik
pengajaran itu sampai ke Tuhan Yesus sendiri.
Paulus tidak dapat memuji mereka, sebab perilaku mereka tidak selaras
dengan yang ia telah terima dari Tuhan. Roti dibagikan terlebih dahulu, sebab
melambangkan inkarnasi. Setelah itu baru disajikan anggur, melambangkan kematian
yang mengakhiri perjanjian yang lama dan meresmikan yang baru. Satu hal yang
jelas Paulus tidak mengajarkan pandangan yang mengatakan bahwa roti dalam
perjamuan kudus sungguh-sungguh menjadi tubuh Kristus.16
Pembahasan tentang Perjamuan Kudus dimasukkan ke dalam Surat 1
Korintus hanya karena terjadi penyimpangan dari aturan sakramen yang seharusnya.
Hal ini memperlihatkan bahwa ajaran-ajaran positif yang penting sering
diperkenalkan dalam PB secara hampir kebetulan saja. Banyak ajaran yang diuraikan
dengan latar belakang ajaran atau pelaksanaan tata cara yang salah. Tetapi hal ini
tidak mengurangi pentingnya uraian Paulus dalam surat 1 Korintus mengenai
Perjamuan Kudus, karena surat-suratnya yang lain tidak membicarakan pokok ini.
Apa yang ia “teruskan” kepada jemaat di Korintus, yaitu apa yang telah ia
“terima” sendiri (1 Kor. 11:23). Perkataan “aku terima dari Tuhan”, pasti tidak
berarti bahwa ia telah menerima suatu penyataan secara adikodrati. Malah, ia telah
menerima tradisi-tradisi itu melalui orang-orang lain, tetapi ia mengakuinya sebagai
pernyatan-pernyatan yang otentik tentang apa yang telah diadakan oleh Tuhan
sendiri. Yang paling penting ialah untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai ajarannya ini, karena langsung meniadakan pandangan-pandangan bahwa
Paulus telah menambahkan gagasannya sendiri pada pelaksanaan Perjamuan Kudus
yang semula, atau bahwa ia berhutang budi pada cara-cara yang diambilnya dari
agama-agama misteri Yunani.
Dalam surat 1 Korintus ia berusaha untuk mengemukakan tradisi Perjamuan
Kudus secara terinci, sehingga hal itu dapat terlihat sesuai dengan bentuk-bentuk
yang biasa dilakukan di dalam jemaat. Walaupun terdapat beberapa perbedaan antara
catatan Paulus dengan catatan yang terdapat pada kitab-kitab Injil Sinoptik, namun
kesepakatan tulisan-tulisan itu menunjukkan bahwa tradisi itu tetap dipegang secara
konsisten, dan juga memperlihatkan bahwa Paulus meneruskan apa yang telah
ditetapkan sebagai upacara yang biasa.
Dalam catatan-catatan tambahan dan ulasan-ulasan yang lebih lanjut dari
Paulus sendiri, pengajarannya yang khusus menjadi nyata. Kita perhatikan
pertimbangan-pertimbangan yang berikut. Pertama-tama Paulus menempatkan
Perjamuan Kudus dalam konteks suatu persekutuan di meja makan. Pada tingkat ini
kedua peristiwa itu tidak dipisahkan satu dari yang lain, tetapi dalam jemaat di
Korintus hal ini telah disalahgunakan.

