Anda di halaman 1dari 8

Filsafat dan Agama

Disusun Oleh : Dea Kristiana Tobing 2016060574


Endah Novika Sari 2016060794

A. Filsafat
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
1. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal
dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan
'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan
disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan
ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau
perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2. Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam pikiran' atau
'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan
ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum
semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-
sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia
yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-
sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Ada Beberapa definisi Filsafat menurut para Ahli, Yaitu:


1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates
dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala
yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan
yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab
dan asas segala benda).
3. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung
dan usaha-usaha untuk mencapainya.

B. Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi".
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

C. Mengetahui Hubungan agama dan Filsafat


Filsafat dan agama baru dapat dirasakan faedahnya dalam kehidupan manusia
apabila merefelesikanya dalam diri manusia. Menurut Prof.Nasioen,SH mengatakan
bahwa “Filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama, apabila filsafat tidak
beradasarkan agama, dan hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja,
maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif. Karena yang
memberikan pandangan dan putusan adalah akal pikiran”.
Filsafat dan agama mempunya hubungan yang terkait dan reflesif dengan manusia
artinya keduanya tidak ada alat penggerak dan tenaga utama di dalam diri manusia,
yang dikatakan alat dan penggerak tenaga utama pada diri manusia adalah akal,
pikiran, rasa, dan kenyakinan. Dengan alat ini manusia akan mencapai kebahagiaan
bagi dirinya. Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi
manusia dalam menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian,
dan kesejahteraan. Manakala manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat,
maka timbullah kesadaranyna, bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak
berdaya untuk mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan keyakinan bahwa yang
dapat menolong dan menangkan hidupnya adalah Tuhan Sang Pencipta.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa filsafat dan agama adalah dua pokok
persoalan yang berbeda, namun memiliki hubungan. Agama banyak berbicara
tentang hubungan antara manusia dengan Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat
seperti yang dikemukakan di atas bertujuan menemukan kebenaran. Jika kebenaran
yang sebenarnya itu mem-punyai ciri sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat.
Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir
perjalanan segala makhluk, lantas bagaimana mungkin agama bertentangan dengan
filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek
penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan
dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu
faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk
meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia
doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan
apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama.
Isi filsafat itu ditentukan oleh objek apa yang dipikir-kan. Karena filsafat mempunyai
pengertian yang berbeda sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan
besar kemungkinan objek dan lapangan pembicaraan fil-safat itu akan berbeda pula.
Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik ada
dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang ada itu dalam
kemungkinan.1[1] Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama adalah
agama sebagai objek kajian filsafat.
Agama adalah salah satu materi yang menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan
demikian, agama menjadi objek materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai
objek materia yaitu materi yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian
yang abstraknya. Dalam agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik
dan aspek metefisik. Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang
gaib, seperti Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya, sedangkan
aspek pisik adalah manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat.
Kedua aspek ini (pisik dan metafisik) menjadi objek materia filsafat. Namun demikian
objek filsafat agama banyak ditujukan kepada aspek metafisik daripada aspek fisik.
Aspek fisik itu sebenarnya sudah menjadi pembahasan ilmu seperti ilmu sosiologi,
psikologi, ilmu biologi dan sebagainya. Ilmu dalam hal ini sudah memi-sahkan diri
dari filsafat. Dengan demikian, agama ternyata termasuk objek materia filsafat yang
tidak dapat diteliti oleh sain. Objek materia filsafat jelas lebih luas dari objek materi
sain. Perbedaan itu sebenarnya disebabkan oleh sifat penyelidikan. Penyelidikan
filsafat yang dimaksud di sini adalah penyelidikan yang mendalam, atau
keingintahuan filsafat adalah bagian yang terdalam. Yang menjadi penyelidikan
filsafat agama adalah aspek yang terdalam dari agama itu sendiri.
Sedangkan para tokoh Islam juga berpendapat adanya hubungan antara filsafat dan
agama. Abu Hayyan Tauhidi, dalam kitab al-Imtâ' wa al-Muânasah, berkata, "Filsafat
dan syariat (agama) senantiasa bersama, sebagaimana syariat dan filsafat terus
sejalan, sesuai, dan harmonis". Abul Hasan 'Amiri, dalam pasal kelima kitab al-Amad
'ala al-Abad, juga menyatakan, "Akal mempunyai kapabilitas mengatur segala
sesuatu yang berada dalam cakupannya, tetapi perlu diperhatikan bahwa
kemampuan akal ini tidak lain adalah pemberian dan kodrat Tuhan. Sebagaimana
hukum alam meliputi dan mengatur alam ini, akal juga mencakup alam jiwa dan
berwenang mengarahkannya. Tuhan merupakan sumber kebenaran yang meliputi
secara kodrat segala sesuatu.
Cakupan kodrat adalah satu cakupan dimana Tuhan memberikan kepada suatu
makhluk apa-apa yang layak untuknya. Dengan ini, dapat kesimpulan bahwa alam
natural secara esensial berada dalam ruang lingkup hukum materi dan hukum materi
juga secara substansial mengikuti jiwa, dan jiwa berada di bawah urusan akal yang
membawa pesan-pesan Tuhan. Hal itu menunjukkan jika filsafat dan agama terdapat
hubungan yang saling terkait satu dengan yang lainnya.

Tidaklah terlalu asing orang mengatakan bahwa pembahasan filsafat terhadap


agama tidak menambah keyakinan atau tidak meningkatkan ketakwaan kepada
Tuhan. Ini bisa berarti bahwa pembahasan agama secara filosofis tidak perlu dan
usaha itu adalah sia-sia. Tetapi perlu diingat bahwa pembahasan agama dengan
kacamata filsafat bertujuan untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama tertentu
atau paling tidak untuk mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip logika. Sehingga dari sanalah diketahui
bahwa terdapat hubungan erat antara filsafat dan agama.
Asumsi kedua kita ini diciptakan oleh Tuhan sebagai suatu yang potensial dapat
diperbaiki, diperindah, dan diperkaya, sehingga hidup dan penghidupan ini lebih
dapat meningkat harganya untuk dihidupi dan dinikmati. Hubungan agama dengan
filsafat dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah
salah satu unsur kebudayaan
2. Agama adalah ciptanya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia
3. Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science)
filsafat menguji asumsi-asumsi science
4. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan kenyataan dogma-dogma agama,
sedangkat filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang
kebenaran.

D. Mengetahui Kedudukan Filsafat dalam Agama dan sebaliknya


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut.
Jika ditinjau dari segi asalnya, maka semua agama di Bumi ini di bagi 2, yaitu :
1. Agama Samawi (Tauhid)
Yaitu agama yang turun dari Allah SWT yang menjadikan alam semesta dan
diwahyukan kepada Rasul-Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka
masing-masing. Yang termasuk dalam agama samawi antara lain adalah Agama
Yahudi, Agama Nasrani, dan Agama Islam.
2. Agama Thabi’y (A’rdhi)
Yaitu agama yang timbul dari angan-angan khayal manusia belaka, bukan berasal
dari wahyu Ilahi. Di antara agama ardhi adalah Agama Majusi, Agama Shabi’ah.
Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk
mencari keridhaan Tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu yang diangggap berkuasa,
yaitu Tuhan, zat yang memiliki segala yang ada, yang berkuasa, yang mengatur
seluruh alam beserta isinya.

Agama dibedakan dengan agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu
biasanya berpijak pada keesaan Tuhan, ada Nabi yang bertugas menyampaikan
ajaran kepada manusia dan ada kitab suci yang dijadikan rujukan dan tuntunan
tenanng baik dan buruk. Sedangkan pada agama yang bukan wahyu tidak
membicarakan tentang keessaan Tuhan, dan tidak ada Nabi.
Dalam The Oxford Encyclopedia of Islami Word, disebutkan bahwasejak kelahiran
filsafat, maka Filsafat Islam merupakan salah satu tradisi intelektual besar di dalam
dunia Islam, dan telah mempengaruhi serta dipengaruhi oleh banyak perspektif
intelektual lain, termasuk teologi skolastik (kalam) dan sufisme doktrinal (al-ma’rifah
al-irfan).
Mungkin sebab pengaruh-pengaruh intelektual lain, sehingga Ibrahim Madkūr
menjelaskan bahwa kedudukan filsafat Islam sesungguhnya mengalami keraguan
dalam suatu zaman. Sebagai akibatnya adalah di antara mereka yang mengingkari
(menolak) kehadiran filsafat Islam itu, dan sebagian lainnya justru menerimanya,
bahkan telah menyelamatkannya. Dengan penjelasan ini, maka dapat dipahami
bahwa filsafat Islam dalam satu sisi tidak diterima oleh semua orang. Mungkin
alasannya, karena ada anggapan bahwa filsafat Islam terasimilasi dari filsafat Yahudi.
Kedudukan filsafat Islam, sangat berbeda dengan konsep filsafat Yahudi. Sehingga,
harus dengan posisi yang berbeda itu, tampak dalam sejarah bahwa filsafat Islam
telah diselamatkan oleh para filsuf muslim. Pada gilirannya, justeru filsafat Islam juga
telah meluas dan mempengaruhi berbagai adat istiadat, kebudayaan, dan peradaban
di segala penjuru. Ini berarti bahwa filsafat Islam telah mendapat tempat yang layak,
dan sama sekali tidak bertentangan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Justeru
sebaliknya, dengan kembali merujuk pada ayat-ayat al-Quran, akan ditemukan
perintah-perintah Allah swt untuk berfikir secara filosofis.
Meskipun diakui bahwa pemikiran-pemikiran filsofis di kalangan filosof-muslim yang
pesat perkembangannya sejak dulu sampai kini pada umumnya berkisar pada filsafat
Ketuhanan, dan sangat jarang yang mengkhususkan diri pada masalah alam semesta
beserta isinya termasuk. Dengan kata lain, orientasi filsafat Islam selama ini bersifat
vertikal dan jarang yang menghampiri per-soalan-persoalan yang bersifat horizontal
(masalah sosial dan alam semesta). Hal ini, sangat erat kaitannnya dengan situasi
yang berkembang pada waktu itu, di mana masalah Ketuhanan menjadi topik yang
selalu aktual diperbincangkan oleh kaum muslimin. Di lain pihak, kaum muslimin
ingin mempertemukan antara berita-berita wahyu yang diyakini sebagai kebenaran
dengan teori-teori filsafat yang bersumber dari ratio murni itu.
Wahyu Allah yang diturunkan, menurut filsafat Islam adalah mutlak kebenarannya,
sementara ratio yang juga merupakan alat pikir manusia yang diberikan oleh Allah,
bilamana dipergunakan dengan sebaik-baiknya, juga akan mencapai kebenaran.
Hanya saja, dalam konsep filsafat Islam adalah, ada manusia yang tidak mampu
mencapai pada tarap kebenaran yang sempurna, sehingga ia bersifat nisbi (relatif).
Bilamana kebenaran nisbi tersebut tidak bertentangan dengan wahyu, maka dapat
diperpegangi.
Dalam filsafat Islam, dapat ditemukan keharmonisan antara akal dan wahyu, serta
antara visi dan penalaran. Filsafat Islam adalah gudang pengetahuan yang dengan
basis pemikiran rasional, pada akhirnya menuntun kepada iluminasi, dan iluminasi
tidak pernah terpisah dari hal yang sakral.
Akhirnya, perlu kembali ditegaskan bahwa dalam filsafat Yunani kekuatan akal amat
dihargai dan ratio dipakai dengan tidak diikat oleh ajaran-ajaran agama. Sedangkan
dalam Islam terdapat ajaran-ajaran yang bersifat mutlak benar dan tidak boleh
dilanggar oleh pemikiran akal. Di sini timbullah persoalan akal dan wahyu. Di sinilah
terletak persamaan antara filsafat dan agama, keduanya sama-sama membahas
tentang kebenaran. Selanjutnya, agama disamping wahyu mempergunakan akal dan
filsafat memakai akal pula. Filsafat membahas kebenaran pertama (al-haqq al-
awwal) dan agama itulah pula yang menjelaskannya. Oleh karena itu, di dalam Islam
tidak ada pelarangan dalam mempelajari filsafat.

Daftar Pustaka

Harun Nasution, Falsafat Agama (Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1991). John L. Esposito,
The Oxford Encyclopedia of The Modern Islam World, vol. 3 (New York: Oxford
University Press, 1995). Ibrahim Madkūr, Fī al-Falsafat al-Islamiyah; Manhaj wa
Thatbīquhu, juz I (Cet. III; Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th).

Susanto, A. 2011. Fisafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara

http://kuliahfilsafat.com/2009/04/pengertian-filsafat-arti-filsafat.html.

Anda mungkin juga menyukai