Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya
aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam
penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan
dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak,
gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-
negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens
bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan
tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi
udara dan kelainan congenital.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-
laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa
kelainan kongenital.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar penyakit dari bronkhiektasis?
2. Apa pengkajian dari bronkhiektasis?
3. Apa diagnosa keperawatan yang muncul pada bronkhiektasis?
4. Apa intervensi keperawatan dari bronkhiektasis?
5. Apa implementasi keperawatan dari bronkhiektasis?
6. Apa evaluasi keperawatan dari bronkhiektasis?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit bronkhiektasis.
2. Untuk mengetahui pengkajian dari bronkhiektasis.
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada bronkhiektasis
4. Untuk mengetahui intervensi keperawatan dari bronkhiektasis
5. Untuk mengetahui implementasi keperawatan dari bronkhiektasis.
6. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan dari bronkhiektasis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus,
aspirasi benda asing, muntahan, benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan
tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfa.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus. Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari
bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi
benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial
dengan obstruksi. Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu
atau lebih cabang-cabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

B. Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-
negara berkembang dan maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring
dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk
dengan golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5 data terakhir yang diperoleh dari
RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7
terbanyak, didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap.

C. Etiologi
1. Kelainan Kongenital
Brokiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetic atau
faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Brokietasis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
a. bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua paru.
b. bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital
lain, misalnya : mucoviscidosis, sindrom kartagener, hipo atau
agamaglobulinemia.
2. Kelainan Didapat
3
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
akibat proses berikut:
a. Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya
merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa
anak, tuberculosis paru, dan sebagainya.
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai
macam sebab: korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar
lainnya terhadap bronkus.

D. Patofisiologi Bronkietaksis
Menurut Brunner & Suddarth (2002) patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari
infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya
dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding
bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat, infeksi melebar
sampai ke peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis selular, setiap tuba yang
berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui
bronkus. Brokiektasis biasanya setempat, menyerang lobus segmen paru. Lobus yang
paling bawah sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan
alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau
fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas
paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.

4
E. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya
kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan
imunitas selular atau kekurangan alfa-1antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom Kartagener,
kekurangan kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kongenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis paru.
F. Klasifikasi
Menurut Suyono (2001) berdasarkan atas bronkografi (bentuknya) dan patologi,
bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis tabung (Tubular, Cylindrikal, Fusiform Bronchiectasis)
Bronkiektasis bentuk ini merupakan brokiektasis yang paling ringan. Bentuk
ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkiektasis kronik.
2. Bentuk kantong (Saccular Bronchiectasis)

5
Bentuk ini merupakan bentuk brokiektasis yang klasik Ditandai dengan
dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, bentuk ini kadang-
kadang berbentuk kista.
3. Varicose Bronchiectasis
Merupakan gabungan dari kedua bentuk sebelumnya. Istilah ini digunakan
karena bronkus menyerupai varises pembuluh vena.

G. Gejala Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi
lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya hemoptisis dan pneumonia berulang.
Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan
dapat tidak nyata atau tanpa gejala penyakit yang ringan. Tanda dan gejala dari
bronkiektasis diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Batuk
Hemoptisis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik,
jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah
ada posisi tidur atau bangun dari tidur. Sputum terdiri atas tiga lapisan :
a. Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus
b. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva
c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak
2. Hemoptisis
Terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh
darah (pecah) dan timbul pendarahan.

3. Sesak napas (dispnea)


Timbulnya sesak napas tergantung pada luasnya bronkiektasis, kadang-kadang
menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi bronkus.
4. Demam berulangBronkiektasis
Merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang
pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam
berulang).
5. Kelainan Fisik
a. Sianosis
b. Jari tabuh (clubbing finger)
c. Bronki basah
d. Wheezing

H. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
6
Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum, sel-sel dan
bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan
meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit
dan bakteri. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan
adanya infeksi kuman anaerob.
b. Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya
leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia
menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
c. Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria
yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin
serum biasanya dalam batas normal, kadang bisa meningkat ataupun
menurun.
d. Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada
komplikasi kor pulmonal atau tanda pendorongan jantung.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada gambaran
sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara
cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai
diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang
mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
b. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan
pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak
menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif
atau penderita dengan hemoptisis yang pasif. Bronkografi dilakukan
sertalah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage
yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
c. Pemeriksaan Bronkoskopi
Pemeriksaan Bronkoskopi adalah suatu pemeriksaan untuk melihat
langsung kelainan pada saluran pernapasan mulai dari laring, sampai ke
bronkus dengan mengambil bilasan bronchial, kerokan, sikatan maupun
biopsi dengan menggunakan alat endoskopi.
7
d. Pemeriksaan Faal Paru ( Spirometri )
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara
obyektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi
medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.

I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronchitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
3. Pleuritis, timbul bersamaan dengan timbulnya pneumonia.
4. Efusi pleura atau empiema
5. Abses metastasis di otak
6. Hemoptisis
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang aeteri (arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi
hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat
darurat (indikasi pembedahan). Sering juga hemoptisis masih yang sulit diatasi
ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis
Keadaan ini sering di temukan dan merupakan bagian darikomplikasi
bronkiektasis pada saluran nafas.
8. Kor pulmonal kronik (KPK)
Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut
atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis
cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
(bronkiektasis), akan terjadi arerio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul seanosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor-polmonal kronik. Selanjutnya
dapat terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan
Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis
yang berat dan luas.
10. Amiloidosis
Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinoria atau urin yang mengandung
protein.

J. Terapi

8
1. Antibiotik: Obat ini diberikan untuk membantu mencegah atau mengobati
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Seperti Ampisillin, Kotrimoksasol, atau
amoksisilin selama 5- 7 hari pemberian.
2. Obat Anti-inflamasi : Ini juga dikenal sebagai non-steroid anti-inflammatory
drugs atau NSAIDs. Mereka mungkin membantu mengurangi rasa sakit dan
peradangan (pembengkakan). Obat ini dapat menyebabkan perdarahan
lambung atau masalah ginjal pada orang-orang tertentu.
3. Ekspektoran : Obat-obatan ini akan membantu agar dahak (lendir dari paru-
paru) menjadi lebih tipis. Ketika dahak meniipis, mungkin lebih mudah untuk
batuk dan meludah keluar. Hal ini dapat membantu agar dapat bernapas lebih
mudah.
4. Imunoglobulin : obat ini dapat diberikan untuk membantu sistem kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi.
5. Steroid : Obat steroid dapat membantu untuk membuka saluran udara sehingga
dapat bernapas lebih mudah.
6. Bedah : Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bagian yang rusak dari paru-
paru. Pembedahan biasanya hanya dilakukan jika pengobatan dengan obat-
obatan telah gagal

K. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu :
1. Pengobatan konservatif
a. Pengelolaan umum
Ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi :
1) Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
Contoh : membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
2) Memperbaiki drainase secret bronkus
Cara yang baik dikerjakan ialah sebagai berikut :
a) Melakukan drainase postural,
Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan dengan posisi
tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimal.
b) Mencairkan sputum yang kental.
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan inhalasi uap air panas
atau dingin.
c) Mengatur posisi tempat tidur pasien.
3) Mengontrol infeksi saluran napas.
Adanya infeksi saluran napas akut harus diperkecil dengan jalan
harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman.
b. Pengelolaan khusus
9
1) Kemoterapi pada bronkiektasi
a) Dapat digunakan secara kontinu untuk mengontrol infeksi
bronkus
b) untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
c) kemoterapi disini menggunakan obat antibiotic tertentu
2) Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan
pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk:
a) menentukan dari mana asal secret
b) megidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
c) menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage
daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis
paru).
c. Pengobatan simtomatik
Pengobatan lain yang perlu ditambahkan adalah pengobatan simtomatik.
Sesuai dengan namanya , pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul
simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.
1) Pengobatan obstruksi bronkus
Dapat diberikan dengan obat bronkodilator. Apabila hasil tes
bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator
tersebut.
2) Pengobatan hipoksia
Dapat diberikan oksigen. Apabila pasien terdapat komplikasi bronkitis
kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran darah
(cukup 1 liter/menit)
3) Pengobatan hemoptosis
Tindakan yang perlu segera diberikan adalah upaya menghentikan
perdarahan tersebut. Apabila perdarahan cukup banyak (masif),
mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tindakan
operatif segera untuk menghentikan perdarahannya.
4) Pengobatan demam
Diberikan antibiotik yang sesuai dosis cukup, dan perlu ditambahkan
obat antipiretik seperlunya.
2. Pengobatan pembedahan
a. Tujuan pembedahan : mengangkat segmen/lobus paru yang terkena.
b. Indikasi pembedahan :
1) Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu
dipertimbangkan untuk operasi.

