0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
143 tayangan2 halaman
Dokumen membahas tentang pengertian koinonia (persekutuan) dalam gereja pada era digital. Ada pendapat bahwa persekutuan tidak hanya berarti pertemuan fisik tetapi juga dapat dilakukan secara virtual menggunakan teknologi. Namun, teknologi digital tidak dapat menggantikan hubungan langsung dan sakramen seperti pernikahan dan baptisan. Gereja perlu memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan Kristen tet
Dokumen membahas tentang pengertian koinonia (persekutuan) dalam gereja pada era digital. Ada pendapat bahwa persekutuan tidak hanya berarti pertemuan fisik tetapi juga dapat dilakukan secara virtual menggunakan teknologi. Namun, teknologi digital tidak dapat menggantikan hubungan langsung dan sakramen seperti pernikahan dan baptisan. Gereja perlu memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan Kristen tet
Dokumen membahas tentang pengertian koinonia (persekutuan) dalam gereja pada era digital. Ada pendapat bahwa persekutuan tidak hanya berarti pertemuan fisik tetapi juga dapat dilakukan secara virtual menggunakan teknologi. Namun, teknologi digital tidak dapat menggantikan hubungan langsung dan sakramen seperti pernikahan dan baptisan. Gereja perlu memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan Kristen tet
merumuskan Kembali arti PersekutuanTantangan teologis lain yang
bergulir dalam diskusi terbatas yang berlangsung hampir dua jam tersebut adalah pemaknaan koinonia. “Salah satu yang penting adalah merumuskan kembali apa arti koinonia,” kata Jeirry Sumampow, Kepala Humas PGI. “Dalam Alkitab, persekutuan dalam gereja itu memang berarti pertemuan orang-orang secara fisik. Dalam sebuah diskusi pernah diungkapkan adanya kekhawatiran anak-anak malas ke gereja karena asik dengan gawai, lalu ada tawaran untuk memasukkan semacam pembinaan rohani ke dalam gawai, dan orangtua bisa mengarahkannya sebagai alternatif. Dulu gereja resisten dengan Alkitab elektronik, tetapi kini hampir semua pemilik gawai memiliki Alkitab, juga Kidung Jemaat atau NKB digital dalam gawainya,” jelasnya.Ir. Suyapto Tandyawasesa, Bendahara Umum Gereja Bethel Indonesia (GBI) mengatakan, “Teknologi digital tak dapat menggantikan seluruh hubungan langsung fisik persekutuan dan sakramen kudus seperti pernikahan, baptisan, apalagi ibadah. Hubungan kita dengan Tuhan tidak bisa di-digitalize. Namun pewartaan bisa memanfaatkan tekonologi yang ada.” Menurut Aiko Widhidama Sumichan, mahasiswa studi lanjut di STT Jakarta, persekutuan virtual dalam gereja pernah diwacanakan bahkan ada beberapa kelompok yang melaksanakannya. Ini terjadi sekitar tahun 90-an. Yang terjadi sekarang, banyak gereja yang kembali ke dalam bentuk persekutuan sebagaimana awalnya, yakni persekutuan secara fisik. Contohnya, ketika siaran tele-visi banyak diisi khotbah muncul kekhawatiran jemaat tidak akan datang bersekutu beribadah bersama. Orang menyebut-nyebut gereja elektronik. Tetapi kekhawatiran tersebut tidak terjadi. “Intinya adalah, bagaimana di era digital ini kita mulai mengarahkan komunikasi Kristen atau gereja-gereja menerjemahkan pesan-pesan Kristen ke dalam bahasa digital. Sulitnya kita masih stagnan, karena para pekerja gereja sebenarnya tidak terlibat di dunia digital, dan masih banyak pendeta yang gaptek,” katanya.Hal senada juga disampaikan Abdiel Fortunatus Tanias, Kepala Biro Pemuda dan Remaja PGI. Dalam era digital, menurutnya, penting bagaimana pesan- pesan kekristenan disampaikan dengan menggunakan berbagai media sosial. “Alkitab Suara, salah satu produk teknologi digital dibuat karena melihat adanya peluang di mana tulisan yang biasa kita baca dalam Alkitab dibahasakan melalui audio yang mempermudah orang-orang untuk dapat mendengarkan firman Tuhan di mana saja dan kapan saja.” Harsiatmo Duta Pranowo, Sekjen LAI mengatakan bahwa Alkitab Suara juga diproduksi untuk para tunanetra selain generasi Y. Tidak mesti menjadi Perubahan BesarPaparan Melati Tobing, M.Si, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Indonesia (UKI), menjadi penutup yang menguatkan gereja-gereja dalam menghadapi gelombang arus era digital. Menurut perempuan yang tengah menempuh studi Doktoral di Universitas Indonesia (UI) ini, era digital menjadi fenomenal, tetapi sesungguhnya tidak mesti menjadi suatu perubahan besar yang sulit diterima gereja. Gereja perlu melihat bagaimana perubahan tersebut memberikan manfaat dalam meningkatkan pelayanan dan kerohanian jemaat melalui kegiatan diakonia, koinonia dan marturia. Saat ini teknologi digital telah mengubah sistem analog yang telah lama dikenal dan menjadi bagian dari kehidupan pelayanan gereja selama bertahun-tahun. Sejumlah gereja di ibukota serta kota-kota besar di Indonesia sudah mulai menggunakan teknologi digital ini sebagai supportsystem dalam pelayanan regular maupun non regular mereka. Namun di sisi lain, era digitalisasi berdampak negatif. Situs web, blog, hingga media sosial adalah media berbasis internet yang mudah untuk dibuat dan dikelola gereja, mudah diakses oleh warga gereja, terutama generasi Y, dan mudah pula diakses oleh “jiwa-jiwa baru” atau dimanipulasi untuk hoax misalnya. Diibaratkan pedang bermata dua. ∎ (Markus Saragih)sajianutama