16
Charles F. Pfeiffer, Everett F. Harisson. The Wycliffe Bible Commentary, (Malang:
Gandum Mas, 2001), hal. 168-191.
Erman Sepniagus Saragih| 9

Penting untuk dicatat bahwa gagasan persekutuan (koinonia) memainkan


peranan yang penting dalam kehidupan orang-orang Kristen mula-mula. Karena
alasan inilah Paulus mengartikan Perjamuan Kudus dalam pengertian persekutuan
(sharing): ia berkata bahwa roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan
(koinonia) dalam tubuh Kristus, demikian juga cawan pengucapan syukur adalah
persekutuan dalam darah Kristus (I Kor. 10:16).
Karena itu, Perjamuan kudus berarti mengambil bagian dalam pengorbanan
Kristus. Seperti dalam perayaan Paskah orang-orang Yahudi menghayati lagi
peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir, demikian juga orang-orang
Kristen yang ikut serta dalam pengorbanan Kristus secara simbolis mempersatukan
diri mereka dengan pengorbanan itu. Hal ini tidak boleh diartikan seolah-olah
dipisahkan dari kenyataan, karena hal itu hanya mempunyai arti sebagai tanda atau
lambang yang diberikan oleh Kristus sendiri pada waktu orang mengambil bagian
dalam Perjamuan ini. Mengambil bagian di dalam darah dan tubuh Kristus bukanlah
hanya mengambil bagian dalam unsur-unsur kebutuhan jasmani saja, tetapi
merupakan suatu pengalaman bersama dengan Kristus yang telah dikorbankan itu.
Persekutuan (koinonia) ini mempunyai arti teologis yang dalam. Orang-
orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus juga menyerahkan diri mereka untuk
masuk ke dalam misi Kristus. Karena alasan ini maka Paulus menjelaskan bahwa
tidak mungkin bagi orang-orang untuk mengambil bagian dalam perjamuan roh-roh
jahat dengan menyembah kepada berhala (1 Kor. 10:21). Keikutsertaan dalam
perjamuan Tuhan tidak bersifat formalitas, tetapi melibatkan keseluruhan pribadi
orang yang mengikutinya. Perjamuan Kudus merupakan tolok ukur untuk melihat
kesetiaan seseorang yang sesungguhnya. Tidak ada tempat untuk kompromi. Orang-
orang yang mengambil bagian dalam kematian Kristus dikucilkan dari persekutuan
apa pun yang membahayakan posisi mereka ”di dalam Kristus”.
Jelaslah bahwa persekutuan orang-orang Kristen mencakup semua orang
yang mengambil bagian dalam Kristus dan karena itu dipersatukan di dalam satu
tubuh. Inilah yang dimaksudkan Paulus dengan kiasan satu-roti/satu-tubuh yang
dikemukakannya dalam I Korintus 10:17.17 Menurut Paulus, dalam Perjamuan Kudus
sudah terkandung suatu dasar teologis untuk kesatuan. Sayang sekali Jemaat modern
tidak mampu menghayati pengajaran Paulus, sehingga seringkali Perjamuan Kudus
menjadi penyebab perpecahan. Paulus tidak akan menerima defenisi apa pun tentang
“tubuh” yang tidak didasarkan pada pengakuan Kristen yang dibuktikan oleh
tindakan yang cocok. Barangsiapa yang makan dan minum “tanpa mengakui tubuh
Tuhan” (I Kor. 11:29) dihukum dan rupanya hal ini ditujukan kepada mereka yang
tidak memelihara kesucian tubuh. Dalam surat ini terdapat peringatan yang keras
supaya jangan memiliki ikatan apa pun dengan orang-orang yang tidak senonoh.
Dapat dikatakan bahwa Paulus memiliki pendekatan yang dinamis pada Perjamuan
Kudus. Keikutsertaan di dalamnya mempunyai dampak yang praktis.
Segi persekutuan dari sakramen ini juga dipengaruhi oleh sikap jemaat di
Korintus yang salah pada waktu berkumpul untuk makan bersama-sama. Jika
beberapa orang makan sampai kenyang dan yang lain merasa lapar, maka sekali lagi
kesatuan “tubuh” telah dilanggar. Perjamuan Kudus tidak pernah dimaksudkan untuk
memperlihatkan perbedaan gaya hidup, dan Paulus dengan tegas mengatakan bahwa
jika seseorang lapar ia harus makan dulu di rumah. Dengan demikian arti rohani sari

