Anda di halaman 1dari 95

Bahan ajar

matakuliah

pendidikan

agama kristen

Pertemuan I

A. PRINSIP
Prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok/ dasar orang berfikir dan bertindak.
Tingkat kebenaran ada 4 golongan, yaitu :
1. kebenaran menurut pancaindra (lahiriah)
2. Kebenaran menurut ilmiah
3. Kebenaran menurut filsafat
4. Kebenaran menurut relegius (Agama)
Untuk memehami tingkat kebenaran diatas, melalui contoh tetang pertanyaan
“Tiap-tiap manusia pada suatu saat pasti akan mati”.
Menurut Pancaindra : Itu benar, karena tiap hari kita melihat orang mati.
Menurut Ilmiah : Itu benar, karena nenek moyang kita tidak hidup lagi sampai
sekarang
Menurut Filsafat : Itu benar, karena menurut saya itu tidak adil apabila hanya
generasi tua menikmati dunia ini terus menerus.
Kebenaran itu dapat dibenarkan sesuai kepentingan, eksistensi, eksperimental, dan wujud
hubungan yang efektif antara bagian-bagian dengan keseluruhan.
Jadi Prinsip Agama dalam hal ini adalah :
‘Seseorang yang bertindak benar harus sesuai dengan ajaran dan aturan agamanya agar
kebenaran dalam bertindak tidak hanya dalam perasaan seseorang’.
1.1 Prinsip Agama
1. Berasal dari Tuhan yang lazim disebut Agama wahyu. Yang dapat dihayati dengan
iman atau kepercayaan secara bulat kepadaNya. Wahyu ini lazim tercantum dalam
apa yang disebut Kitab Suci oleh penganutnya
2. Timbul sebagai pernyataan lahiriah atas pelaksanaan iman seperti : doa, sembahyang,
upacara-upacara atau tatacara-tatacara sosial tertentu seperti perkawinan, kematian,
dll.
Pelaksanaan iman sebagai pernyataan lahiriah atas pelaksanaan iman mempunyai 2
aspek, yaitu :
a. dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya dalam kultus dan ritus. Hal ini
lazim disebut ibadah atau kebaktian dalam arti sempit, atau supra-natural.
b. Dalam hubungan antara sesama manusia, baik yang berupa tatacara sosial tertentu
(dengan ritus) maupun umum (perbuatan kebajikan kepada sesama manusia).

1.2 Unsur – unsur Agaman


1. Adanya Kitab Suci
Kitab Suci memuat sabda-sabda (Wahyu) Tuhan. Dalam dasar Negara Pancasila, sila
pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, hal itu berarti bahwa dasar negara menganut
faham monoteisme yang harus persyaratan pula bagi ajaran-ajaran yang terkandung
dalam apa yang dinyatakan sebagai Kitab Suci.
2. Adanya Utusan Tuhan (Nabi/Rasul)
Nabi/Rasul adalah manusia terpilih yang dijadikan perantara turunnya wahyu, yang
merupakan pedoman hidup bagi semua umat (universal).
3. Adanya Ritus
Pelaksanaan Ibadatnya kepada Tuhan (ritus, supra, sosial, berupa doa/sembahyang,
dalam). Dalam hubungan sosial tertentu (ritus sosial) ataupun dalam hubungan sosial
secara umum (perbuatan sosial).
4. Adanya tuntunan dalam wahyu tersebut
- Perintah Tuhan agar berjalan di jalan yang benar dan berbuat baik dan sebaliknya.
- Perintah Tuhan tentang pengalaman jiwa, agar menjadi sehat kuat dan berbudi
luhur.
1. FILSAFAT AGAMA
A. Pengertian Filsafat
1. Menurut Etimologi
Filsafat berasal dari kata Yunani “Philosophia”
Philos = Cinta (berteman)
Sophia = Pengetahuan, hikmat dan kebijaksanaan
Philosophia “Cinta pengetahuan dan kebijaksanaan”
2. Menurut Para Ahli
Pemikiran Filsafat sebenarnya merupakan konsep dasar mengenai kehidupan dan visi
kedepan manusia. Dalam suatu himpunan/komunitas, pemikiran filsafat dapat
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebudayaan masing-masing. 
Berikut ini pengertian Filsafat menurut Para ahli :
a. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates
dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala
yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
b. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab
dan asas segala benda)
c. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan
usaha-usaha untuk mencapainya.

d. Al-Farabi (meninggal 950M),


filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya.
e. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat,
mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
- Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
- Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
- Sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
- Apa itu manusia ( dijawab olh Antropologi)
B. Latar Belankang Lahirnya Filsafat
1. Ketakjuban
Menurut Aristotelas :
Awal kelahiran filsafat adalah θαυμασια (thaumasia) yaitu kekaguman,
keheranan dan Ketakjuban
Subjek manusia objek alam sekitar yang bisa di amati
Hukum moral dalam hatinya
2. Ketidak Puasan
Penjelasan mitos semakin tidak memuaskan dan tidak relevan
3. Hasrat Bertanya
Ketakjuban melahirkan pertanyaan-pertanyaan.
-- Pertanyaan2 ini mendorong manusia utk melakukan penelitian, pengamatan,
dan penyelidikan
-- Menurut Satre:
“kesadaran manusia senantiasa bersifat bertanya yang sesungguh-sungguhnya”
Tujuan dari bertanya itu adalah utk menemukan “Kebenaran”
-- Gazalba “mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran”
4. Keraguan
Απορια (aporia) keraguan tidak pasti dari manusia yang bertanya.
Rene Deskartes :
“Segalanya saya sangsikan”
Mengapa saya sangsi?
Saya sangsi karena saya berfikir. Karena saya berfikir, maka saya ada. (cogito
ergo sum)
 Rasa ingin tahu mengenai sesuatu yang sampai ke akar-akarnya itulah sebagai
pertanda bahwa filsafat sudah mulai ada ( filsafat sudah lahir ). Maka dari itu
dapatlah dikatakan bahwa latar belakang lahirnya filsafat adalah menurut dua
faktor, yaitu faktor “ intern” dan faktor “ekstern”. Yang dimaksud dengan
faktor intern adalah kecenderungan atau dorongan dari dalam manusia, yaitu
rasa ingin tahu. Sedang yang dimaksud dengan faktor ekstern adalah adanya
hal atau sesuatu yang menggejala di hadapan manusia, sehingga
menimbulkan rasa heran atau kagum. Memang hal atau sesuatu itu tidak harus
hanya menggejala di hadapan hewan dan makhluk lainnya.
Oleh karena itu dapat dikatakan secara lebih tegas lagi bahwa :
 filsafat itu lahir dalam diri manusia pada saat ia mulai merasa kagum dan ingin
tahu, kemudian memikirkan secara radikal mengenai hal-hal atau segala
sesuatu yang menggejala di hadapannya.

1.3.3 Pengertian Agama


 Secara etimologi istilah “agama” berasal dari kata Sansekerta, yang berasal dari dua suku
kata, yaitu a, artinya tidak dan gam, artinya pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di
tempat, diwarisi turun-temurun (Harun Nasution, 1979: 9). Sedangakn dalam Tadjab,
dkk., (1994: 37) menyatakan bahwa agama berasal dari kata a, berarti tidak dan gama,
berarti kacau, kocar-kacir. Jadi agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir/ teratur.
 Jadi, agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di
dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan serta keselamatan.
 Suatu agama secara generik dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem simbol (misalnya,
kata-kata dan isyarat, cerita dan praktik, benda dan tempat) yang berfungsi agamis, yaitu,
suatu yang terus menerus dipakai partisipan untuk mendekat dan menjalin hubungan
yang benar atau tepat dengan sesuatu yang diyakini sebagai realitas-mutlak.
 Yakni adanya sesuatu yang dianggap transedental yang menjadi motif seseorang untuk
beragama dan berpengaruh terhadap pola kehidupannya. Tuhan tidak dapat dilihat (secara
kasat mata), tapi peran-Nya sangat dominan sekali dalam kehidupan seseorang.
Jadi filsafat agama adalah :
 suatu sikap terhadap agama secara kritis, sistematis, radikal (mendalam), rasional, dan
bersifat komprehensif yang didasari oleh suatu keyakinan mendalam terhadap sesuatu
kekuatan yang transedental/ sebagai realitas-mutlak dan ghaib tetapi mengendalikan dan
menentukan nasib kita dan dianggap menjadikan hidup teratur dan mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan.
2. FUNGSI AGAMA BAGI KEHIDUPAN
Hendropuspito membagi fungsi agama sebagai berikut :
1. Fungsi edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada gama yang mencakup tugas
mengajar dan tugas bimbingan. Lain dari instansi (institusi), agama dianggap sanggup
memberikan pengajaran, bahkan dalam hal-hal yang sacral dan tidak dapat disalahkan.
Agama menyampaikan ajarannya dengan perantara petugas-petugasnya baik di dalam
upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani, dll.
Maupun diluar perayaan. Untuk melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris
seperti: syaman, dukun. Kyai, pedanda, pendeta, imam, dan nabi. Mengenai yang
disebut nabi ini dipercayai bahwa penunjukkannya dilakukan oleh tuhan sendiri.
Kebenaran ajaran mereka yang harus diterima dan yang tk dapat keliru, , didasarkan
atas kepercayaan peganut-penganutnya, bahwa mereka dapat berhubungan langsung
dengan “yang gaib” dan “yang sacral” dan mendapat ilham khusus dari Nya.
2. Fungsi Penyelamatan
Tanpa atau dengan penelitian ilmiah, cukup berdasarkan pengalaman sehari-
hari, dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatannya baik
dlam hidup ini maupun kehidupan sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita
tertinggi (yang tumbuh dari naluri manusia sendiri) itu tidak boleh dipandang ringan
begitu saja. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena
agama mengajarkan dan memeberikan jaminan dangan cara-cara yang khas untuk
mencapai kebahagian yang “terkahir”. Yang pencapaian nya mengatasi kemampuan
manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada di luar batas kekuatan
manusia (breaking points). Orang berpendapat bahwa hanya manusia agama (homo
religious) dapat mencapai titik itu, entah itu masyarakat yang hidup dalam
masyarakat primitive maupun masyarakat modern.
3. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Pada umumnya manusia mempunyai keyakinan yang sama, bahwa
kesejahteraan kelompok sosial khususnya dalam masyarakat besar umumnya tidak
dapat dipisah-pisahkan dari kesetiaan kelompok atau masyarakat itu kepada kaidah-
kaidah susila dan hukum-hukum rasional yang telah ada pada kelompok atau
masyarakat itu sendiri. Disadari pula (terkecuali kaum anarkkis) bahwa
penyelewengan terhadap norma-norma susial dan peraturan yang berlaku
mendatangkan dampak bagi kehidupan manusia. Di sinilah agama berfungsi sebagai
pengawasan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Karena di dalam agama terdapat
aturan-aturan yang mengatur kehidupan individu dalam masyarakat. Agama
meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan
moral warga masyarakat.
4. Fungsi memupuk Persaudaraan
• Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia
manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
• Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism,
komunisme, dan sosialisme.
• Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa
bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
• Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena
dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam
dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama

5. Fungsi transformative
Fungsi transformatif disini diartikan bahwa dengan adanya agama dapat
mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan
menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.

3. PRINSIP-PRINSIP KEHIDUPAN
A. Prinsip Hidup Secara Umum
Hipwee mencoba merangkum tulisannya filsuf, jurnalis, dan pengarang asal Amerika,
Ralph Waldo Emerson. Esai ini sudah berjudul Self-Reliance, dan di Amerika sana dijadikan
bacaan wajib bagi remaja SMA dan anak kuliah. Dari sini kita bisa belajar banyak soal prinsip
hidup, utamanya yang percaya pada kekuatan diri sendiri.

1. Bahagia Itu Dimulai Dari Mencintai Diri Sendiri

mulai dengan mencintai diri sendiri via  c1.staticflickr.com


Banyak orang sedang mencari kebahagiaan mereka. Tak hanya itu, masih banyak yang juga
sibuk menemukan apa definisi bahagia buat diri mereka sendiri. Apa bahagia itu berarti punya
banyak uang? Ketemu sama pasangan hidup yang dianggap tepat? Atau, bisa traveling keliling
dunia?
Well, definisi bahagia setiap orang itu beda-beda. Yang pasti, kebahagiaan bisa diraih ketika kita
sudah bisa mencintai diri kita sendiri, apa adanya.
2. Dengarkan Apa Kata Hatimu

dengarkan kata hati via 37.media.tumblr.com


Kadang, apa yang kita lakukan atau keputusan yang kita masih banyak terpengaruh omongan
orang lain. Padahal, setiap manusia yang lahir ke dunia ini dibekali dengan intuisi yang bisa jadi
pegangan dan tuntunan hidupnya.
Percayalah bahwa hal yang baik menurut hati kecil kita akan membawa kebaikan bagi banyak
orang.

3. Berani Bicara, Sekalipun Orang Lain Menganggap Kita Gila

berani bicara via c1.staticflickr.com


Orang-orang hebat seperti Plato, Nabi Musa, dan John Milton bisa sukses karena mereka tak
membiarkan diri terintimidasi oleh cara pikir tradisional. Mereka berani menyampaikan apa yang
mereka pikirkan, sekalipun itu nggak sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya.
4. Percaya Diri

kuncinya, percaya diri! via 3.bp.blogspot.com


Kepercayaan diri rendah itu bukan masalah mereka yang pemalu atau introvertaja, lho! Orang-
orang genius bahkan punya masalah sama yang satu ini. Malah, orang yang genius biasanya bisa
lebih dulu menyadari kalau apa yang akan mereka ungkapkan itu akan sulit diterima orang lain
pada umumnya.
Nah, hal ini yang kadang bikin seseorang akhirnya berhenti dan mengurungkan niat buat speak
up! Padahal seperti yang dijabarkan, kuncinya adalah percaya pada diri kita sendiri.

5. Rasa Iri Itu Tidak Alami

jangan punya rasa iri via  www.walthampton.com


Siapa bilang sifat iri itu manusiawi? Anggapan ini yang kadang bikin kita maklum, kalau punya
rasa iri ke orang lain itu nggak apa-apa. Apalagi, ditambah embel-embel ‘nggak apa-apa iri, asal
positif’.
Menurut Emerson, prinsip ini justru salah. Jalani hidupmu sendiri, nggak usah peduli sama
‘rumput tetangga yang selalu lebih hijau’.
6. Meniru Orang Lain Sama Dengan Bunuh Diri

meniru orang lain = bunuh diri via cdn29.elitedaily.com


Yup, serem nggak tuh? Setiap manusia itu terlahir unik dan beda. Jadi, ketika kita masih punya
niat meniru orang lain itu sama aja kayak bunuh diri. Apapun karyamu, usahakan kalau itu
otentik dan nggak meniru siapa-siapa. Pilih mana, punya karya bagus tapi nyontek atau jelek tapi
dari hasil kerja keras kita sendiri?

7. Kamu Sama Sekali Nggak Pintar Ketika Merasa Lebih Pintar Dari Orang Lain

jangan merasa pintar via static.wix.com


Ya ampun, hari gini masih ada yang MERASA pintar atau bahkan merasa lebih pintar dari orang
lain? Kita mungkin benar-benar pintar ketika orang lain yang menilai dan bukan diri kita sendiri.
Ingat, di atas langit masih ada langit, dan akan seperti itu seterusnya.
8. Hati-Hati! Traveling Bisa Bikin Hidupmu Lebih Baik Atau Malah Sebaliknya

traveling, baik atau buruk? via moon.com


Percaya kalau pergi traveling itu bisa bikin kita bahagia? Jawabannya, mungkin! Kebahagiaan
bukan soal tempat, intinya ada di dalam diri kita sendiri. Kita bisa memilih, pergi ke Bali dan
bersenang-senang di sana atau pergi ke Bali dan menghabiskan waktu di sana buat mengingat
kesedihan di masa lalu.
Yang paling menarik adalah ketika kita diam di rumah tapi pikiran kita bisa traveling ke tempat-
tempat yang kita inginkan dengan bahagia.

9. Bisa Karena Udah Mencoba

bisa karena mencoba via d2tq98mqfjyz2l.cloudfront.net


Kita mungkin termasuk orang yang suka berteori tapi prakteknya nol besar. Nggak jarang, kita
justru menghabiskan waktu buat berpikir, tapi nggak sedikitpun melangkah. Ketika punya
keinginan membuat sesuatu, jangan banyak mikir tapi segera lakukan.
Kalau kemudian bisa berhasil, itu bagus. Tapi, kalau ternyata gagal, setidaknya kita pernah
mencoba.
10. Berhenti Mengeluh: “Kenapa Sih Nggak Ada Yang Ngertiin Aku?”

‘kenapa sih nggak ada yang ngertiin aku?’ via  yy2.staticflickr.com


Stop bilang “Kenapa sih nggak ada yang ngertiin aku?” mulai sekarang ya, guys! Kenapa?
Karena Socrates, Pythagoras, Copernicus, Galileo, sampai Isaac Newton itu orang-orang yang
dulunya nggak pernah bisa dimengerti lingkungan dan masyarakat sekitar mereka.
Setiap orang itu punya pola pikir unik. Ketika nggak ada orang yang bisa ngertiin kamu, berarti
kamu keren!
Well, percaya pada diri sendiri itu adalah prinsip hidup. Nasib baik itu memang benar-benar ada,
tapi bukan sengaja disiapkan untukmu, lalu kamu tinggal ambil. Kebaikan dan keberuntungan
akan datang ketika kamu sudah berjuang keras mendapatkannya.
Dengan kata lain, kamu akan bisa melewati betapa sulitnya hidup jika kamu mempertahankan
prinsip-prinsip yang datang dari hati dan pemikiranmu sendiri.

B. Prinsip-Prinsip Kehidupan Kristen


Meningkatnya kompleksitas permasalahan sehari-hari di zaman sekarang telah
mengakibatkan semakin banyak orang Kristen kehilangan arah akan tujuan akhir hidupnya.
Pekerjaan sehari-hari, berbagai urusan pribadi dan keluarga semakin menguras waktu dan tenaga
kita dan tanpa disadari, kita telah terjebak ke dalam pola rutinitas yang sebenarnya cenderung
“individualistis”.
Apabila kita merasa bahwa berbagai kesibukan yang “individualistis” ini sudah terlalu banyak
menyita waktu kita untuk memikirkan orang lain, apalagi memikirkan kondisi bangsa kita yang
semakin terpuruk saat ini, lalu apakah gunanya kita di tengah bangsa dan negara ini kalau kita
sudah memposisikan diri menjadi garam yang tawar?
Di dalam buku “Katekismus Singkat Westminster” yang merupakan hasil persidangan para
pemimpin Protestan di Inggris pada tahun 1643-1646, ada tertulis: “What is the chief end of
man? Man’s chief end is to glorify God and to enjoy Him forever”. Inilah yang harus menjadi
obsesi dan tujuan akhir kehidupan orang Kristen, yakni memuliakan Tuhan dan menikmati-Nya
selamanya. Namun bagi seorang Kristen untuk menempuh tujuan hidup ini bukanlah hal yang
mudah. Ia harus benar-benar memahami dan memiliki komitmen di dalam menerapkan prinsip-
prinsip kehidupan berikut ini yang akan menjadi landasan di dalam membangun kehidupan
Kristen yang terintegrasi, sehingga kita boleh tetap dapat memuliakan Tuhan dan menikmati-Nya
selamanya di tengah kondisi kehidupan yang semakin menyulitkan saat ini.

1. Seluruh aspek kehidupan berpusat kepada Kristus (The God-centered life)..


Dunia modern telah membentuk pola pikir kita untuk terbiasa mendikotomikan kehidupan ini
antara kehidupan rohani dan kehidupan sekuler. Seringkali ketika kita mengambil keputusan
untuk menerima pekerjaan, memilih sekolah, mencari pacar, menikah atau sedang menghadapi
permasalahan, kita tidak melibatkan Tuhan di dalam menggumuli keputusan tersebut karena kita
tidak menempatkannya sebagai bagian dari kehidupan religius kita. Urusan Tuhan hanya kita
tempatkan ketika kita berada di lingkungan gereja dan persekutuan saja.
Berbeda dengan cara pandang para Reformator Kristen yang menganggap seluruh aspek
kehidupan mereka harus berpusat kepada Kristus. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang
sangat terobsesi pada Tuhan (God-obsessed people), baik di dalam pergumulan pribadi maupun
dalam urusan publik. Mereka adalah orang-orang yang Kristus-sentris (Christocentric). Thomas
Shepard menulis surat kepada anaknya yang baru masuk kuliah di Harvard untuk “Ingatlah akan
tujuan akhir hidupmu, yakni untuk kembali kepada Tuhan dan bersekutu dengan-Nya”.
Mengenai kegunaan uang, John Hooper berkata: “Uang ada untuk memuliakan Tuhan dan untuk
kebaikan orang lain”. Oliver Cromwell (pemimpin persemakmuran Inggris Raya tahun 1651-
1658) menuliskan surat kepada anak perempuannya yang akan segera menikah demikian:
“Sayangku, jangan biarkan apa pun membuatmu kehilangan rasa cintamu kepada Kristus…
dimana cinta yang paling berharga yang kau miliki atas suamimu adalah gambar dan rupa
Kristus di dalam dirinya. Pandanglah itu dan cintailah dengan sebaik mungkin, dan semua hal
lainnya demi cinta itu”. Seluruh pengalaman kehidupan yang dialami oleh para Reformator
Kristen, selalu mereka kaitkan dengan Tuhan, baik itu perkara-perkara kecil maupun yang besar,
dan mereka meyakini sekali bahwa semua keputusan hidup mereka harus bermuara untuk
kemuliaan Tuhan.

2. Seluruh aspek kehidupan adalah milik Tuhan (All of Life is God’s).


Konsep kehidupan modern yang mendikotomikan antara dunia rohani dan sekuler, membuat
seolah-olah Tuhan hanya hadir di dunia rohani yang “suci” dan tidak hadir di dunia sekuler yang
“tidak suci”. Tidaklah demikian dengan cara pandang para Reformator Kristen. Mereka hidup
sekaligus di dalam dua dunia, yakni dunia spiritual yang tidak nyata dan dunia fisik yang nyata,
di mana bagi mereka, kedua dunia tersebut sama nyatanya, dan tidak ada pembagian antara dunia
rohani dan dunia sekuler. Yang ada hanyalah satu dunia yang kudus yang adalah milik Tuhan.
Salah satu sumbangsih terbesar Gerakan Reformasi Kristen terhadap pembangunan peradaban
manusia setelah abad ke-16 adalah upayanya mengembalikan kepekaan manusia di dalam
mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan tanpa terkecuali. Mereka bertekad untuk
menguduskan seluruh aspek kehidupan dunia, bukan dengan mengeluarkan berbagai larangan
atau menjauhkan diri darinya, tetapi dengan menanamkan prinsip-prinsip Alkitab ke dalamnya.
Kesadaran dan tekad para Reformator Kristen untuk menempatkan seluruh aspek kehidupan di
dunia ini di bawah prinsip Alkitab adalah karena mereka melihatnya sebagai ciptaan dan milik
Tuhan yang kudus. Kepekaan mereka di dalam melihat seluruh kehidupan ini secara utuh
mempermudah panggilannya di dalam mengintegrasikan antara kebutuhan dirinya, kebutuhan
gereja dan kebutuhan publik menjadi satu gerakan religius yang efektif. Kepekaan inilah yang
turut membangun kesadaran moral para Reformator Kristen untuk tidak bisa berdiam diri
membiarkan aspek-aspek kehidupan di dunia dikuasai oleh roh-roh jahat begitu saja.

3. Melihat pekerjaan Tuhan melalui peristiwa sehari-hari (Seeing God in commonplace)


Konsekuensi logis dari prinsip bahwa seluruh kehidupan adalah milik Tuhan, adalah keyakinan
para Reformator Kristen untuk dapat melihat pekerjaan Tuhan melalui sarana peristiwa
kehidupan sehari-hari. Ini merupakan salah satu ciri khas karakter paling menarik yang dimiliki
oleh para Reformator Kristen. Bagi mereka, semua yang terjadi dalam dunia, mengacu kepada
rencana Tuhan sekaligus sarana pemberian anugerah-Nya. Mereka melihat kehidupan ini melalui
kacamata kedaulatan Tuhan (God’s sovereignty) atas seluruh kehidupan di dunia. Dengan
menggunakan cara pandang ini, maka tidak ada satu pun peristiwa yang dapat dianggap sepele
atau taken for granted dari kacamata para Reformator Kristen.
Bagi para Reformator Kristen, apa pun di dalam kehidupan ini, bisa digunakan Tuhan sebagai
sarana pemberian anugerah-Nya dan pembentukan Tuhan atas diri seseorang. Pandangan ini
dibentuk oleh kesadaran para Reformator Kristen yang sangat kuat akan kedaulatan Tuhan di
dalam memakai seluruh momentum kehidupan ini untuk mengetuk hati nurani dan mengerjakan
anugerah-Nya.
Kesadaran ini juga membuat mereka sering merenungkan dan memaknai setiap peristiwa yang
terjadi di sekitar hidupnya guna mengetahui maksud dan tujuan Tuhan terhadap diri dan
lingkungan sekitarnya melalui momentum peristiwa tersebut. Maka, tidaklah heran mengapa
para Reformator Kristen memiliki kesadaran moral yang kuat untuk selalu ingin mengetahui apa
kehendak Tuhan, apa yang benar dan apa yang salah di mata Tuhan. Bagi mereka, tidak ada
tempat atau kejadian yang tidak berpotensial bagi orang Kristen untuk menemukan Tuhan di
dalamnya.
Konsep modern tentang dualisme kehidupan dunia (rohani dan sekuler), membuat kita sering
kurang peka dan sering melewatkan begitu saja momen-momen peristiwa yang terjadi di dalam
diri dan sekeliling kita. Padahal, melalui momen-momen tersebutlah, Tuhan acapkali sedang
membentuk diri kita atau mengasah Firman Tuhan yang telah kita pelajari guna mengarahkan
kita pada suatu tugas panggilan tertentu atau menguatkan iman kita di dalam menjalankan misi
tertentu.

4. Hidup dengan visi dan semangat pengharapan yang tinggi (Living in a vision and spirit
of great expectancy)
Orang Kristen seharusnya tidak beraktivitas hanya untuk mengisi waktu, mengaktualisasi diri,
menjalankan suatu rutinitas atau program yang telah ditentukan. Keyakinan para Reformator
Kristen bahwa setiap umat Tuhan lahir untuk memenuhi sebuah panggilan hidup tertentu di
dunia oleh Tuhan membentuk mereka menjadi orang-orang yang visioner. Seluruh aktivitas yang
dilakukannya diintegrasikan guna mencapai visi tersebut dan dilaksanakan dengan penuh
semangat dan harapan yang tinggi. Mereka menyadari betul bahwa kegiatan misi adalah aktivitas
utama gereja di zaman antara kedatangan Kristus yang pertama dan yang kedua, dan bukti
kemenangan Kristus atas kuasa kegelapan pada kedatangan-Nya yang pertama merupakan suatu
kekuatan dan pengharapan yang mereka imani di dalam menjalankan misi peperangan rohani.
Keyakinan mereka bahwa seluruh kehidupan ini adalah milik Tuhan yang berdaulat di dalam
memelihara umat-Nya melalui sarana peristiwa sehari-hari, turut membentuk kesadaran para
Reformator mengenai di mana mereka harus berdiri di tengah dunia dan kemanakah visi
kehidupannya. Visi gerakan seorang Reformator Kristen tidak kurang dari melakukan
pembaruan total kehidupan masyarakat (totally re-formed society) berdasarkan prinsip-prinsip
Alkitab.

