Anda di halaman 1dari 12

4

KB 1: Asal Manusia : Pendasaran Teologis Tentang Siapa Manusia

Capaian Pembelajaran : Mampu mengabstraksi secara teologi siapa manusia sebagai Imago
Dei yang memiliki kemampuan dan potensi untuk bertanggung
jawab secara penuh dalam keterpanggilannya melalui hidup yang
diperbaharui.

Sub Capaian Pembelajaran :

1. Menelaah pendasaran teologis tentang hakikat manusia yang dijadikan menurut gambar
dan rupa Allah;
2. Menelaah hakikat kemampuan dasar yang dimiliki manusia sebagai ciptaan yang
segambar dan serupa dengan Allah;
3. Menelaah hakikat kelahiran baru setelah kejatuhan manusia dalam dosa.

Pokok Materi :

1. Dijadikan Menurut Gambar dan Rupa Allah : Manusia sebagai Imago Dei
2. Implikasi teologis manusia sebagai Imago Dei
3. Kelahiran baru bagi manusia yang segambar dan serupa dengan Allah.

Uraian Materi :

A. Dijadikan Menurut Gambar dan Rupa Allah : Manusia sebagai Imago Dei

Di dalam penciptaan manusia ada keterlibatan Allah. Dalam Alkitab Perjanjian Lama
kitab Kejadian 1:26 “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, kata menjadikan dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani ‫השׂע‬
‘asah yang berarti “menjadikan” atau “membuat” dengan memakai bahan. Kata tersebut
berbicara mengenai tubuh manusia yang diciptakan oleh Allah dengan menggunakan bahan
yaitu debu tanah, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah”
(Kejadian 2:7a) dan kata ‫ ארב‬bara’ yang berarti “menciptakan” dengan tidak memakai
bahan, kata tersebut mengacu kepada jiwa manusia yang diciptakan Allah tanpa memakai
bahan melainkan Allah langsung menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7b). Kata berikut ialah
yatsar yang berarti “membentuk”, bukan bertumbuh dan bertambah-tambah (Kejadian 2:7).
Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam
semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan
5

Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna dari
seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi bumi
dan menaklukkannya dan manusia berkuasa atas semua makhluk.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling spesial, karena
Allah menciptakan manusia secara langsung, Allah membentuk manusia itu dengan
memakai tangan Allah sendiri (Kejadian 2:7) “ketika itulah TUHAN Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Tidak sama halnya dengan
penciptaan makhluk lainnya, Allah menciptakan makhluk lainnya hanya dengan berfirman
tanpa Allah membentuk langsung. Allah juga memberikan kuasa kepada manusia atas
mahkluk ciptaan yang lain (Kejadian 1:26, 28), merupakan salah satu bukti bahwa manusia
itu berbeda dari makhluk ciptaan yang lainnya.
Hal yang paling membedakan manusia dengan makhluk ciptaan yang lainnya ialah
manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Di dalam bahasa Ibrani tidak ada kata
sambung di antara kedua ungkapan tersebut; teks Ibrani hanya berbunyi “marilah Kita
menjadikan manusia menurut gambar rupa Kita. Baik Septuaginta maupun Vulgata
memasukkan kata dan sehingga beri kesan bahwa “gambar” dan “rupa” mengacu kepada dua
hal yang berbeda. Pada kenyataannya kedua kata tersebut tidak memiliki perbedaan yang
begitu jauh melainkan kedua kata tersebut memiliki makna yang hampir sama, keduanya
saling melengkapi satu sama lainnya. Terbukti kata tersebut dipakai bergantian di dalam
penggambaran penciptaan manusia di dalam Kejadian 1:27 memakai kata gambar “Maka
Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-
Nya,” sedangkan di dalam Kejadian 5:1 di gunakan kata rupa, “dibuatNyalah dia menurut
rupa Allah.” Di dalam Kejadian 1:26 dan Kejadian 5:3 mengandung kedua kata tersebut
tetapi dengan urutan yang berbeda, ada yang kata gambar yang terlebih dahulu dan ada pula
kata rupa yang terlebih dahulu. Kata Ibrani untuk gambar ialah ‫ םלצ‬tselem yang diturunkan
dari akar kata yang bermakna “mengukir” atau “memotong.” Maka kata ini bisa dipakai
untuk mendeskripsikan ukiran berbentuk binatang atau manusia. Ketika diaplikasikan pada
penciptaan manusia dalam Kejadian 1, kata tselem ini mengindikasikan bahwa manusia
menggambarkan Allah, artinya manusia merupakan suatu representasi Allah. Kata Ibrani
untuk rupa ialah ‫ תומד‬damuwth yang bermakna “menyerupai”. Jadi, orang bisa berkata
bahwa kata damuwth di Kejadian 1 mengidentifikasikan bahwa gambar tersebut juga
merupakan keserupaan, “gambar yang menyerupai Kita.” Kedua kata itu memberi tahu kita
bahwa bahwa manusia mempresentasikan Allah dan menyerupai Dia dalam hal-hal tertentu.
6