17
Perhatikan bahwa kenyataan ini terdapat dalam pembahasan mengenai kebiasaan
penyembahan berhala. Perjamuan Kudus menggunakan hal ini dalam tiga cara: perjamuan itu
menjamin tidak jatuh ke dalam dosa, mempersatukan orang dengan Kristus, dan merupakan
pengikutsertaan dengan orang lain dalam kasih. Lihat Barrett (1971, hal. 234).
Erman Sepniagus Saragih| 10

sakramen dapat dipertahankan (bnd. 1 Kor. 11:17).18 Perintah Paulus ini


menunjukkan tingginya nilai yang ia tanamkan untuk mempertahankan martabat
Perjamuan Kudus.
Segi lain dari ajaran Paulus didasarkan pada kata-kata yang dipertahankannya
secara khusus, yang menunjukkan Perjamuan Kudus sebagai suatu peringatan.
Makan dan minum keduanya dikatakan sebagai “peringatan akan Aku” (1 Kor.
11:24-25). Dalam liturgi perayaan Paskah orang-orang Yahudi, masing-masing
kepala rumah tangga menceritakan sejarah dari peristiwa nasional yang lalu untuk
mengingatkan setiap orang yang ikut serta dalam perayaan Paskah itu bahwa mereka
masing-masing terlibat dalam kesinambungan dengan peristiwa-peristiwa tersebut.
Mungkin hal yang sama dengan ini diperhatikan dalam sakramen Kristen, yang
memaksakan orang-orang yang ikut serta dalam Perjamuan Kudus untuk mengingat
kembali kematian Kristus, bukan hanya sebagai suatu fakta yang terjadi pada masa
lampau, tetapi sebagai realitas pada masa sekarang. Hal ini dilakukan bukan dengan
menganggap Yesus Kristus hadir secara nyata dalam roti dan anggur, seperti yang
dinyatakan kemudian oleh suatu aliran ajaran ekaristi, tetapi dengan maksud agar
masing-masing peserta dihadapkan sekali lagi dengan kematian Kristus, baik harga
yang dibayarnya maupun apa yang telah dicapainya.
Segi peringatan yang terdapat di dalam upacara Perjamuan Kudus ini juga
mencakup pemberitaan (1 Kor. 11:26). Ini bukan berarti membuat kembali peristiwa
yang lampau, tetapi memberitakan peristiwa yang bersejarah itu yang merupakan
pusat iman Kristen. Peringatan ini bukan hanya dimaksudkan untuk menaruh
perhatian pada kejadian masa lampau agar tetap menghidupkan apa yang sudah lama
mati, karena bukan kehidupan Kristus yang diperingati, tetapi kematian-Nya.19
Kematian yang memiliki arti yang unik karena menyelamatkan. Diatur sedemikian
rupa sehingga tidak akan ada kesempatan bagi kematian itu untuk dilenyapkan dari
pandangan.20
Haruslah juga diperhatikan bahwa terdapat segi masa yang akan datang
dalam catatan Paulus tentang Perjamuan Kudus. Ucapan “sampai Ia datang”
memperlihatkan bahwa sakramen ini hanya berkaitan dengan masa sekarang. Pada
waktu Kristus kembali hal itu tidak diperlukan lagi. Kehadiran-Nya yang nyata akan
membuat “peringatan” menjadi tidak perlu lagi.
Nilai dari sumbangan Paulus pada pemahaman akan Perjamuan Kudus tidak
dapat dipandang secara berlebih-lebihan. Ia tidak mengemukakan pandangan yang
baru, tetapi ia membukakan suatu pandangan yang dalam mengenai arti teologis dari
sakramen yang diturunkan orang-orang lain, dan yang berasal dari Yesus sendiri.

D. Rasul Paulus
Kata “rasul” menurut Kamus Alkitab A Dictionary of the Bible, 2007 adalah
berasal dari kata Yunani yaitu “apostolos”, yang berarti orang yang diutus dan
menyandang wibawa pengutusannya.”21 Jadi Rasul adalah seseorang yang di utus
oleh Allah untuk mengabarkan Injil Keselamatan-Nya kepada setiap orang yang

18
I Korintus 11:33 menjelaskan bahwa tata tertib dan peraturan harus terjadi pada saat
mengikuti Perjamuan bersama. Mereka yang terlalu lapar sehingga tidak dapat menantikan
kedatangan saudara-saudara mereka seharusnya mereka makan di rumah mereka sendiri.
19
Jelaslah bahwa apa yang diberitakan ialah kematian Tuhan (I Korintus 11:26), yang
mengarah bukan hanya kepada kematian tetapi juga pada Tuhan yang dimuliakan di surga.
20
Beberapa orang menafsirkan segi masa depan dengan cara lain. Meurut mereka Perjamuan
Kudus merupakan suatu antisipasi (perlakuan lebih dulu) dari Perjamuan Mesias pada akhir zaman.
21
W. R. F. Browning. Kamus Alkitab A Dictionary of the Bible, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, cet. 2, 2007), hal. 380.
Erman Sepniagus Saragih| 11

belum mengenal Kristus, mengarahkan dan membimbing umat manusia dari


kesesatan, kerusakan dan keterbelakangan yang diperbuat mereka. Maka kedatangan
mereka pada umat manusia sangat berperan dalam keselamatan mereka.
William Barclay mengatakan:
“Pada umur enam tahun, ia pergi ke sekolah untuk pertama kalinya. Segera
setelah ia dapat membaca dia diberikan gulungan-gulungan perkamen kecil
yang bertuliskan bagian-bagian tertentu dari kitab Taurat, dan itu harus
dihafalkan. Bagian-bagian itu adalah; i. Shema (Ul. 6:4-9; 11:13-21); Bil.
15:37-41)...ii. Hallel (Mzm. 113-118)...iii. Kisah Penciptaan (Kej. 1-5)...iv.
Hukuman upacara (1-8).”22
Dan hal serupa juga dinyatakan oleh John Drane:
“Sewaktu masih sangat muda, orang tua Paulus memutuskan ia harus menjadi
seorang rabi (guru hukum Taurat). Sebagai anak kecil di Tarsus, ia belajar
tentang tradisi-tradisi umat Yahudi melalui pendidikan yang teratur di
sinagoge setempat. Alkitabnya yang pertama kemungkinan besar adalah
Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani.”23
Paulus tidak hanya mempelajari tentang hukum Taurat di Tarsus tetapi juga
mendapat didikan dari Gamaliel. Gamaliel merupakan seorang ahli Taurat yang
sangat terkenal ditengah-tengah bangsa Yahudi. “Rabi Gamaliel merupakan cucu dan
pengganti Rabi Hillel yang tersohor (Kira-kira tahun 60 sM-20 sM.”24 Dan
“Gamaliel ini adalah seorang doktor ilmu hukum dan anggota Sanhedrin.”25Jadi
Paulus adalah seorang yang berpendidikan tinggi, karena gurunya juga adalah
seorang yang sangat pintar dan seorang doktor. Dan hal itu sangatlah berguna dalam
pelayanannya terlebih ketika dia bertemu dengan orang-orang terkemuka. Dalam
kehidupannya, “rupanya ada tiga hal yang mempengaruhi Paulus dimasa mudanya
yaitu: Agama Yahudi, filsafat Yunani, dan agama-agama rahasia.”26 Itu faktor-faktor
pertimbangan untuk memahamai ajaran rasul Paulus dalam surat-suratnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka, bukan “cara” baptisan yang menekankan


pesan iman (prinsipiil) yang benar tetapi makna yang perlu kita alami yaitu di dalam
nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, sehingga konsep iman yang benar akan baptisan
menghindari kita dari cara pandang salah. Perjamuan yang penting ialah bagaimana
kita percaya bahwa Roti itu adalah tubuh Kristus dan Anggur adalah darah Kristus
sehingga kita menjadi satu tubuh dengan Kristus. Maka penulis menyimpulkan
beberapa hal dari ajaran Paulus tentang Baptisan dan Perjamuan Kudus sebagai
berikut:
1. Baptisan
Baptisan adalah perintah Tuhan Yesus, untuk dilaksanakan para murid-Nya
dan untuk diterima semua orang di dunia ini sesuai dengan Amanat Agung (band.
Mat. 28:19-20).

22
William Barclay. Duta Bagi Kristus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hal. 65.
23
Opcit, John Drane. hal. 290.
24
Ibid, hal. 290.
25
Inter-Versity Press. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II A-L, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000), hal. 326.
26
Opcit. Memahami Perjanjian Baru, hal. 291.
Erman Sepniagus Saragih| 12

Baptisan merupakan kematian dan penguburan dosa, dan kebangkitan-Nya


kembali oleh kuasa pengorbanan darah Kristus yang mengangkat manusia kembali
menjadi anak-anak Allah. Kata baptis di dalam Perjanjian Lama secara harafiah
memang tidak begitu jelas, sekalipun demikian; makna dan tujuan pelaksanaannya,
bukan hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani. Jadi baptisan adalah suatu cara
yang telah ditentukan mulai dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, dimana air
dan darah dipakai untuk menyucikan manusia dari segala kekotoran dan dosa.
Baptisan menurut perjanjian baru merupakan upacara yang sangat perlu
diimani dan diterima semua orang di atas bumi ini, sebab tanpa menerima baptisan
tak seorangpun layak disebut menjadi anak Allah dan pewaris dalam kerajaan-Nya
sebab dosanya belum diampuni, tidak dapat disebut anak-anak Allah, serta tidak
menerima anugerah keselamatan dan kuasa Roh Kudus.
Baptisan adalah suatu undangan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia,
dan tidak menuntut suatu penyempurnaan dari diri manusia, sebab bukan merupakan
tanda pertobatan, tetapi adalah alat anugerah Allah kepada manusia secara cuma-
cuma. Hal ini terjadi oleh suatu kurban yakni darah Yesus Kristus yang tercurah di
Kayu Salib (Rm. 6:3-11).
Baptisan adalah konsep Alkitab khususnya dalam Perjanjian Baru, tidak
menuntut hanya dengan satu cara dan menyalahkan cara yang lain, sebab bukan
caranya yang paling penting melainkan makna dan kuasa Tuhan di dalamnya yaitu
materai, serta mencakup Firman Tuhan di mana baptisan itu dilakukan atas nama
Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Baptisan adalah alat anugerah Allah yang harus diajarkan dan di imani sesuai
dengan konteks Firman Tuhan, sebab itu jagalah harta gereja yang harus diajarkan
dan dilaksanakan dengan baik. Orang yang sudah dibaptis terpanggil untuk
mengaktualisasikan makna baptisan itu dalam kehidupan sehari-hari.
2. Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus penting dalam Gereja, namun tidak terlalu ditekankan
secara mendalam. Perjamuan kudus adalah persekutuan dengan Kristus dan bukan
dengan makanan.Setiap kali kita makan perjamuan Tuhan, kita memberitakan kasih
Kristus kepada manusia dan korban pendamaian yang sudah diadakan-Nya karena
dosa kita, dan kita juga mengakui bahwa keselamatan kita diperoleh hanya melalui
Dia. Perjamuan Tuhan menjadi penghubung antara kedatangan Tuhan Yesus yang
pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kali.
Perjamuan Kudus menurut Paulus adalah Perjamuan yang dilakukan oleh
orang-orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus dan menerimanya sebagai
Tuhan dan Juruselamat hidupnya. Sebelum melakukan Perjamuan Kudus, haruslah
juga sudah mengalami kelahiran kembali, dan menguji diri agar tidak mendapat
hukuman.
Erman Sepniagus Saragih| 13

DAFTAR PUSTAKA

_______Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.


_______Alkitab. Nashville: The Gideons International.
______ Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/ OMF, 2000.
Abineno, J. L. Ch. Sakramen Perjamuan Malam, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1190
Aidan, Kavanagh. Tatacara pembaptisan, Jakarta: Kainisius, 1991.
Anggraitoo, Noor. Kotbah Ekspositori, Yogyakarta: Andi, 2001.
Baker, David. L. Roh dan Kerohanian dalam Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004.
Barclay, William. Duta Bagi Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988.
Brill, J. Wesley. Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung: Yayasan Kalam hidup,
2003.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 4, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/ OMF, 2002.
Brdige, Donald & Phypers, David. The Meal that Unites?USA: Harold Shaw
Publisher, 1981.
Browning, W. R. F, Kamus Alkitab a Dictionary of the Bible, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007.
Cantalamessa, Raniero. Ekaristi gaya Pengudusan Kita, Flores: Nusa Indah, 1994.
Collins, Gerald O’ dan Farrugia, Edward G.. Kamus Teologia, Yogyakarta:
Kanisius, 1196.
Douglas, J. D. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,jilid II, cet-ke-4, Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 1998.
Drane, John. Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Gerald O’ Collins,S. J, Edward G. Farrugia, SJ. Kamus Teologi, Yogyakarta:
Kanisius, 2000.
Groenen, Ofm. C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. (Jogjakarta: Penerbit
Kanisius. 1984.

Guthrie, Donald. Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid III, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Henry C. Thiessen. Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2003.
Heyer, C.J. Den. Perjamuan Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
Inter-Versity Press. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II A-L, (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000.
Inter-Versity Press. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000.
Kuhl, Dietrich. Sejarah Gereja JILID II Gereja Katolik- Roma di dalam Lingkungan
dan kebudayaan Eropa Barat pada Abad-abad Pertengahan (500-1500),
Jawa Timur: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1197.
Lukasik, A. Memahami Perayaan Ekaristi, Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Luther, Martin. Katehismus Kecil, Pematang Siantar LKS 2004
____________Katehismus Besar, terjemahan gereja SUMUT. Atas kerjasama
Lekturan Ahureh Australia. Pematang Siantar LKS, 2004
Lexy J. Moleong. Metologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, Bandung: Rosda,
2006.
Mardalis. Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Maranatha, Baptisan Air, Medan SUMUT
Erman Sepniagus Saragih| 14

Niftrik, G. C. Van dan Boland, B. J. Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001.
________,Dogamtika Masa Kini, Jakarta BPK Gunung Mulia, 1988
SJ, Adolf Heuken. Ensiklopedi Gereja jilid V, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Carak,
2005.
Scheuneman, Valkhart, Apa Kata Alkitab Tentang Baptisaan, Jakarta BPK Gunung
Mulia, 1982
Thayer, Joseph Henry. Greek English Lexicon of the New Testament, (New York-
Cambridge Massachusetts, 1989.
Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2008.
Werner, H. J. Visch. Pfendsack. Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989.
Rachman, Rasid. Hari Raya Liturgi. Hari Raya Liturgi, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001.
Pfitzner, V. C. Ulasan atas 1 korintus “kesatuan dalam kepelbagaian, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.

Pfeiffer, Charles F, Harisson, Everett F. The Wycliffe Bible Commentary,Malang:


Gandum Mas, 2001.
Putman, W. G. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini A-L, Jakarta: Yayasan BNK, 2000.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 2, Yogyakarta: ANDI offset, 2007.
White, James F.Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
White Ellen, G. Kisah Para Rasul. Bandung: Indonesia Publishing House. 1998.

Anda mungkin juga menyukai