5. Alkitab sebagai otoritas final terhadap setiap nilai dan kepercayaan hidup (Bible as a
final authority to all beliefs)
Bagi para Reformator Kristen, setiap nilai-nilai keyakinan yang dikembangkan oleh manusia,
baik itu budaya, agama, ideologi, sistem politik, filsafat hidup dan sebagainya, hanya akan
menemukan keutuhannya apabila ia tunduk pada otoritas Alkitab, yang adalah sumber
Kebenaran bagi segala “kebenaran” lainnya. Di luar Alkitab, setiap nilai-nilai dan sistem
kehidupan tanpa terkecuali merupakan sesuatu yang rapuh dan fragmented.
Keyakinan bahwa Alkitab adalah sumber otoritas atas segala hal dalam kehidupan ini
membentuk karakter dari gerakan Reformasi Kristen di dalam membangun peradaban manusia.
Kedahsyatan dari pengaruh mereka di dalam membangun peradaban dunia selama abad ke-16
sampai ke-18 tidak serta merta diawali oleh ide-ide cemerlang yang dihasilkan oleh para
tokohnya, tetapi oleh keberanian mereka dalam menyangsikan dan melawan otoritas di setiap
bidang kehidupan yang tidak tunduk pada prinsip Alkitab. Keberanian ini ditopang oleh
keyakinan para martir Kristen bahwa setiap nilai-nilai kehidupan hanya akan menemukan
keutuhannya apabila ditundukkan pada otoritas Alkitab. Keyakinan mereka bahwa seluruh tema
dalam setiap aspek kehidupan ini dapat ditemukan akarnya di Alkitab, mendorong keterlibatan
para Reformator Kristen ke dalam berbagai bidang kehidupan, guna menegakkan tema-tema
tersebut sesuai pada prinsip Firman Tuhan.
Thomas Cartwright, salah seorang tokoh awal Reformasi Kristen di Inggris, mengatakan bahwa
“Alkitab berisikan arahan untuk segala hal yang dapat ditemukan dalam setiap kehidupan
manusia.” Berdasarkan landasan ini dan natur penerapan prinsip Alkitab yang bersifat universal,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu lingkup bidang pun di dunia ini di mana orang
Kristen tidak dapat menerapkannya berdasarkan kenyataan Firman Tuhan dan prinsip-prinsip
Alkitab.
6. Keimamatan orang-orang percaya (Priesthood of all believers)
Setiap aspek kehidupan tanpa tekecuali hanya akan berjalan benar bila diterapkan berdasarkan
prinsip Alkitab yang adalah sumber otoritasnya, dan hanya umat pilihan Tuhanlah yang
mengetahui bagaimana mengembalikan tatanan kehidupan pada posisi sebenarnya. Oleh sebab
itu, sudah menjadi tanggung jawab bagi setiap umat Kristen untuk “memimpin” setiap aspek
kehidupan di dunia sesuai panggilannya. Hanya dengan cara inilah, Tuhan dipermuliakan di
bumi. Dengan demikian, maka setiap umat Tuhan tanpa terkecuali, berkewajiban melaksanakan
fungsi keimamatannya di seluruh aspek kehidupan dan untuk bisa melakukannya, maka ia harus
selalu mempelajari Alkitab sebagai panduan hidupnya. Increase Mather, seorang Rektor Harvard
di abad ke-17, mengungkapkan bahwa “maksud tujuan Alkitab kepada kita adalah untuk
menunjukkan bagaimana semestinya kita melayani Tuhan, dan bagaimana semestinya kita
melayani panggilan generasi di masa kita.”
Bagi para Reformator Kristen, hanya Alkitablah satu-satunya sarana yang mampu
mempersiapkan dan membentuk seseorang menjadi pelayan Tuhan yang efektif dan produktif
bagi kepentingan umum di seluruh bidang kehidupan, karena Alkitablah sumber otoritas dan
Kebenaran bagi seluruh aspek kehidupan. Maka, tindakan pertama untuk mempersiapkan
seseorang menjadi pelayan Tuhan yang efektif di manapun bidang kehidupan yang sedang atau
akan ditekuninya, harus dimulai dari pembelajaran isi Alkitab itu sendiri dan pembinaan di
dalam pengaplikasiannya.
Richard Baxter mengatakan bahwa “panggilan sebuah reformasi adalah suatu panggilan untuk
mengambil tindakan, pertama-tama mentransformasi diri seseorang menjadi instrumen yang
layak (fit) di dalam melayani kehendak Tuhan, dan kemudian mengkaryakannya di tengah dunia
untuk mentransformasi seluruh kehidupan masyarakat.” Mempelajari Alkitab dan panggilan
untuk terlibat aktif menuntun setiap aspek kehidupan pada prinsip-prinsip Alkitab merupakan
dua fungsi keimamatan orang Kristen yang saling melekat satu sama lain.
Saudara-saudari, meskipun kondisi bangsa semakin terpuruk, semoga melalui artikel ini kita
boleh tetap menikmati kehidupan di dalam memuliakan Tuhan, yang adalah tujuan akhir hidup
dari setiap orang Kristen, baik itu di pekerjaan, kuliah, organisasi dan aktivitas lainnya, serta
dapat membantu kita di dalam upaya menjadi pelayan Tuhan yang berkarakter dan dapat
berperan di dalam memperbarui bangsa dan negara Indonesia

4. Sumber Ajaran Agama


Kaidah agama adalah perumusan dan azas-azas yang menjadi hukum, aturan dan patokan
melalui ajaran dan etika agama tersebut yang harus dipedomani dan ditaati setiap penganutnya
seperti uraian berikut ini :
1. Agama Suku
Agama suku adalah agama yang dianut oleh suatu suku atau kelompok manusia terkait
pada kesatuan sosial dan kebudayaan sendiri yang membedakan mereka dengan kelompok lain.
Agama suku disebut juga agama asli karena memperhatikan dari kepercayaan manusia yang
timbul ditengah-tengah lingkungan dan daerah hidupnya. Agama suku ini sudah merupakan
sebuah institusi dengan elemen-elemen nya yang menyangkut sistem hubungan sosial
budayabermasyrakat dan yang mempunyai nilai-nilai jasmani serta berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan secara menyeluruh bagi manusia baik secara jasmani, mental, etika atau norma, dan
spiritual.
Beberapa ajaran agama suku :
A. Animisme
Animisme berasal dari kata “anima” artinya jiwa, nyawa, semangat. Jadi
animisme adalah adanya kekuatan yang menggerakkan sehingga manusia mendapat
kekuatan dan kesempatan untuk mendapat perobahan dalam dirinya. Kepercayaan
animisme suatu kepercayaan tentang roh-roh halus yang tidak personal. Roh-roh
halus ini dapat mengancam, tetapi dapat juga memberkati hidup manusia.
B. Dinamisme
Dinamisme berasal dari kata Yunani “DUNAMIS” artinya kekuatan
kuasa. Jadi dinamisme kepercayaan kepada suatu daya atau kekuatan yang tidak
berpribadi. Dinamisme sebgai kekuatan sikap kepercayaan bahwa ada kekuatan yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan manusia
C. Totemisme
Totemisme berasal dari kata “TOTEM” berarti lambang. Diamana suatu
kelompok atau marga mempunyai asal melalui tumbuhan, binatang dan benda
tersebut menjadi tabuh bagi mereka.
2. Agama Hindu

Hinduisme dalam bahasa sansekerta disebut “samatha dharma” artinya hukum


selamanya
Weda Sumber Ajaran Agama Hindu
 Pengertian Weda 
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan
ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda
merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir
terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah
sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang
artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha
sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda
dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang
diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut
kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang
dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan
kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Agama ini menerapkan kasta dalam masyarakat yang diatur dalam kitab RIG WEDA,
Pembagian kasta dalam masyarakat hindu diperkuat oleh himpunan hukum Manu.
Didalam Rig-Veda terdapat kisah manusia pertama yang diciptakan oleh Brahma, yaitu
Manu. Manu memiliki empat susunan, yaitu: mulut, lengan, paha, dan kaki.
Penafsiran tentang susunan Manu, ialah bahwa kemasyarakatan harus merupakan
kesatuan yang terdiri dari empat lapisan, yaitu:
 Kasta Brahmana sebagai perlambang mulut ialah golongan para ahli agama dan ilmu
pengetahuan. Golongan ini paling dihormati dan biasanya menjadi penasehat raja.
 Kasta Ksatria sebagai perlambang lengan ialah golongan ningrat dan para prajurit.
Golongan inilah yang memegang kekuasaan dan menjalankan pemerintahan.
 Kasta Waisya sebagai perlambang paha ialah golongan pengusaha, pedagang, dan petani.
Mereka merupakan golongan yang berusaha, mengeluarkan keringat untuk menghasilkan
perbekalan yang diperlukan oleh semua golongan.
 Kasta Sudra sebagai perlambang kaki terdiri atas orang-rang dravida yang masuk
kedalam masyarakat aria dan berkedudukan sebagai hamba sahaya.
Konsep Kepercayaan Agama Hindu
Hindu memiliki Dasar Kepercayaan yang merupakan salah satu bagian dari Kerangka
Dasar Agama Hindu Tatwa, yaitu Panca Srada. Pancasradha merupakan keyakinan dasar
umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
 
1)    Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2)    Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3)    Karmaphala Tattwa – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap
perbuatan
4)    Punarbhava Tattwa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
5)    Moksa Tattwa – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir
manusia.
Kerangka Dasar Agama Hindu
Ada tiga kerangka dasar agama Hindu:
1. Tatwa atau Filsafat Agama Hindu
Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat
yang disebut Tattwa. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan Sradha.
Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.
2. Susila atau Etika Agama Hindu
Merupakan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Susila
menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang
selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang
berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.
3. Upacara atau Ritual Agama Hindu
Upacara/Yadnya adalah suatu karya suci atau kegiatan yang dilaksanakan dengan ikhlas
karena getaran jiwa/ rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra
suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati,
berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan
penuh kerelaan (tulus ikhlas)

3. Agama Buddha
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya
sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang
masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara berkembang, unsur
kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia
Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya ini, agama ini
praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai
dengan perkembangan banyak aliran dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang
utama di antaranya adalah aliran tradisi Theravada ,Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana),
yang sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.
Salah satu pilar ajaran Buddha yang mendasari cara berpikir Buddha adalah seperti yang
tersirat di dalam Empat Kebenaran Mulia (cattari ariya sacca). Di berbagai bagian Sutta
Pitaka dapat kita temukan cara berpikir analisis seperti yang terdapat pada konsep Empat
Kebenaran Mulia. Cara berpikir tersebut adalah:
1. Memahami Suatu Masalah dan menganalisa masalah tersebut
2. Menyadari dan menemukan ada penyebab masalah tersebut
3. Mengetahui bahwa masalah dapat teratasi dan mencari cara penyelesaiannya
4. Menemukan cara mengatasi masalah tersebut dan Menjalankan caranya
Hal tersebut menunjukkan kecerdasan Sang Buddha dan cara berpikir yang logis. Empat
Kebenaran Mulia disadari oleh Buddha Gautama ketika beliau mencapai pencerahan :
“Ketika pikiranku yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan, terang, tak ternoda,
bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap dan mencapai keadaan tak
terganggu, aku mengarahkannya pada pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Secara
langsung aku mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah penderitaan’, ‘Inilah asal mula
penderitaan’, ‘Inilah berhentinya penderitaan’, ‘Inilah jalan menuju berhentinya
penderitaan’; Secara langsung aku mengetahui sebagaimana adanya ‘Inilah noda-noda’,
‘Inilah asal mula noda-noda’, ‘Inilah berhentinya noda-noda’, ‘Inilah jalan menuju
berhentinya noda-noda’
Empat Kebenaran Mulia ini adalah ajaran yang pertama kali diperkenalkan oleh Sang
Buddha dalam khotbah pertamanya di Benares. Selain itu Empat Kebenaran Mulia juga
adalah ajaran khusus para Buddha, yang berarti setiap Buddha selalu mengajarkan 4
Kebenaran Mulia ini walaupun dengan bahasa yang berbeda atau sistematisasi pembagian
ajaran yang berbeda.
Empat Kebenaran Mulia tersebut adalah  sebagai berikut:

1. Kebenaran Mulia tentang adanya ‘penderitaan’ (dukkha)


2. Kebenaran Mulia tentang penyebab penderitaan
3. Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan
4. Kebenaran Mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan
5. Agama Islam
SUMBER AJARAN ISLAM PRIMER
1.    Al Qur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan
yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara
terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul
dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama, Alquran
adalah Kalamullah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan
mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
 Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang
berhubungan dengan-Nya
Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi
Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
 Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT
maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran
Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1.    Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan
Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin,
atau Ilmu Kalam.
2.    Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan
lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum
syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.     Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia
dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini
tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq
atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1.    Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT,
misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
2.    Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan
alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
  Hukum munakahat (pernikahan).
  Hukum faraid (waris).
  Hukum jinayat (pidana).
  Hukum hudud (hukuman).
  Hukum jual-beli dan perjanjian.
  Hukum tata Negara/kepemerintahan
  Hukum makanan dan penyembelihan.
  Hukum aqdiyah (pengadilan).
  Hukum jihad (peperangan).
  Hukum dauliyah (antarbangsa).
2.    Hadist
Kedudukan Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-
ayat Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat.
Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik
pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada
yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna
hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji,
maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny;
dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat
sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-
Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah
sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan
persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi yang pada
intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari
adanya sebagian ayat Alquran :
a.    Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian.
b.    Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian.
c.    Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan,
d.    Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
e.    menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut, bahkan
terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
B.     SUMBER AJARAN ISLAM SKUNDER
 Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala
kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu
Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran
dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak
terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan
menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
 Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah.
Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.

1.    Qiyas, 
Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan
kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau
‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina,
apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
2.    Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah
kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut
logika dapat dibenarkan. 
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya
belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah
(kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran
di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.

3.    Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia. 
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.
4.    Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat. 
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,
padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar
jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.

5.    Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. 
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat
seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia
harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

6.    Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa
perkataan maupun perbuatan. 
Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran
atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah
dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
5. Agama Kristen
Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan monoteistik yang berdasar pada ajaran, hidup,
sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristusmenurut Perjanjian Baru. Agama ini
meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yang diramalkan dalam Perjanjian
Lama, juruselamatbagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Pengikutnya
beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus
pertama kali dipanggil Kristen di Antiokhia (Kisah Para Rasul 11: 26b).

Dasar-dasar Iman
Crucifixion, menggambarkan kematian Yesus di kayu salib, lukisan dari D. Velázquez,
pada abad ke 17.

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran,
kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga,
sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus
adalah Mesiasyang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi).
Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam
bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada
Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat,
dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen,
Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi
(InjilMatius 16: 18-19)
Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang untuk kedua kalinya sebagai
Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimanaagama Yahudi, mereka menjunjung ajaran
moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.
Kata Kristen sendiri memiliki arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus". Murid-murid
Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di Antiokia
(Kisah Para Rasul 11: 26b).

Ibadah

Contoh benda-benda yang digunakan umat Kristen dan Katolik untuk beribadah—Alkitab, sebuah Salib, and
sebuahRosario.

Liturgi

Yustinus Martir menggambarkan liturgi [1] (tata cara urutan ibadah) Kristen di First


Apology (c. 150) kepada Penguasa Antoninus Piuspada abad ke-2, dan penggambarannya
masih relevan untuk menggambarkan struktur dasar dari liturgi ibadah Kristen. Yustinus
menggambarkan, orang Kristen berkumpul untuk ibadah bersama pada hari Minggu, yaitu
hari Yesus bangkit dari kubur. Pembacaan Firman Tuhan diambil dari Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, tapi terutama dari Injil. Pada akhir dari liturgi ibadah, diadakan Perjamuan
Kudus, untuk memperingati pengorbanan Yesus. Namun gereja pada saat ini juga ada
yang mengadakan ibadah selain hari Minggu. Gereja Advent Hari Ketujuh berkumpul pada
hari Sabtu. Gereja Pentakosta atau Karismatik mengikuti "tuntunan Roh Kudus" dan tidak
memiliki liturgi yang tertulis, walaupun ada tata cara urutan umum kebiasaan ibadah yang
biasanya dari minggu ke minggu mirip. Gereja Evangelical menggabungkan Pop dan Rock
ke dalam ibadahnya, sementara beberapa Gereja yang lain melarang sama sekali
penggunaan alat musik dalam ibadah, seperti Gereja Ortodoks.

Ibadah dapat divariasikan untuk acara-acara khusus, seperti baptisan, pernikahan, atau hari
raya Kristen seperti Natal dan Paskah. Ada pula ibadah untuk anak-anak, yang biasanya
disebut Sekolah Minggu atau Ibadah Anak.

Sakramen Ekaristi

Sakramen

Sakramen adalah ritus Agama Kristen yang menjadi perantara (menyalurkan) rahmat ilahi.
Kata 'sakramen' berasal dari Bahasa Latinsacramentum yang secara harfiah berarti
"menjadikan suci". Salah satu contoh penggunaan kata sacramentum adalah sebagai
sebutan untuk sumpah bakti yang diikrarkan para prajurit Romawi; istilah ini kemudian
digunakan oleh Gereja dalam pengertian harfiahnya dan bukan dalam pengertian sumpah
tadi.

Kalender Liturgis

Gereja Katolik Roma, Gereja Timur, Anglikan, dan Kristen Protestan mengatur ibadah
dalam jadwal kalender liturgis. Hal ini termasuk hari-hari suci, misalnya Hari Perenungan
yang memperingati sebuah kejadian di dalam hidup Yesus Kristus, hari-hari puasa, atau
perayaan-perayaan biasa seperti hari memperingati orang-orang kudus. Komunitas Kristen
yang tidak mengikuti tradisi kalender liturgis biasanya masih tetap merayakan perayaan-
perayaan tertentu, seperti Natal, Paskah, dan Kenaikan Yesus ke Surga. Beberapa Gereja
sama sekali tidak memakai kalender liturgis.

Simbol

Salib, yang saat ini adalah simbol Kekristenan yang paling mudah dikenali di seluruh
dunia, telah digunakan sebagai simbol Kristen pada zaman sangat awal. Lambang ikanjuga
nampaknya berada di urutan teratas lambang favorit setelah salib. Lambang ikan dipakai
oleh karena kemiripan 5 huruf konsonan yang membentuk kata ikan (Ichthys), yang mana
dapat dipakai sebagai singkatan untuk menggambarkan Yesus: Iesous Christos Theou Yios
Soter, artinya Yesus Kristus, Anak Allah, Penyelamat.

Orang Kristen awal mula suka untuk menghiasi makam-makam mereka dengan ukir-ukiran
dan gambar mengenai Yesus, orang-orang kudus, kejadian dari Alkitab, dan perlambang-
perlambang yang lain. Orang-orang Kristen awal tidak memiliki pemikiran negatif
menganai gambar, ukiran, maupun patung. Simbol-simbol yang lain meliputi
burung merpati (simbol Roh Kudus), anak domba (simbol pengorbanan Yesus),
pohon anggur beserta ranting-rantingnya (simbol bahwa orang Kristen harus memiliki
hubungan secara pribadi dengan Yesus) dan banyak yang lain. Semua ini diambil dari ayat-
ayat Alkitab Perjanjian Baru.

Lukisan The Baptism of Christ olehFrancesco Albani.

Baptisan

Baptisan merupakan sebuah ritual dan sakramen menggunakan air, yang menandakan
seseorang berkomitmen menjadi seorang Kristen dan tergabung menjadi anggota Gereja.
Ada gereja yang memperbolehkan baptisan dengan air yang dipercikkan (misalnya Gereja
Kristen Protestan, Gereja Katolik dan Ortodoks), ada gereja yang mengharuskan baptisan
dilakukan dengan diselamkan ke dalam air seperti Yesus (misalnya Gereja Pantekosta dan
Karismatik).

Doa

Pengajaran Yesus tentang doa pada Khotbah di Bukit menggambarkan bahwa doa secara


Kristiani hanya memakai sedikit faktor eksternal, atau tidak ada sama sekali, seperti
misalnya harus menggambar simbol-simbol tertentu atau harus menyembelih hewan-
hewan tertentu terlebih dahulu sebelum berdoa. Dalam doa secara Kristiani, semua
perilaku-perilaku yang menekankan kepada "teknik-teknik berdoa" yang menggunakan
faktor eksternal seperti yang tadi disebutkan biasanya dituduh sebagai "pagan" (paganisme,
penyembahan berhala). Karena itu, dalam doa secara Kristiani, yang ditekankan adalah
cukup hanya perlu percaya kepada kebaikan Tuhan ketika berdoa. Di seluruh Perjanjian
Baru, penekanan terhadap kebebasan untuk datang kepada Tuhan ini pun ditekankan.
Keyakinan ini harus dilihat dari sudut pandang kepercayaan Kristen terhadap hubungan
yang unik antara orang percaya dengan Yesus, lewat Roh Kudus.

Dalam tradisi lanjutan, beberapa gerakan sebelum berdoa dianjurkan, seperti misalnya
membuat tanda salib, berlutut, atau membungkuk. Kebiasaan melipat tangan, menyatukan
kedua tangan di depan dada, atau mengangkat tangan pun terkadang sering dilakukan
untuk meningkatkan konsentrasi ketika berdoa dan mengekspresikan isi doa.

A. AJARAN AGAMA YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KESEHATAN

1.IBADAH
Yang dimaksud dengan "ibadah" ialah aneka tindakan dan sikap yang menghargai dan
menghormati kelayakan Allah semesta langit dan bumi yang agung.
Jadi,
ibadah berpusat pada Allah dan bukan pada manusia. Di dalam ibadah Kristen,
kita menghampiri Allah
dengan bersyukur karena apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita di dalam Kristus dan melalui
Roh Kudus. Ibadah menuntut komitmen iman dan pengakuan bahwa Dialah Allah dan Tuhan
kita.
SEJARAH SINGKAT IBADAH KEPADA ALLAH YANG BENAR.
Umat manusia telah menyembah Allah sejak awal sejarah. Adam dan Hawa secara teratur
bersekutu dengan Allah di Taman Eden (bd. Kej 3:8). Baik Kain maupun Habel membawa
persembahan (bah. Ibr. minhah yang juga diterjemahkan sebagai "upeti" atau "hadiah") berupa
tanaman dan ternak kepada Tuhan (Kej 4:3-4); keturunan Set "memanggil nama Tuhan" (Kej
4:26). Nuh mendirikan mezbah bagi Tuhan untuk mempersembahkan korban bakaran setelah air
bah (Kej 8:20). Abraham membangun mezbah-mezbah korban bakaran bagi Tuhan di berbagai
tempat di negeri perjanjian (Kej 12:7-8; 13:4,18; 22:9) dan berbicara secara akrab dengan Dia
(Kej 18:23-33; 22:11-18).
Akan tetapi, baru setelah peristiwa keluaran ketika Kemah Suci didirikan, maka ibadah yang
umum memperoleh bentuknya. Setelah itu, korban-korban yang tetap dipersembahkan setiap hari
dan secara khusus pada hari Sabat.
Allah juga menetapkan beberapa hari raya agama tahunan sebagai saat-saat penyembahan umum
bagi Israel (Kel 23:14-17; Im 1:1-7:38; 16:1-34; Im 23:4-44; Ul 12:1-32; 16:1-22). Ibadah ini
kemudian dipusatkan di Bait Suci di Yerusalem (bd. rencana-rencana Daud sebagaimana tercatat
dalam 1Taw 22:1-26:32).
Ketika Bait Suci dibinasakan pada tahun 586 SM, orang Yahudi membangun sinagoge sebagai
tempat pendidikan dan ibadah sementara mereka berada dalam pembuangan dan di manapun
mereka tinggal. Bangunan-bangunan ini masih dipakai sebagai tempat ibadah bahkan setelah bait
suci yang kedua dibangun di bawah pimpinan Zerubabel (pasal-pasal Ezr 3:1-6:22). Terdapat
banyak sinagoge di Palestina dan seluruh wilayah Roma pada masa PB (mis. Luk 4:16; Yoh
6:59; Kis 6:9; 13:14; Kis 14:1; 17:1,10; 18:4; 19:8; 22:19).
Ibadah gereja yang mula-mula dilaksanakan di Bait Suci Yerusalem dan rumah-rumah pribadi
(Kis 2:46-47). Di luar Yerusalem, orang Kristen beribadah dalam sinagoge selama mereka
diizinkan; ketika tidak diperbolehkan lagi, mereka berkumpul di tempat lain untuk beribadah --
biasanya di rumah-rumah pribadi (bd. Kis 18:7; Rom 16:5; Kol 4:15; Filem 1:2), sekalipun
kadang-kadang di gedung-gedung umum (Kis 19:9-10).
UNGKAPAN-UNGKAPAN IBADAH KRISTEN
1) Dua prinsip pokok menentukan ibadah Kristen.
(a) Penyembahan yang sesungguhnya terjadi dalam roh dan kebenaran (lihat cat. --> Yoh
4:23),
• maksudnya: penyembahan harus diadakan sesuai dengan penyataan diri Allah di
dalam Putra-Nya (bd. Yoh 14:6). Demikian pula, ibadah melibatkan roh manusia
dan bukan hanya pikirannya, serta berbagai manifestasi Roh Kudus (1Kor 12:7-12).
(b) Pelaksanaan ibadah Kristen harus sesuai dengan pola PB bagi gereja (lihat --> Kis
7:44]
• Orang percaya dewasa ini harus mendambakan, mencari, dan mengharapkan sebagai
norma untuk gereja semua unsur pengalaman menyembah yang terdapat di PB
2) Ciri utama ibadah PL adalah sistem persembahan korban (lih. pasal-pasal Bil 28:1-29:40).
Karena korban Kristus di salib menggenapi sistem ini, di dalam ibadah Kristen tidak perlu
pencurahan darah lagi (lih. Ibr 9:1- 10:18). Melalui sakramen Perjamuan Kudus, gereja PB
terus-menerus memperingati korban Kristus yang satu kali untuk selamanya (1Kor 11:23-26).
Demikian pula, gereja dinasihatkan untuk "senantiasa mempersembahkan korban syukur
kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya" (Ibr 13:15)dan untuk
mempersembahkan tubuh kita "sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang
berkenan kepada Allah" (lihat cat. --> Rom 12:1).
3) Memuji Allah sangat penting bagi ibadah Kristen. Pujian menjadi unsur penting baik dalam
penyembahan Israel kepada Allah (mis. Mazm 100:4; 106:1; 111:1; 113:1; 117:1-2) maupun
dalam ibadah Kristen yang mula-mula (Kis 2:46-47; 16:25; Rom 15:10-11; Ibr 2:12;
4) Satu cara penting untuk memuji Allah ialah dengan menyanyikan mazmur, kidung puji-pujian,
dan nyanyian rohani. PL penuh dengan nasihat untuk bernyanyi bagi Tuhan (mis. 1Taw
16:23; Mazm 95:1; 96:1-2; Mazm 98:1,5-6; 100:1-2). Ketika Yesus lahir, seluruh bala
sorgawi tiba-tiba menyanyikan pujian (Luk 2:13-14), dan gereja PB merupakan masyarakat
yang menyanyi (1Kor 14:15; Ef 5:19; Kol 3:16; Yak 5:13). Nyanyian orang Kristen PB
dinyanyikan baik dengan akal budi (yaitu, dengan bahasa yang dikenal) maupun dengan roh
(yaitu, dengan bahasa roh;
lihat--> 1Kor 14:15). Tidak pernah mereka memandang nyanyian sebagai sekedar hiburan
saja.
5) Unsur penting lainnya dalam ibadah ialah mencari wajah Allah di dalam doa. Para orang saleh
PL senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa (mis. Kej 20:17; Bil 11:2; 1Sam 8:6;
2Sam 7:27; Dan 9:3-19; bd. Yak 5:17-18). Para rasul berdoa terus-menerus setelah Yesus naik
ke sorga (Kis 1:14) dan doa menjadi bagian tetap dari ibadah Kristen bersama (Kis 2:42;
20:36; 1Tes 5:17;
Doa-doa ini bisa bagi diri mereka sendiri (mis. Kis 4:24-30) atau merupakan doa syafaat
demi orang lain (mis. Rom 15:30-32; Ef 6:18). Pada segala waktu doa Kristen harus disertai
ucapan syukur kepada Allah (Ef 5:20; Fili 4:6; Kol 3:15,17; 1Tes 5:18). Sebagaimana halnya
bernyanyi, doa dapat dipanjatkan dengan bahasa yang diketahui atau dengan bahasa roh (1Kor
14:13-15).
6) Pengakuan dosa jelas merupakan bagian penting dalam ibadah PL. Allah telah menetapkan
Hari Pendamaian bagi bangsa Israel sebagai saat pengakuan dosa nasional (pasal Im 16:1-34;
lih. art.HARI PENDAMAIAN).
Dalam doanya pada saat menahbiskan bait suci, Salomo mengakui pentingnya pengakuan
dosa (1Raj 8:30-39).
Demikian pula, dalam Doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan orang percaya untuk memohon
pengampunan dosa (Mat 6:12). Yakobus menasihati orang percaya untuk mengakui dosa-dosa
mereka satu terhadap yang lain (Yak 5:16); melalui pengakuan tersebut kita menerima
kepastian akan pengampunan Allah yang murah hati (1Yoh 1:9).
7) Ibadah juga harus mencakup membaca Alkitab di depan umum serta pemberitaannya secara
benar.
Pada zaman PL Allah mengatur supaya setiap tujuh tahun, pada Hari Raya Pondok Daun,
umat Israel harus berkumpul untuk mendengarkan pembacaan Hukum Musa di muka umum
(Ul 31:9-13); contoh paling jelas dari unsur ibadah PL ini terjadi pada masa Ezra dan
Nehemia (lih. Neh 8:2-13). Pembacaan Alkitab menjadi bagian tetap dari ibadah di sinagoge
pada hari Sabat (lih. Luk 4:16-19; Kis 13:15);
demikian pula, ketika orang percaya PB berkumpul untuk ibadah, mereka juga mendengarkan
Firman Allah (1Tim 4:13; bd. Kol 4:16; 1Tes 5:27) bersama dengan ajaran, khotbah, dan
nasihat berlandaskan pembacaan itu (1Tim 4:13; 2Tim 4:2; bd. Kis 19:8-10; 20:7).