10
2) Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi
berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien
dengan hemoptisis massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang
a. Merokok produk tembakau sebagai faktor penyebab utama
b. Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
c. Riwayat alergi pada keluarga
d. Ada riwayat asam pada masa anak-anak
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
a. Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
b. Sress emosional
c. Aktivitas fisik yang berlebihan
d. Polusi udara
e. Infeksi saluran nafas
f. Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan fokus pada sistem pernafasan yang meliputi:
a. Kaji frekuensi dan irama pernafasan
b. Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
c. Auskultasi bunyi nafas
d. Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas:
1) Mengangkat bahu pada saat bernafas
2) Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
3) Pernafasan cuping hidung

11
e. Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
f. Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
g. Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan
warna sputum.
h. Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
i. Kaji tingkat kesadaran.

4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :


a. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
b. Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume
cadangan
c. Kultur sputum positif bila ada infeksi
d. Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
e. Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan
apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
f. Tes hemoglobolin.
g. EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien
6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret atau sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan
kerusakan alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah,produksi sputum, dispneu
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis,
malnutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase
eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan di rumah.
C. Intervensi.

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


o Kriteria hasil
1. Ketidakefektifa Tujuan: 1. Kaji /pantau frekuensi 1. tachipneu
n jalan nafas Mempertahakan pernafasan.Catat rasio biasanya ada
berhubungan jalan nafas paten inspirasi dan ekspirasi pada beberapa
dengan dengan bunyi derajat dapat
12
peningkatan nafas bersih atau ditemukan pada
produksi jelas. penerimaan atau
sekret, sekret selam stress/
kental Kriteria hasil: proses infeksi
Menujukkan akut. Pernafasan
perilaku untuk melambat dan
memperbaiki frekuensi
bersihan jalan ekspirasi
nafas( batuk memanjang
yang efektif, disbanding
dan inspirasi.
2. Derajat spasme
mengeluarkan 2. Auskultasi bunyi dan
bronkus terjadi
secret catat adanya bunyi
dengan obstruksi
nafas.
jalan nafas dan
dapat /tak
dimanisfestasika
n adanya bunyi
3. Kaji pasien untuk
nafas.
posisi yang
3. Peninggian
nyaman,Tinggi kepala
kepala tempat
tempat tidur dan
tidur
duduk pada sandaran
mempermudah
tempat tidur
fungsi
pernafasan
dengan
mempergunakan
gravitasi. Dan
mempermudah
untuk bernafas
serta membantu
menurunkan
4. Bantu latihan nafas
kelemahan otot-
abdomen atau bibir
otot dan dapat