Manusia menjadi mahkota dari semua Ciptaan Allah, karena Alkitab sendiri
menuliskan bahwa pada minggu penciptaan dari hari pertama sampai hari ke enam, saat
menciptakan Allah berfirman “Jadilah”. Tetapi pada waktu menciptakan manusia terjadi
perbedaan. Kejadian 2:7: “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu
tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu
menjadi makhluk yang hidup.” Dengan penuh kasih sayang Ia mengambil debu tanah dan
membentuknya, mendekatkan wajah-Nya kepada wajah ciptaan itu dan kemudian
menghembuskan kepadanya nafas kehidupan maka jadilah manusia yang hidup. Proses ini
menunjukkan betapa dekatnya Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya itu. Dan yang lebih penting
lagi adalah manusia itu di ciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Gambar dan rupa Allah
pada manusia hendaknya terwujud dalam hidup manusia melalui ketaatannya melakukan
kehendak Allah. Manusia dilahirkan sebagai makhluk termulia dan terhormat. Karena itu
manusia harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Setiap manusia
dilahirkan dengan berbagai potensi, maka setiap manusiapun dipanggil untuk menyatakan
kasih Allah dalam hidupnya.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya dan, “Alkitab juga
menggambarkan Allah dengan memakai organ tubuh manusia. Alkitab berkata mengenai
Allah dalam istilah manusia, bahwa Allah mempunyai bentuk (Keluaran 20:14; Bilangan
12:8) dengan kaki (Kejadian 3:8; Kel. 24:10), tangan (Keluaran 24:11), mulut (Bilangan
12:8; Yeremia 7:13) dan hati (Hosea 11:8).
Kita harus berhati-hati jangan sampai menyamakan keterbatasan sifat alamiah fisik kita
dengan Allah, menjadi terlalu berpikir dari sudut manusia (antromorpis) dalam memandang
Khalik. Namun demikian, mengatakan bahwa Allah sama sekali berbeda dengan kita sama
salahnya dengan mengatakan bahwa Dia persis seperti kita.” Kalimat ini menjadi acuan untuk
menjelaskan serupa dalam gambar dan rupa antara Allah, Pencipta itu dengan manusia
ciptaan-Nya.
Pengertian mendasar tentang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah
“Hakikat kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kejadian 1:26-27). Citra Allah itu meliputi
gambar Allah (imago Dei) dan sekaligus teladan Allah (similitudo Dei). Ini merupakan
kelengkapan manusia yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan tugas-
tugas yang telah diberikan-Nya.” Diciptakan menurut gambar-Nya adalah poin yang sangat
penting, yang membuat manusia berbeda dengan ciptaan lainnya dan mendapat sebutan
mahkota ciptaan Allah. “Kata Ibrani tselem diterjemahkan sebagai imago dalam bahasa Latin,
image (gambar) dalam bahasa Inggris, tselem artinya ukiran, patung, wujud yang kelihatan
7