BERKAT-BERKAT ALLAH BAGI PENYEMBAH YANG SEJATI


(1) untuk menyertai mereka (Mat 18:20) dan memasuki persekutuan yang intim (Wahy
3:20);
(2) untuk menaungi umat-Nya dengan kemuliaan-Nya (bd. Kel 40:35; 2Taw 7:1; 1Pet 4:14);
(3) untuk memberkati umat-Nya dengan hujan berkat (Yeh 34:26), khususnya dengan damai
sejahtera (Mazm 29:11;
(4) untuk memberikan sukacita melimpah (Mazm 122:1; Yoh 15:11);
(5) untuk menjawab doa orang-orang yang berdoa dengan iman yang sungguh-sungguh (Mr
11:24; Yak 5:15;
(6) untuk memenuhi umat-Nya kembali dengan Roh Kudus dan keberanian (Kis 4:31);
(7) untuk mengirim aneka manifestasi Roh Kudus di antara umat-Nya (1Kor 12:7-13);
(8) untuk menuntun umat-Nya kepada seluruh kebenaran melalui Roh Kudus (Yoh 15:26;
16:13);
(9) untuk menguduskan umat-Nya melalui Firman dan Roh-Nya (Yoh 17:17-19);
(10)(untuk menghibur, memberi semangat dan kekuatan kepada umat-Nya (Yes 40:1; 1Kor
14:26; 2Kor 1:3-4; 1Tes 5:11);
(11) untuk menginsafkan umat-Nya akan dosa, kebenaran, dan penghakiman oleh Roh
Kudus

2. AKHLAK TERPUJI
A. Pengertian Moral dan Akhlak (etika)

Moral adalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan benar atau salah, pengertian
tentang perbedaan antara salah dan benar.
Sedangkan akhlak ialah seperangkat tata nilai yang bersifat azali, yang mewarnai cara
berfikir, bersikap dan bertindak seorang terhadap alam lingkungannya
• Menurut Al-Ghazali :
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.
Akhlak umumnya disama artikan dengan arti kata budi pekerti, kesusilaan atau sopan
santun dalam bahasa Indonesia, atau tidak berbeda pula dengan arti kata ethic (etika)
Dimana-mana setiap kesempatan dan situasional orang berbicara tentang etika. Memang
etika ini menarik untuk dibicarakan, akan tetapi sulit untuk dipraktekkan.
Etika adalah sistem daripada prinsip-prinsip moral tentang baik dan buruk. Baik dan buruk
terhadap tindakan dan atau perilaku.
Apabila kita berbicara tentang etika ini, maka akan kita temukan beberapa pengertian
antara lain :
• Etika : sistem daripada prinsip-prinsip moral, dapat juga berarti rules of conduct, kode
sosial (social code), etika kehidupan. Dapat juga berarti ilmu pengetahuan tentang moral
atau cabang filsafat.
• Ethos (jiwa) : karakteristik dari masyarakat tertentu atau kebudayaan tertentu.
Esprit (semangat) : semangat d’corps, loyalitas dan cinta pada kesatuan, kelompok,
masyarakat, pemerintah dan lain-lain
• Rule (ketentuan, peraturan) : ketentuan-ketentuan dalam kebiasaan pergaulan masyarakat
yang memberi pedoman atau pengawasan atau kegiatan tentang benar dan salah.
• Norma : merupakan standar, pola, patokan, ukuran, kriteria yang mantap dari masyarakat
atau pemerintah.
• Moral : prinsip-prinsip yang berhubungan dengan benar atau salah, pengertian tentang
perbedaan antara salah dan benar.
3. AKHLAK KEPADA PENCIPTA
Menurut Kejadian 1 : 26-28, “Imagodei” yang artinya :

1. Adanya pertemuan atau relasi antara Allah dengan manusia


2. Manusia adalah mandataris atau teman sekerja Allah
3. Manusia diberi kemampuan ilahi atau sifat ilahi (mengolah, memelihara, membangun
dunia)
Akhlak yang baik yang di inginkan Tuhan dari umat Kristen adalah:
• Tetap berelasi dengan Dia melalui Ibadah (Yak 1 : 27)
• Tindakannya dipertanggung jawabkan kepada Dia yg memberi mandat (manusia sebagai
mandataris)
• Kemampuan Ilahi, digunakan sesuai dengan rencana keselamatan Allah

4. AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA


• Manusia adalah makhluk sosial (termasuak umat Kristen)
• Kepekaan sosial dimulai dari keluarga (saling mengasihi dan saling membantu)
• Permasalahan: etis (positif) dan non-etis (negatif)
• Sikap Etis :
Lincah, tenang, harus berani, arif, rendah hati, dan bangga.
• Sikap Non Etis :
Kaku, gugup, kasar, takut, angkuh dan rendah diri, iri, dengki, dll.
• Pribadi mempengaruhi lingkungan dan lingkungan mempengaruhi pribadi
• Suara hati manusia ><suara hati masyarakat
1. Etika Sosial (Kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat)
Melukiskan apa arti sosial tetapi tidak memberi penilaian, berkenan kepada
masyarakat, suka memperhatikan umum.
2. Normatif
Berusaha memberi penilaian terhadap perilaku “bagaimana manusia yang
diperankan”
Manusia yang selalu memperhatikan kepentingan umum adalah manusia yang memiliki
kepekaan sosial yang tinggi
Berdasarkan uraian diatas Etika Kristen menyatakan dalam hubungan dengan orang lain atau
masyarakat
Filipi 2 : 4
Matius : 22:39

5. AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI


• Seorang pribadi adalah terdiri dari jiwa dan badan.
• Karena Pribadi(positif dan negatif)>mempunyai pemikiran sendiri>mencintai diri
sendiri>perasaan sendiri>cita-cita sendiri, dll
• Akhlak kepada diri sendiri merupakan akhlak yang mengarah kepada hal yang positif yang
dilakukan secara continue
• Akhlak terpuji kepada diri sendiri = dihargai dan dihormati oleh lingkungan masyarakat
Pembentukan Aklak diri sendiri meliputi:
• 1. Disiplin
• 2. Renungan Firman Tuhan
Akhlak Terpuji Pelayanan Medis Kristen
Galatia 5:22-23
• Murah hati/kasih
• Keramahan/Simpatik
• Reendah hati
• Keriangan/Sukacita
• Kejujuran
• Takut akan Allah

6. AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA


Iman Kristen berpendapat, bahwa hanya Tuhan saja yang baik. pertanyaan apa
yang baik hanya dapat dijawab oleh Tuhan sendiri. Kenapa demikian? Karena, manusia
telah jatuh dalam dosa, yakni pelanggaran yang fatal dengan memakan buah pengetahuan
baik dan jahat (Kej. 3:1-24). Akibatnya manusia sudah tidak dapat lagi membedakan atau
memilahkan baik dan jahat. Baik dan jahat campur aduk dan berkecamuk dalam
kehidupan manusia. Manusia tidak dapat lagi menjawab secara benar dan mutlak tentang
apa yang baik. Karena Tuhan adalah sumber dari segala yang baik, dengan demikian
hanya Tuhan sajalah yang dapat dan berhak untuk menjawab apa yang baik. Kebaikan
Tuhan adalah mutlak.
Pengetahuan akan hal yang baik dicari oleh manusia. Namun tempat yang baik hanya ada
dalam Tuhan itu sendiri. Dengan demikian, jika seseorang mencari apa yang baik, ia juga
mencari Tuhan. Menurut Alkitab, sebenarnya orang beriman sudah diberi karunia
pengetahuan tentang yang baik (Mi. 6:8). Syaratnya apabila manusia mau mendengarkan
firman Tuhan. Karena itu, manusia harus dapat mengetahui kehendak Tuhan. Dalam
Alkitab memuat petunjuk tentang hal ini seperti firman yang dikatakan Tuhan Yesus,
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ..." (Yoh. 14:6a). Selain itu, sebelum manusia
jatuh dalam dosa, manusia memang telah diberi pengertian tentang cara yang seharusnya
dilakukan untuk menjadi petugas di taman Eden, yakni mengusahakan dan memelihara
(Kej. 2:15) dalam kaitannya dengan tugas menguasai dan memenuhi bumi (Kej. 1:28).
Selama manusia masih mempertahankan kesegambarannya dengan Tuhan dan tidak mau
menjadi sama atau menandingi Tuhan akan ada persekutuan perjanjian yang erat dan
hubungan kasih yang intim. Dalam keadaan seperti ini, manusia tahu akan kehendak
Tuhan sehingga tindakan manusia seperti ini disebut posse non peccare (dimungkinkan
untuk tidak berbuat jahat). Namun yang terjadi adalah manusia sudah tidak mau lagi
berada dalam ikatan dengan Tuhan. Manusia ingin mencari otonomi sendiri. Akibatnya,
manusia tidak tahu lagi kehendak Tuhan dan tidak tahu lagi apa yang baik secara hakiki.
Pengetahuan baik dan jahat memang dia kuasai tetapi dalam melakukan apa yang baik
selalu mengarah atau mengandung pada apa yang tidak baik. Tindakan manusia setelah
jatuh dalam dosa menjadi non posse no peccare (tidak mungkin tidak atau sudah pasti
berbuat jahat). Perbuatan baik bercampur dengan perbuatan jahat.
Segalanya telah berubah. Kebenaran sebagai anugerah Allah berubah menjadi kejahatan.
Keselamatan berubah menjadi kesengsaraan. Kebijaksanaan berubah menjadi kebodohan.
Untuk itu, manusia harus mengalami pemugaran atau pembangunan kembali. Pemugaran
itu dilakukan sendiri oleh Tuhan sehingga kita menjadi manusia baru (2 Kor. 5:17) dan
sesuai dengan citra Allah (Rm 8:29, 12:2; 1 Kor. 3:18; Kol. 3:10). Menjadi manusia
segambar dengan Tuhan berarti hidup dalam hubungan yang baik dengan Tuhan.21
Proses Restitutio Imaginis Dei merupakan pemugaran kembali citra Allah.

7. KELUARGA SEJAHTERA (SAKINAH)


A. Pranikah
• Sebagian besar pasangan pra nikah, secara Kekristenan belum siap untuk menjalani
kehidupan dalam pernikahan. Mereka memang telah memutuskan untuk menjalani hidup
bersama dalam pernikahan karena saling mencintai. Tetapi mereka melakukannya  hanya
karena merasakan cinta dan sekedar melakukan sesuatu yang alami. Mereka menganggap
cinta adalah hal yang sederhana untuk dimengerti dan mudah untuk dilakukan.
Kebanyakan tidak ada yang belajar bagaimana membangun cinta dan keluarga, sehingga
lebih lagi mereka pun pasti tidak memahami tentang dasar-dasar dan tujuan pernikahan
yang benar.
• Pendapat dan pola pikir serta cara-cara dunia tentang pergaulan, cinta, seks dan pernikahan
membawa pergeseran nilai kehidupan generasi kita untuk menyimpang dan tidak sesuai
dengan prinsip firman Tuhan. Masyarakat kita yang mulai berorientasi pada media
mengukur kemudahan untuk dicintai dan mencintai dengan mengutamakan popularitas,
daya tarik seksual dan penggunaan produk-produk untuk penampilan. Pengaruh yang
buruk ini sengaja dimasukkan “si jahat” ke dalam sistem dunia yang dengan jelas dapat
kita lihat dalam film, sinetron, iklan-iklan, musik dan lagu, buku-buku bacaan, novel,
majalah, tabloid, koran, kisah-kisah artis dan selebritis, acara-acara televisi dan lain
sebagainya.
Untuk mengatasi kerusakan ini, Salah satu yang dapat kita lakukan dalam gereja adalah
membangun kehidupan iman yang kuat untuk jemaat terutama remaja dan anak-anak
muda, termasuk memberikan bimbingan konseling pra nikah.
• Definisi pastoral konseling adalah
Hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan (pendeta,
penginjil, dan sebagainya) sebagai konselor dengan konselinya
• Tujuan konseling bukan hanya turut memecahkan masalah dengan konseli pada saat
dibimbing tetapi bagaimana mempersiapkan konseli untuk hidup pada masa-masa
mendatang. Dengan demikian  konseling pra nikah tidak hanya ditujukan bagi pasangan
pra nikah yang memiliki masalah-masalah yang berhubungan dengan pernikahan saja,
tetapi wajib diikuti oleh semua pasangan yang akan melaksanakan pernikahan

B. Pernikahan (Berkeluarga)
Apa itu Keluarga?

Salah satu definisi “keluarga” di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Ibu dan bapak
beserta anak-anaknya.”. Definisi ini sama mirip dengan ide di dunia barat yang berbahasa
Inggris.  Akan tetapi keluarga inti (atau batih, “nuclear family”) adalah fenomena modern
yang mulai sebagai akibat urbanisasi sesudah revolusi industri.
 Definisi lain di KBBI lebih dekat ke ide di Alkitab, misalnya, “seisi rumah”, “orang seisi
rumah yang menjadi tanggungan”.
PENGERTIAN KELUARGA KRISTEN
Keluarga Kristen adalah bagian integral dari keluarga-keluarga dalam masyarakat yang
plural. Dalam hal ini tentunya keluarga Kristen juga memiliki hak dan tanggungjawab
dalam pembangunan masyarakat yang madani, adil dan sejahtera. Tentunya hal ini harus
senantiasa di bangun atas dasar kesadaran dan apresiasinya akan eksistensinya sebagai
ciptaan Allah yang istimewa. Ada tanggungjawab dalam setiap keluarga Kristen untuk
memberi kontribusi positif dalam pembentukan masyarakat yang teratur, damai dan
sejahtera.
KELUARGA DI PERJANJIAN LAMA
Tidak ada kata untuk “keluarga” di PL bahasa Ibrani yang dapat disamakan secara tepat
dengan kata modern, “keluarga inti”. Beberapa kelompok sosial digambarkan sebagai
“suku”, dan menggambar asal etnik. Kata umumnya (beth ab = rumah ayah) dapat
berarti keluarga inti yang tinggal di rumah yang sama (Kej 50.7-8); kelompok sanak
yang lebih besar/luas termasuk dua atau lebih generasi (Kej 7.1; 14.14); dan juga sanak
dengan berarti lebih luas (Kej 24.38). Kata lain menunjuk ke kelompok sanak yang
besar dan kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kaum” (Bil 27.8-11).
Pada kenyataannya, keluarga-keluarga yang digambarkan di PL adalah rumah tangga
yang mempunyai seorang lelaki pada pusat kehidupan keluarga. Rumah tangga terdiri
atas semua orang, anak-anak, kerabat lain, pelayan-pelayan dan orang lain yang tinggal
di rumah. Sebelum masa Daud, hidup keluarga difokuskan pada keperluan umum yaitu
pekerjaan, makanan, dan perlindungan. Rumah tangga adalah tempat dimana
pendidikan, sosialisasi, dan pendidikan agamani, terjadi . Walaupun ada kekuatan-
kekuatan di pola hidup ini, ada banyak penyalahgunaan, dan banyak contoh keluarga
yang fungsinya terganggu di PL (misalnya keluarga Ishak, Yakub, Daud).
KELUARGA DI PERJANJIAN BARU
Keluarga Yahudi di PB tersusun seperti rumah tangga di PL. Ada tekanan pada asal
etnik dan jabatan ayah. Keluarga Greco-Roman juga rumah tangga besar, yaitu rumah
tangga termasuk semua orang yang tinggal di rumah. Tidak ada kata di bahasa Yunani
yang dapat disamakan secara tepat dengan ide modern, “keluarga inti”. Rumah tangga
besar ini adalah satuan dasar masyarakat. Kata umum adalah “rumah” (oikos), atau frasa
“kepunyaan sendiri”.
Di PB ada beberapa yang dinamakan ‘pedoman-pedoman kehidupan keluarga’ (Kol
3.18 - 4.1; Ef 5.21 - 6.9; 1 Pet 2.18 - 3.7; 1 Tim 2.8-15; 6.1-2; Tit 2.1-10). Pedoman ini
mungkin dimaksudkan untuk membantu anggota rumah tangga Kristen untuk hidup
secara terterima sesuai dengan kebudayaannya. Di pihak lain kenyataan bahwa pedoman
itu tertuju kepada para suami, istri, orang tua, anak, dan pelayan, menunjukkan bahwa
ajaran Kristen khusus diterapkan ke kehidupan rumah tangga. Kita seharusnya
memperhatikan bahwa bagian-bagian ini tidak menunjukkan keluarga sebagai satuan,
tetapi menunjukkan hubungan-hubungan yang beragam di dalam keluarga itu sendiri.

8. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI, ISTRI DAN ANAK SERTA


PEMBINAAN KELUARGA SEJAHTERA DALAM ASPEK
AGAMA, PENDIDIKAN, SOSIAL DAN EKONOMI
Alkitab (secara khusus kitab Kejadian) dengan tegas dan lugas mendeskripsikan eksistensi
manusia. Pendeskripsian ini dimulai dari proses penciptaan hingga pada pengingkaran manusia
kepada Allah (dosa). Dalam proses penciptaan dinyatakan bahwa manusia adalah ciptaan Allah
yang istimewa. Keistimewaan ini terletak pada penciptaan manusia yang diciptakan segambar
dan serupa dengan Allah (Imago Dei) dan juga diciptakan dengan sikap proaktif Allah.
Keistimewaan manusia ini pada akhirnya menimbulkan suatu tanggungjawab manusia kepada
Allah. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah nyata dalam mandat Allah kepada manusia
untuk menaklukkan dan menguasai segenap ciptaan. Dengan kata lain, keutuhan dan bahkan
kesejahteraan seluruh ciptaan adalah tanggungjawab manusia. Manusia harus senantiasa proaktif
untuk mewujudkan dunia yang diwarnai dengan keteraturan, kedamaian dan kesejahteraan
sebagai konsekwensi keistimewaan itu. Pertanggungjawaban manusia sebagai ciptaan yang unik
dan istimewa berpusat kepada Allah. Dan yang menarik dalam hal ini adalah, kekuatan dan
kesanggupan manusia dalam pelaksanaan tanggungjawab tersebut juga tergantung kepada Allah
sebagai pemberi tanggungjawab. Dengan demikian perlu ada komunikasi dan koordinasi yang
kontiniu antara manusia dengan Allah dalam perwujudan dunia yang diwarnai keteraturan,
kedamaian dan kesejahteraan itu.
Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggungjawab manusia sebagai
perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera
menjadi variabel yang sangat menentukan. Bahkan itulah yang seharusnya menjadi titik
berangkat pembentukan kelauarga Kristen. Setiap keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang
bertanggungjawab kepada Allah sebagai alat pembentukan tatanan dunia (keluarga) yang teratur,
damai dan sejahtera.
Kesadaran yang demikian akan membentuk anggota keluarga yang juga bertanggungjawab
terhadap anggota keluarga lainnya sebagai bagian dari dunia ciptaan Allah..

PERANAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA.


a. Peran Ayah Dalam keluarga
Peran ayah dalam keluarga sangat luas, yaitu terdiri dari :
Pemimpin rohani terhadap Istri. Pemimpin rohani terhadap istri berarti suami harus mendoakan,
mengasihi dan memimpim istri sesuai dengan peraturan Allah. Kepemimpinan rohani terhadap
istri memberikan wibawa terhadap istri dan anak:
Bertanggung jawab kepada Kristus, karena tugas memimpin mewakili Allah. Memimpin berarti
memimpin dan mengasihi dan melayani, bukan menuntut atau berlaku sebagai boss, sebab Yesus
datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani ( Matius 20:28; Efesus 5:25; Kolose
3:9).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang kepemimpinan seorang ayah yaitu :
- Memimpin berarti bergaul dan memberi waktu (Yohanes 1:39, 43)
- Memimpin berarti menjadi teladan (I Kor 4: 16; Filipi 3:17)
- Memimpin berarti rela berkorban (Efesus 5:28:30)
- Tidak memukul atau berlaku kasar, sebab istri adalah milik Kristus dan tubuh istri adalah bait
Roh Kudus ( I Korintus 6:19-20; Kejadian 2:18-24), memukul istri berarti memukul milik Allah.
Mengagumi dan memberi penghargaan pada istri (Mazmur 139:13-14)
- Memperhatikan dan memelihara hubungan pribadi dengan sopan dan hormat. Tubuh suami
adalah milik istri dan sebaliknya (I Korintus 7:4; Kejadian 2:24; Efesus 5:31), ekspresi cinta
harus benar dan tidak boleh egois.
- Selain Kristus, istri mendapat tempat pertama dihati suami (Matius 10:37)
- Menyediakan waktu bagi istri dan anak untuk relax bersama, berdoa dan membuka Alkitab
bersama (Mazmur 127:1)
Melayani Tuhan bersama, (Kisah para rasul 3:11; Roma 16)
Pemimpin Anak
- Penanggung utama terhadap anak(Amsal 1:8; 6:20)
- Ayah adalah pemimpin anak, malalui pikiran, perbuatan dan teladan (II Kor 3:11; Efesus 5:23)
- Anak ciptaan Allah (Mazmur 127:3; 139:1)
- Memperhatikan kebutuhan anak secara total, tubuh jiwa dan roh dengan penuh tanggug jawab.
- Memberi teladan bagi anak untuk hidup hormat dan takut akan Tuhan
Keluarga Kristen tidak hanya membawa anak beragama, sekolah dan hidup yang baik,
namun tiap anak harus didoakan atau dibimbing untuk bertobat dan mengenal Tuhan Yesus
secara sungguh-sungguh. Disiplin ditanamkan mulai sejak anak kecil. Hajarlah anakmu selama
ada harapan, tetapi janganlah engkau menginginkan kematiannya (Ams 19:18).
Peranan Istri dalam keluarga
A. Peranan Istri terhadap suami
1. Sebagai penolong bagi suami.
Istri adalah penolong dan bukan perongrong suami. Istri merupakan asisten, mengisi kekurangan,
mengantikan dan mewakili bila
diperlukan. Gelar penolong diberikan oleh Allah sendiri (kejadian 2:18).
Istri sebagai penolong berarti:
Berharga atau Bermutu
Istri yang cakap lebih berharga dari permata (Amsal 31:10). Pikiran, perasaan dan perbuatannya
bermutu, sehingga istri merupakan harta kekayaan yang tak ternilai harganya.
Dapat dipercaya
Hati suaminya percaya kepadanya (Amsal 31:11a), dalam hal:
- Kesetiaan yaitu Istri berkewajiban setia kepada suami, anak dan keluarga sebagaimana janji
pernikahan yang diucapkan dihadapan pendeta, jemaat dan Tuhan. istri harus tetap bertekat
untuk hidup bersama, karena apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh
manusia (Matius 19:5-6).
- Menjaga Rahasia yaitu Siapa menjaga mulutya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar
bibir, akan ditimpa kebinasaan (Amsal 18:21). Istri harus dapat dipercayai suami, menjaga
rahasia pribadi, keluarga, pekerjaan dan pelayanan, hati-hati dalam berkata-kata, mengetahui
apa yang boleh dan tidak boleh diceritakan agar gosip tidak berkembang. Bibir orang bebal
menimbulkan perbantahan dan mulutnya berseru meminta pukulan orang bebal dibinasakan
oleh mulutnya, bibirnya adalah jerat bagi nyawanya (Amsal 18:6,7).
- Mengatur keuangan yaitu Istri yang baik akan dipercaya oleh suami karena mampu mengatur
keuangan dengan penuh tanggung jawab. Istri yang bijak membangun rumahnya, tetapi istri
yang bodoh meruntuhkan dengan tangannya (Amsal 15:13).
Mengatur Rumah Tangga yaitu tugas mengatur rumah tangga bukanlah tugas yang sepele
(Titus 2:5). Termasuk wanita karir seharusnya tahu mengatur rumah tangga dengan baik dan
tidak boleh menelantarkan rumah tangga.
Rajin dan kreatif
Bangun kala masih malam (Amsal 31:15a) pada malam hari pelitanya tidak padam (Amsal
31:18b) ia sedang bekerja dengan tangannya (Amsal 31:13b). prinsipnya disini adalah seorang
istri hendaknya rajin dan kreatif, mempunyai kesediaan dan kemampuan bekerja keras.
Seorang istri, ibu rumah tangga yang malas, boros dan hanya bermalas-malasan akan
mengakibatkan rumah tangga yang berantakan.
Penolong yang berhikmat
Ia membuka mulutnya dngan hikmat (Amsal 31:26) istri tahu kapan harus berkata-kata sesuai
dengan waktu, tempat dan situasi. Ia tahu kapan harus memberikan pujian atau koreksi kepada
suaminya. Perkataan yang diucapkan pada waktunya, seperti buah apel emas dalam pinggan
perak (Amsal 25:11).
penolong yang mantap dalam penampilannya.
Dalam penampilan yang terutama adalah perhiasan rohani (batin), namun jangan mengabaikan
perhiasan lahiriah. Sangat menyedihkan jika istri menyambut suami dengan rambut kusut dan
daster yang kotor, istri yang melalaikan diri tidak menjadi penolong yang baik. Jangan mengeluh
jika suami mulai melihat wanita lain yang tahu merawat diri. Istri yang baik juga tahu menghias
diri sesuai dengan profesi suaminya shingga membeikan rasa hormat dan wibawa.
Tunduk dan menghormati Suami
Istri hendaklah menghormati suami (Efesus 5:33b). Hai Istri tunduklah kepada suamimu sepei
kepda Tuhan (Efesus 5:22). Istilah tunduk dan hormat mungkin merupakan istilah yang
menjengkelkan bagi istri yang dominan terhadap suami, terlebih bagi istri yang memiliki alasan
rasional untuk dominan dalam keluarga. Namun agar keluarga menjadi bahagia, prinsip-prinsip
keluarga dalam Alkitab perlu digali dan ditaati. Kemungkinan kehancuran keluarga karena
diabaikannya prinsip tersebut dalam kehidupan keluarga Kristen. Allah telah mengajarkan
bagaimana istri berlaku kepada suami, yaitu tunduk dan hormat.
Prinsip istri tunduk terhadap suami memang sudah sewajarnya, baik dilihat secara kronologis
penciptaan, terlebih lagi merupakan perintah Allah agar istri tunduk terhadap suami, termasuk
tunduk kepada suami yang tidak beriman (Efesus 5:21; I Petrus 3:27). Demikian juga kamu, hai
istri-istri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada diantara mereka yang tidak taat kepada
Firman, merka juga tanpa perkataan dimenengkan oleh kelakuan istri, jika mereka meliht,
bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka. (I Petrus 3:1-2).
Mengasihi Suami
Pernikahan Kristen diikat oleh kasih Kristus, karenanya suami istri harus saling mengasihi. Kasih
akan menciptakan kebahagiaan dalam keluarga. Kualitas kasih dalam keluarga Kristen adalah
sepeti kasih Tuhan Yesus kepada jemaat. Yang pertama harus dikasihi seorang istri adalah
suaminya. Bahkan setelah mereka memiliki anak sekalipun, istri harus mengasihi suaminya
terlebih dahulu. Di dalam beberapa rumah tangga mungkin saja istri melupakan persekutuan
dengan suaminya, istri lebih banyak mencurahkan kasihnya untuk anak-anak. Sikap ini tidak
baik. Ayah dan ibu harus bersam-sama mengasihi dan memelihara anak-anak mereka. akan tetapi
kehadiran anak-anak tidak boleh mengurangi kasih suami istri.
Peranan Ibu bagi Anak.
Istri tidak hanya berperan terhadap hidup dan kemajuan karier suami, tetapi juga menentukan
kemajuan anak. Kualitas keluarga dari sisi lain juga dapat tercermin dari kebahagiaan,
pertumbuhan dan kemajuan anak, karena kehancuran dan ketidak bahagiaan rumah tangga dapat
mengakibatkan anak menjadi korban. Di bawah ini akan diuraikan peran ibu terhadap anaknya
antara lain:
- Memelihara dan mengasuh anak.
- Menyediakan makanan bagi anaknya (Amsal 31:15a)
- Mengasuh dan mengawasi anak (Amsal 31:27a)
- Imam bagi anak-anaknya. Doa orang benar besar kuasanya dan Tuhan mendengarkan doa
orang yang jujur dan Tuhan berjanji untuk menjawab doa (Matius 7:7). Sebagai imam berarti
menyampaikan keluhan, masalah dan sukacita anak kepada Tuhan. ibu juga berperan menjadi
penyambung lidah Allah, yaitu menyampaikan Firman Allah kepada anak.
- Teladan bagi anaknya
Perlu disadari bahwa kehidupan ibu sangat mewarnai kehidupan anak, baik hal positif maupun
hal yang negatif. Perkataan, perbuatan, dan gaya hidup orang tua akan diteladani anak-anak
(Amsal 20:15, 14:1; 31:20).
- Sebagai guru
Sebagai guru seorang ibu harus dapat mendidik anak-anaknya. Hai anak-anakku dengarlah
didikan ayahmu dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu (Amsal 1:8b).
TANGGUNG JAWAB ANAK KEPADA ORANG TUA
• Orang tua adalah perpanjangan tangan Allah untuk memelihara anak
• Menghormati orang tua. Menghormati orang tua sekaligus menghormati dan memuliakan
Tuhan (Efesus 6 : 1)

9. BIMBINGAN DAN DOA BAGI IBU HAMIL DAN MELAHIRKAN


• Latar Belakang :
• Ketakutan yang sering muncul menjelang persalinan
• Bagi kebanyakan orang, stres adalah bagian dari kehidupan modern sehari-hari, tetapi
wanita hamil sering mengalami stres yang secara khusus berhubungan dengan kehamilan,
di atas semua hari-hari stressor lainnya. Meskipun stres yang berhubungan dengan
kehamilan sangat umum, dan sangat normal, namun tetap saja meresahkan wanita.
Berikut adalah beberapa ketakutan dan kekhawatiran yang paling umum :
1.  Takut tidak mampu mengelola rasa sakit saat persalinan.
2.  Takut kehilangan kontrol selama persalinan : pakaian –sikap –dsb
3.  Takut sesuatu yang tidak beres saat melahirkan, sehingga memerlukan intervensi medis.=
harus menggunakan alat medis untuk membantu persaliNAN.
4.  Takut ada sesuatu yang salah dengan bayi.= bayi tidak normal
5.  Takut di Episiotomy atau takut robek
6.  Takut mati, perdarahan atau terjadi komplikasi dalam persalinan.
Banyak hal yang dapat di persiapkan untuk menuju persalinan normal.:
1. Siapkan Body/fisik
2. Mind/Mental
3. Soul /spiritual
AYAT EMAS UNTUK 40 MINGGU USIA KEHAMILAN
1 bersyukur untuk kehamilan ini terjadi karna kedahsyatan dan keajaiban Tuhan Maz 139: 14
2 bersyukur untuk upah perupa buah kandungan Maz 127: 3b
3 Tuhan mengerti semua fenomena keanehan pada tubuhku saat aku hamil Maz 139: 3
4 janin ini digendong oleh Tangan Tuhan dalam rahimku Yes 46: 3b
5. Buah kandungan adalah tenunan tangan Tuhan Maz 139: 13
6. Buah kandungan adalah bentukan tangan Tuhan Yesaya 44: 2
7. Tuhan membentuk tulang-tulang anakku Pengkotbah 11:5
8 Tulang-tulang anakku ada dalam USG Surgawi Maz 139: 15
9 Janinku dibentuk oleh Tuhan, dikenal dan dikuduskan oleh Tuhan Yer 1:5Tuhan
mempunyai maksud dan ketetapan khusus untuk janinku, jadi berkat bagi bangsa-bangsa
Yer 1:5
10. janinku dipilih oleh Tuhan Galatia 1: 15janinku dipanggil oleh Tuhan Galatia 1: 15
11. masa depan anakku sudah dirancang Tuhan sejak ia masih janin Maz 139: 16
12. doa untuk kesehatan janin baik Roh, jiwa maupun tubuhnya 3 Yohanes 2
13 doa memohon kesembuhan dari sakit penyakit yang mungkin mengganggu kandungan dan
janin I Pet 2: 24
14. Panggilan Tuhan buat anak kita sejak dari janin Yes 49:1Tuhan sudah tahu siapa
nama anakku Yes 49:1
15. Tuhan membentuk anakku untuk suatu tujuan, menjadi Hamba Tuhan ( profesi apa
pun, jadi alat di tangan Tuhan) Yes 49:5)
16. segala kekuatiranku akan kuserahkan pada Tuhan Maz 55: 23
17 segala kebutuhan bayi ini kelak, Tuhan yang pliharakan Mat 6: 25
18 doa untuk diberi kekuatan saat melahirkan Yes 40:31
19 doa agar dihindarakan dari pisau operasi, karna Tuhan memberi jalan keluar ,
bukan jalan pintas I Kor 10:13
20 Pertolongan Tuhan saat melahirkan : Maz 22: 10Pertolongan Tuhan untuk ASI yang sehat
dan cukup ; Maz 22: 10
21 Menyerahkan anak yang dilahirkan kepada TUHAN Maz 22: 11Doa agar janin
mengenal Tuhan sebagai Allah sejak kandungan Maz 22: 11
22 anak laki-laki adalah milik pusaka Tuhan Maz 127: 3a
23. anak laki-laki seperti tanam-tanaman yang bertumbuh menjadi besar Maz 144:12anak
perempuan seperti tiang- tiang penjuru yang dipahat untuk bangunan istana
Maz 144:12
24 anak-anak dari orang yang takut akan Tuhan akan menjadi seperti tunas pohon zaitun
sekeliling meja Maz 128: 3b
25 doa agar janin ini bertumbuh takut akan Tuhan  Amsal 1: 7
26 doa agar anak-anak mau menengar didikan ayah dan mau taat akan ajaran ibu Amsal 1: 8
27 doa agar anak-anak hormat orang tua Ulangan 5: 16
28 doa agar anak ini bertumbuh menjadi anak yang bijak Amsal 10 : 1
29 doa agar anak ini bertumbuh menjadi anak yang bijak Amsal 15: 20
30 doa agar anak ini bertumbuh menjadi anak yang bijak Amsal 17: 25
31 doa agar anakku jadi murid Tuhan Yes 54:13
32 doa agar anakku semakin berkenan di hadapan Tuhan dan manusia I Sam 2: 26
33 doa agar sang kakak dan calon adik yang baru, diberi kerukunan oleh Tuhan, Roma
15:5
34 doa agar sang kakak dan calon adik yang baru, hidup rukun  Maz 133:1
35 doa agar suamiku jadi imam yang baik, Yosua 24:15 c
36 doa agar keluargaku jadi teladan bagi banyak orang Yes 8:18
37 doa agar aku jadi ibu yang cakap bagi anak-anak Amsal 31; 28
38 doa agar anak kelak menjadi orang berhasil  Ulangan 28: 13
39 doa agar anakku menjadi berkat bagi bangsa-bangsa Yes 49:60
40 doa agar anakku bernubuat di akhir zaman Yoel 2: 28

Allah, Bapa kami, pandanglah kami semua yang sedang gelisah mendoakan …… yang sedang
menghadapi persalinan. Betapa camas dan gelisah dia karena sakit bersalin. Betapa dia berjuang
keras untuk melahirkan manusia baru di tengah kami. Berilah dia kekuatan dan ketenangan.
Tabahkanlah dia dalam menghadapi sakit bersalin ini. Tenangkanlah hatinya supaya persalinan
berlangsung tanpa kesulitan.
Semoga sesudah penderitaan dan pengorbanan yang berat ini ia menikmati kegembiraan karena
lewat dia seorang manusia baru telah dilahirkan di dunia. Semoga kesehatannya segera pulih,
sehingga ia dapat menunaikan tugasnya merawat dan membesarkan bayinya.
Semua ini kami mohon demi Kristus, Tuhan, pengantara kami. Amin

10. TUNTUNAN AGAMA TERHADAP IBU NIFAS,


PERSETUBUHAN, KEBERSIHAN MANDI, IBADAH,
MAKANAN DAN MINUMAN TERMASUK ASI
` Ada sejumlah kata Ibrani dan Yunani yang memaksudkan apa yang bersih dan murni, dan
juga pentahiran, yaitu pemulihan kepada keadaan tanpa cacat, tanpa noda, bebas dari apa pun
yang membuat kotor, membuat tidak murni, atau merusak. Kata-kata tersebut tidak saja
menggambarkan kebersihan fisik, tetapi lebih sering, kebersihan moral atau rohani. Sering kali
hal-hal yang sama terlibat dalam kebersihan fisik dan keadaan tahir. Kata kerja Ibrani ta·her
′ (menjadi bersih; dibersihkan) biasanya memaksudkan keadaan tahir atau kebersihan moral.
Kata Ibrani yang bersinonim dengan ta·her′ adalah ba·rar′, yang dalam berbagai bentukannya
berarti ”membersihkan; memilih; menjaga agar tetap bersih; memperlihatkan diri bersih;
membersihkan”. (Yeh 20:38; Pkh 3:18; Mz 18:26; Yer 4:11) Kata Yunaninya, ka·tha·ros
′, artinya ”bersih; murni”, digunakan dalam makna fisik, moral, dan agama. (Mat 23:26; Mat
5:8; Tit 1:15) ”Kenajisan” berasal dari kata Ibrani ta·meʼ′ dan adalah terjemahan dari kata
Yunani a·ka·thar·si′a.—Im 5:3; Mat 23:27; Gal 5:19.
Kebersihan Fisik. Kebiasaan pribadi bangsa Israel membuat mereka menjadi umat yang
relatif sehat, padahal mereka hidup sebagai pengembara di padang belantara selama 40 tahun.
Tidak diragukan, hukum-hukum Allah yang mengatur kehidupan mereka di perkemahan,
termasuk diagnosis dan pengobatan penyakit, turut menciptakan keadaan ini. Pentingnya air
bersih ditegaskan di bawah penyelenggaraan ini. Ada binatang yang tergolong tidak haram untuk
dimakan. (Lihat BINATANG.) Sehubungan dengan penanganan dan pembuangan mayat, ada
peraturan tentang tindakan-tindakan pencegahan yang harus diindahkan. Karantina berfungsi
untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular. Pembuangan kotoran dengan
mengubur tinja merupakan aturan sanitasi yang sangat maju untuk zaman itu. (Ul 23:12-14)
Tuntutan untuk sering mandi dan mencuci pakaian juga merupakan pengaturan yang berguna
dalam kaidah hukum bangsa itu.
Dalam Alkitab, kebersihan fisik sering digunakan sebagai lambang atau gambaran kebersihan
rohani. Misalnya, disebutkan tentang ”linen halus yang cemerlang dan bersih”, dan dikatakan
bahwa hal itu menggambarkan ”tindakan-tindakan yang adil-benar dari orang-orang kudus”.
(Pny 19:8) Yesus juga menggunakan sebuah prinsip kebersihan fisik ketika menarik perhatian
kepada kenajisan rohani dan kemunafikan orang Farisi. Tingkah laku mereka yang curang
disamakan dengan membersihkan bagian luar cawan atau piring tanpa membersihkan bagian
dalamnya. (Mat 23:25, 26) Yesus menggunakan ilustrasi yang mirip pada perjamuan Paskah
yang terakhir ketika ia berbicara kepada murid-muridnya sewaktu Yudas Iskariot masih hadir.
Meskipun mereka sudah mandi dan kaki mereka telah dibasuh oleh Guru mereka, dan karena itu
secara fisik ”bersih seluruhnya”, dalam pengertian rohani, ”Tidak semua dari antara kamu
bersih,” kata Yesus.—Yoh 13:1-11.
Dalam Alkitab disebutkan sekitar 70 penyebab kecemaran fisik dan kenajisan. Antara lain:
bersentuhan dengan mayat atau bangkai (Im 11:32-40; Bil 19:11-19); bersentuhan dengan orang
atau benda yang najis (Im 15:4-12, 20-24; Bil 19:22); kusta (Im 13:1-59); lelehan dari alat
kelamin, termasuk mani sewaktu mengadakan hubungan seks (Im 15:1-3, 16-19, 32, 33);
kelahiran anak (Im 12:1-5); makan daging burung, ikan, atau binatang yang najis (Im 11:41-47).
Para imam khususnya berkewajiban untuk bersih secara fisik dan juga tahir sewaktu melayani di
hadapan Yehuwa. (Kel 30:17-21; Im 21:1-7; 22:2-8) Dalam makna khusus tanah bisa tercemar
karena pembunuhan dan penyembahan berhala.—Bil 35:33, 34; Yeh 22:2-4; 36:25.
Ketahiran. Orang Israel harus memperhatikan hal ini, dengan demikian luput dari hukuman
mati. ”Kamu harus menjaga putra-putra Israel tetap terpisah dari kenajisan mereka, agar mereka
tidak mati dalam kenajisan mereka karena mencemari tabernakelku, yang ada di tengah-tengah
mereka.” (Im 15:31) Pentahiran biasanya dilaksanakan dengan menggunakan air dan abu sapi
merah, dan upacaranya diadakan demi kepentingan orang, tempat, dan perkakas. (Bil 19:2-9)
Tiga di antara penyebab kenajisan yang paling umum yang menyangkut orang disebutkan
di Bilangan 5:2: ”[1] setiap penderita kusta, [2] setiap orang yang mengeluarkan lelehan, dan
[3] setiap orang yang najis karena jiwa yang mati”.
Kusta. Penyakit ini paling menjijikkan di antara semua penyakit dan menuntut langkah-
langkah penanganan yang ketat, termasuk pengasingan yang lama dengan pemeriksaan yang
cermat dan berulang kali untuk menentukan apakah si penderita telah sembuh. (Im 13:1-46; Ul
24:8) Oleh karena itu, dibutuhkan iman yang cukup besar bagi si penderita kusta yang najis
untuk mengatakan kepada Yesus, ”Tuan, kalau engkau mau, engkau dapat membuat aku tahir.”
Yesus tidak saja mau, tetapi juga memperlihatkan bahwa ia sanggup menyembuhkan penyakit
yang menjijikkan ini dengan memerintahkan, ”Jadilah tahir.” Kemudian Yesus memberi tahu
pria yang baru disembuhkan ini, ”Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan
persembahkanlah pemberian yang Musa tetapkan.”—Mat 8:2-4; Mrk 1:40-44; lihat KUSTA.
Pada awalnya, menurut pengaturan yang ditetapkan Hukum, seorang penderita kusta yang
sembuh dapat kembali kepada kehidupan normal setelah diadakannya sebuah upacara rumit yang
terdiri dari dua bagian; bagian pertama menyangkut penggunaan air, kayu aras, bahan berwarna
kirmizi, hisop, dan dua ekor burung. Semuanya ini harus disediakan oleh penderita kusta yang
telah sembuh sewaktu ia menghadap imam di luar perkemahan Israel. Salah satu dari kedua
burung itu kemudian dibunuh di atas air bersih, dan darahnya ditampung dalam bejana tembikar.
Kayu aras, bahan merah marak, hisop, dan burung yang hidup dicelupkan ke dalam darah itu;
penderita kusta yang telah sembuh diciprat dengan darah tujuh kali oleh imam, dan burung yang
hidup dilepaskan. Setelah dinyatakan tahir, orang itu bercukur, mandi, mencuci pakaiannya, dan
masuk ke dalam perkemahan, tetapi ia harus tinggal di luar kemahnya selama tujuh hari. Pada
hari ketujuh ia kembali mencukur habis seluruh rambutnya, termasuk alisnya. Keesokan harinya
ia membawa dua ekor domba jantan dan seekor anak domba betina, yang berumur kurang dari
satu tahun, bersama sedikit tepung dan minyak, sebagai persembahan kesalahan, persembahan
dosa, persembahan bakaran, dan persembahan biji-bijian. Persembahan kesalahan yang terdiri
dari seekor domba jantan dan minyak mula-mula dipersembahkan sebagai persembahan
timangan di hadapan Yehuwa oleh imam, yang kemudian membunuh domba jantan itu; ia
membubuhkan sedikit darah domba itu pada cuping telinga kanan, ibu jari tangan kanan, dan ibu
jari kaki kanan orang yang sedang ditahirkan. Demikian pula, sedikit minyak kemudian
dibubuhkan di atas darah pada ketiga tempat tersebut di atas; sedikit minyak juga dipercikkan
tujuh kali di hadapan Yehuwa, dan selebihnya dari minyak itu dibubuhkan di atas kepala orang
yang sedang ditahirkan itu. Imam kemudian mempersembahkan persembahan dosa, bakaran, dan
biji-bijian, mengadakan pendamaian dan mengumumkan bahwa penderita kusta yang telah
sembuh itu sudah tahir. Jika yang bersangkutan sangat miskin karena keadaan, sebagai ganti
anak domba dan salah satu domba jantan ia dapat menggunakan dua ekor burung dara atau dua
ekor burung tekukur sebagai persembahan dosa dan bakaran.—Im 14:1-32.
Lelehan. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan lelehan dari tubuh pria maupun wanita,
maksudnya lelehan dari alat kelamin, baik yang keluar secara alami maupun karena penyakit.
Apabila seorang pria tanpa disadari mengeluarkan mani pada waktu malam, ia harus mandi serta
mencuci pakaiannya dan tetap najis sampai matahari terbenam yang berikutnya. Seorang wanita
harus menghitung tujuh hari sebagai masa kenajisan untuk haid yang normal.
Akan tetapi, apabila seorang wanita mengalami lelehan darah yang tidak seperti biasanya,
tidak normal, atau berkepanjangan, ia harus menghitung tujuh hari lagi setelah lelehan itu
berhenti. Demikian pula pria harus menghitung tujuh hari setelah lelehannya berhenti. (Penyakit
pada saluran kemih hendaknya tidak dikacaukan dengan keluarnya mani dalam keadaan normal.)
Apa pun (tempat tidur, kursi, pelana, pakaian, dan sebagainya) yang disentuh atau diduduki pria
atau wanita itu selama keadaan mereka najis, dengan sendirinya menjadi najis, dan selanjutnya,
siapa pun yang menyentuh perkakas-perkakas tersebut atau orang najis itu harus mandi, mencuci
pakaiannya, dan tetap najis sampai matahari terbenam. Selain mandi dan mencuci pakaian
mereka, baik pria maupun wanita harus membawa dua ekor burung dara atau dua ekor tekukur
muda ke kemah pertemuan pada hari kedelapan, dan imam harus mempersembahkan kedua ekor
burung itu, yang seekor sebagai persembahan dosa dan yang seekor lagi sebagai persembahan
bakaran, untuk membuat pendamaian bagi orang yang ditahirkan.—Im 15:1-17, 19-33.
Apabila seorang pria dan istrinya mengadakan hubungan dan terkena pancaran mani, mereka
harus mandi dan menjadi najis sampai matahari terbenam. (Im 15:16-18) Jika tanpa diduga
seorang wanita yang sudah bersuami mulai haid sewaktu mengadakan hubungan, sang suami
menjadi najis selama tujuh hari, sama seperti istrinya. (Im 15:24) Jika mereka dengan sengaja
memandang hina hukum Allah dan mengadakan hubungan seks sementara si wanita sedang haid,
pria dan wanita itu harus dihukum mati. (Im 20:18) Karena alasan-alasan di atas, pada waktu-
waktu tertentu kaum pria dituntut untuk tahir, misalnya sewaktu harus disucikan untuk suatu
ekspedisi militer, mereka dilarang mengadakan hubungan dengan istri mereka.—1Sam
21:4, 5; 2Sam 11:8-11.
Melahirkan juga menyebabkan sang ibu menjadi najis. Apabila yang lahir adalah bayi laki-
laki, wanita itu menjadi najis selama tujuh hari, sama seperti pada waktu ia sedang haid. Pada
hari kedelapan si bayi disunat, tetapi sampai 33 hari setelahnya sang ibu masih dianggap najis
sehubungan dengan menyentuh perkara-perkara kudus atau masuk ke tempat kudus, meskipun ia
tidak membuat segala sesuatu yang ia sentuh menjadi najis. Apabila yang lahir adalah bayi
perempuan, periode 40 hari itu dilipatgandakan menjadi 14 hari dan ditambah dengan 66 hari.
Jadi, sejak lahir, Hukum membedakan pria dengan wanita, menetapkan bagi wanita kedudukan
yang lebih rendah. Tidak soal bayinya laki-laki atau perempuan, pada akhir masa pentahiran
sang wanita harus membawa seekor domba jantan berumur kurang dari satu tahun untuk
persembahan bakaran dan seekor tekukur muda atau seekor burung dara untuk persembahan
dosa. Apabila orang tua si bayi terlalu miskin sehingga tidak dapat menyediakan domba jantan,
seperti halnya Maria dan Yusuf, dua ekor burung dara atau dua ekor tekukur dapat digunakan
untuk korban pentahiran.—Im 12:1-8; Luk 2:22-24.
Mengapa menurut Hukum Musa, hubungan seks dan melahirkan anak membuatseseorang ”
najis”?
Timbul pertanyaan: Mengapa hal-hal yang wajar dan pantas seperti haid, hubungan seks di
antara orang-orang yang menikah, dan melahirkan anak membuat seseorang ”najis” menurut
Hukum? Antara lain, hal itu mengangkat martabat hubungan yang paling intim dalam
perkawinan ke tingkat yang suci, mengajarkan pengendalian diri kepada kedua belah pihak,
penghargaan yang tinggi terhadap organ-organ reproduksi, dan respek terhadap kesucian
kehidupan dan darah. Ada juga yang mengatakan bahwa ada manfaat-manfaat higienis karena
mengindahkan peraturan-peraturan ini dengan cermat. Namun, masih ada aspek lain lagi.
Pada awal mula, Allah menciptakan dalam diri pria dan wanita pertama dorongan seks dan
kesanggupan untuk menghasilkan keturunan serta memerintahkan mereka untuk mengadakan
hubungan dan mempunyai keturunan. Oleh karena itu, hubungan seks bukanlah suatu perbuatan
dosa bagi pasangan yang sempurna itu. Namun, sewaktu Adam dan Hawa tidak menaati Allah,
dalam hal yang tidak ada kaitannya dengan hubungan seks tetapi dengan memakan buah
terlarang, perubahan-perubahan drastis pun terjadi. Tiba-tiba hati nurani mereka yang diliputi
perasaan bersalah karena telah berdosa membuat mereka sadar bahwa mereka telanjang, dan
mereka langsung menutupi alat kelamin mereka agar tidak terlihat oleh Allah. (Kej 3:7, 10, 11)
Sejak saat itu, manusia tidak dapat melaksanakan mandat untuk menghasilkan keturunan dalam
kesempurnaan; sebaliknya, mereka meneruskan cacat dosa dan hukuman mati kepada anak-anak
mereka. Bahkan orang tua yang paling lurus hati dan takut akan Allah melahirkan anak-anak
yang tercemar oleh dosa.—Mz 51:5.
Tuntutan-tuntutan Hukum yang berkaitan dengan fungsi organ-organ reproduksi mengajar pria
dan wanita untuk berdisiplin, mengekang nafsu, dan merespek sarana perkembangbiakan yang
dikaruniakan Allah. Aturan-aturan Hukum dengan tegas mengingatkan makhluk-makhluk
ciptaan akan keadaan mereka yang berdosa; aturan-aturan tersebut bukan semata-mata
persyaratan kesehatan untuk menjamin kebersihan atau usaha untuk mencegah penyebaran
penyakit. Sebagai pengingat akan keadaan berdosa yang diwarisi manusia, sudah sepatutnyalah
jika pria dan wanita yang mengeluarkan lelehan karena fungsi-fungsi normal tubuh menjalani
masa kenajisan. Apabila seseorang mengeluarkan lelehan yang tidak normal dan berkepanjangan
akibat penyakit, ia harus menjalani masa kenajisan yang lebih ekstensif; dan pada akhir masa itu,
ia tidak saja harus mandi tetapi seperti halnya seorang ibu yang melahirkan, ia harus
membawapersembahan dosa, agar imam Allah dapat mengadakan pendamaian demi
kepentingannya. Dengan mempersembahkan korban pendamaian bagi dosa setelah melahirkan
anaknya yang sulung, Maria, ibu Yesus, mengakui keadaan berdosa yang ia warisi dan dengan
demikian menyatakan bahwa ia bukannya tanpa dosa dan tanpa noda.—Luk 2:22-24.
Mayat. Di bawah Hukum Musa, ada beberapa kadar kenajisan sehubungan dengan mayat:
Menyentuh bangkai binatang membuat orang menjadi najis hanya selama hari itu; menyentuh
mayat manusia mengakibatkan kenajisan selama seminggu. Pada kasus pertama, seseorang harus
mencuci pakaiannya saja, atau jika ia tanpa sengaja memakan daging binatang yang mati secara
alami atau yang dicabik oleh binatang buas, selain mencuci pakaiannya, ia harus mandi. (Im
5:2; 11:8, 24, 27, 31, 39, 40; 17:15) Perintah yang sama berlaku bagi para imam, dengan perintah
tambahan bahwa apabila selama dalam keadaan najis mereka memakan hal-hal kudus, mereka
harus dibunuh.—Im 22:3-8.
Apabila seseorang menyentuh mayat, diperlukan suatu upacara pentahiran yang lebih rumit.
Untuk tujuan itu abu disediakan dengan menyembelih seekor sapi merah di luar perkemahan.
Sang imam mencipratkan sedikit darah sapi itu tujuh kali ke arah kemah pertemuan. Kemudian,
seluruh bagian sapi itu (kulit, daging, darah, tahi) dibakar, dan kayu aras, hisop, dan bahan
berwarna kirmizi harus dilemparkan ke dalam api. Abunya disimpan dan digunakan ”untuk
membuat air pentahiran”, yang pada hari ketiga dan ketujuh dipercikkan untuk pentahiran ke atas
orang yang menyentuh mayat. Pada akhir hari ketujuh ia harus mencuci pakaiannya dan mandi,
kemudian ia dinyatakan tahir.—Bil 19:1-13.
Di bawah ketetapan ini semua orang yang ada di dalam rumah atau kemah pada saat terjadi
kematian, demikian pula tempat tinggal itu sendiri dan setiap bejana terbuka, menjadi najis.
Bahkan menyentuh tulang orang mati di medan pertempuran atau menyentuh tempat
penguburan, atau makam, juga membuat seseorang najis. Itulah sebabnya, pada zaman Yesus
kuburan biasa dilabur putih sebulan sebelum Paskah agar jangan sampai orang secara tidak
sengaja terjatuh ke atasnya sehingga tidak memenuhi syarat untuk ikut serta dalam perjamuan
itu. (Bil 19:14-19; Mat 23:27; Luk 11:44) Kematian manusia yang terjadi di hadapan atau di
dekat seorang Nazir, membatalkan masa Kenaziran yang telah dijalaninya, dan ia dituntut untuk
mempersembahkan korban.—Bil 6:8-12; lihat NAZIR; SIMSON.
Di bawah perjanjian Hukum, tempat dan benda yang tercemar harus dibersihkan. Jika ada
pembunuhan oleh seorang penyerang yang tidak dikenal, hal pertama yang perlu dilakukan
adalah menentukan kota mana yang jaraknya paling dekat dengan tempat terjadinya kejahatan
itu. Kemudian para tua-tua kota itu harus mengambil seekor sapi muda yang belum pernah
dipekerjakan (sebagai pengganti si pembunuh) dan mematahkan lehernya di wadi yang dialiri
air, dan di atas binatang itu mereka harus membersihkan diri mereka secara simbolis dari
tanggung jawab apa pun dengan mencuci tangan mereka sebagai tanda tidak bersalah, sambil
memohon agar tuduhan kesalahan itu tidak diperhitungkan ke atas mereka.—Ul 21:1-9.
Pakaian dan bejana yang bersentuhan dengan mayat atau yang dengan cara lain menjadi najis
harus dibersihkan menurut cara yang telah ditetapkan. (Im 11:32-35; 15:11, 12) Penyakit kusta
yang berkembang pada pakaian atau pada tembok rumah merupakan masalah yang lebih serius
lagi, karena apabila penyakit itu tidak dapat dikendalikan dan tampaknya menyebar, pakaian
tersebut perlu dimusnahkan atau rumah itu harus dirobohkan sama sekali.—Im 13:47-59; 14:33-
53.
Jarahan perang harus dibersihkan sebelum boleh dibawa masuk ke perkemahan. Barang-
barang yang mudah terbakar dicuci dengan air, tetapi barang-barang logam harus dilewatkan
melalui api.—Bil 31:21-24.
Kebersihan Kristen. Orang Kristen tidak berada di bawah Hukum dan tuntutan-tuntutannya
sehubungan dengan pentahiran, meskipun Hukum demikian dan tata caranya masih berlaku
sewaktu Yesus berada di bumi. (Yoh 11:55) Dalam Hukum terdapat ”bayangan dari perkara-
perkara baik yang akan datang”; ”kenyataannya ada pada Kristus”. (Ibr 10:1; Kol 2:17) Karena
itu, Paulus menulis mengenai proses pentahiran ini, ”Ya, menurut Hukum, hampir segala sesuatu
ditahirkan dengan darah [Musa memerciki buku, bangsa itu, kemah, dan bejana-bejana dengan
darah], dan jika darah tidak dicurahkan tidak akan ada pengampunan. Karena itu, gambaran
simbolis dari perkara-perkara yang ada di surga perlu ditahirkan dengan cara ini.” ”Karena jika
darah kambing dan darah lembu jantan dan abu sapi dara yang dipercikkan ke atas orang-orang
yang tercemar, dapat menyucikan tubuh mereka sehingga tahir, betapa terlebih lagi darah
Kristus, yang melalui roh abadi mempersembahkan dirinya tanpa cacat kepada Allah, akan
membersihkan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan mati sehingga kita dapat memberikan
dinas suci kepada Allah yang hidup!”—Ibr 9:19-23, 13, 14.
Jadi, darah Tuan Yesus Kristus itulah yang membersihkan orang Kristen dari semua dosadan
ketidakadilbenaran. (1Yoh 1:7, 9) Kristus ”mengasihi sidang jemaat dan menyerahkan dirinya
baginya, agar ia dapat menyucikannya, mentahirkannya dengan pemandian air melalui firman”
agar jemaat itu tanpa noda, kudus, dan tanpa cacat, ”suatu bangsa khusus miliknya, yang
bergairah untuk pekerjaan yang baik”. (Ef 5:25-27; Tit 2:14) Karena itu, setiap anggota sidang
Kristen, hendaknya tidak ”lupa bahwa ia telah dibersihkan dari dosa-dosa masa lalunya” tetapi ia
harus senantiasa memperlihatkan buah-buah roh Allah (2Ptr 1:5-9), dengan mengingat bahwa
”setiap cabang yang menghasilkan buah dibersihkan [Allah], agar menghasilkan lebih banyak
buah”.—Yoh 15:2, 3.
Oleh karena itu, orang Kristen harus memelihara standar yang tinggi sehubungan dengan
kebersihan fisik, moral, dan rohani, menjaga diri terhadap ”setiap pencemaran daging dan roh”.
(2Kor 7:1) Mengingat apa yang Yesus katakan, yaitu bahwa ’bukan apa yang masuk ke dalam
seseorang yang dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar darinya’, orang-orang yang
memperoleh manfaat dari darah Kristus ini lebih mementingkan kebersihan rohani. Mereka
memelihara ”hati yang bersih” dan ”hati nurani yang bersih” di hadapan Allah. (Mrk 7:15; 1Tim
1:5; 3:9; 2Tim 1:3) Bagi orang-orang yang memiliki hati nurani yang bersih, ”segala perkara
bersih”. Sebaliknya, ”tidak ada yang bersih” bagi orang-orang tidak beriman yang hati nuraninya
tercemar. (Tit 1:15) Orang-orang yang ingin memiliki hati yang tetap bersih dan murni
mengindahkan nasihat Yesaya 52:11, yang berbunyi, ”Jangan menyentuh apa pun yang najis; . . .
jagalah dirimu tetap tahir, hai, kamu yang membawa perkakas Yehuwa.” (Mz 24:4; Mat 5:8)
Dengan melakukan hal ini, ’tangan’ mereka dalam arti kiasan dibersihkan (Yak 4:8), dan Allah
berurusan dengan mereka sebagai orang-orang yang bersih.—2Sam 22:27; Mz 18:26; lihat
juga Dan 11:35; 12:10.
Meskipun rasul Paulus tidak lagi di bawah Hukum, pada suatu waktu ia menjalankan
persyaratan Hukum dengan mentahirkan diri di bait. Apakah hal ini menunjukkan bahwa ia tidak
konsisten? Paulus tidak memerangi Hukum atau prosedur-prosedurnya; ia semata-mata
memperlihatkan bahwa Allah tidak mengharuskan orang Kristen untuk taat kepada Hukum.
Selama prosedur-prosedurnya tidak melanggar kebenaran-kebenaran Kristen yang baru, tidak
ada alasan yang kuat untuk tidak melakukan apa yang Allah tetapkan di bawah Hukum. Paulus
menjalankan pentahiran itu agar ia tidak sampai menyebabkan adanya rintangan yang tidak perlu
bagi orang Yahudi untuk mendengarkan kabar baik tentang Yesus Kristus. (Kis 21:24, 26; 1Kor
9:20) Dalam nada serupa sang rasul juga mengemukakan bahwa makanan itu sendiri bisa saja
tidak najis, tetapi apabila dengan memakannya ia membuat saudaranya tersandung, ia tidak akan
memakannya. (Rm 14:14, 15, 20, 21; 1Kor 8:13) Dalam semua hal ini, Paulus memperlihatkan
keprihatinan yang dalam akan keselamatan orang-orang lain dan melakukan sebisa-bisanya
untuk mewujudkannya. Karena itu ia dapat mengatakan, ”Aku bersih dari darah semua orang.”—
Kis 20:26; 18:6.