13
sebagai alat
ekspansi dada.
4. Untuk mengatasi
5. Observasi
dan mengontrol
karakteriktik batuk
dispneu dan
dan Bantu tindakan
menurunkan
untuk efektifan upaya
jebakan udara
batuk
5. Mengetahui
6. Tingkatan masukan
keefktifan batuk
cairan samapi
3000ml/hari sesuai
toleransi jantung
serta berikan hangat
6. Hidrasi
dan masukan cairan
membantu
antara sebagai
menurunkan
penganti makan
kekentalan
secret,memperm
udah
pengeluaran.cair
an hangat dapat
menurunkan
7. Mengajarkan pasien spasme bronkus.
batuk efektif Cairan antara
makan dapat
meningkatkan
distensi gaster
dan tekana
diafragma.
7. Mempercepat
proses
pengeluaran
lendir.
2. Gangguan Tujuan: 1. Kaji frekuensi, 1. untuk
pertukaran gas Menunjukkan kedalaman pernafasan mengevaluasi
berhubungan perbaikan serta catat derajat distress
14
dengan ventilasi dan penggunaan otot pernafsan/
gangguan suplai oksigenasi aksesori kronisnya suatu
oksigen dan jaringan adekuat penyakit.
2. Suplai oksigen
kerusakan dengan GDA 2. Tingikan kepala
dapat diperbaiki
alveoli dalam rentang tempat tidur dan
dengan posisi
normal dan Bantu untuk memilih
duduk tinggi dan
bebas gejala posisi yang mudah
latihan nafas
distress untuk bernafas .Kaji /
untuk
pernafasan. awasi secara rutin
menurunkan
kulit dan warna
kolaps jalan
Kriteria hasil: membran mukosa
nafas.
GDA dalam
3. Dorong untuk 3. Sputum
batas normal,
pengeluaran sputum/ menganggu
warna kulit
penghisapan bila ada proses
membaik,
indikasi pertukaran gas
frekuensi nafas
serta
12-
penghisapan
24x/mt,bunyi
dilakukan bila
nafas bersih,
batuk tidak
tidak ada
efektif.
batuk,frekuensi 4. Awasi tingkat 4. Manisfestasi
nadi 60- kesadaran / status umum dari
100x/mt,tidak mental hipoksia
5. Awasi tanda vital dan 5. Perubahan
dispneu.
status jantung tekanan darah
menunjukkan
efek hipoksia
sistemik pada
fungsi jantung
6. Dapat
6. Berikan oksigen
memperbaiki
tambahan dan
atau mencegah
pertahankan ventilasi
terjadinya
mekanik dan Bantu
hipoksia dan
intubasi
15
kegagalan nafas
serta tindakan
untuk
penyelamatan
hidup.
3. Perubahan Tujuan: 1. Pantau masukan dan 1. Untuk
nutrisi kurang Peningkatan keluaran tiap 8 jam, mengidentifikasi
dari kebutuhan dalam status jumlah makanan yang adanya
tubuh nutrisi dan berat dikonsumsi serta kemajuan atau
berhubungan badan pasien timbang berat badan penyimpangan
dengan mual tiap minggu. dari yang
muntah,produks Kriteria hasil: diharapkan.
2. Ciptakan suasana yang
2. suasana dan
i sputum, Pasien tidak
menyenangkan
lingkungan yang
dispneu mengalami
,lingkungan yang
tak sedap selama
kehilangan berat
bebas dari bau selama
waktu makan
badan lebih
waktu makan
dapat
lanjut atau
meyebakan
mempertahanka
3. Rujuk pasien ke ahli
anoreksia
n berat badan
diet untuk memantau 3. Dapat
merencanakan membantu
makanan yang akan pasien dalam
dikonsumsi merencanakan
makan dengan
4. Dorong klien untuk
gisi yang sesuai.
minum minimal 3 liter
4. untuk mengatasi
cairan perhari, jika
dehidrasi pada
tidak mendapat infus.
pasien
4. Resiko tinggi Tujuan: Tidak 1. Pantau suhu pasien 1. Untuk
terhadap infeksi terjadi/ adanya tiap 4 jam, hasil kultur mengidentifikasi
berhubungan gejala –gejala sputum dan hasil kemajuan yang
dengan proses infeksi. pemeriksaan leokusit dapat dicapai
penyakit kronis, serta warna dan dan
malnutrisi konsistensi sputum penyimpangan
Kriteria hasil: dari sasaran

16
Tidak terjadi yang diharapkan
infeksi suhu ( infeksi yang
tbuh berkisar mungkin
36-37 0c,Sel terjadi).
darah putih
2. Dapat
5000- 2. Lakukan pemeriksaan
membantu
10000/mm.batu sputum untuk
menegakkan
k produktif pemeriksaan kultur.
diagnosa infeksi
tidak ada.
saluran nafas
dan
mengidentifikasi
kuman
penyebabnya
3. malnutrisi dapat
3. Berikan nutrisi yan mempengaruhi
adekuat kesehatan umum
dan menurunkan
tahan terhadap
infeksi.
4. pencegahan dan
4. Berikan antibiotik
pengobatan
sesuai anjuran dan
infeksi dan
evaluasi
mempercepat
keefektifannya
proses
penyembuhan
5. Ansietas Tujuan: 1. Selama periode 1. Membantu
berhubungan Hilangnya distress pernafasan pasien untuk
dengan takut ansietas akut : mengontrol
a. Batasi jumlah dan
kesulitan keadaannya
frekuensi
bernafas selama Kriteria hasil: dengan
pengunjung
fase Ekspresi wajah meningkatkan
b. Mulai berikan
eksaserbasi, rileks, frekuensi relaksasi dan
oksigen lewat
kurang nafas antara 12- meningkatkan
kanula sebanyak
pengetahuan 24 jumlah udara
2 ltr/mt
17
tentang x/mt,frekuensi c. Demontrasikan yang masuk
pengobatan nadi 60- untuk kontrol paru-paru
yang akan 100x/menit. pernafasan
d. Ijinkan seseorang
dilaksanakan
untuk menemani
pasien
e. Pertahankan
posisi fowler
dengan posisi
lengan menopang
2. Hindari pemberian
informasi dan
instruksi yang bertele- 2. Pasien dapat
tele/sederhana menerima
mungkin ketika sedikit
pasien mengalami informasi
distress dan lakukan dalam keadaan
pendekatan dengan gelisah dan
pasien secara tenang terlalu banyak
dan menyakinkan. informasi dapat
meningkatkan
ansietas dan
memberitauhka
n apa yang
diharpkan
3. Gunakan obat sedatif
makakan dapat
sesui dengan yang
membantu
diresepkan.
penurunan
ansietas.
3. Obat penenang
dapat
mengontrol
tingkat
ansietasnya.
6. Intoleransi Tujuan: Klien 1. Pantau nadi dan 1. Mengidentifikas

18
aktivitas menunjukkan frekuensi nafas i kemabali
berhubungan peningkatan sebelum dan sesudah penyimpangan
dengan toleransi aktivitas tujuan yang
kerusakan terhadap diharapkan.
2. Berikan bantuan
2. Dapat
pertukaran gas aktivitas.
dalam melaksanakan
mengurangi
aktivitas sesuai yang
pengunaan
Kriteria hasil:
diperlukan dan
energi yang
Menurunnya
dilakukan secara
berlebihan
keluhan tentang
bertahap
napas pendek 3. Anjurkan makanan 3. Makanan
dan lemah dalam porsi kecil tapi dalam porsi
dalam sering dengan besar susah
melaksanakan makanan yang mudah dikunyah
aktivitas dikunyah. memerlukan
banyak energi
7. Kurang Tujuan: 1. Jelaskan proses 1. Menurunkan
pengetahuan Mengatakan penyakit individu ansietas dan
yang pemahaman dapat
berhubungan kondisi/proses menimbulkan
dengan penyakit dan partisipasi pada
kurangnya tindakan. rencana
2. Instruksikan untuk
informasi pengobatan.
latihan afas, batuk
tentang proses
efektif dan latihan 2. Nafas bibir dan
penyakit dan
kondisi umum. nafas abdominal
perawatan di
membantu
rumah
meminimalkan
kolaps jalan
3. Diskusikan faktor nafas dan
individu yang meningkatkan
meningkatkan toleransi
kondisi misalnya aktivitas
3. Faktor
udara, serbuk, asap
lingkungan dapat
tembakau.

19
menimbulkan
iritasi bronchial
dan peningkatan
produksi sekret
jalan nafas
.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis,
penyebab, tanda dan gejala, bagaimana cara penatalaksanaan serta
tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh karena itu individu
yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari
bronkiektasis segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang
kedokter maupun rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, dan
juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang
bronkiektasis.
B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu
saran dari semua dosen pengajar dan teman-teman yang membangun
kami untuk lebih baik kedepannya. Amin.

Daftar Pustaka
20
Atul B. Mehta, A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi .Edisi
2.Jakarta:Erlangga
Brunner & Suddarth. 2000. Medical Surgical Nursing, Edition 9. Philadelphia :
Lippincott.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencnaan / Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Isselbacher,dkk.Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : EGC
W. Sudoyo. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II, Edisi IV. Jakarta : FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai