A. Filsafat
Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
1. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal
dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan
'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan
disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan
ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau
perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2. Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam pikiran' atau
'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan
ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum
semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-
sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia
yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-
sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
B. Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi".
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Agama dibedakan dengan agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu
biasanya berpijak pada keesaan Tuhan, ada Nabi yang bertugas menyampaikan
ajaran kepada manusia dan ada kitab suci yang dijadikan rujukan dan tuntunan
tenanng baik dan buruk. Sedangkan pada agama yang bukan wahyu tidak
membicarakan tentang keessaan Tuhan, dan tidak ada Nabi.
Dalam The Oxford Encyclopedia of Islami Word, disebutkan bahwasejak kelahiran
filsafat, maka Filsafat Islam merupakan salah satu tradisi intelektual besar di dalam
dunia Islam, dan telah mempengaruhi serta dipengaruhi oleh banyak perspektif
intelektual lain, termasuk teologi skolastik (kalam) dan sufisme doktrinal (al-ma’rifah
al-irfan).
Mungkin sebab pengaruh-pengaruh intelektual lain, sehingga Ibrahim Madkūr
menjelaskan bahwa kedudukan filsafat Islam sesungguhnya mengalami keraguan
dalam suatu zaman. Sebagai akibatnya adalah di antara mereka yang mengingkari
(menolak) kehadiran filsafat Islam itu, dan sebagian lainnya justru menerimanya,
bahkan telah menyelamatkannya. Dengan penjelasan ini, maka dapat dipahami
bahwa filsafat Islam dalam satu sisi tidak diterima oleh semua orang. Mungkin
alasannya, karena ada anggapan bahwa filsafat Islam terasimilasi dari filsafat Yahudi.
Kedudukan filsafat Islam, sangat berbeda dengan konsep filsafat Yahudi. Sehingga,
harus dengan posisi yang berbeda itu, tampak dalam sejarah bahwa filsafat Islam
telah diselamatkan oleh para filsuf muslim. Pada gilirannya, justeru filsafat Islam juga
telah meluas dan mempengaruhi berbagai adat istiadat, kebudayaan, dan peradaban
di segala penjuru. Ini berarti bahwa filsafat Islam telah mendapat tempat yang layak,
dan sama sekali tidak bertentangan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Justeru
sebaliknya, dengan kembali merujuk pada ayat-ayat al-Quran, akan ditemukan
perintah-perintah Allah swt untuk berfikir secara filosofis.
Meskipun diakui bahwa pemikiran-pemikiran filsofis di kalangan filosof-muslim yang
pesat perkembangannya sejak dulu sampai kini pada umumnya berkisar pada filsafat
Ketuhanan, dan sangat jarang yang mengkhususkan diri pada masalah alam semesta
beserta isinya termasuk. Dengan kata lain, orientasi filsafat Islam selama ini bersifat
vertikal dan jarang yang menghampiri per-soalan-persoalan yang bersifat horizontal
(masalah sosial dan alam semesta). Hal ini, sangat erat kaitannnya dengan situasi
yang berkembang pada waktu itu, di mana masalah Ketuhanan menjadi topik yang
selalu aktual diperbincangkan oleh kaum muslimin. Di lain pihak, kaum muslimin
ingin mempertemukan antara berita-berita wahyu yang diyakini sebagai kebenaran
dengan teori-teori filsafat yang bersumber dari ratio murni itu.
Wahyu Allah yang diturunkan, menurut filsafat Islam adalah mutlak kebenarannya,
sementara ratio yang juga merupakan alat pikir manusia yang diberikan oleh Allah,
bilamana dipergunakan dengan sebaik-baiknya, juga akan mencapai kebenaran.
Hanya saja, dalam konsep filsafat Islam adalah, ada manusia yang tidak mampu
mencapai pada tarap kebenaran yang sempurna, sehingga ia bersifat nisbi (relatif).
Bilamana kebenaran nisbi tersebut tidak bertentangan dengan wahyu, maka dapat
diperpegangi.
Dalam filsafat Islam, dapat ditemukan keharmonisan antara akal dan wahyu, serta
antara visi dan penalaran. Filsafat Islam adalah gudang pengetahuan yang dengan
basis pemikiran rasional, pada akhirnya menuntun kepada iluminasi, dan iluminasi
tidak pernah terpisah dari hal yang sakral.
Akhirnya, perlu kembali ditegaskan bahwa dalam filsafat Yunani kekuatan akal amat
dihargai dan ratio dipakai dengan tidak diikat oleh ajaran-ajaran agama. Sedangkan
dalam Islam terdapat ajaran-ajaran yang bersifat mutlak benar dan tidak boleh
dilanggar oleh pemikiran akal. Di sini timbullah persoalan akal dan wahyu. Di sinilah
terletak persamaan antara filsafat dan agama, keduanya sama-sama membahas
tentang kebenaran. Selanjutnya, agama disamping wahyu mempergunakan akal dan
filsafat memakai akal pula. Filsafat membahas kebenaran pertama (al-haqq al-
awwal) dan agama itulah pula yang menjelaskannya. Oleh karena itu, di dalam Islam
tidak ada pelarangan dalam mempelajari filsafat.
Daftar Pustaka
Harun Nasution, Falsafat Agama (Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1991). John L. Esposito,
The Oxford Encyclopedia of The Modern Islam World, vol. 3 (New York: Oxford
University Press, 1995). Ibrahim Madkūr, Fī al-Falsafat al-Islamiyah; Manhaj wa
Thatbīquhu, juz I (Cet. III; Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th).
http://kuliahfilsafat.com/2009/04/pengertian-filsafat-arti-filsafat.html.