C. PANDANGAN AGAMA TERHADAP TINDAKAN MEDIS


KEBIDANAN
1. ABORSI
Pengertian Aborsi
Aborsi (Abortus) adalah berakhirnya suatu kehamilan (akibat factor tertentu) pada atau
sebelum kehamilan itu berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di
luar kendungan (Lily Yulaikah, 2008: 72).
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Prof. Dr. JS.Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996)
abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan
pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).Secara
umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin
sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak.Biasanya dilakukan saat janin masih
berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan
darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu.Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis
tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk
menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat
rancu dan membingungkan masyarakat dan kalangan medis.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras dilakukannya aborsi dengan
alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 - 349.Bahkan pasal 299
intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat tahun kepada seseorang yang
memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.
Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan dengan memberikan peluang
dilakukannya aborsi.Sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di
atas.
Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang dimaksud tindakan medis
tertentu dan kondisi bagaimana yang dikategorikan sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis
tertentu.Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai aborsi yang artinya
menggugurkan janin, sementara dalam pasal tersebut aborsi digunakan sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin.Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah memberikan
pengertian yang membingungkan tentang aborsi.

2.2 Aborsi di Pandang dari Segi Agama Hindu

Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa
karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan
menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa”
mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun
masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera setelah terjadi
pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur
Panus Karma”, penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam
manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan
bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra,
sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-
masing: I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah
dinamakan sebagai : Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara
yang selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika
Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka Nyama
Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh
bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci
Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya:
Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29: “Anagohatya vai bhima”
artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29: “Ma no gam
asvam purusam vadhih” artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos
Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena
Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa,
serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai
sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun
dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah “Dharmasampati”
artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain
adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan
sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah
Theology Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya”. Oleh karena itu maka suatu rangkaian
logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan (pawiwahan)
adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat
ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk
kesenangan belaka.Prilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri,
termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu.Pasangan suami-istri
yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian
nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas
perencanaan yang baik.Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam
Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan
dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang
berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan
memercikkan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram,
damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah,
sedih, mabuk atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata untuk
memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak
dibenarkan.

2.3 Aborsi di Pandang dari Segi Agama Islam

            A.  Pengertian Aborsi Menurut Syariat


Dalam istilah syari’at, aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum
sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam bulan. Dapat disimpulkan bahwa aborsi
secara syari’at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan
bentuk janin tersebut.
            B.  Pandangan Agama Islam Tentang Aborsi
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunyaEmansipasi Adakah Dalam
Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh
(nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa
kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para
ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelumditiupkannya ruh.Sebagian
memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Pendapat yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w.
1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa.
Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami
pertumbuhan.Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi
setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan.Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4
bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk
dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut. Firman Allah SWT:
َ‫نَحْ نُ نَرْ ُزقُ ُك ْم َوإِيَّاهُ ْم َوال‬ ٍ ‫أَوْ الَ َد ُك ْم ِم ْن إِ ْمالَق‬ ‫ َوالَ تَ ْقتُلُوا‬  ً‫ً َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن إِحْ َسانا‬ ‫ِ َشيْئا‬ ‫بِه‬ ‫أَ ْت ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم أَالَّ تُ ْش ِر ُكوا‬ ‫قُلْ تَ َعالَوْ ا‬
ِّ ‫هَّللا ُ إِالَّ بِ ْال َح‬ ‫الَّتِي َح َّر َم‬ ‫س‬
َ‫ِ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون‬ ‫ق َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم بِه‬ َ ‫ ْالفَ َوا ِح‬ ‫تَ ْق َربُوا‬
َ ‫النَّ ْف‬ ‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ َوالَ تَ ْقتُلُوا‬
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]".
Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami (nya).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah
berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan
pembunuhan yang diharamkan Islam.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah
hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.Lalu malaikat itu bertanya (kepada
Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’
Maka Allah kemudian memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-
anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam.Dengan demikian, penganiayaan
terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda
sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam).Tindakan penganiayaan tersebut
merupakan pembunuhan terhadapnya.
Jadi, siapa saja yang melakukan aborsi baik dari pihak ibu, bapak maupun tenaga
kesehatan.Berarti mereka telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang
mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah
diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda:
“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan
yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan…” [HR. Bukhari danMuslim, dari Abu Hurairah r.a.](Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin
karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada
fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M)
dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud
Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel
sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada
kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru
yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan
makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih
besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh
(Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan,
1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman
57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman
91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam
Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalahpendapat yang tidak
kuat.Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel
sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel
telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam
kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah(1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada
organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah
adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan
sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih
baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel
telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma.
Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya
pembuahan, bukan hanyaada setelah pembuahan.
َ ِ‫س الَّتِي َح َّر َم هّللا ُ إِالَّ ب‬
ِّ ‫الح‬
‫ق‬ ْ ُ‫َوالَ تَ ْقتُل‬
َ ‫وا النَّ ْف‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. “ (Q.S. Al Israa’: 33)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin
dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti
ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah
SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32).
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.Sedangkan
Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya.Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
 “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan
madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id
Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika
keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh
janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara medis. Karena syariat memandang sang ibu
sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya. Dalam Islam dikenal prinsip al ahamm wa
al muhimmn (yang lebih penting dan yang penting), dalam kasus ini dapat diartikan
“mengambilan yang lebih kecil buruknya dari dua keburukan”. Di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

1.      Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk


melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan
tanggung jawab profesi.
2.      Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain,agama, hukum, psikologi).
3.      Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4.      Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk
oleh pemerintah.
5.      Prosedur tidak dirahasiakan.
6.      Dokumen medik harus lengkap.
Sedangkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu menurut Undang-Undang abortus
1967 mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh dijatuhi hukuman bila ia mengakhiri
kehamilan dengan bantuan tenaga medis yang sudah mempunyai izin bila tenaga medi tersebut
memang melakukan abortus atas dasar yang baik dengan syarat sebagai berikut:
1.      Bahwa melanjutkan kehamilan dapat membahayakan kehidupan wanita hamil tersebut, atau
dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
2.      Ada resiko yang cukup hebat bahwa bila bayi diahirkan , bayi mungkin mengalami cacat fisik
atau mental yang cukup parah.
Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang
ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau
membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998).

2.3 Aborsi di Pandang dari Segi Agama Kristen Protestan

Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan
seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
a.       Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa. 
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau,
dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah
menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14; Yes 44:2,24; Yes
46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
b.      Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang
perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat
kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami
perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim.  Tetapi jika
perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan
nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur
ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.
c.       Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan. 
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.  Murid-
muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang
tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
d.      Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan. 
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka.  Yang lebih tua
melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang
sekarang.  Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami;
dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28
e.       Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan
Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong
perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika
anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia
hidup.”  Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja
Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13;Im
18:21, 24 dan 30
f.       Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, cemburulah ia
kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku
akan mati.”  Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia berkata:” Akukah pengganti
Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah
kandungan adalah suatu upah.  Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-
anak pada masa muda.  Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya
dengan semuanya itu.  Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh
di pintu gerbang.

2.4 Aborsi di Pandang dari Segi Agama Buddha

Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan
atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.Dari sudut pandang
Buddhis aborsi bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan.Agama Buddha, umat
Buddha terdiru dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat awam.Seorang pabbajita mutlak tidak
boleh melakukan aborsi karena melanggar vinaya yaitu parajjika.Tetapi sebagai umat awam
aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat.Misal janin dalam kandungan dalam kondisi
abnormal yang dapat membahayakan kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan
ibu.Aborsi dalam agama Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan yang
dapat menimbulkan karma buruk.Tetapi agama Buddha tidak melarang secara multak orang yang
melakukan aborsi.Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat dilakukan dengan berbagai
pertimbangan.Hal terbaik untuk tidak melakukan aborsi adalah menghindari terjadinya aborsi
misal tidak melakukan hubungan seks bebas yang bisa memungkinkan terjadinya aborsi. Dalam
kasus lain yang tidak dapat dihindari untuk terjadinya aborsi boleh dilakukan dengan alasan tidak
ada cara lain yang terbaik dan dengan alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan
kondisi yang sangat sulit akan tetapi seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya aborsi
karena dalam agama buddha aborsi merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan
karena menghilangkan nyawa suatu mahluk yang mengakibatkan karma buruk.
Dalam agama budha perlakuan aborsi tidak dibenarkan karena suatu karma harus diselesaikan
dengan cara yang baik, jika tidak maka akan timbul karma yang lebih buruk lagi.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :
a.    Mata utuni hoti: masa subur seorang wanita
b.    Mata pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c.    Gandhabo paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan
baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma
Dari penjelasan di atas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi
karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu
pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut:
a)    Ada makhluk hidup (pano)
b)   Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c)    Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d)   Melakukan pembunuhan (upakkamo)
e)    Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi
pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka
pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang
mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak
pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah
melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh
makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada
makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai
manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".

2.5 Aborsi di Pandang dari Segi Agama Kristen Katolik


Bagaimana memelihara hidup sebelum lahir dan menjelang ajalnya?Di sini kita juga
harus terus menerus mencari jalan agar dapat menyelesaikan konflik secara manusiawi. Pada
saat-saat akhir hidup, rasa hormat akan hidup mungkin bertentangan dengan rasa iba karena
menyaksikan penderitaan yang membuat hidup itu kelihatan tak-bernilai lagi, sampai orang –
dengan eutanasia – mempercepat kematian guna membebaskan sesama dari penderitaannya.
Masa awal hidup, yaitu masa hidup dalam kandungan, mempunyai arti yang khas, baik bagi bayi
maupun bagi ibunya.Hidup manusia baru itu berelasi dengan ibunya dan relasi itu meliputi
dimensi-dimensi biologis, medis, psikologis, dan juga pribadi. Anak di dalam kandungan
“menerima hidup” seluruhnya dari ibunya yang “memberikan” hidup, dan justru relasi erat itu
dapat menimbulkan bermacam-macam konflik, yang sering berakhir dengan pengguguran
(aborsi).
Mengenai pengguguran, tradisi Gereja amat jelas, Mulai dari abad-abad pertama
sejarahnya, Gereja membela hidup anak di dalam kandungan, juga kalau (seperti dalam
masyarakat Romawi abad pertama dan kedua) pengguguran diterima umum dalam
masyarakat.Orang Kristen selalu menentang dan melarang pengguguran. Konsili Vatikan II
masih menyebut pengguguran suatu “tindakan kejahatan yang durhaka”, sama dengan
pembunuhan anak. “Sebab Allah, Tuhan kehidupan; telah mempercayakan pelayanan mulia
melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka
kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat.” (GS 51) Menurut
ensiklik Paus Paulus VI, Humanae Vitae (1968) pengguguran, juga dengan alasan terapeutik,
bertentangan dengan tugas memelihara dan meneruskan hidup (14).Dalam ensiklik Paus
Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor (1993), pengguguran digolongkan di antara “perbuatan-
perbuatan yang – lepas dari situasinya – dengan sendirinya dan dalam dirinya dan oleh karena
isinya dilarang keras”. Gaudium et Spes menyatakan, “Apa saja yang berlawanan dengan
kehidupan sendiri, bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran,
eutanasia, dan bunuh diri yang sengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia,
seperti … penganiayaan, apa pun yang melukai martabat manusia … : semuanya itu sudah
merupakan perbuatan keji, mencoreng peradaban manusia : .. sekaligus sangat bertentangan
dengan kemuliaan Sang Pencipta.” (GS 27; VS 80).
Kitab Hukum Kanonik mengenakan hukuman ekskomunikasi pada setiap orang yang aktif
terlibat dalam “mengusahakan pengguguran kandungan yang berhasil” (KHK kan. 1398).
Hukuman itu harus dimengerti dalam rangka keprihatinan Gereja untuk melindungi hidup
manusia. Sebab hak hidup “adalah dasar dan syarat bagi segala hal lain, dan oleh karena itu harus
dilindungi lebih dari semua hal yang lain. Masyarakat atau pimpinan mana pun tidak dapat
memberi wewenang atas hak itu kepada orang-orang tertentu dan juga tidak kepada orang lain”
(Kongregasi untuk Ajaran Iman, Deklarasi mengenai Aborsi, 18 November 1974, no. 10). “Hak
itu dimiliki anak yang baru lahir sama seperti orang dewasa.Hidup manusia harus dihormati
sejak saat proses pertumbuhannya mulai” (no. 11).
Manusia dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia yang sudah
lahir. Karena martabat itu, manusia mempunyai hak-hak asasi dan dapat mempunyai segala hak
sipil dan gerejawi, sebab dengan kelahirannya hidup manusia sendiri tidak berubah, hanya
lingkungan hidupnya menjadi lain. Kendati anak baru mulai membangun relasi sosial setelah
kelahiran, namun sudah dalam kandungan berkembanglah kemampuannya untuk relasi
pribadi.Baru sesudah kelahirannya, manusia menjadi anggota masyarakat hukum. Namun juga
sebelum lahir, ia adalah individu unik, yang mewakili seluruh “kemanusiaan” dan oleh sebab itu
patut dihargai martabatnya. Keyakinan-keyakinan dasar ini makin berlaku bagi orang yang
percaya, bahwa setiap manusia diciptakan oleh Allah menurut citra-Nya, ditebus karena cinta
kasih-Nya, dan dipanggil untuk hidup dalam kesatuan dengan-Nya.“Allah menyayangi
kehidupan” (KWI, Pedoman Pastoral tentang Menghormati Kehidupan, 1991). Artinya: setiap
manusia disayangi-Nya. Maka sebetulnya tidak cukuplah mengakui “hak” hidup manusia dalam
kandungan; hidup manusia harus dipelihara supaya dapat berkembang sejak awal.
Kapankah mulai hidup seorang manusia sebagai individu dan pribadi?Pertanyaan itu mendapat
bermacam-macam jawaban yang berbeda-beda dari zaman ke zaman, sesuai dengan pengetahuan
medis dan sesuai dengan keyakinan filsafat dan religius yang berbeda-beda.Banyak orang
menilai hidup sesudah kelahiran lebih tinggi daripada sebelumnya (sebab anak yang belum lahir
belum “dilihat”), namun tetap dikatakan, bahwa hidup “harus dihormati sejak saat mulai
pertumbuhannya”. Manusia menjadi manusia dalam suatu proses pertumbuhan, dan dalam proses
itu, dibedakan beberapa “saat” yang menonjol. Pada saat pembuahan (yakni persatuan sel telur
dan sperma) mulailah suatu makhluk baru, yang mulai hidup dengan identitas genetik tersendiri;
namun sampai saat embrio bersarang dalam kandungan (nidasi) kira-kira 40% embrio gugur.
Individualitas menjadi makin jelas, pada saat bila tidak bisa menjadi kembar lagi (twinning) atau
sudah tidak mungkin lagi dua kumpulan sel menjadi satu kembali (reconjunction), dan bila mulai
berkembang (sumsum) tulang punggung. Karena otak mutlak perlu untuk perbuatan-perbuatan
personal, maka ada yang berpendapat, bahwa sebelum struktur otak terbentuk (yang terjadi
antara hari ke-15 sampai ke-40), tidak tepat memandang embrio sebagai manusia yang
berpribadi.Jelaslah, bahwa semua pendapat ini tidak hanya bersandar pada alasan medis dan
biologis, melainkan juga berlatar-belakang suatu gambaran manusia yang tertentu. Tambah pula,
istilah-istilah seperti “manusia”, “individual” dan “personal” belum tentu punya arti yang sama.
Kiranya semua menyetujui yang dikatakan dalamDeklarasi mengenai Aborsi oleh Kongregasi
untuk Ajaran Iman (1974), “Dengan pembuahan sel telur sudah dimulai hidup yang bukan lagi
bagian dari hidup ayah atau ibunya, melainkan adalah hidup manusia baru, dengan
pertumbuhannya sendiri.” Namun tidak semua sependapat bahwa hidup yang bertumbuh itu
harus dilindungi dengan cara yang sama, mulai dari tahap pertama perkembangannya. Tetapi
Gereja menuntut, supaya hidup manusia dilindungi seluas-luasnya sejak saat pembuahan, justru
karena tidak mungkin ditetapkan dengan tegas kapan mulailah hidup pribadi
manusia.“Kehidupan manusia sejak saat pembuahan adalah suci” (KWI).
Sebab itu, moral Katolik memegang teguh keyakinan, bahwa begitu hidup pribadi
manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran dinilai sama seperti pembunuhan setelah
kelahiran. Pengguguran dinilai sehubungan dengan larangan membunuh manusia.Namun
larangan membunuh, biarpun berlaku universal, berlaku tidak tanpa kekecualian.Hidup manusia
adalah nilai paling fundamental, namun bukan nilai yang paling tinggi.Hidup manusia dapat
dikurbankan demi nilai yang lebih tinggi dan yang lebih mendesak – sebagaimana jelas dari
uraian teologi moral mengenai “hukuman mati”. Maka, tidak sedikit ahli teologi moral Katolik
yang berpendapat bahwa kalau ada seorang ibu yang tidak mungkin diselamatkan, bila
kehamilan berlangsung terus dan kalau anak dalam kandungan oleh karena penyakit sang ibu
juga tidak mampu hidup sendiri di luar kandungan, dalam konflik itu hidup ibu yang mesti
berlangsung terus harus diselamatkan biarpun oleh karenanya hidup anak tidak mungkin
diselamatkan. Pokoknya, hidup harus dipelihara! Kalau tidak mungkin hidup ibu dan anak,
sekurang-kurangnya satu yang hidup terus!
Namun kiranya jarang terjadi bahwa pengguguran menjadi satu-satunya jalan untuk
memelihara hidup. Jauh lebih sering terjadi konflik lain, seperti kehamilan di luar nikah yang
menjadi beban psikis bagi ibu dan keluarganya. Jelas sekali, bahwa konflik seperti itu tidak dapat
diselesaikan dengan pengguguran.Dalam hal ini harus dituntut sikap wajar dan manusiawi dari
lingkungan, dan dari tempat-tempat pendidikan serta tempat kerja.Kewajiban mereka ialah
membantu orang yang hamil di luar nikah, bukan menghukumnya. Hal yang sama berlaku, bila
pemeriksaan medis sebelum kelahiran memperlihatkan, bahwa anak yang akan lahir itu cacat.
Sudah barang tentu, demi cacatnya, anak tidak boleh dibunuh, baik setelah maupun sebelum
lahir, Konflik yang dialami oleh keluarga yang menantikan kelahiran seorang anak cacat,
hendaknya diatasi dengan bantuan sosial dan dengan konseling, pribadi dan resmi, sipil dan
gerejawi. Konflik hidup hanya dapat diselesaikan dengan membantu hidup!
Di Indonesia pengguguran terlarang oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 346-349,
yang untuk itu juga ditetapkan hukuman yang berat.Hukum Pidana mau melindungi hidup sejak
awal. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kesehatan (1992) tampaknya ingin mengatur
konflik:
“Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.” Aturannya memang tidak jelas, karena menampung
banyak pendapat yang berbeda-beda; dan pada umumnya dipertanyakan, adakah hukum aborsi
masih efektif membantu orang dalam konflik atau melindungi hidup dalam kandungan.
Kini makin meluaslah pendapat bahwa hidup hanya diterima kalau direncanakan dan
sebagaimana direncanakan. Para dokter dan petugas medis sering dihadapkan dengan permintaan
untuk membunuh anak yang ”di luar rencana”, padahal merekalah “wakil dan wali kehidupan”
dalam masyarakat. Bagaimana mendukung dan membela hidup dalam suasana “hidup
berencana”?Tugas membela dan melindungi hidup tidak dapat dibebankan seluruhnya kepada
ibu yang hamil saja.Dan tidak pada tempatnya menilai, apalagi mengutuk seorang ibu yang
ternyata menggugurkan anak¬nya.Tidak ada orang yang menggugurkan kandungan karena
senang membunuh, melainkan karena mengalami diri terjepit dalam konflik.Konflik hidup hanya
diatasi dengan bantuan praktis. Bila ada orang merasa harus menggugurkan kandungan atau telah
melakukannya – karena alasan apa pun – orang itu hendaknya diberi pendampingan manusiawi
agar dapat kembali menghargai hidup. Masalah pengguguran hanya nyata bagi ibu yang hamil.
2. TRANSPLANTASI
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan tekhnologi di bidang kedokteran dan kesehatan
berkembang  dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam tekhnik transplantasi organ.
Transplantasi organ merupakan suatu tekhnologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien
yang tidak berfungsi dengan organ individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama
kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan
dibidang transplantasi  maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan tekhnologi memungkinkan
pengawetan organ , penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai
organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis
pengguna hewan sebagai donor.
Dibalik kesuksessan dalam perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah.
Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan transplantasi, penolakan organ, komplikasi
pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan
berbagai masalah etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut pengguna tekhnologi itu.
Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah etika yang timbul sejalan  dengan
perkembangan ilmu dan tekhnologi transplantasi organ,masalah etika utama dalam transplantasi,
bagaimana kebijakan Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika
dalam mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah.
1.      Pengertian Tranplantasi
Transplantasi Organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian  organ dari satu
ke tubuh satu tubuh ketubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh
yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak berfungsi
pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapatmerupakan
orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.
Penggunaan organ tubuh mayat manusia untuk pengobatan manusia dan untuk kelangsungan
hidupnya merupakan suatu kemaslahatan yang dituntut syarak. Oleh sebab itu, dalam keadaan
darurat organ tubuh mayat dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Akan tetapi mafaat organ
tubuh mayat manusia sebagai obat tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
         Pengobatan tidak bisa dilakukan kecuali dengan organ tubuh mayat manusia
         Manusia yang diobati itu adalah orang yang haram darahnya( seseorang yang
memelihara kehormatannya).
         Apabila jiwa yang akan diselamatkan itu adalah orang yang halal darahnya (seperti
seorang yang telah melakukan hukuman kisas atau seorang yang akan dikenai hukuman rajam
karena berbuat zina) maka  manfaat organ tubuhmayat tidak boleh dibaginya
         Penggunaan organ tubuh manusia itu benar-benar dalam keadaan darurat
         Penggunaan organ tubuh mayat manusia itu mendapat izin dari orang tersebut(sebeum
wafat) atau ahli warisnya (setelah wafat)
2.      Jenis-Jenis  Tranplantasi
Menurut Arifin (2009), beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel, jaringan
maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut :
1.      Transplantasi Autologus, yaitu perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu
sendiri.
2.      Transplantasi Alogenik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama
spesiesnya, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
3.      Transplantasi Sinergik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,
misalnya pada kembar identik.
4.      Transplantasi Xenograf, yaitu perpindahan dari satu tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari
jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang
otak.
1.      Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi darah).
2.      Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-
paru dan sel otak.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi (nursing-
transplan.blogspot.com), yaitu :
1.      Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang
sudah meninggal.
2.      Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian
tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan traplantasi,
yaitu :
1.      Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan atau organ.
2.      Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima atau organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi
baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode pencangkokan
(nursing-transplan.blogspot.com), seperti :
1.      Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E.
Green.
2.      Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard,
walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
3.      Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson
oleh Dr. Andreas Bjornklund.
3.      Pandangan Tranplantasi dari Segi Agama
1)      Pandangan menurut agama Islam
Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah
meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa
hidupnya. Landasannya, sabda Rasullulah saw., “Memotong tulang mayat sama dengan
memotong tulang manusia ketika masih hidup.” ( HR. Abu Daud)
Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan
dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang
memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat. Apabila
dilakukan untuk Pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits yang
memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan
daripada hadits Abu Daud tersebut.
Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat ijin dari orang tersebut ( sebelum ia wafat) atau dari
ahli warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat pertama,
menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar kalau sebagian
besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’I, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidyyah membolehkannya.
Kesimpulannya, transpantasimerupakan cara pengobatan Islam.
Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan
ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang
meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang
tersebut mengizinkannya. Wallahu A’lam.

2)      Pandangan menurut agama hindu


Berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama, dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu
melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan kemanusiaan
(manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban derita orang lain. Bahkan,
transplantasi organ tubuh ini tidak hanya dapat dilakukan pada orang yang telah meninggal,
melainkan juga dapat dilakukan pada orang yang masih hidup, sepanjang ilmu kedokteran dapat
melakukannnya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan (Heri, 2008).
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa
pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat
menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan
organ tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan
diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk
maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam
kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati
naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya
seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh
menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada
berguna. Kematian adalah berpisahnya Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan
Jasmani atau sthula sarira (badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur
cair,prethiwi = unsur padat, teja= unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa = unsur ether) ibarat
pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan rusak, kita akan membuangnya dan
menggantikannya dengan pakaian yang baru (Heri, 2008).
Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas kita
yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh). Badan
jasmani merupakan benda material yang dibangun dari lima zat (Panca Maha bhuta) dan akan
hancur kembali menyatu ke alam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan
Jiwatman adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati, senjata tidak dapat
melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa mengeringkan-Nya dan air tidak bisa
membasahi-Nya.Wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam Bhagawadgita: “Engkau tetap kecil
karena sepanjang waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga jasmani. Engkau
berpikir, “Aham dehasmi”, ‘aku adalah badan’, pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil.
Tetapi majulah dari aham dehasmi ke aham jiwasmi, dari aku ini raga ke aku ini jiwa, percikan
Tuhan.
Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih di bidang medis (kedokteran), maka sistem
pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat dimanfaatkan kembali
bagi kepentingan kemanusiaan. Dialog spiritual Sri Kresna dengan Arjuna dalam kitab
Bhagawadgita dapat ditarik suatu makna bahwa badan jasmani ini diumpamakan sebagai pakaian
sementara bagi roh (atman) yang tidak kekal, mudah rusak dan hancur, yang kekal adalah
jiwatman. Oleh karena itu, ajaran Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan
transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama Hindu
terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca
Yajnaterutama Manusa Yajna.
3)      Pandangan menurut agama Kristen
Pada umumnya, Gereja Katolik memperkenankan transplantasi organ tubuh. Dalam ensiklik
“Evangelium Vitae” (= Injil Kehidupan), Bapa Suci Yohanes Paulus II menyatakan, “… ada
kepahlawanan harian, yang terdiri dari amal perbuatan berbagi sesuatu, besar atau kecil, yang
menggalang kebudayaan hidup yang otentik. Teladan amal perbuatan yang secara khas layak
dipuji seperti itu ialah pendermaan organ-organ, yang dilaksanakan melalui cara yang dari sudut
etika dapat diterima, dengan maksud menawarkan kemungkinan kesehatan dan bahkan hidup
sendiri kepada orang sakit, yang kadang sudah tidak mempunyai harapan lain lagi” (No. 86).
Ajaran ini menggemakan Katekismus Gereja Katolik: “Transplantasi sesuai dengan hukum susila
dan malahan dapat berjasa sekali, kalau bahaya dan resiko fisik dan psikis, yang dipikul pemberi,
sesuai dengan kegunaan yang diharapkan pada penerima” (No. 2296). Guna memahami ajaran
ini dengan lebih baik, marilah kita bergerak selangkah demi selangkah. Perlu dicatat bahwa
masalah ini pertama kali dibahas dengan jelas oleh Paus Pius XII pada tahun 1950-an, dan
kemudian disempurnakan sesuai dengan kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai dalam bidang
medis.  
Pertama-tama, dibedakan antara transplantasi organ tubuh (termasuk jaringan) dari seorang yang
telah meninggal dunia ke seorang yang hidup, versus transplantasi organ tubuh (termasuk
jaringan) dari seorang yang hidup ke seorang lainnya. Dalam kasus pertama, yaitu apabila donor
organ tubuh adalah seorang yang telah meninggal dunia, maka tidak timbul masalah moral. Paus
Pius XII mengajarkan, “Seorang mungkin berkehendak untuk mendonorkan tubuhnya dan
memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang berguna, yang secara moral tidak tercela dan
bahkan luhur, di antaranya adalah keinginan untuk menolong mereka yang sakit dan menderita.
Seorang dapat membuat keputusan akan hal ini dengan hormat terhadap tubuhnya sendiri dan
dengan sepenuhnya sadar akan penghormatan yang pantas untuk tubuhnya…. Keputusan ini
hendaknya tidak dikutuk, melainkan sungguh dibenarkan” (Amanat kepada Kelompok Spesialis
Mata, 14 Mei 1956).
Pada dasarnya, apabila organ-organ tubuh dari seorang yang telah meninggal dunia, seperti
ginjal, hati, kornea mata, dapat menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup seorang
lainnya yang masih hidup, maka transplantasi yang demikian adalah baik secara moral dan
bahkan patut dipuji. Patut dicatat bahwa donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas
dan penuh kesadaran sebelum wafatnya, atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat
kematiannya: “Transplantasi organ tubuh tidak dapat diterima secara moral, kalau pemberi atau
yang bertanggung jawab untuk dia tidak memberikan persetujuan dengan penuh kesadaran” (No.
2296).
Satu peringatan perlu disampaikan di sini: Keberhasilan suatu transplantasi organ tubuh sangat
bergantung pada kesegaran organ, artinya bahwa prosedur transplantasi harus dilakukan sesegera
mungkin begitu donor meninggal dunia. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan
meninggal dunia secara dini atau kematiannya dipercepat hanya agar organ tubuhnya dapat
segera dipergunakan. Kriteria moral menuntut bahwa donor sudah harus meninggal dunia
sebelum organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Demi menghindari konflik
antar kepentingan, Uniform Anatomical Gift Act memprasyaratkan, “Saat kematian hendaknya
ditetapkan oleh dokter yang mendampingi donor pada saat kematiannya, atau, jika tidak ada,
dokter yang menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan untuk ikut ambil
bagian dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ tubuh” (Section 7 (b)). Meski
peraturan ini tidak mendatangkan dampak atas moralitas transplantasi organ tubuh itu sendiri,
namun martabat orang yang menghadapi ajal wajib dilindungi, dan mempercepat kematian atau
mengakhiri hidupnya demi mendapatkan organ-organ tubuhnya untuk kepentingan transplantasi
adalah amoral. Di sini, sekali lagi Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Langsung
menyebabkan keadaan cacat atau kematian seseorang, selalu dilarang secara moral, meskipun
dipakai untuk menunda kematian orang lain” (No. 2296), suatu point yang digarisbawahi oleh
Bapa Suci.
Transplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup ke seorang lainnya jauh lebih rumit.
Kemampuan untuk melakukan transplantasi ginjal yang pertama kali pada tahun 1954
menimbulkan suatu debat sengit di antara para teolog. Debat berfokus pada prinsip totalitas - di
mana dalam keadaan-keadaan tertentu seorang diperkenankan untuk mengorbankan salah satu
bagian atau salah satu fungsi tubuhnya demi kepentingan seluruh tubuh. Sebagai contoh, seorang
diperkenankan mengangkat suatu organ tubuh yang sakit demi memelihara kesehatan seluruh
tubuhnya, misalnya mengangkat rahim yang terserang kanker. Namun demikian, para teolog ini
berargumentasi bahwa seorang tidak dapat dibenarkan mengangkat suatu organ tubuh yang sehat
dan mendatangkan resiko masalah kesehatan di masa mendatang apabila hidupnya sendiri tidak
berada dalam bahaya, misalnya pada kasus seorang mengorbankan sebuah ginjal yang sehat
untuk didonorkan kepada seorang yang membutuhkan. Operasi yang demikian, menurut mereka,
mendatangkan pengudungan yang tidak perlu atas tubuh dan karenanya amoral.
Sebagian teolog lainnya beragumentasi dari sudut pandang belas kasih persaudaraan, yaitu
bahwa seorang yang sehat yang mendonorkan sebuah ginjal kepada seorang yang membutuhkan,
melakukan suatu tindakan pengorbanan yang sejati demi menyelamatkan nyawa orang.
Kemurahan hati yang demikian sesuai dengan teladan Tuhan Sendiri di salib, dan merefleksikan
ajaran-Nya pada saat Perjamuan Malam Terakhir, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling
mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih
seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:12-13). Menurut para
teolog ini, korban yang demikian secara moral dapat diterima apabila resiko celaka pada donor,
baik akibat operasi itu sendiri maupun akibat kehilangan organ tubuh, proporsional dengan
manfaat bagi si penerima.
Bergerak dari alasan ini, para teolog yang “pro-transplantasi” mempertimbangkan kembali
prinsip totalitas. Mereka mengajukan argumentasi bahwa meski transplantasi organ tubuh dari
donor hidup tidak melindungi keutuhan anatomis atau fisik (yakni adanya kehilangan suatu
organ tubuh yang sehat), namun sungguh memenuhi totalitas fungsional (yakni terpeliharanya
fungsi dan sistem tubuh sebagai suatu kesatuan). Sebagai contoh, seorang dapat mengorbankan
satu ginjalnya yang sehat (adanya kehilangan dalam keutuhan anatomis) dan masih dapat
memelihara kesehatan dan fungsi tubuh yang layak dengan ginjal yang tersisa; donor yang
demikian secara moral diperkenankan. Tetapi, dengan alasan yang sama, seorang tidak dapat
mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada seorang buta, sebab tindakan yang
demikian menganggu fungsi tubuhnya.
Paus Pius XII setuju dengan pemahaman belas kasihan ini dan juga tafsiran yang lebih luas dari
prinsip totalitas; sebab itu beliau memaklumkan transplantasi organ tubuh dari seorang donor
hidup secara moral diperkenankan. Bapa Suci menggarisbawahi point bahwa donor
mempersembahkan korban diri demi kebaikan orang lain. Paus Yohanes Paulus II juga
menegaskan point ini, “… Setiap transplantasi organ tubuh bersumber dari suatu keputusan yang
bernilai luhur: yakni keputusan untuk memberi satu bagian dari tubuhnya sendiri tanpa imbalan
demi kesehatan dan kebaikan orang lain. Di sinilah tepatnya terletak keluhuran tindakan ini,
suatu tindakan yang adalah tindakan kasih sejati. Bukan sekedar memberikan sesuatu yang
adalah milik kita, melainkan memberikan sesuatu yang adalah diri kita sendiri….” (Amanat
kepada Partisipan dalam Kongres Transplantasi Organ, 20 Juni 1991, No. 3).
Namun demikian, transplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup kepada seorang yang lain
wajib memenuhi empat persyaratan: (1) resiko yang dihadapi donor dalam transplantasi macam
itu harus proporsional dengan manfaat yang didatangkan atas diri penerima; (2) pengangkatan
organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan donor atau fungsi tubuhnya; (3)
perkiraan penerimaan adalah baik bagi si penerima, dan (4) donor wajib membuat keputusan
dengan penuh kesadaran dan bebas dengan mengetahui resiko yang mungkin terjadi.     
Dalam tulisan selanjutnya, kita akan melanjutkan pembahasan kita mengenai transplantasi organ
tubuh dengan memeriksa beberapa masalah yang mendatangkan dampak atas moralitas.
4.      Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang
mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu
perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat
pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat
dibenarkan.
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi
alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi (Arifin, 2009) sebagai
berikut :
Pasal 1.
a.       Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b.      Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama
dan tertentu.
c.       Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d.      Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain
untuk keperluan kesehatan.
e.       Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat e mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, maka IDI dalam seminar nasionalnya
mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi
spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atauirreversible, atau terbukti telah
terjadi kematian batang otak.
Pasal 10.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal
dunia.
Pasal 11
1.      Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk
oleh menteri kesehatan.
2.      Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan
dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua)
orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari
korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga
terdekat.
Pasal 15
1.      Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya,
2.      Termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi.
3.      Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang
bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari
luar negeri.
Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang
transplantasi sebagai berikut:
Pasal 33.
1.      Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi
organ dan jaringan tubuh, transfusi darah, imflan obat dan alat kesehatan, serta bedah plastik dan
rekontruksi.
2.      Transplantasi organ dan jaringan serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan, yang dilarang untuk tujjuan komersial.
Pasal 34
1.      Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disarana kesehatan tertentu.
2.      Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan
donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.      Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
ASPEK ETIK TRANSPLANTASI
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya. dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada
indikasi, berlandaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) (Arifin, 2009), yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah mencakup
aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk tujuan
transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan
diambil organnya,yang dilakukan oleh (2) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik
dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan
transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya. tetapi jangan
sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar
meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi
dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi
pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain
bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

4. INSEMINASI
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang rekayasa genetika
cukup banyak membawa dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia. Karena ruang
lingkup rekayasagenetika yang demikian luas, maka penulis hanya mengambil dua jenis saja
yang penulis anggap sangat erat bagi kehidupan manusia dan salah satu bidang dalam Theologia,
yaitu bidang etika kristen. Kedua jenis perekayasaan genetika itu adalah :1.Usaha-usaha secara
genetis.menghilangkan(mencegah)p e n ya k i tmenurun2.Inseminasi buatan.Yang banyak
menimbulkan permasalahan etis dalam rekayasa genetika adalah masalah pemanipulasian gen.
Sejauh mana seorang dokter atau ahli genetik dianggap etis untuk memanipulasi gen orang lain.
Pemanipulasian gen ini mungkin dalam rangka mencegah (mengobati) penyakit yang menurun
secara genetis ; ataupun dalam inseminasi buatan supaya orang bisa mendapatkan keturunan
seperti yang diharapkan. Itulah sebabnya perlu batasan-batasan tertentu supaya orang
tidakmemanipulasi gen sekehendak hatinya. Batasan-batasan itu adalah etika, dalam hal ini
adalah etika kristen. Bahaya utama yang harus dicegah adalah semakin merosotnya moral
manusia dalam perkembangan teknologi. Manakala orang memanipulasi gen seenaknya, orang
tersebut bisa beranggapan bahwa dirinya bisa &quot;menciptakan&quot; manusia lain dengan
merekayasa genetika sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian manusia bisa berkata tidak
perlu Allah untuk menciptakan manusia. Manusia bisa berbuat seolah-olah Allah tidak ada dan
tidak dibutuhkan lagi. Disinilah kesombongan manusia untuk menyamai Allah muncul
sebagaimanapernah diperbuat oleh manusia pertama ketika jatuh dosa. Kalau sudah begitu, nilai-
nilai kehidupan dan kemanusiaan bisa diremehkan.Etika kristen perlu berbicara, supaya hal-hal
di atas tidak terjadi.
Etika kristen adalah etika yang menilai apa yang ada berdasarkan pokok iman kristiani.
Tetapi penilaian ini tidak bisa dilepaskan dari_norma-norma yang ada di setiap tempat dan bisa
juga mempengaruhi moral orang yang bersangkutan. Sebab salah satu landasan etika kristen
adalah Alkitab. Sedangkan penafsiran terhadap Alkitab harus memperhatikan tiga konteks. Yaitu
konteks Alkitab, konteks sejarah (historis) dan konteks masa kini. Dengan sendirinya konteks
masa kini itu juga dipengaruhi situasi tempat dimana penafsiran dilakukan, antara lain norma
yang berlaku di tempat itu. Dalam rekayasa genetika gen etika kristen cara-cara banyak yang
menyoroti ditempuh terhadap untukpemanipulasiandanpengembangannya. Sebab rekayasa
genetika itu mencakup serangkaian metode canggih yang memungkinkan seseorang mengambil
gen-gen dari sebuah sel, kemudian mencangkokkannya pada gen-gen lain, sehingga gen-gen itu
sating mengikat diri. Bagian yang dimanipulasi adalah DNA, yaitu bagian terkecil dalam
kromosom yang membawa informasi genetik. Pemanipulasian itu juga bisa dilakukan dalam
inseminasi buatan untuk mendapatkan jenis anak yang diinginkan, Ada banyak cara yang harus.
ditempuh untuk inseminasi buatan. Tetapi yang sudah diterapkan di Indonesia baru tiga cara,
yaitu :1. 2. 3.Artificial Isemination (AI). In Vitro Insemination. (IVF). Artificial Embryonatidn
(AE).Bentuk-bentuk pengembangan teknologi seperti di atas memang hanya mampu dilakukan
oleh manusia. Manusia sebagai ciptaan Allah
yangistimewa,diciptakanAllahdengandilengkapiakalbudi,kreatifitas dan kemampuan untuk
berelasi dengan Allah, Namun demikian manusia sebagai ciptaan tetap tidak sama dengan Allah
yang menciptakannya. Perbedaanperbedaan itu antara lain adalah: 1. Hanya Allah yag mampu
menoiptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Sedangkan manusia hanya mampu
berkreasi, mengembangkan apa yang ada untuk dibentuk manjadi wujud yang lain. 2. Manusia
keberadaannya terbatas oleh ruang, waktu dan tempat.Dengan kata lain manusia itu sifatnya
temporer, sedangkan Allah tidak. Perbedaan-perbedaan itu menunjukkan Allah tetap diatas
manusia. Allahlah yang menghembusi nafas kehidupan pada manusia. Dengan demikian hidup
manusia bergantung pada Allah sebagai pemberi kehidupan itu. Karena kehidupan itu pemberian
Allah, maka hanya Dia yang berhak mengambilnya, Oleh sebab itu tidak dibenarkan (secara etis)
kalau seseorang berbuat sawenang-wenang terhadap hidup orang lain, termasuk kehidupan janin
yang masih dalam kandungan. Sebab Allah juga memelihara dan memperhatikan mereka,
sebagaimana tertulis dalam Maz 139:13-18 dan Yer 1:5. Sejak pembuahan, janin itu sudah bisa
dikatakan sebagai makhluk yang hidup. Karena itu pemusnahan terhadamnya termasuk
pelanggaran etis. Begitu juga dengan pembuangan telur-telur yang sudah dibuahi yang
merupakan telur sisa dari &apos;inseminasi buatan. Mengingat manusia sebagai makhluk etis
dan sebagai ciptaan yang paling mulia, maka riset terhadap manusia juga harus memperhatikan
beberapaa hal yang nangandung nilai etis. Jangan sampai riset itu justru melanggar hak hidup
orang lain, memaksa atau bahkan menindas orang yang dijadikan obyek dari riset itu. Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan untuk pengembangan rekayasa genetika. Tidak
dibenarkan kalau demi penelitian itu seseorang mengorbankan hidup orang lain, walaupun itu
berupa janin ataupun bayi. Anak adalah sesuatu yang sangat berarti dalam sebuah perkawinan.
Bahkan itudianggap sebagai berkat Tuhan yang istimewa dalam sebuah keluarga. Anak
merupakan hasil persekutuan hidup suami isteri yang telah mengikat diri mereka dalam sebuah
persetubuhan. Karena itu nilai persetubuhan sangat berarti dalam sebuah perkawinan. Tetapi
adanya anak tanpa proses persetubuhan misalnya dalam inseminasi buatan, tidaklah merusak
persekutuan hidup suami isteri, asalkan sperma dan telur berasal dari suami isteri yangsah dan
diputuskan bersama dalam perkawinan yang stabil. Karena bagaimanapun juga anak itu maaih
merupakan bagian dari mereka. Tetapi kalau sudah melibatkan orang lain, entah itu sebagai
donor atau peminjam rahim, itu sulit dibenarkan secara etika kristen. Usaha pengadaan anak
secara hal. inseminasi Misalnya, buatan jangan ini perlu jugamempertimbangkan inseminasi
buatanbeberapa ini justrusampai programprogram keluargamenjadipenghambatberencana yang
telah dilaksanakan di Indonesia. orang memang berencana membuat keputusan etis dalam hal ini.
Di satu pihak orang ingin memiliki anak seperti yang diinginkan (jenis kelamin, intelegensi yang
tinggi dan sebagainya), tetapi di pihak lain dia juga dituntut menunjukkan loyalitasnya pada
negara. Sebab negara (pemerintahan) adalah wakil pemerintahan Allah di dunia, selama
pemerintah menjalankan pemerintahannya sesuai dengan kehendak Allah. Dalam hal ini etika
kristen memberi pengertian bahwa anak, apapun jenis kelaminnya adalah sama di hadapan
Tuhan. Bahkan anak yang lahir cacatpun sama kedudukannya di hadapan Tuhan. Karena itu
dianggap tidakk etis untuk &quot;memusnahkan - janin yang akan lahir cacat, ataupun nengikuti
program inseminasi buatan hanya karena ingin &quot;memesan&quot; jenis anak seperti yang
dikehendaki. Hal ini juga menyangkut pertimbangan biaya yang mahal untuk pendanaan
inseminasi buatan. Dalam halkeadilan&quot;dalampelayanankesehatan memang perlu
dipertimbangkan juga. Mengapa orang harus menghabiskan uang yang banyak untuk memiliki
anak, sementara banyaksekali anak terlantar yang memerlukan uluran tangan? Bukankah dengan
mengadopsi mereka juga merupakan wujud kasih kepada sesama yang menderita? Adalah hal
yang memprihatinkan apabila ada orang menghabiskan sekian juta uang untuk bisa memiliki
anak, sementara di tempat lain banyak bayi yang mati karena tidak bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan, atau mungkin juga mereka tidak bisa menjangkau pos-pos kesehatan di daerah
mereka yang terpenCil. Mengadopsi anak-anak seperti ini memang dianjurkan, tetapi bukan
berarti bahwa pengadopsian anak itu tanpa masalah. Dengan melihat begitu besarnya biaya yang
harus dikeluarkan untuk inseminasi buatan dan rekayasa genetika pada umumnya, maka tidak
mustahil kalau bidang ini dihantui banyak godaan, khususnya godaan untuk menjadikan rekayasa
genetika sebagai sarana bisnis. Untuk kebutuhan bisnis itu orang bisa mengabaikan niiainilai etis,
kemanusiaan, atau bahkan menggeser tujuan semula menoLong orang lain yang menginginkan
anak. Demi bisnis dan untuk menyenangkan pasien seorang dokter rela mengorbankan
sumpahnya, memanipulasi gen seenaknya supaya bisa &quot;menciptakan&quot; bayi seperti
yang dikehendaki pasien. Dengan demikian seorang dokter atau ahli genetik bisa mengeruk
keuntungan yang sebanyakbanyaknya. Karena itulah saat ini pemerintah Indonesia sangat
membatasi program inseminasi buatan. Tidak semua rumah sakit diperbolehkan
menyelenggarakan program ini. Namun demikian bukan berarti permasalahan etis tidak ada lagi,
Dengan pembatasan itupun tidak menutup kemungkinan orang berebut mengikuti program
tersebut dan orang harus membayar mahal untuk bisa mendapat kesempatan pertama. Melihat
godaan-godaan semacam itu, menjadi jelas bahwa untuk menentukan sikap etis terhadap
rekayasa genetika tidaklah sederhana. Ada banyak rektor yang digunakan untuk menilainya oleh
sebab kekompleksan masalah ini. Orang yang akan mengambil sikap etis harus
mempertimbangkan apakah tujuan, cara yangdipakai itu sesuai dengan kehendak Tuhan.
Kalaupun itu sudah terjawab, orang masih harus memikirkan bagaimana akibat-akibat lain dari
tindakan itu. Apakah itu juga sesuai dengan rencana Tuhan. Karena itulah dalam setiap situasi
dan setiap kasus orang perlu mempertanyakan hal yang utama dalam etika kristen. Yaitu apakah
tindakan itu mewujudkan tindakan kasih pada Tuhan dan pada sesama? Dengan
pembatasan&quot; dari etika kristen ini diharapkan manusia tidak meniadakan peran Tuhan
dalam setiap tindakannya, termasuk dalam pengembangan rekayasa genetika.
Sikap Etika Kristen Terhadap Inseminasi
Perlu diketahui, bahwa ada perbedaan pandangan mengenai inseminasi buatan dengan suami
sendiri dan inseminasi buatan dengan donor. Seperti yang dikatakan oleh Norman L. Geiser
bahwa, Nampaknya tidak ada keberatan-keberatan moral yang sah dari prespektif Kristen untuk
inseminasi buatan suami sendiri. Sekali seseorang memiliki dasar secaramoral diizinkan untuk
memperbaiki kesukaran untuk memenuhi perintah Allah didalam membiakkan kehidupan, maka
inseminasi buatan oleh suami nampaknyaakan cocok dalam kategori ini. Jika tidak, maka
seseorang akan memperdebatkan operasi-operasi perbaikan yang lain, termasuk operasi-operasi
untuk memulihkan pengelihatan.
5. BAYI TABUNG
A.     Sejarah Bayi Tabung
Penemuan bayi tabung dipelopori sejumlah dokter Inggris.  Bayi tabung pertama lahir ke dunia
ialah Louise Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris, 25 Juli 1978 atas pertolongan Dr. Robert G.
Edwardsdan Patrick C. Steptoe.  Sejak itu, klinik untuk bayi tabung berkembang pesat.  Teknik
bayi tabung ini telah menjadi metode yang membantu pasangan subur yang tidak mempunyai
anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada wanita.
Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) semakin
populer saja di dunia. Di Indonesia, teknik bayi tabung (IVF) ini pertama kali diterapkan di
Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987.  Teknik bayi tabung yang kini
disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada
2 Mei 1988.  Setelah itu lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar
empat.
Kesuksesan perdana program bayi tabung yang dilakukan secara konvensional In Vitro
Fertilization (IVF) dengan lahirnya Louise Brown membuat program ini semakin diminati oleh
negara-negara di dunia.  Kesuksesan program bayi tabung tidak begitu saja memuaskan dunia
kedokteran.  Upaya untuk mengukir tinta emas sejarah bayi tabung terus berlanjut.
B.     Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung adalah individu atau bayi yang pembuahannya terjadi diluar tubuh wanita, dengan
cara mempertemukan sel gemet betina (ovum) dengan sel jantan (spermatozoon) dalam sebuah
bejana (petri disk) yang didalam bejana telah disediakan medium yang cocok (suhunya dan
lembabnya) dengan didalam rahim sehingga ayigote (hasil pembuahan) yang terjadi dari dua sel
tadi menjadi morulla (moerbei) dan kemudian menjadi blastuta (pelembungan).  Pada stadium
blastuta calon bayi dimasukkan (diinflantasikan) dalam selaput lendir wanita yang siap untuk
dibuahi dalam masa subur (sekresi). Teknik ini biasa dikenal dengan Fertilisasi in Vitro (FIV).
Jadi bayi tabung adalah metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di
bidang pembuahan  sel telur wanita oleh sel sperma pria.

C.     Tujuan Bayi Tabung


Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang
tidakmungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami
kerusakan yang permanen.  Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian
program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.

D.  Proses Bayi Tabung


Pertama, persiapan mental diwajibkan bagi pasangan lewat konseling yang diberikan oleh
pekerja sosial yang disediakan oleh rumah sakit. Intinya  disuruh bersiap untuk menghadapi
keadaan kalau proses bayi tabung berhasil maupun tidak berhasil. Pelaksanaan program bisa
dimulai berdasarkan masa haid. Calon ibu akan diberi obat-obatan hormonal sebagai pemicu
ovulasi agar menghasilkan banyak sel telur.  Selanjutnya dilakukan Ovum pick
up/Opu (pengambilan sel telur).  Sedangkan calon ayah akan diambil sperma dengan cara
masturbasi.  Bila jumlah sperma cukup banyak akan disemprotkan ke sel telur.
Kedua, perkembangan hormon yang terkontrol dimulai sesaat setelah mendapatkan mens,
tepatnya pada hari ke dua lewat suntikan yang diberikan setiap hari selama kurang lebih tiga
minggu sampai mencapai ukuran telur yang diharapkan.
Ketiga, tahap pematangan telur melalui injeksi obat hormon satu hari sebelum sel telur yang
matang dikeluarkan.  Pengeluaran telur melalui proses operasi kecil, telur diambil sebanyak-
banyaknya.
Keempat, tahapan proses pembuahan sel telur dengan sperma menjadi embrio, dilakukan oleh
embriologist di rumah sakit. Setelah dua hari pembuahan, embrio yang terbaik dipilih dan
dimasukkan kedalam rahim. Kali ini prosesnya mudah, hanya memerlukan wantu sekitar 10
menit.
Kelima, agar emrio dalam rahim dapat bertahan & berkembang dengan baik maka saya harus
mengalami suntikan hormon setiap hari selama 17 hari. Setelah itu barulah didapatkan kepastian
hamil atau tidak.

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KEHADIRAN BAYI TABUNG


A.    Dampak Positif
Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri).  Tapi faktanya, tak semua pasutri
dapat dengan mudah memperoleh keturunan.  Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia
subur mengalami kesulitan untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil)
atau tidak subur (inferti).
Membantu Pasangan Suami-Istri Berketurunan
Kemajuan teknologi dan biologi kedokteran telah berhasil membantu pasangan yang mengalami
masalah kesuburan untuk memperoleh buah cinta mereka, bahkan bisa memilih jenis kelamin
serta diagnosis gangguan genetik bakal janin.  Di Tanah Air, teknologi yang bisa dinikmati baru
sampai pada pembuatan bayi tabung.  Di Makmal Terpadu FKUI harga ditawarkan cukup
terjangkau dengan satu siklus sekitar 30- 40 juta rupiah. Namun yang menjadi masalah
keberhasilan bayi tabung di Indonesia masih kecil, sekitar 10%.

B.     Dampak Negatif


Pada program bayi tabung proses pembuahan terjadi secara tidak alami. Artinya, proses
pembuahan dilakukan secara buatan. Metode pembuahan buatan ini tidak menutup kemungkinan
menimbulkan risiko.  Adanya dugaan cacat bawaan sebagai dampak bayi tabung  maupun
pembuahan buatan lain.
a.       Merupakan Tindakan Pembunuhan
Secara etika dan moral sebagian masyarakat menolak karena proses pembuahan pada bayi
tabung dilakukan dengan menggunakan dengan cawan petri sehingga embrio yang diperlukan
yang dimasukkan kembali kerahim, sedangkan sisanya “dibuang”.  Hak hidup embrio yang
dibuang inilah yang dipermasalahkan, sebab banyak yang memandang hal ini sebagai tindakan
pembunuhan.
b.      Masalah dalam Pendonoran Sperma
Hubungan fundamental antara manusia terutama antara laki-laki dan perempuan sebagai
pasangan suami istri yang sah, kemudian dipertanyakan eksitensinya bila melakukan fertilisasi in
vitro.  Hal ini menjadi lebih buruk lagi bila sel telur dibuahi oleh sperma donor yang bukan dari
suami yang sah, misalnya dari bank sperma atau sel telur dari pendonor telur.  Hal lainnya ialah
bila menggunakan rahim kontrak karena istri tidak dapat memelihara embrio di dalam rahimnya.

PANDANGAN ETIKA KRISTEN TERHADAP BAYI TABUNG


Norman L Geisler, di dalam buku Etika Kristen Pilihan dan Isu, memberikan lima pandangan
mengenai etika yang harus dipegang oleh orang Kristen didalam menjalankan kehidupannya
serta didalam pengambilan keputusan etika dan moral:

Etika Kristen haruslah  berdasarkan kepada kehendak Allah.


Dalam pandangan ini, kita sebagai orang Kristen harus  mengambil keputusan etika  terhadap
bayi tabung, dengan meletakkan bayi tabung pada “bejana” kehendak ALLAH, dalam hal ini
Alkitab haruslah menjadi standar utama penilaian terhadap bayi tabung, apakah sesuai atau
tidak ?.
Etika Kristen bersifat mutlak.
Etika Kristen yang berlaku dan yang kita pegang berdasarkan Alkitab tersebut, tidaklah
diperbolehkan untuk dikompromikan dengan isu- isu yang tidak sesuai dengan standar etika
Kristen, pada point manapun. Etika Kristen berdasarkan wahyu Allah.
Karena etika Kristen berdasarkan wahyu ALLAH maka etika Kristen tidaklah boleh disejajarkan
dengan standar etika yang bersumber dari apapun diluar wahyu ALLAH.
Etika Kristen bersifat menentukan.
Orang Kristen berdasarkan etika yang dipegang dan dilaksanakan didalam hidupnya, harus
berani menentukan langkahnya, berpihak atau menolak bayi tabung pada manusia
Etika Kristen itu Deontologis.
Etika Kristen itu bersifat seperti sebuah aturan yang wajib dan mengikat. Jika secara penilaian
etika Kristen menyetujui kloning pada manusia, maka kita juga wajib menyetujuinya, akan tetapi
jika etika Kristen menentang bayi tabung maka itu juga bersifat mengikat bagi kita untuk
menentang bayi tabung .

PANDANGAN ALKITAB TENTANG PENERAPAN BAYI TABUNG


Melanggar Hukum ke-6 (Jangan Membunuh)
Masalah utama di dalam bayi tabung dari perspektif  Kristen adalah berhubungan dengan
embrio-embrio “yang terbuang” Sebagian besar metode-metode dalam teknologi reproduksi
memaksa untuk mengorbankan banyak embrio guna mendapatkan satu embrio yang lebih unggul
dan dapat bertahan hidup.  Dengan kata lain, kita sengaja menyebabkan kematian banyak
manusia.  Pilihan untuk mengikuti proses bayi tabung secara etika dan moral maupun iman
kristen adalah pilihan salah.
·        Ayub 1:21Alkitab dengan jelas berkata bahwa kita tidak berdaulat atas hidup kita sendiri.
“Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil”.
·        Ulangan 32:39 Allah berkata kepada Musa, “Akulah yang mematikan dan Akulah yang
menghidupkan” .
·        Kejadian 1: 21,27Allah yang menciptakan kehidupan. dan dia sendirilah yang
menopangnya (Kis 17:28).
·        Kej 9:6, Kel 20:13  Karena itu kita tidak mempunyai hak untuk mengambil hidup yang
tidak bersalah.
Segala sesuatu dalam hidup ini adalah atas kuasa Tuhan. Dengan demikian jelas bahwa bukan
manusia yang berkuasa untuk menciptakan kehidupan. Bayi tabung merupakan kegiatan yang
melanggar ketetapan Allah karena manusia berusaha menciptakan kehidupan.
Secara medis, teknik bayi tabung (In Vitro Fertilization/IVF) tidak dipermasalahkan.  Tetapi
menurut iman Kristen sebaiknya tidak dilakukan walaupun jika dalam proses IVF sel telur dan
sperma yang digunakan memang dari pasangan suami-istri yang sah. Namun demikian, IVF juga
menyisakan masalah yang jika dilihat dari iman Kristen tidaklah diperbolehkan. Masalahnya
adalah dalam proses IVF, IVF akan mengambil beberapa sel telur dan sperma dari pasangan
suami-istri tersebut sehingga nanti akan tercipta beberapa “batch” hasil pembuahan. Batch yang
menunjukkan hasil pembuahan terbaiklah yang kemudian akan dikembangkan selanjutnya dalam
rahim si ibu. Sementara hasil pembuahan lain yang juga berhasil terjadi tetapi dianggap
“kualitasnya kurang prima” dibuang/dimusnahkan.  Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang
termasuk dalam pembunuhan, yang berarti melanggar hukum ke-6.  Teknik bayi tabung yang
dikembangkan kemudian ternyata juga tidak menjawab masalah-masalah yang ditimbulkan,
bahkan memperrumit dan menambahnya dengan masalah pelik yang baru.

KESIMPULAN
Bayi tabung dari sisi medis sudah dapat dipastikan akan menimbukan banyak permasalahan, dari
keguguran hingga kecacatan tubuh serta kecacatan mental yang sangat parah. Dan dari sisi etika
Kristen, pembuatanbayi tabung pada manusia telah membuat manusia menjadi pembunuh-
pembunuh bakal anak atau embrio, merendahkan kodrat dirinya dan mencoba menabrak batasan
posisinya, didalam rancangan awal dalam kehidupan manusia serta mandat yang telah manusia
terima.
Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, maka sebagai orang Kristen kita harus berani
menyatakan penolakan kita terhadap bayi tabung, karena hal tersebut menunjukan
pemberontakan manusia kepada Allah.

6. BEDAH PLASTIK
Bedah  plastik  adalah  suatu  cabang  ilmu  kedokteran  yang  bertujuan  untuk  merekonstruksi 
atau  memperbaiki  bagian  tubuh  manusia  melalui  operasi  kedokteran.
Operasi  plastik  atau  dikenal  dengan  “plastik  surgery”  (dalam  inggris)  atau  dalam  bahasa 
arab  biasa  disebut  dengan  “Jirahah  Tajmil”  adalah  bedah  yang  dilakukan  untuk 
mempercantik  atau  memperbaiki  satu  bagian  didalam  anggota  badan,  baik  yang  nampak 
ataupun  tidak  nampak  dengan  cara  dditambah,  dikurangi  bertujuan  untuk  memperbaiki 
fungsi  dan  estetika  tubuh  (Al  mausu’ah  At-Thibbiyal  al-haditsah  Li  Majmu’ah 
minal  at-thibba,  Juz  3,  hlm  454,  cet.  Lajnah  An  Nasyr  Al-‘ilmi). 

  Tujuan  Bedah  Plastik


Pada  dasrnya  bedah  plastik  bertujuan  untuk  mempercantik  atau  memperbaiki  satu  bagian 
di  dalam  anggota  badan  baik  yang  nampak  ataupun  tidak  nampak  dengan  cara 
menambah  ataupun  mengurangi  bagian  tubuh  tersebut  sehingga  tubuh  tampak  lebih  indah. 
Akan  tetapi  kebanyakan  orang  menggunakan  bedah  plastik  secara  sengaja  untuk  merubah 
bentuk  tubuhnya  atau  agar  lebih  menarik.  Padahal  disisi  lain  tujuan  bedah  plastik  juga 
digunakan  untuk  memperbaiki  kecacatan  fisik  dan  fungsi  organ  tubuh,  untuk 
menyempurnakan  bentuk  anggota  tubuh  yang  secara  fisik  normal  dan  sehat  menjadi 
indah.  Namun  seringkali  bedah  plastik  salah  dikaitkan  dengan  bedah  kulit,  padahal  ruang 
lingkup  bedah  plastik  lebih  luas  dari  pada  sekedar  pembedahan  kulit  belaka.

Dampak  Negatif  Bedah  Plastik


Semua  operasi  plastik  selalu  meninggalkan  bekas  jahitan.
Ingatlah  bahwa  semua  operasi,  termasuk  operasi  plastik,  selalu  menggunakan  metode 
pembedahan  yang  kemudian  harus  dijahit  kembali.  Ini  pasti  akan  meninggalkan  bekas. 
Meskipun  kini  sudah  ada  teknik  yang  lebih  cangih  dalam  penjahitan  missal  dengan 
jahitan  samar,  tetap  saja  yang  namanya  luka  di  jahit  pasti  menimbulkan  bekas.

Liposuction  (sedot  lemak)  tidak  akan  menghilangkan  selulit.


Operasi  sedot  lemak  memang  membuat  tubuh  kita  semakin  ramping,  terutama  bagian 
tubuh  yang  membandel  terhadap  diet  dan  olahraga.  Namun  bila  kita  melakukan  sedot 
lemak  itu  berarti  kita  mengurangi  cairan  dalam  tubuh  kita,  itu  berarti  bukan  membuat 
selulit  dalam  tubuh  kita  hilang  akan  tetapi  kulit  tubuh  kita  semakin  berkerut.
Liposuction  dapat  menyebabkan  kematian  jika  cairan  yang  disedot  terlalu  banyak.
Menurut  dokter  ahli  bedah  plastic  di  Amerika  mengemukakan  bahwa  jumlah  lemak  yang 
boleh  disedot  setiap  oprasi  sebanyak  6  pon,  bila  lebih  dari  itu  bisa  menyebabkan  fatal 
pada  pasien.
Semua  operasi  plastik  akan  menimbulkan  rasa  sakit.
Tentunya  setiap  tindakan  bedah  plastic  akan  menimbulkan  rasa  sakit  karena  pembedahan 
ataupun  menggunakan  sinar  laser.  Misalnya  operasi  membesarkan  atau  mengecilkan 
payara,  penggunaan  sinar  laser  untuk  mengurangi  kerutan  diwajah.
Kegagalan  operasi  dapat  mengancam  nyawa.
Metode  dan  jenis  pembedahan  yang  dilakukan  okter  sangat  menentukan  keberhasilan  saat 
pembedahan  juga  kesesuaian  prosedur  operasi,  jenis  operasi  ataupun  sterilisasi  alat  yang 
digunakan. 
Kerusakan  dalam  organ  tubuh.
Tidak  semua  organ  tubuh  kita  bisa  dibedah  untuk  direkonstruksi,  karena  ada  beberapa 
tempat  organ  tubuh  kita  yang  sangat  rawan  bila  kita  tetap  melakukan  pembedahan. 
Missal  operasi  pembedahan  bokong  yang  akan  di  beri  silicon  untuk  memperbesar  bokong 
sangat  tinggi  resikonya.  Bokong  sangat  rawan  karena  bokong  sering  kita  gunakan  untuk 
duduk  dan  kemungkinan  silicon  yang  berupa  cairan  dalam  bokong  itu  akan  pecah  bila 
kita  gunakan  duduk  secara  terus  menerus.  Juga  akan  mengakibatkan  silicon  bergeser 
ketempat  yang  sering  kita  tidak  untuk  duduk.
Pandangan  Agama  Di  Indonesia  Tentang  Bedah  Plastik
Pandangan  Agama  Hindu  Tentang  Bedah  Plastik
Mengenai  bedah  plastik  atau  mengubah  tubuh,  dalam  ajaran  agama  Hindu  disebutkan 
dalam  beberapa  wahyunya  yang  dituliskan  di  daun  lontar  yang 
berjumlah  empat  helai  yaitu:  Yama  Purwa  Tattwam, Yama  Purana  Tattwam,  Yama 
Purwana  Tattwam,  dan  Yama  Tattwam.  Dikatakan  bahwa  Inti  yang  diuraikan  di 
keempat  lontar  itu  berkenaan  tentang  pengertian  tentang  asal  tubuh  manusia,  setelah 
kematian  dan  kewajiban  menjaga  tubuh  yang  merupakan  pinjaman.  Disebutkan  secara 
jelas  bahwa  roh/atman  diberikan  pinjam  berupa  bandan  atau tubuh  manusia  secara 
lengkap  oleh  Sang  Hyang  Widhi  sejak  dari  embrio  (masih  dalam  kandungan)  sampai  tua 
dan  mati  nanti. 
Setelah  meninggal  dunia  (artinya  roh  atau  atman  tidak  menggunakan  atau  lepas 
dari    tubuh)  maka  badan  atau  tubuh pinjaman  ini  harus  dikembalikan  dalam 
keadaan  utuh  (masih  tetap  sama  seperti  bentuk  pertama  kali  dilahirkan  tanpa  kurang 
sedikitpun)  kepada  Panca  Mahabhuta.
Pemahaman  mengenai  operasi  plastik  untuk  setiap  agama  pastilah  sama,  yakni  operasi 
plastik  adalah  usaha  untuk  merubah  bentuk  tubuh  sebagian  atau  keseluruhan  pada  bagian 
tubuh  tertentu  untuk  tujuan  pribadi  (kecantikan)  ataupun  merupakan  tindak  lanjut  dari 
upaya  medis  (dengan  penyebab  yang  beraneka  ragam,  seperti  kecelakaan,  operasi  karena 
kerusakan  beberapa  bagian  permukaan  tubuh  oleh  berbagai  penyebab,  dan  antisipasi  dari 
beberapa  penyakit  yang  menyebabkan  amputasi).  Akan  tetapi  untuk  ajaran  agama  Hindu 
sendiri,  telah  disebutkan  dengan  jelas  bahwa  larangan  untuk  mengubah  bentuk  tubuh 
untuk  alasan  apapun  dilarang.  Para  pemeluknya  juga  diwajibkan  untuk  menjaga  keutuhan 
tubuh  yang  dipinjamnya  dari  tuhan  mereka  dari  kecacatan  dengan  senantiasa  menjaga 
kebersihan  dan  kesehatan  tubuh  juga  senantiasa  berhati-hati  dalam  melakukan  suatu  hal. 
Bahkan  jika  perlu,  para  pemeluknya  ini  harus  senantiasa  memproteksi  diri  akan  hal-hal 
yang  mungkin  akan  berakibat  pada  pengubahan  bentuk  tubuhnya
Hukum  Agama  Hindu  Melakukan  Operasi  Plastik 
Dalam  penjelasan  sebelumnya,  disebutkan  hal-hal  yang  menjadi  dasar  bahwa  di  dalam 
ajaran  agama  Hindu  melarang  secara  keras  para  pemeluknya  untuk  melakukan  perubahan 
secara  fisik.  Di  dalam  kitabnya  telah  disebutkan  bahwa  hukum  merubah  bentuk  tubuh 
sudah  sangat  jelas,  karena  para  pemeluk  agama  Hindu  percaya  bahwa  tubuh  atau  badan 
merupakan  sesuatu  yang  dipinjam  dan  harus  dikembalikan  seperti  keadaan  awalnya  tanpa 
ada  rubahan  maupun  cacat.  Sama  seperti  ketika  kita  berhutang  atau  meminjam  barang 
dari  teman  atau  orang  lain.  Kita  harus  bertanggung  jawab  memelihara  dan  menjaga 
barang  tersebut  agar  tetap  utuh  dalam  keadaan  yang  sama  seperti  saat  pertama  kali  lepas 
dari  tangan  si  peminjam  sebelum  kita  akan  mengembalikan  ke  pemiliknya.   
Dari  pengertian  itu,  Umat  Hindu  juga  tidak  disarankan  untuk mem-vermaak  tubuhnya, 
dengan  di  sunat,  operasi  plastik,  di  tatto,  atau  menyumbangkan  organ-organ  tubuh 
lainnya  seperti  ginjal,  dan  lain-lain.  Sehingga  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  operasi 
plastik tidak  diperbolehkan.  Bahkan  Bintal  Made,  yang  merupakan  pemuka agama  Hindu 
di  pura  Vaikuntha  Vyomantara  Yogyakarta,  mengatakan  operasi  plastik  termasuk  dalam 
tingkatan  Maha  Petaka.  Maha  Petaka  sendiri  adalah  dosa  yang  paling  besar  di  dalam 
ajaran  agama  Hindu.  Dan  dengan  demikian  operasi  plastik  dapat  disamakan  dengan 
perilaku  membunuh.  Operasi  plastik  apabila  dilakukan  untuk  mempercantik  diri  seperti 
memancungkan  hidung,  mengubah  warna  kulit,  dan  mengubah  jenis  kelamin  tentu  tidak 
diperbolehkan.
Dalam  ajaran  agama  Hindu  sendiri  diajarkan  bahwa  kecantikan  yang  sejati  adalah 
kecantikan  yang  berasal  dari  dalam  (inner  beauty).  Dan  pada  dasarnya  manusia  sudah 
diciptakan  sebaik-baiknya,  tergantung  dari  manusia  itu  sendiri  merawat  dirinya.  Merawat 
diri  yang  dimaksudkan  disini  adalah  perilaku  rajin  membersihkan  diri,  berpakaian  rapi, 
bertata  krama  baik,  dengan  begitu  manusia  dapat  dikatakan  cantik  dan  sedap  dipandang, 
karena  ada  sesuatu  dalam  dirinya  yaitu  kecantikan  dari  dalam.  Bintal  Made 
menambahkan  sejelek-jeleknya  orang  apabila  ia  dapat  merawat  tubuhnya  dengan  baik, 
pasti  cantiklah  orang  itu.  Tidak  ada  orang  yang  sama  persis  di  dunia  ini,  walaupun 
orang  tersebut  adalah  anak  kembar    pasti  ada  perbedaannya.  Ada  orang  yang  cantik 
wajahnya,  ada  yang  tidak,  ada  orang  yang  cantik  hatinya,  ada  juga  yang  tidak.  Itulah 
yang  disebut  dengan  keadilan  Tuhan. 
Tuhan  tidak  mungkin  menciptakan  manusia  hanya  dengan  kekurangannya  saja.  Oleh 
karena  itu  semua  orang  pasti  memiliki  kelebihan.  Dan  karena  keadilan  Tuhan  maka  apa 
yang  telah  diberikan  Tuhan  kepada  manusia  adalah  sempurna,  dan  manusia  tidak  berhak 
untuk  mengutak-atik  hal-hal  yang  sudah  sempurna  tersebut.  Namun,  ada  pula 
pengecualian  untuk  operasi  plastik  dalam  agama  Hindu.  Apabila  operasiitu  dilakukan 
untuk  memperbaiki  apa  yang  telah  diberikan  Tuhan  seperti  bibir  sumbing,  terkena  air 
keras  atau  luka  bakar,  maupun  kecelakaan,  maka  operasi  plastik  semacam  ini  jelas 
diperbolehkan.  Karena  operasi  tersebut  dilakukan  untuk  memperbaiki  dan  merawat  apa 
yang  semestinya  baik.  Dan  dalam  agama  Hindu  pun  diajarkan  bahwa  kita  harus  merawat 
diri  kita  termasuk  mengobati  luka  dan  cacat  akibat  kecelakaan.
Pandangan  Agama  Islam  terhadap  Bedah  Plastik 
Operasi  Ikhtiyariyah  (yang  sengaja  dilakukan)  Yaitu  operasi  yang  dilakukan  bukan  karena 
alasan  medis,  namun  mutlak  hanya  hasrat  seseorang  dalam  memperindah  diri  dan 
berlebih  –lebihan  didalam  menafsirkan  kata-kata  indah  itu.  Operasi  model  ini  terbagi 
kepada  dua  bagian  yaitu  :
Operasi  yang  merubah  bentuk,  misalnya  seperti  :
-Memperindah  hidung,  seperti  membuatnya  lebih  mancung,  dan  lain-lain
-Memperindah  dagu,  dengan  meruncingkannya,  dan  lain-lain
-Memperindah  payudara  dengan  mengecilkannya  jika  terlalu  besar  atau  membesarkannya 
dengan  suntik  silicon  atau  dengan  menambah  hormon  untuk  memontokkan  payudara 
dengan  berbagai  cara  yang  telah  ditemukan.
-Memperindah  kuping
-Memperindah  perut  dengan  menghilangkan  lemak  atau  bagian  yang  lebih  dari  tubuh
Operasi  yang  mengawetkan  umur,  misalnya  seperti  :
   -Memperindah  wajah  dengan  menghilangkan  kerutan  yang  ada  dengan  skaler  atau  alat 
lainnya
-Memperindah  kulit  dengan  mengangkat  lemak  yang  ada  dan  membentuk  wajah  dengan 
apa  yang  dikehendaki
-Memperindah  kulit  tangan  dengan  menghilangkan  kerut  seolah  kulit  masih  padat  dan 
muda
-Memperindah  alis,  baik  dengan  mencukurnya  agar  nampak  lebih  muda.
mungkin  ini  menurut  penulis  bagian-bagian  yang  sering  kita  temui  dan  yang  paling 
umum;  para  ulama  berbeda  pendapat  mengenai  hukum  operasi  plastik  ini  :
Kebanyakan  ulama  hadits  berpendapat  bahwa  tidak  boleh  melakukan  operasi  ini  dengan 
dalil  diantaranya  sebagai  berikut:
Allah  berfirman  (“Allah  telah  melaknatnya.  setan  berkata,  “sungguh  akan  kutarik  bagian 
yang  ditentukan  dari  hamba-hamabaMu.  dan  sungguh  akan  kusesatkan  mereka,  dan  akan 
kubangkitlan  angan-angan  kosong  mereka,  dan  aku  suruh  mereka  memotong  telinga 
binatang  ternak  lalu  mereka  benar-benar  memotongnya,  dan  aku  akan  suruh  mereka 
(merobah  ciptaan  Allah),  lalu  mereka  benar-benar  merobahnya.  dan  barangsiapa  yang 
menjadikan  setan  sebagai  pelindung  maka  sungguh  dia  telah  merugi  dengan  kerugian 
yang  nyata”  [Q.S  An-Nisaa’  ayat118-119]
Ayat  ini  menjelaskan  kepada  kita  dengan  konteks  celaan  dan  haramnya  melakukan 
pengubahan  pada  diri  yang  telah  diciptakan  Allah  dengan  sebaik-baik  penciptaan,  karena 
mengikuti  akan  hawa  nafsu  dan  keinginan  syaitan  yang  dilaknat  Allah.
Diriwayatkan  dari  Imam  Bukhari  dan  Muslim  Ra.  dari  Abdullah  ibn  Mas’ud  Ra.beliau 
pernah  berkata  “”Allah  melaknat  wanita-wanita  yang  mentato  dan  yang  meminta  untuk 
ditatokan,  yang  mencukur  (menipiskan)  alis  dan  yang  meminta  dicukur,  yang  mengikir 
gigi  supaya  kelihatan  cantik  dan  merubah  ciptaan  Allah.”  (H.R  Bukhari)[  dari  hadits  ini, 
dapat  diambil  sebuah  dalil  bahwa  Allah  Swt.  melaknat  mereka  yang  melakukan  perkara 
ini  dan  mengubah  ciptaan-Nya.
Dari  Asmaa,  bahwa  ada  seorang  perempuan  yang  mendatangi  Rasulullah  Saw.  dan 
berkata,  ”  Wahai  Rasululllah,  dua  orang  anak  perempuan  ku  akan  menjadi  pengantin, 
akan  tetapi  ia  mengadu  kepadaku  bahwa  rambutnya  rontok,  apakah  berdosa  jika  aku 
sambung  rambutnya?”,  maka  Rasulullah  pun  menjawab,  “Sesungguhnya  Allah  melaknat 
perempuan  yang  menyambung  atau  minta  disambungkan  (rambutnya)”
Hadits  ini  dengan  jelas  mengatakan  bahwa  haram  hukumnya  bagi  orang  yang 
menyambung  rambutnya  atau  istilah  sekrang  dikenal  dengan  konde  atau  wig  dan  jauh 
dari  rahmat  Allah  Swt.
Qias,  Untuk  melengkapi  pendapat  ini,maka  akan  saya  coba  menggunakan  qias  dan  akal. 
Operasi  plastik  semacam  ini  tidak  dibolehkan  dengan  meng-qias  larangan  Nabi  Saw. 
terhadap  orang  yang  menyambung  rambutnya,  tattoo,  mengikir  (menjarangkan)  gigi  atau 
apa  saja  yang  berhubungan  dengan  perubahan  terhadap  apa  yang  telah  diciptakan  Allah 
Swt.
Secara  akal  kita  akan  menyangka  bahwa  orang  itu  kelihatannya  indah  dan  cantik  akan 
tetapi,  ia  telah  melakukan  operasi  plastik  pada  dirinya,  perbuatan  ini  sama  dengan 
pemalsuan  atau  penipuan  terhadap  dirinya  sendiri  bahkan  orang  lain,  adapun  hukumnya 
orang  yang  menipu  adalah  haram  menurut  syara’.
Begitu  juga  dengan  bahaya  yang  akan  terjadi  jika  operasi  itu  gagal,  bisa  menambah 
kerusakan  didalam  tubuhnya  dan  sedikit  sekali  berhasilnya,  apapun  caranya  tetap 
membahayakan  dirinya  dan  ini  tidak  sesuai  dengan  hukum  syara’,  sesuai  dengan  firman 
Allah  yang  berbunyi  (wallahu  ‘alam)”Jangan  bawa  diri  kalian  dalam  kerusakan”
Setelah  kita  perhatikan  dalil-dalil  diatas  dengan  seksama,  maka  jelaslah  bahwa  operasi 
plastik  itu  diharamkan  menurut  syara’  dengan  keinginan  untuk  mempercantik  dan 
memperindah  diri,  dengan  kesimpulan  sebagai  berikut:
1.  Operasi  plastik  merubah  ciptaan  Allah  Swt
2.  Adanya  unsur  pemalsuan  dan  penipuan
3.  Dari  sisi  lain,  bahwa  negatifnya  lebih  banyak  dari  manfaatnya,  karena  bahaya  yang 
akan  terjadi  sangat  besar  apabila  operasi  itu  gagal,  bisa  menyebabkan  kerusakan  anggota 
badan  bahkan  kematian.
4.  Syarat  pembedahan    yang  dibenarkan  Islam;  memiliki  keperluan  untuk  tujuan 
kesehatan  semata-mata  dan  tiada  niat  lain,  diakui  doktor  profesional  yang  ahli  dalam 
bidang  itu  bahwa  pembedahan  akan  berhasil  dilakukan  tanpa  risiko,  bahaya  dan  mudarat.
5.  Untuk  pemakaian  kosmetik,  disyaratkan  kandungannya  halal,  tidak  dari  najis  (kolagen 
/  plasenta)  dan  tidak  berlebihan  (tabarruj)  akan  tetapi  behias  ini  sangat  di  tekankan  bagi 
mereka  yang  ingin  menyenangkan  suaminya.
Allah  SWT  tidak  lah  menciptakan  makhluknya  dengan  sia-sia,  “Yang  telah  menciptakan 
kamu  lalu  menyempurnakan  kejadianmu  dan  menjadikan  (susunan  tubuh)mu  seimbang. 
Dalam  bentuk  apa  saja  yang  Dia  kehendaki,  Dia  menyusun  tubuhmu.”  [Q.S  Al-Infithaar 
ayar  7-8]
Sesungguhnya  Allah  Swt.  Menciptakan  kalian  dalam  keadaan  sempurna  dan  seimbang 
satu  sama  lainnya  dengan  sebaik-baik  penciptaan.  “Sesungguhnya  Kami  telah  menciptakan 
manusia  dalam  bentuk  yang  sebaik-baiknya  .”  [Q.S  At-Tiin  ayat  4]
Sudah  sepantasnya  kita  sebagai  makhluk  Allah  mensyukuri  apa-apa  yang  telah  diberikan 
kepada  kita.
Hukum  Agama  Islam  Operasi  Plastik
Hukum  operasi  plastik  ada  yang  mubah  dan  ada  yang  haram.  Operasi  plastik  yang 
mubah  adalah  yang  bertujuan  untuk  memperbaiki  cacat  sejak  lahir  (al-uyub  al-
khalqiy\yah)  seperti  bibir  sumbing,  atau  cacat  yang  datang  kemudian  (al-uyub  al-thari`ah) 
akibat  kecelakaan,  kebakaran,  atau  semisalnya,  seperti  wajah  yang  rusak  akibat 
kebakaran/kecelakaan.  (M.  Al-Mukhtar  asy-Syinqithi,  Ahkam  Jirahah  Al-Thibbiyyah,  hal. 
183;  Fahad  bin  Abdullah  Al-Hazmi,  Al-Wajiz  fi  Ahkam  Jirahah  Al-Thibbiyyah,  hal.  12; 
Hani`  al-Jubair,  Al-Dhawabith  al-Syariyyah  li  al-Amaliyyat  al-Tajmiiliyyah,  hal.  11; 
Walid  bin  Rasyid  as-Saidan,  Al-Qawaid  al-Syariyah  fi  al-Masa`il  Al-Thibbiyyah,  hal.  59).
        Selain  itu,  terdapat  hadis  Nabi  SAW  yang  melaknat  perempuan  yang  merenggangkan 
gigi  untuk  kecantikan  (al-mutafallijat  lil  husni).  (HR  Bukhari  dan  Muslim).  Dalam  hadis 
ini  terdapat  illat  keharamannya,  yaitu  karena  untuk  mempercantik  diri  (lil  husni).  (M. 
Utsman  Syabir,  Ahkam  Jirahah  At-Tajmil  fi  Al-Fiqh  Al-Islami,  hal.  37).  Imam 
Na                  Operasi  plastik  untuk  memperbaiki  cacat  yang  demikian  ini  hukumnya 
adalah  mubah,  berdasarkan  keumuman  dalil  yang  menganjurkan  untuk  berobat  (al-
tadawiy).  Nabi  SAW  bersabda,"Tidaklah  Allah  menurunkan  suatu  penyakit,  kecuali  Allah 
menurunkan  pula  obatnya."  (HR  Bukhari,  no.5246).  Nabi  SAW  bersabda  pula,"Wahai 
hamba-hamba  Allah  berobatlah  kalian,  karena  sesungguhnya  Allah  tidak  menurunkan  satu 
penyakit,  kecuali  menurunkan  pula  obatnya."  (HR  Tirmidzi,  no.1961).
                Adapun  operasi  plastik  yang  diharamkan,  adalah  yang  bertujuan  semata  untuk 
mempercantik  atau  memperindah  wajah  atau  tubuh,  tanpa  ada  hajat  untuk  pengobatan 
atau  memperbaiki  suatu  cacat.  Contohnya,  operasi  untuk  memperindah  bentuk  hidung, 
dagu,  buah  dada,  atau  operasi  untuk  menghilangkan  kerutan-kerutan  tanda  tua  di  wajah, 
dan  sebagainya.
              Dalil  keharamannya  firman  Allah  SWT  (artinya)  :  "dan  akan  aku  (syaithan) 
suruh  mereka  (mengubah  ciptaan  Allah),  lalu  benar-benar  mereka  mengubahnya".  (QS 
An-Nisaa`  :  119).  Ayat  ini  datang  sebagai  kecaman  (dzamm)  atas  perbuatan  syaitan  yang 
selalu  mengajak  manusia  untuk  melakukan  berbagai  perbuatan  maksiat,  di  antaranya 
adalah  mengubah  ciptaan  Allah  (taghyir  khalqillah).  Operasi  plastik  untuk  mempercantik 
diri  termasuk  dalam  pengertian  mengubah  ciptaan  Allah,  maka  hukumnya  haram.  (M.  Al-
Mukhtar  asy-Syinqithi, Ahkam  Jirahah  Al-Thibbiyyah,  hal.  194).
wawi  berkata,"Dalam  hadis  ini  ada  isyarat  bahwa  yang  haram  adalah  yang  dilakukan 
untuk  mencari  kecantikan.  Adapun  kalau  itu  diperlukan  untuk  pengobatan  atau  karena 
cacat  pada  gigi,  maka  tidak  apa-apa."  (Imam  Nawawi,  Syarah  Muslim,  7/241).  Maka 
dari  itu,  operasi  plastik  untuk  mempercantik  diri  hukumnya  adalah  haram. 
Bedah  Plastik  Dalam  Pandangan  Buddha  (Buddhisme)
Bedah  plastik  menurut  Buddha  (Buddhisme),  hal  ini  tidak  melanggar  sila  sepanjang 
memiliki  tujuan  yang  positif  atau  bukan  untuk  penipuan.  Contohnya:  penjahat  kabur 
kemudian  mengubah  wajahnya  dengan  tujuan  orang  tidak  mengenal  lagi  sehingga  ia  lolos 
dari  kejahatannya.  Dalam  agama  Buddha,  wanita  yang  mengubah  kelamin  menjadi  pria 
tidak  diperkenankan  untuk  menjadi  bhikkhu.  Selain  itu  pandangan  agama  Buddha  setuju 
apabila  bedah  plastik  untuk  pengobatan,  misalnya:  bibir  sumbing,  luka  bakar,  atau 
penyakit  kulit  yang  akibat  dari  kecelakaan  maupun  bawaan  sejak  lahir  melainkan  bukan 
agar  kelihatan  awet  muda  terus.
Buddhisme  tidak  melarang  bedah  plastik,  tetapi  apabila  kita  melakukan  bedah  untuk 
tujuan  mempercantik  diri  berarti  itu  kurang  sesuai  dengan  ajaran  Buddha,  karena  hal 
tersebut  telah  muncul  Lobha  (keserakahan/  melekat  pada  objek).  Jika  bedah  plastik  itu 
berjalan  dengan  lancar  dan  hasilnya  bagus,  kita  akan  semakin  melekat  padanya.  Tetapi 
apabila  bedah  plastik  itu  tidak  berjalan  dengan  lancar  atau  hasilnya  menjadi  buruk  dari 
yang  sebelumnya,  maka  akan  menimbulkan  Dosa  (kebencian/menolak  objek).  Apabila  hal 
tersebut  sudah  terjadi  maka  akan  timbul  Moha  (kebodohan  batin)  yang  selalu 
mengikutinya.
Dalam  Brahma  Viharapharana,  Buddha  mengajarkan  kita  bahwa  “Semua  makhluk  adalah 
pemilik  perbuatan  mereka  sendiri,  terwarisi  oleh  perbuatan  mereka  sendiri,  lahir  dari 
perbuatan  mereka  sendiri,  berkerabat  dengan  perbuatan  mereka  sendiri,  tergantung  pada 
perbuatan  mereka  sendiri.  Perbuatan  apa  pun  yang  mereka  lakukan,  baik  atau  buruk; 
perbuatan  itulah  yang  akan  mereka  warisi”  (Parita  Suci,  Yayasan  Sangha  Theravada 
Indonesia:  40).  Dengan  demikian  kita  tahu  bahwa  dalam  ajaran  agama  Buddha,  baik  atau 
buruknya  kondisi  pada  kehidupan  ini  merupakan  akibat  dari  karma  masa  lampau  (baik 
atau  buruk).  Tetapi  untuk  memperbaiki  karma  yang  kurang  baik,  misalnya:  memiliki 
wajah  yang  kurang  cantik,tidak  tampan,  kulit  hitam,  dan  sebagainya;  bukan  dengan  cara 
bedah  plastik  walupun  sebenarnya  memiliki  kesehatan  jasmani  dan  rohani,  melainkan 
memperbaiki  perbuatan  kita  agar  sesuai  ajaran  yang  benar.  Seperti  yang  tertulis  dalam 
Dhammapada  ayat  262  yang  tertulis  “Bukan  karena  wajahnya  yang  tampan  yang 
menandakan  seseorang  dapat  menyebut  dirinya  orang  baik  apabila  ia  masih  bersifat  iri, 
kikir  dan  suka  menipu”.  Jadi  yang  diutamakan  dalam  agama  Buddha  adalah  jiwa  yang 
baik.

Pandangan  Agama  Kristen  Protestan  terhadap  Bedah  Plastik


Menurut  beberapa  teolog  menyatakan  bahwa  yesus  mengkaburkan  pembedaan  antara 
budaya  Taurat  (2:27-3:6),  adat  istiadat  (Folk  Culture,  7:1-23)  dengan  budaya  populer 
yang  didiskriminasi  oleh  elit  masyarakatnya.  Orang  kusta  yang  dimarjinalkan,  perempuan 
pendarahan  karena  haid  sebagai  ‘cerita  ditengah  cerita’  (5;21-43).  Markus  menunjukan 
kontras  antara  orang-orang  dalam  gereja  yakni  keluarga  dan  kerabat  Yairus  dengan 
seorang  perempuan  yang  tersisih  dari  pusat  keimanannya  (bait  Tuhan)  akibat  budaya 
Taurat  yang  tidak  manusiawi  pada  praktiknya  (imamat15:25).
Perspektif  Alkitab
Subyek  perangkat  tambahan  kosmetik  hanya  samar-samar  disebutkan  dalam  Alkitab. 
Untungnya  bahwa  tidak  adanya  intruksi  langsung  tidak  meninggalkan  kita  tak  berdaya. 
Seperti  setiap  area  kehidupan  yang  lain,  Allah  telah  memberikan  prinsip-prinsip  yang 
diperlukan  yang  akan  memandu  melalui  keputusan  pribadi  tentang  kosmetik  meningkatkan 
prosedur  ekstrim  atau  sebaliknya.
Prinsip  1  Tubuh  saya  bukan  milik  saya,  tetapi  kepada  Allah.  Setiap  kali  kita 
menganggap  tubuh  dan  bagaimana  mengobatinya,  kita  harus  mulai  dengan  kenyataan 
bahwa,  sebagai  orang  kristen,  tubuh  kita  milik  Allah  dan  harus  digunakan  hanya  untuk 
membawa  dia  kehormatan.  Karena  tubuh  saya  tidak  lagi  milik  saya,  saya  harus 
memperlakukannya  seolah-olah  barang  berharga  pinjaman  dari  teman.  Itu  berarti  saya 
akan  berkonsultasi  dengan  pemilik  sebelum  saya  melakukan  sesuatu  untuk  mengubahnya.
Prinsip  2  dengan  fokus  saya  pada  menyenangkan  Tuhan,  aku  bisa  membuat  pilihan  yakin 
tentang  penampilan  saya.
Dengan  harga  diri-ku  berlabuh  di  siapa  saya  dalam  kristus,  aku  bisa  melanjutkan  maju 
dalam  membuat  pilihan  yang  bijak  tentang  penampilan  saya  serta  keputusan  probadi 
lainnya.  Saya  bisa  tahu  bahwa  usaha  saya  untuk  mempercantik  wajah  dan  tubuh  saya 
tidak  berusaha  untuk  mendapatkan  nilai  dan  nilai,  tetapi  hanya  untuk  menjadi  yang 
terbaik  yang  saya  bisa.
Prinsip  3  Tuhan  terbaik  hati  mengijinkan  saya  untuk  membuat  pilihan  pribadi,  tapi  saya 
diharapkan  untuk  membuat  keputusan  yang  bijaksana  dan  saleh  yang  membedakan  saya 
dari  dunia.
Alkitab  menganjurkan  bahwa  sebagai  penerima  anugerah  Tuhan,  aku  bisa  membuat 
keputusan  pribadi  dengan  hati  nurani  yang  bersih.  Saya  tidak  perlu  resah  atas 
menyenangkan  Allah  jika  aku  kebetulan  mengacaukan.  “Tapi”  dalam  Titus  2:11-12,  saya 
teringat  itu  anugerah  Allah  adalah  hal  yang  snagta  mengajarkan  saya  untuk  “mengatakan 
“Tidak”  untuk  nafsu  kefasikan  dan  duniawi,  dan  hidup  mengendalikan  diri,  tegak  dan 
saleh  dikehidupan  zaman  sekarang.  “prinsip  ini  menuntun  saya  untuk  melihat  bahwa 
sementara  aku  memiliki  kebebasan  dalam  Kristus,  bahwa  kebebasan  tidak  pernah 
digunakan  dengan  cara  yang  akan  menodai  saya  chrishtian  kesaksian.  Itu  tidak  berarti 
saya  akan  harus  memutuskan  terhadap  prosedur  kosmetik  tertentu,  tetapi  ini  berarti  saya 
harus  mempertimbangkan  bagaimana  beberapa  prosedur  dapat  mempengaruhi  hubungan 
saya  dan  keefektifan  saya  sebagai  saksi.
Prinsip  4  fokus  saya  seharusnya  pada  wanita  batin  saya.  Alkitab  menjelaskan  bahwa 
tuhan  lebih  tertarik  pada  hati  yang  indah  daripada  kepala  indal  ikal.  Dalam  1  Samuel, 
Daud  diangkat  menjasi  raja  bukan  tingginya,  saudara  tampan  karena  daud  memiliki  hati 
untuk  Tuhan.  Dan  dalam  1  Petrus,  wanita  diingatkan  untuk  lebih  berupaya  untuk 
mengembangkan  dan  tenang  roh  lemah  lembut  daripada  kecantikan  luar.  Namun,  bagian 
kedua  untuk  menunjukkan  tidak  ada  yang  salah  dengan  penampilan  yang  indah  atau 
perawatan  eksternal.  Daud  dikatakan  telah  memiliki  “penampilan  yang  bagus  dan  fitur 
tampan”  (  1  Samuel  16:12)  dan  Petrus  menunjukkan  bahwa  beberapa  perhiasan  keluar 
adalah  noema.  Prinsip  disini  adalah  sementara  perhiasan  dan  kecantikan  luar  baik-baik 
saja,  mereka  tidak  boleh  menjadi  apa  yang  membuatku.  Jika  saya  menghabiskan  lebih 
banyak  uang,  waktu,  dan  usaha  mengembangkan  keindahan  diluar  saya  daripada 
perempuan  batin  saya,  saya  harus  memikirkan  kembali  prioritas  saya. 
Jika  anda  seorang  percaya  dalam  Yesus  kristus,  Allah  telah  memberikan  roh  Kudus-Nya 
untuk  membantu  anda  menjalani  hidup  sesuai  dengan  rencana  yang  sempurna,  membuat 
keputusan  Ilahi  dijalan.  Mengapa  tidak  mengucapkan  doa  sederhana  untuk  menyetel  ke 
Tuhan  dan  dengan  iman  mengundang  dia  untuk  memberdayakan  anda  dengan  Roh-Nya.
Bapa,  saya  memerlukan  Dikau.  Saya  mengakui  bahwa  saya  telah  berdosa  terhadap 
Engkau  dengan  mengarahkan  hidup  saya  sendiri.  Saya  berterimakasih  kepada  Anda 
bahwa  Anda  telah  diampuni  dosa-dosa  saya  melalui  kematian  kristus  di  kayu  salib  untuk 
saya.  Sekarang  saya  mengundang  Kristus  untuk  kembali  mengambil  tempat-Nya  diatas 
takhta  hidup  saya.  Penuhilah  aku  dengan  Roh  kudus  seperti  engkau  memerintahkan  saya 
untuk  diisi,  dan  sebagai  Anda  dijanjikan  di  Your  Word  yang  akan  anda  lakukan  jika 
saya  bertanya  dalam  iman.  Aku  berdoa  ini  dalam  nama  yesus  sebagai  ungkapan  iman 
saya,  saya  berterimakasih  untuk  mengarahkan  hidup  saya  dan  untuk  mengisi  saya  dengan 
roh  kudus.  Asmin.

Pandangan  Agama  Katolik  Tehadap  Operasi  Plastik


Bedasarkan  beberapa  kitab  dapat  disimpulkan  bahwa  bedah  plastik  diperbolehkan  dalam 
agama  katolik,  jika  untuk  langkah  penyembuhan  entah  secara  fisik  untuk  merekonstruksi 
bagian  tubuh  akibat  cacat  bawaan  atau  kecelakaan.  Tentu  asalkan  prosedurnya  tidak 
menimbulkan  reskiko  kerusakan  pada  tubuh  setelah  pembedahan.
Namun  bedah  plastik  tidak  dapat  diizinkan  jika  itu  merusak  kebaikan  lebih  besar 
daripada  apa  yang  dapat  dicapai,  dan  apabila  tujuan  dan  prosedurnya  secara  mendasar 
tidak  dapat  diterima  secara  moral,  seperti  transgender/  ganti  jenis  kelamin.
Tanggapan  di  berikut  memang  bukan  tanggapan  yang  baku,  karena  tidak  ada  dokumen 
Gereja  Katolik  yang  secara  tegas  mengatur  hal  bedah  kosmetik.  Namun  semoga  dengan 
prinsip  dasar  di  atas,  kita  dapat,  dengan  hati  nurani  yang  bersih  menentukan  penilaian 
tentang  hal  ini,  sesuai  dengan  keadaan  dan  kasusnya.  Dengan  prinsip  ini,  silakan  sang 
dokter  dan  calon  pasiennya  itu  menilai,  dengan  hati  nuraninya  masing-masing,  apakah 
tindakan  operasi  kosmetik  itu  dapat/  layak  dilakukan.
KGK  2288        Kehidupan  dan  kesehatan  merupakan  hal-hal  yang  bernilai,  yang 
dipercayakan  Tuhan  kepada  kita.  Kita  harus  merawatnya  dengan  cara  yang  bijaksana  dan 
bersama  itu  juga  memperhatikan  kebutuhan  orang  lain  dan  kesejahteraan  umum....
KGK  2289        Memang  ajaran  susila  menuntut  menghormati  kehidupan  jasmani,  tetapi  ia 
tidak  mengangkatnya  menjadi  nilai  absolut.  Ia  [ajaran  susila]  melawan  satu  pendapat 
kafir  baru,  yang  condong  kepada  pendewaan  badan,  mengurbankan  segala  sesuatu 
untuknya  dan  mendewakan  keterampilan  badan  dan  sukses  di  bidang  olahraga….
KGK  2293        ….Ilmu  pengetahuan  dan  teknik  merupakan  sarana-sarana  yang  bernilai 
kalau  mengabdi  kepada  manusia  dan  memajukan  perkembangannya  secara  menyeluruh 
demi  kebahagiaan  semua  orang  …Ilmu  pengetahuan  dan  teknik  ditujukan  kepada 
manusia,  olehnya  mereka  diciptakan  dan  dikembangkan;  dengan  demikian  mereka 
menemukan,  baik  kesadaran  mengenai  tujuannya  maupun  batas-batasnya,  hanya  di  dalam 
pribadi  manusia  dan  nilai  susilanya.
KGK  2294        Pendapat  bahwa  penelitian  ilmiah  dan  pemanfaatannya  adalah  bebas  nilai, 
merupakan  satu  ilusi.  Juga  kriteria  untuk  pengarahan  penelitian  tidak  dapat  begitu  saja 
disimpulkan  secara  sempit  dari  daya  guna  teknis  atau  dari  manfaatnya,  yang  dinikmati 
oleh  yang  satu  sambil  merugikan  yang  lain;  atau  lebih  lagi  tidak  bisa  disimpulkan  dari 
ideologi  yang  berlaku.  Ilmu  pengetahuan  dan  teknik  sesuai  dengan  artinya  menuntut 
penghormatan  mutlak  akan  nilai-nilai  dasar  moral.  Mereka  harus  melayani  manusia,  hak-
haknya  yang  tidak  boleh  diganggu  gugat,  kebahagiaannya  yang  benar  dan  menyeluruh, 
sesuai  dengan  rencana  dan  kehendak  Allah.

7. KELUARGA BERENCANA (KB)


A.Pengertian KB (Keluarga Berencana)  
KB artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak dan menentukansendiri kapan ingin hamil.
(Kamus Besar  Bahasa Indonesia(1997) ) Upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992).
Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) : suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai
kontrasepsi.WHO (Expert Committe, 1970),
Tindakan yg membantu individu/ pasutri untuk: Mendapatkan objektif-obketif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara
atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (mashlahat)
keluarga, masyarakat maupun negara.Dengan demikian, KB di sini mempunyai arti yang sama
dengan tanzim al-nasl (pengaturan keturunan).
Penggunaan istilah ”Keluarga Berencana” juga sama artinya dengan istilah yang umum
dipakai di dunia internasional yakni family planning atau planned parenthood, seperti yang
digunakan oleh international Planned Parenthood Federation (IPPF), nama sebuah organisasi KB
internasional yang berkedudukan di London.
 
 KB adalah gerakan untuk membentuk keluargayang sehat dan sejahtera denganmembatasi
kelahiran.Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Pembatasanbisa dilakukan
dengan penggunaanalat-alatkontrasepsiatau penanggulangan kelahiran sepertikondom,spiral,IUD
dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua.
1.Pandangan Agama Islam Mengenai KB
 
Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka
hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl).
Terdapat banyak hadits yang mendorong umat  Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya:
 
“Perintah menikahi perempuanYang subur dan banyak anak, penjelasan yang menyebutkan
bahwa Rasulullah berbangga di Hari Kiamat dengan banyaknya pengikut beliau”.
 (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad), dsb.
 
Yang dikenal dalam Islam adalah pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl).Hal ini didasarkan
pada para sahabat yang melakukan azal di masa Nabi, dan beliau tidak melarang hal tersebut.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran antara lain:
 
1.      kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil atau melahirkan,
berdasarkan     pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya.Firman Allah:
 
      “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kebinasaan.”
 (QS. al-Baqarah: 195).
 
2.     khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam
beragama, lalu menerima saja sesuatu yang haram danmelakukan hal-hal yang dilarang demi
anak-anaknya. Allah berfirman:
          “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.
            (QS. al-Baqarah: 185).
 
3.      Alasan kekhawatiran akan nasib anak-anaknya; kesehatannya buruk atau pendidikannya
tidak teratasi (Lihat:Halal dan Haram dalam Islam,Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Era Intermedia, hlm.
285-288).
 
4.     Alasan lainnya adalah agar bayi memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan
dikhawatirkan kehadiran anak selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak susuannya
tidak terpenuhi.
 
Membatasi anak dengan alasan takut miskin atau tidak mampumemberikan nafkah bukanlah
alasan yang dibenarkan. Sebab, itu mencerminkan kedangkalan akidah, minimnya tawakal dan
keyakinan bahwa Allah Maha Memberi rezeki. Allah Swt. berfirman:
 
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang
memberi    rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS. al-Isra: 31).
 
a.      Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan
dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa’ ayat 9:
‫وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواهللا واليقولوا سديدا‬
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar”.
•   Kristen Protestan
       
Agama kristen protestan memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam
pemahaman yang bersifat real sesuai dengan kehendak Allah dan tidak melarang umatnya
berKB.

•   Kristen Katolik

Menurut kristen katolik untuk mengatur kelahiran anak suami istri harus tetap menghormati dan
menaati moral katolik dan umat katolik dibolehkan berKB dengan metode alami yang
memanfaatkan masa tidak subur.
 
3.pandangan Agama Budha mengenai KB
Masalah kependudukan dan Keluarga Berencana belum timbul ketika Buddha Gotama masih
hidup. Tetapi kita bisa menelaah ajaran-Nya yang relevan dengan makna Keluarga Berencana.
Kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya hidup harmonis antara suami dan isteri, dan antara
orang tua dengan anaknya.
  Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah berusaha menimbulkan danmemperkembangkan
kesejahteraan untuk anak-anaknya. Jadinya, bila kitaperhatikan KB menurut agama budha harus
dilaksanakan, karena KB menimbul kankesejahteraan keluarga. KB dibenarkan dalam agama
Buddha. Dan umat Buddha hanya memilih cara KB yang cocok untuk mereka masing-masing.
4.     Pandangan Agama Hindu tentang Keluarga Berencana
              KB menurut agama hindu di perbolehkan karena KB dapat membatasi jumlah anak
dengan tujuan agar sejahtera.

8. EUTHANASIA
Pandangan Agama Kristen pada Euthanasia Aktif
1.Tak ada orang yang mempunyai hak moral untuk membunuh manusia tak bersalah. Kata
Alkitab, “Jangan membunuh” (Kel. 20:30). “..dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan
dari tangan-Ku” (Ul. 32:29). Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil”
(Ayb. 1:21) dan Dia saja yang berhak mengambilnya (Ibr 9:27). Kesalahan euthanasia aktif
adalah memainkan peranan sebagai Allah dan bukan manusia. Bahkan Alkitab mengatakan
bahwa kita bukanlah pencipta hidup kita. Jadi hidup kita bukanlah milik kita (Kis. 14:17; 17:24-
25)
2.Bukan belas kasihan jika membunuh penderita. Membunuh bayi belum lahir sama saja dengan
Child Abuse. Membunuh bayi cacat atau kaum dewasa yang menderita bukan menghindarkan
dari kesengsaraan manusia, melainkan menyebabkan penderitaan kematian. Bahkan Alkitab
mengatakan, membunuh orang yang tak bersalah bukan perbuatan baik; melainkan kejahatan
(Kel 20:13).
3.Jika euthanasia adalah memperbolehkan membunuh dengan tujuan yang baik, maka dengan
membunuh pendukung euthanasia dan aborsi, jutaan nyawa bisa terselmatakan. Tetapi tidak akan
ada pendukung euthanasia yang memperbolehkannya.
4.Dari penderitaan banyak dapat dipelajari. “ kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji mienimbulakan pengharapan”
(Rm. 5:3-4). Yakobus berkata, “..anggaplah sebagai suatu kebahagiaan , apabila kamu jatuh ke
dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu
menghasilkan ketekunan”. Penderitaan membentuk karakter, “tiap-tiap pada waktu ia diberikan
tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran
yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Ibr. 12:11).
5.Tidak ada label haraga pada hidup manusia. Yesus berkata, “ Apa gunanya seorang
memperolah seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?” (Mrk. 8:36). Suatu nyawa manusia
lebih berharga daripada apapun di dunia ini (Mat. 6:26). Pandangan membunuh untuk
menghemat uang adalah materialistis.
6.Tujuan tidak membenarkan cara.
7.Manusia bukanlah hewan. “..sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri”
(Kej. 9:6)

9. HIV/AIDS
Berikut ini perspektif agama-agama terhadap HIV/AIDS

Sejak awal epidemi HIV di Indonesia selalu muncul pernyataan yang dibalut dengan moral,
seperti penanggulangan HIV/AIDS dengan agama, mencegah HIV dengan moral, dll. Padahal,
HIV/AIDS adalah fakta medis artinya dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran.
Maka, cara pencegahannya pun dapat pula dilakukan dengan teknologi medis yang konkret.
Tapi, karena sejak awal pemerintah, dalam hal ini beberapa menteri kesehatan, selalu mengait-
ngaitkan penularan HIV dengan norma, moral dan agama maka sampai sekarang anggapan itu
tidak berubah. Bahkan, banyak kalangan yang menilai balutan norma, moral dan agama
belakangan ini justru lebih kental daripada di awal-awal epidemi.

Kalau balutan norma, moral dan agama itu bisa menanggulangi epidemi HIV tentulah kasus
kumulatif HIV/AIDS dan insiden infeksi baru tidak akan bertambah. Faktanya, sampai
Desember 2010 Kemenkes sudah melaporkan 68.927 HIV dan 24.131 AIDS dengan 4.539
kematian. Sedangkan di Jakarta dilaporkan 3.995 AIDS dengan 576 kematian.

Begitu pola dengan anggapan yang mengaitkan sosialisasi kondom untuk mencegah penularan
HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah akan mendorong laki-laki berzina
ternyata dipupus oleh fakta kasus HIV/AIDS di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Dilaporkan
1.970 ibu rumah tangga (istri) yang terdeteksi HIV/AIDS. Di Jakarta dilaporkan 12 persen dari
kasus HIV/AIDS terdeteksi di kalangan ibu rumah tangga. Ini menunjukkan suami mereka tidak
memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain.

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Buddha tidak konkret. Disebutkan penularan HIV
terjadi (a). Melalui hubungan seksual (homo, maupun heteroseksual) dengan seseorang yang
mengidap virus HIV. Tapi tidak ada pencegahan yang ditawarakan.

Disebutkan pula penularan HIV melalui (b). Transfusi darah yang mengandung virus HIV.
Pencegahan yang ditawarkan adalah: (b). Tidak menerima transfusi/spesimen darah dari sumber
yang tidak jelas dan (c). Bagi pengidap HIV jangan menjadi donor darah. Dari sumber yang
dikenal pun bisa saja terjadi sumber yang dikenal itu sudah mengidap HIV karena orang-orang
yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala khas AIDS sebelum masa AIDS (antara 5-15
tahun setelah tertular HIV). Pencegahan yang konkret adalah hanya menerima darah untuk
transfusi dari PMI karena PMI sudah melakukan skrining HIV terhadap darah donor. Orang-
orang yang sudah terdeteksi HIVmelalui tes yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes
HIV yang baku tidak akan mendonorkan darahnya. Yang jadi persoalan adalah donor dari orang-
orang yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi karena ada masa jendela (jika donor
menyumbangkan darah di bawah tiga bulan setelah tertular maka hasil skrining HIV di PMI bisa
negatif palsu artinya HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi karena belum
ada antibody HIV).

Sedangkan pencegahan untuk (d) Penularan virus dari ibu hamil yang mengidap virus HIV
kepada bayinya disebutkan (a). Bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Ini
ngawur. Perempuan yang mengidap HIV sudah hamil tentulah pencegahan pada masa kehamilan
bukan melarang perempuan hamil yang mengidap HIV itu hamil lagi. Pencegahan HIV pada
penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya adalah dengan pemberian obat
antiretroviral (ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar.
Pencegahan HIV dalam perspektif agama Buddha tidak konkret. Disebutkan penularan HIV
terjadi (a). Melalui hubungan seksual (homo, maupun heteroseksual) dengan seseorang yang
mengidap virus HIV. Tapi tidak ada pencegahan yang ditawarakan.

Disebutkan pula penularan HIV melalui (b). Transfusi darah yang mengandung virus HIV.
Pencegahan yang ditawarkan adalah: (b). Tidak menerima transfusi/spesimen darah dari sumber
yang tidak jelas dan (c). Bagi pengidap HIV jangan menjadi donor darah. Dari sumber yang
dikenal pun bisa saja terjadi sumber yang dikenal itu sudah mengidap HIV karena orang-orang
yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala khas AIDS sebelum masa AIDS (antara 5-15
tahun setelah tertular HIV). Pencegahan yang konkret adalah hanya menerima darah untuk
transfusi dari PMI karena PMI sudah melakukan skrining HIV terhadap darah donor. Orang-
orang yang sudah terdeteksi HIVmelalui tes yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes
HIV yang baku tidak akan mendonorkan darahnya. Yang jadi persoalan adalah donor dari orang-
orang yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi karena ada masa jendela (jika donor
menyumbangkan darah di bawah tiga bulan setelah tertular maka hasil skrining HIV di PMI bisa
negatif palsu artinya HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi karena belum
ada antibody HIV).

Sedangkan pencegahan untuk (d) Penularan virus dari ibu hamil yang mengidap virus HIV
kepada bayinya disebutkan (a). Bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk tidak hamil. Ini
ngawur. Perempuan yang mengidap HIV sudah hamil tentulah pencegahan pada masa kehamilan
bukan melarang perempuan hamil yang mengidap HIV itu hamil lagi. Pencegahan HIV pada
penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya adalah dengan pemberian obat
antiretroviral (ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar.

Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Hindu

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Hindu sama sekali tidak menyebutkan cara-cara yang
konkret untuk mencegah penularan HIV yang disebutkan.
Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Islam

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Islam juga tidak menyebutkan cara pencegahan
melalui hubungan seksual. Sedangkan mencegah (d) Penularan virus dari ibu hamil yang
mengidap virus HIV kepada bayinya disebutkan (a). Bagi wanita pengidap HIV dianjurkan untuk
tidak hamil. Perempuan yang mengidap HIV sudah hamil tentulah pencegahan pada masa
kehamilan bukan melarang perempuan hamil yang mengidap HIV itu hamil lagi. Pencegahan
HIV pada penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya adalah dengan pemberian obat
antiretroviral (ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar.

Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Katolik

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Katolik mengandung mitos. Disebutkan penularan
HIV (2). Melalui cairan kelamin (air mani, cairan vagina dalam hubungan seksual) dengan cara
pencegahanya adalah: (1). Hindari hubungan seks di luar nikah dan berganti-ganti pasangan, dan
(2). Gunakan kondom bagi mereka yang mempunyai pasangan HIV positif. Tidak ada kaitan
langsung antara penularan HIV dan hubungan seks di luar nikah. Penularan HIV melalui
hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) jika salah satu
dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama
(kondisi hubungan seksual). Buktinya, 12 persen kasus HIV/AIDS di Jakarta terdeteksi pada ibu
rumah tangga. Mereka tertular dari suaminya melalui hubungan seksual di dalam ikatan
pernikahan yang sah.

Penuaran dan Pencegahan HIV Perspektif Khonghucu

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Konghucu juga tidak komprehensif. Tidak ada cara
pencegahan untuk penularan Dari ibu hamil positif HIV kepada bayinya serta Melalui transfusi
darah yang mengandung HIV.

Sedangkan cara pencegahan untuk penularan HIV Melalui hubungan seksual yang berisiko
dengan pasangan yang terinfeksi HIV disebutkan: Hindari hubungan seksual sebelum menikah,
Bersikap saling setia pada pasangan yang sah, Gunakan kondom jika salah satu pasangan
terinfeksi HIV atau infeksi menular seksual. Ini juga mitos karena penularan HIV tidak terkait
dengan sifat hubungan seksual. Sesudah menikah pun tetap ada risiko tertular HIV jika dilakukan
tanpa kndom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang
sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial atau pelaku kawin-carai.

Penularan dan Pencegahan HIV Perspektif Kristen

Pencegahan HIV dalam perspektif agama Kristen juga tidak konkret. Disebutkan penularan HIV
(2). Melalui cairan kelamin (air mani, cairan vagina dalam hubungan seksual) dengan cara
pencegahanya adalah: (1). Hindari hubungan seks di luar nikah dan berganti-ganti pasangan, dan
(2). Gunakan kondom bagi mereka yang mempunyai pasangan HIV positif. Tidak ada kaitan
langsung antara penularan HIV dan hubungan seks di luar nikah.

Pada perspektif agama Katolik dan Kristen disebutkan melalui kontak darah seperti pada facial
wajah. Belum ada kasus penularan HIV melalui facial wajah. Padahal, faktor risiko (mode of
transmission) HIV secara nasional dan global didominasi oleh hubungan seksual di dalam dan di
luar nikah. Pertanyaannya adalah: Mengapa (anjuran) pencegahan tidak menukik ke faktor risiko
hubungan seksual?

Bertolak dari fakta tentang pencegahan HIV berdarakan persektif agama seperti yang ada pada
leaflet maka bisa dipastikan masyarakat luas tidak akan (pernah) mengetahui cara-cara penularan
dan pencegahan yang konkret. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian insiden penuaran
HIV baru, terutama di kalangan laki-laki dewasa akan terus terjadi, Ini dapat dipantau dari kasus
HV/AIDS pada ibu rumah tangga yang terdeteksi.
Daftar Pustaka
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2004.
Budiyono, A.P, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 1, Jakarta, Kanasius.
Smith, Huston. 2004. Agama-agama Manusia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekristenan
Hadikusuma, Hilman. 1983. Antropologi Agama. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Hadiwijono, Harun. 2010. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Anda mungkin juga menyukai