(segi jasmani).” “Diciptakan menurut gambar Allah merupakan salah satu titik awal teologis
yang mendasar di mana iman Kristen dimulai ketika kita membahas tempat manusia di alam
semesta. Karena gambar Allah yang kita miliki ini maka kita percaya bahwa setiap kehidupan
manusia adalah kudus.”
Gambar Allah yang ada di dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu menjadikan manusia
itu kudus. Ini memiliki konsekuensi teologis yaitu manusia sebagai mahkota ciptaan harus
menjaga bahwa ada perberbedaannya dengan ciptaan lainnya yang di ciptakan oleh Allah
pada hari pertama sampai hari ke enam pada minggu penciptaan itu. Perbedaan ini pulalah
yang membuat kita bertanggung jawab untuk menjaga gambar Allah yang kudus itu tetap
terpelihara di semua lini kehidupan kita. Pada saat Adam dan Hawa diciptakan bukan saja se-
gambar dengan Allah tetapi juga memantulkan tabiat Allah. Kata “Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita,” kata Ibrani demut diterjemahkan sebagai similitudo
dalam bahasa Latin dan likeness (rupa) dalam bahasa Inggris, “similitudo Dei artinya teladan
Allah, demut berarti keserupaan (segi batin), yakni sebakat, setabiat, sewatak.” Ini
menyatakan bahwa sebenarnya sifat-Nya yang kudus itupun diturunkan kepada mahkota
ciptaan-Nya yaitu manusia pada waktu penciptaan.
Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara nanum berbeda, setara dalam
keberadaan sebagai manusia, keberadaan jenis kelamin (Kejadian 1:27). Menurut gambar
Allah Ia menciptakan mereka. Laki-laki dan perempuan Ia menciptakan mereka. Laki-laki
dan perempuan sama martabatnya di hadapan Allah sebagai manusia, sebelum maupun
sesudah kejatuhan (Kejadian 5:2), sebagai penyandang gambar Allah. Manusia, laki-laki dan
perempuan, diciptakan menurut gambar Allah dalam posisi setara tanpa hierarki. Martabat
manusia terletak dalam keberadaannya sebagai gambar Allah. Kesetaraan laki-laki dan
perempuan juga terlihat dalam mandat yang sama dari TUHAN untuk beranak cucu dan
menguasai alam (Kejadian 1:26, 28-29). Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas
perempuan atau sebaliknya.
Gambar Allah (imago Dei) dan rupa Allah (demut) yang menjadi berkat Allah yang
tidak diberikan kepada binatang dan ciptaan lainya, seharusnya kita syukuri dan jaga.
“Dengan kata lain citra Allah yang dimiliki manusia merupakan persekutuan dengan Tuhan
sebagai berkat dan karunia sehingga sikap dan kelakuan manusia sesuai dengan gambar
Tuhan. Manusia mencerminkan atau memantulkan cahaya kemuliaan Tuhan Allah.”
Pernyataan diri Allah yang kudus itu dinyatakan-Nya di dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu,
baik dari segi jasmani dalam gambarnya maupun dari segi batinnya di dalam tabiat. Ini tidak
ditemukan di dalam ciptaan lainnya dan inilah yang membuat manusia itu menjadi khusus
8

dan istimewa. Dengan demikian terdapat tanggung jawab yang berbeda dengan ciptaan
lainnya karena gambar dan rupa Allah yang melekat di dalam diri manusia itu.

B. Implikasi Teologi bagi Manusia sebagai Imago Dei


Allah menciptakan manusia tentunya dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan
makhluk ciptaan lainnya. Tujuan Allah dalam penciptaan manusia adalah untuk kemuliaan
Allah. Itulah sebabnya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Maksud dari
segambar dan serupa dengan Allah untuk menyatakan kemuliaan melalui kehidupan manusia
(Roma 11:36) 2. Untuk Menggenapi Rencana Allah dari awal penciptaan Allah memberkati
manusia Adam dan Hawa dalam sebuah pernikahan dan berfirman kepada mereka:
“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi.” Dalam Kejadian 1:28 mengandung beberapa rencana Allah bagi kehidupan manusia.
Dimulai dengan kata beranakcuculah disini memiliki dua pengertian: Pertama, beranakcucu
secara jasmani yaitu menghasilkan keturunan secara fisik, untuk menggenapi rencana Allah
di dalam dunia ini. Kedua, dari bahasa aslinya ‫ הרפ‬parah yang dalam terjemahan bahasa
Inggrisnya fruitful yang berarti berhasil, pertemuan yang berhasil baik, bermanfaat, subur dan
penuh keberhasilan.

Rencana Allah dalam kehidupan manusia untuk mendapat berkat, berguna bagi
sesama, menjadi berkat, dan penuh dengan keberhasilan. Kata bertambah banyak dalam
bahasa aslinya ‫ הבר‬rabah yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya multiply memiliki
pengertian mengalikan dan melipatgandakan. Allah ingin manusia mengembangkan segala
sesuatu yang telah Allah berikan atau percayakan kepadanya sebagai contoh talenta yang
telah Tuhan berikan dikembangkan untuk melayani Dia, kepandaian yang dipercayakan
digunakan untuk memuliakan nama Allah, karunia digunakan untuk membangun tubuh
Kristus. Beranakcucu dan bertambah banyak adalah bagian rencana Allah untuk memenuhi
bumi dan memuliakan diri-Nya.

Gambar menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar


manusia mengambil bagian dari penggambaran Allah. Rupa menitikberatkan kepada
kesamaan daripada tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui
pancaindera. Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan
bertindak sebagai wakil penguasa. Dengan demikian, kekuasaan manusia mencerminkan
kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan kreativitas dan tanggung jawab
9

manusia. Gambar Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan
bertanggung jawab di hadapan Allah, yang pantas mencerminkan Penciptanya dalam
pekerjaan yang ia lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan
mereka. Tubuh manusia dianggap sebagai sarana yang tepat untuk kehidupan rohani. Allah
menciptakan manusia dan mengenalnya (Mazmur. 139:13-16), memeliharanya (Ayub 10:12),
dan menuntunnya menuju akhir hidupnya.

Tuhan memberikan otak kepada manusia dengan kuasa untuk berpikir, yang
dikemukakan dalam Alkitab Perjanjian Lama, istilah hati (leb) berarti sifat alamiah total
secara bersama-sama dari emosi, kemauan dan intelektual laki-laki dan perempuan. Ini
mempunyai arti gabungan yang kita sebut ‘pikiran’ (Ulangan 15:9; Hakim-Hakim 5:16-16)
atau ‘akal budi’ (Ayub 8:10; 12:3; 34;10) dan sering digunakan dengan ide pikiran atau
keinginan seseorang. Dalam pengertian ini, apa yang ada “dalam hati” sebenarnya berarti
“apa yang ada dalam pikiran” dan apa yang ada dalam pikiran wanita dan pria membuat
mereka sebagaimana mereka ada. “Sebab sebagaimana seorang berpikir dalam hatinya,
demikianlah ia.” (Amsal 23:7).” Pada saat di ciptakan pikiran Adam dan Hawa dianugerahi
Tuhan kuasa berpikir yang agung dan kudus sebagaimana lingkungan Taman Eden itu
dilingkupi kekudusan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa otak manusia di mana pikiran itu
berada mengambil peran yang sangat vital di dalam berkomunuikasi dan menjaga
gambar/citra, dan rupa Allah yang kudus itu tetap terpantul di dalam kehidupan manusia,
sebagai mahkota ciptaan. Allah telah membuat manusia sebagai puncak pekerjaan
penciptaan-Nya itu, memantulkan pikiran dan kebesaran-Nya. Hanya manusialah dari antara
makhluk di bumi ini yang sanggup menghargai Allahnya.
Orang sering beranggapan bahwa kemiripan gambar manusia dengan Penciptanya
yang dinyatakan dalam gambar Allah, terletak pada karakteristik manusia yang
membedakannya dari binatang, seperti rasio, kekekalan dan konsepnya, dan perasaan moral.
Penciptaan manusia menurut gambar Allah, secara negatif menyangkal manusia sama dengan
Allah. Gambar Allah bukanlah Allah. Semulia-mulia manusia, ia tetap bukan Allah hanya
gambar-Nya saja, yang ternyata hanya berasal dari debu tanah (Kejadian 2:7) dan kembali
kepada debu (Kejadian 3:7). Jika ia memanipulasi untuk dirinya berbagai bentuk ketaatan
dan dedikasi orang lain yang seharusnya untuk Tuhan, maka ia mencuri kemuliaan Allah.
Gambar Allah bersifat fungsional, yang mana manusia ditempatkan di bumi untuk
menunjukkan kedaulatan Allah atas dunia ciptaan dengan cara menaklukkan dan berkuasa
atas bumi (Kejadian 28). Manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Allah, penguasa
10

bumi sebenarnya, berkenaan dengan kewajibannya mewakili Yang Mahakuasa untuk


menguasai alam. Menguasai alam memiliki pemahaman hidup harmoni dengan alam
sebelum Kejatuhan dan belum ada unsur keserakahan manusia untuk menguras alam
(Kejadian 1-2). Menguasai alam juga berarti mempelajari hukum-hukumnya, menyelidikinya,
mengeksporasinya. Ini bukanlah pekerjaan yang ringan, sehingga diperlukan keseriuasan dan
kekuatan manusia. Manusia menjalankan kekuasaannya tetapi terbatas pada yang didapat
dari Penciptanya dan semua usaha harus mendatangkan kesejahteraan bagi semua orang
bukan hanya segelintir orang saja.

Kata gambar tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan
pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa manusia
dapat hidup bersama dengan Allah. Jadi, gambar Allah bukan sesuatu yang dimiliki manusia
atau sesuatu kemampuan untuk menjadi melainkan suatu hubungan Allah dengan manusia
sebagai mitra kerja atau wakil Allah di bumi. Makna dari gambar dan rupa Allah di dalam
diri manusia adalah: (1) Kemampuan manusia untuk bersekutu dengan Allah (2) kemampuan
manusia untuk memahami dan melaksanakan kehendak Allah dalam penciptaan (3)
kemampuan manusia untuk memerintah semesta alam bersama dengan Allah. Dan Gambar
dan rupa tersebut dapat ditemukan di dalam hakikat kerohanian, kepribadian dengan
kesadaran diri, akal budi kehendak dan pertanggungjawaban moral manusia.

Manusia adalah Imago Dei, wakil Allah di bumi. Dengan demikian, mereka harus
benar-benar bergantung pada-Nya untuk bimbingan dan arahan. Ini berarti bahwa mereka
akan menggunakan kebijaksanaan dalam melaksanakan pemerintahan Allah, seperti Adam
lakukan dalam penamaan hewan, namun menjadi sebuah gambar berarti menjadi tergantung
pada sumber dari gambar tersebut. Kejatuhan manusia, saat makan buah dari pohon
pengetahuan baik dan jahat, adalah usaha untuk meraih kekuasaan, upaya untuk berpindah
dari Imago Dei menjadi Allah sendiri. Mengetahui baik dan jahat adalah sifat dari Allah
sendiri, untuk benar-benar tahu apa yang baik dan yang jahat, manusia harus tahu segalanya.
Hanya orang yang tahu segalanya bisa dikatakan benar-benar mengetahui perbedaan antara
baik dan jahat.

Di satu sisi, Imago Dei tidak terpengaruh oleh Kejatuhan. Manusia diciptakan sebagai
gambar Allah, wakil-Nya di bumi. Setelah Kejatuhan, manusia masih Imago Dei, wakil-Nya
di bumi. Kejadian 5: 1, setelah kejatuhan, mengacu pada manusia sebagai Imago Dei, dan
mengacu pada Adam menyampaikan bahwa gambar dan rupa untuk anak-anaknya. Larangan
11

terhadap pembunuhan dalam Kejadian 9: 6 juga menarik fakta bahwa manusia adalah Imago
Dei. Hukuman untuk pembunuhan seseorang adalah kematian karena manusia adalah Imago
Dei. Hal ini jelas bahwa, meskipun telah jatuh, manusia masih Imago Dei. Apa yang
dipengaruhi oleh kejatuhan adalah kemampuan manusia secara benar mewakili Allah di
bumi. Sebagai wakil Allah, manusia, sebagai spesies dan sebagai individu, memerintah bumi
dalam nama-Nya menurut kehendak-Nya. Saat memberontak terhadap otoritas Allah, Adam
dan Hawa kehilangan hubungan mereka dengan Allah. Allah adalah sumber dari segala
kehidupan dan persekutuan yang memberi kehidupan antara Allah dan manusia, diperlukan
untuk berfungsinya sebagai wakil Allah, ini dilambangkan dengan pohon kehidupan. Dengan
diusir dari taman Eden, manusia kehilangan akses kepada Allah, sumber kehidupan mereka.
Kerenggangan ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengetahui dan melakukan
kehendak Allah sebagai wakil-Nya.

Kejatuhan juga menghasilkan perpecahan dalam umat manusia secara keseluruhan.


Sebelum jatuh, pria dan wanita bersatu sebagai satu daging, bersama-sama membentuk
Imago Dei. Sebagai akibat dari kejatuhan ditemukan konflik antara suami dan istri, dan orang
tua dan anak-anak (Kejadian 3:16). Individu mulai meninggikan diri atas orang lain,
membalas dendam atas kesalahan-kesalahan yang nyata atau dibayangkan (Kejadian 4: 3-8;
4: 23-24). Kemanusiaan tidak lagi bisa berfungsi bersama-sama sebagai Imago Dei.
Akhirnya, Kejatuhan menghasilkan ketidakmampuan manusia untuk memerintah atas
ciptaan. Bagian tak terpisahkan dari Imago Dei adalah kekuasaan atas seluruh bumi, namun
kejatuhan membawa kutukan atas tanah dan atas kemampuan Adam untuk memerintah.
Manusia kehilangan kemampuan untuk menjalankan kekuasaan atas ciptaan sebagaimana
mestinya. Mandat awal mereka adalah untuk menundukkan bumi. Tapi setelah jatuh,
kemampuan untuk menaklukkan bumi hilang. Sekarang manusia harus berupaya untuk
menaklukkan bumi, memproduksi semak dan belukar bukannya bijibijian dan buah. Manusia
tidak akan pernah bisa menundukkan bumi ke titik di mana ia akan menghasilkan buah tanpa
usaha yang besar. Efek kumulatif dari kejatuhan adalah bahwa, meskipun manusia tetap
Imago Dei, mereka tidak mampu untuk benar melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai
gambar tersebut. Hubungan mereka dengan Allah rusak, sehingga mereka tidak lagi dapat
mengetahui dan melaksanakan kehendak-Nya. Hubungan mereka satu sama lain rusak,
sehingga mereka tidak lagi dapat berfungsi bersama-sama sebagai Imago Dei. Dan hubungan
mereka dengan penciptaan rusak, sehingga mereka tidak bisa lagi memerintah dengan benar,
12

dan tidak akan lagi tunduk aturan manusia. Manusia tidak berhenti menjadi Imago Dei, tetapi
manusia tidak lagi berfungsi sebagai wakil Allah yang seharusnya.

C. Kelahiran baru Imago Dei

Perjanjian Baru juga mengakui dan menegaskan bahwa bahwa manusia tetap Imago
Dei. Yakobus 3:9 menggunakan konsep gambar dan rupa dalam banyak cara yang sama
seperti Kejadian 9:6 ketika menggunakan Imago Dei sebagai alasan untuk larangan mengutuk
dan fitnah. Tapi yang lebih umum adalah penerapan Perjanjian Baru dari Imago Dei kepada
Kristus sendiri. Dalam Kolose 1:15, terdapat motif imago Dei yang digunakan untuk
menggambarkan sifat Kristus. Latar belakang ayat-ayat adalah Kejadian 1:26-28, dan
tujuannya adalah untuk mengidentifikasi Kristus dengan Adam. "Gambar Tuhan yang tidak
terlihat" gema gagasan Imago sebagai representasi. Allah, yang tidak terlihat, terungkap lebih
lengkap dalam Kristus, yang mewakili Dia. Dalam memanggil Kristus "yang sulung" atas
ciptaan, penulis surat (Rasul Paulus) menekankan keunggulan-Nya, kekuasaan-Nya atas
segala sesuatu. Menjadi yang pertama lahir dari antara orang mati berarti keunggulan-Nya
membentang di atas semua alam; atas ciptaan, atas gereja, bahkan lebih dari kematian. Imago
Dei sebagai berasal dari Kristus dalam bagian ini cocok dengan pemahaman tentang imago
sebagai wakil.

Posisi manusia sebagai Imago Dei adalah untuk menjembatani kesenjangan antara
Allah yang transenden dan ciptaan-Nya, Kristus sebagai imago menjembatani kesenjangan
antara Allah yang kudus dan ciptaan-Nya yang jatuh. Kejatuhan tidak menghapus Imago tapi
memisahkan hubungan manusia dengan Allah, diri sendiri dan alam yang memungkinkan
mereka untuk berfungsi dengan baik sebagai Imago Dei. Kristus telah datang, sebagai Imago
yang benar, untuk memulihkan hubungan-hubungan dan memungkinkan manusia untuk
sekali lagi berfungsi sebagai Imago. Kekuasaannya membentang di atas semua ciptaan, atas
semua manusia dan bahkan atas kematian itu sendiri. Oleh karena itu Ia mampu
mendamaikan manusia dan ciptaan Allah, yang diwakili-Nya.

Kolose 3:7-11 membantu untuk meletakkan kembali pemulihan hubungan dalam


hidup baru, inti dari bagian ini adalah penerapan praktis dari dua pasal pertama dari surat ini.
Ini panggilan mereka yang menjadi milik Kristus untuk meninggalkan cara lama mereka
hidup dan mengambil cara-cara baru. Cara-cara lama adalah cara manusia lama, atau
kemanusiaan lama. Cara-cara baru adalah cara manusia baru, atau kemanusiaan baru.
Kemanusiaan baru ini terdiri dari orang-orang yang sedang diperbaharui oleh Kristus. Tujuan
13

dari pembaharuan ini adalah pengetahuan; pengetahuan akan kehendak Allah dan
pengetahuan akan Allah sendiri. Pembaharuan ini dikatakan sesuai dengan gambar Sang
Pencipta. Dalam proses diperbaharui, orang Kristen diperbaharui ke dalam gambar Kristus.

Pemahaman Imago sebagai perwakilan, bukan hanya sekedar kekuasaan, bagian ini
sesuai dengan fungsi Imago yang baik. Penekanan pada menanggalkan kemanusiaan lama
dan mengenakan manusia baru adalah penting untuk menjadi wakil Allah yang tepat. Imago
Dei itu tidak hilang di kejatuhan; apa yang hilang adalah kemampuan manusia untuk benar
mewakili Allah karena keterasingan mereka dari Dia, dari satu sama lain dan dari penciptaan.
Manusia lama tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai Imago, tapi manusia baru, yang
sedang diperbarui setiap hari, dapat mulai berfungsi dengan baik. Perkembangan menuju
pengetahuan tentang Tuhan adalah kuncinya, karena tanpa mengenal Allah dan kehendak-
Nya, tidak ada yang bisa mewakilinya. Tetapi mereka yang sedang diperbaharui dalam
pengetahuan akan Allah dapat mulai berfungsi sebagai wakilnya. Kita diperdamaikan dengan
dia dan satu sama lain. Semua yang ada di dalam Kristus adalah satu; tidak ada perbedaan
yang dibuat karena kategori manusia. Sama seperti semua manusia adalah Imago Dei, semua
orang percaya diperbarui sebagai Imago Dei.

Di dalam Kristus, kita melihat apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan


kemanusiaan. Kita dirancangkan untuk menjadi wakil Allah di bumi, kehadiran sesuatu yang
transenden di dunia ciptaan-Nya. Kristus datang sebagai wakil Allah yang benar, untuk
membangun kembali otoritas Allah di bumi. Dia menjembatani kesenjangan, bukan antara
Allah yang transenden dan dunia diciptakan tetapi antara Allah yang kudus dan dunia yang
penuh dosa. Di mana Adam memperlihatkan ketidaktaatan, Kristus menunjukkan ketaatan.
Dengan demikian ia membuka jalan bagi manusia untuk mendapatkan kembali kemampuan
untuk berfungsi sebagai Imago Dei. Kristus adalah Imago sejati dan manusia dapat sekali lagi
menyadari Imago hanya melalui dia.

Kristus, Imago sejati, telah datang dan membuka jalan bagi manusia untuk
diperbaharui sebagai Imago, dan mulai berfungsi dengan baik sebagai wakil Allah. Pada
dasarnya kemanusiaan baru telah dibentuk berfungsi sebagai wakil Allah ke seluruh umat
manusia. Fungsi Imago Dei juga hadir dalam Perjanjian Baru. Namun, keberadaanya belum
lengkap. Kristus telah diberikan segala kuasa, tetapi tidak semuanya telah benar-benar
mengarah kepadaNya. Dengan cara yang sama, kemanusiaan baru telah diperbaharui ke
dalam Imago Dei sejati, tapi fungsi penuh dan lengkap sebagai wakil Allah belum terealisasi.
14

Masih ada waktu menunggu pembaruan penuh dan lengkap dari manusia dan kemanusiaan.
Hanya dengan demikian hubungan antara Allah dan manusia akan dipulihkan sehingga kita
bisa dengan sempurna mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakil-Nya dalam
penciptaan baru. Hanya dengan demikian manusia akan didamaikan sepenuhnya satu sama
lain sehingga kita secara bersama mendapat Imago Dei dalam penciptaan baru. Dan hanya
dengan demikian ciptaan sendiri dapat dipulihkan sehingga tidak lagi menolak kekuasaan
manusia.Dan untuk sekali lagi dan untuk selamanya manusia dan kemanusiaan akan menjadi
Imago Dei.

Tugas

1. Pilahkan lah secara tepat beberapa kata Ibrani yang menunjukkan arti dari gambar dan
rupa Allah, lalu bangunlah kembali dalam pemahaman Anda pribadi untuk memahami
siapa manusia yang disebut segambar dan serupa dengan Allah.
2. Amatilah perkembangan yang terjadi di sekitar dan kemukakanlah bagaimana hidup
manusia mengalami perubahan dan tidak lagi memancarkan dirinya sebagai imago Dei
dalam hidup ini.
3. Analisalah berbagai kemungkinan yang mungkin dilakukan manusia untuk menjadi
imago dei dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai