Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pulmonary embolism atau emboli paru adalah peristiwa infark jaringan paru
akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli.
Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan spektrum luas, mulai dari
suatu gambaran klinis yang asimptomatik sampai keadaan yang mengancam nyawa
berupa hipotensi, shock kardiogenik dan keadaan henti jantung yang tiba-tiba (sudden
cardiac death).
Oleh karena itu kami membahas tentang kelainan sistem respirasi khususnya
pada emboli paru, agar pembaca mengetahui bagaimana mengatasi emboli paru.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
Tujuan Umum penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan secara terperinci
tentang kelainan sistem respirasi yaitu Emboli Paru beserta askepnya.
Tujuan Khusus dari makalah ini adalah :
1. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa itu Emboli Paru
2. Agar Mahasiswa/i mengerti dan memahami tentang kelainan sistem respirasi
yaitu Emboli Paru beserta askepnya

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini kami hanya membatasi masalah pada kelainan sistem
respirasi khususnya Emboli Paru dan asuhan keperawatan pada penderita Emboli
Paru.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yaitu metode
yang menggambarkan tentang pengertian dari Emboli Paru dan asuhan keperawatan
pada penderita Emboli Paru dan disesuaikan dengan literatur yang digunakan.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari :
BAB I : pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : pembahasan yang terdiri dari : definisi, manifestasi klinik, etiologi,
patofisiologi dan pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medik, dan
komplikasi.
BAB III : asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
intervensi dan rasional
BAB IV : penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran

Emboli Paru Page 1


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Emboli paru mengacu pada obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonal oleh
trombus (atau trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam sistem vena atau pada
jantung sebelah kanan. Diperkirakan bahwa lebih dari setengah juta orang
mengalami emboli paru setiap tahunnya, mengakibatkan kematian lebih dari
50.000 orang tiap tahun. Emboli paru adalah gangguan umum dan sering
berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik, pelvik, ginekologik), kehamilan,
gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilisasi yang
lama.
Meskipun sebagian besar trombia berasal vena-vena profunda tungkai, namun
tempat lain termasuk vena-vena pelvik dan atrium kanan jantung dapat juga
menjadi asal dari trombus. Trombosis vena dapat terjadi akibat perlambatan aliran
darah (stasis), sekunder terhadap kerusakan dinding pembuluh darah (terutama
lapisan endotelial), dan perubahan dalam mekanisme koagulasi darah.
Ada enam sindroma klinis emboli paru akut dengan gambaran sebagai berikut:
1. Emboli Paru Massif
Presentasi klinis: sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi arteri
sistemik persisten; khas > 50 persen obstruksi pada vaskulatur paru. Disfungsi
ventrikel kanan dapat dijumpai.
2. Emboli Paru Sedang sampai Besar (Sub Massif)
Presentasi klinis: tekanan darah sistemik masih normal, gambaran khas > 30
persen defek pada perfusi scan paru dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel
kanan.
3. Emboli Paru Kecil sampai Sedang
Presentasi klinis: tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa disertai
tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan.
4. Infark Paru (Pulmonary Infarction)
Presentasi klinis: nyeri pleuritik, hemoptisis, pleural rub, atau bukti adanya
konsolidasi paru; khasnya berupa emboli perifer yang kecil, jarang disertai
disfungsi ventrikel kanan
5. Emboli Paru Paradoksikal (Paradoxical Embolism)
Presentasi klinis: kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti stroke, jarang
disertai disfungsi ventrikel kanan
6. Emboli Nontrombus (Nonthrombotic Embolisme)
Penyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor, atau cairan
amnion. Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan ini. (Smeltzer,
2001)

Emboli Paru Page 2


B. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala emboli paru sangat bervariasi tergantung dari besar bekuan.
Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai
kematian mendadak akibat embolus yang massif pada percabangan arteria
pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada seluruh aliran darah
ventrikel kanan. Pasien yang mempunyai tanda-tanda tromboflebitis pada vena
tungkai, menunjukkan sindrom klasik dari emboli paru ukuran sedang berupa
awitan mendadak dispnea yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takipnea,
takikardia dan gelisah. Nyeri pleuritik , frictionrub, hemoptisis dan demam jarang
ditemukan kecuali bila telah terjadi infark. Emboli paru masih dapat
mengakibatkan keadaan seperti syok mendadak, disertai takikardi, hipotensi,
sianosis, stupor, atau sinkop. Kematian biasanya terjadi dalam waktu beberapa
menit. Akan tetapi sering kali gejala emboli paru tidak jelas, misalnya demam
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, atau memburuknya gangguan jantung
atau kardiopulmonar yang sudah ada sebelumnya. Gejala-gejala yang tidak jelas
ini seringkali dihubungkan dengan emboli yang kecil, majemuk dan rekuren.
Keadaan ini seringkali tidak diketahui sampai terjadi hipertrofi dan gagal ventrikel
kanan yang mengarahkan perhatian pada penyakit vaskular paru-paru. (Sylvia,
1995)

C. Etiologi
Penyebab utama dari suatu emboli paru adalah tromboemboli vena, namun
demikian penyebab lain dapat berupa :
1. Emboli udara
2. Emboli amnion
3. Fragmen tumor
4. Sepsis

D. Patofisiologi dan Pathway


1. Patofisiologi
Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat suatu postulat bahwa ada tiga
faktor yang dapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu :
a. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah
b. Hiperkoagulobilitas darah
c. Statis vena.
Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena
cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya
dikarenakan tromboflebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan
hiperkoagulobilitas darah dapat disebabkan oleh terapi obat-obat tertentu
termasuk kontrasepsi oral, hormone replacement theraphy dan steroid. Di
samping itu masih ada sejumlah faktor genetik yang menjadi faktor
predisposisi suatu trombosis. Sementara stasis vena dapat terjadi akibat
immobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang
dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya.

Emboli Paru Page 3


Bila trombi vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan
mengikuti aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri
pulmonalis. Jika emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio
arteri pulmonalis dan membentuk saddle embolus. Tidak jarang pembuluh
darah paru tersumbat karenanya. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan senyawa-senyawa
vasokonstriktor seperti serotonin, refleks vasokonstriksi arteri pulmonalis dan
hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi arteri
pulmonalis. Peningkatan arteri pulmonalis yang tiba-tiba akan meningkatkan
tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi ventrikel
kanan yang pada gilirannya akan menimbulkan septum interventrikuler
tertekan ke sisi kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel
dan penurunan distolik distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisian
ventrikel kiri maka curah jantung sistemik akan menurun yang akan
mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Peninggian
tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru massif
akan menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen
ventrikel kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan iskemia dan
kardiogenik shok. Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan,
kollaps sirkulasi dan kematian.

Emboli Paru Page 4


2. Pathway
Koagulasi Intravaskuler

Trauma lokal pada Hiperkoagulobilitas Statis vena


dinding pembuluh darah darah

Immobilisasi Katup vena


Cedera Kerusakan Kontrasepsi Hormone Steroid yang lama inkompeten
dinding endotel oral replacement
pembuluh vaskuler theraphy
Trombo emboli
darah

Tromboflebitis
Trombi vena
Menempati terlepas
bifurkasio ateri
Melepas serotonin, pulmonalis
refleks vasokonstriksi Tekanan arteri
Masuk ke sirkulasi
arteri pulmonalis, pulmonal Emboli besar arteri pulmonalis
hipoksemia
Saddle embolus

Hipertensi arteri
pulmonal

Disfungsi ventrikel Septum


Ventrikel kanan
kanan interventrikuler
tertekan ke sisi kiri

Emboli paru
massif Distensi
Gangguan
pengisian diastolik
ventrikel kiri
Aliran Kebutuhan
koroner O2 ventrikel
kanan kanan
Curah
jantung
sistemik
Iskemia dan
shok
kardiogenik
Perfusi Iskemia
koroner miokard

Infark Kollaps Kematian


ventri sirkulasi
kel
kanan

Emboli Paru Page 5


E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang emboli paru mencakup :
1. Foto Toraks
Pembesaran arteri pulmonal yang semakin bertambah pada serial foto toraks
adalah tanda spesifik emboli paru. Foto toraks juga dapat menunjukkan
kelainan lain seperti efusi pleura atau atelektasis yang sering bersamaan
insidensinya dengan penyakit ini. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk
menyingkirkan keadaan lain khususnya pneumothorax.
2. Analisa Gas Darah
Gambaran khas berupa menurunnya kadar pO2 yang dikarenakan shunting
akibat ventilasi yang berkurang. Secara simultan pCO2 dapat normal atau
sedikit menurun disebabkan oleh keadaan hiperventilasi. Bagaimanapun juga
sensitivitas dan spesifisitas analisa gas darah untuk penunjang diagnostik
emboli paru relatif rendah.
3. D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh
proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan.
Pemeriksaan ini merupakan skrining yang bermanfaat dengan sensitivitas yang
tinggi (94%) namun kurang spesifisitas (45%). D-dimer dapat meningkat pada
beberapa keadaan seperti recent MCI. Spesifisitas D-dimer secara ELISA
untuk memprediksi emboli paru meningkat bila ratio D-dimer/fibrinogen
>1000. Plasma D-dimer yang normal dapat menyingkirkan diagnosis emboli
paru.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan EKG tidak dapat dipercaya dalam diagnosis emboli paru terutama
pada kasus yang ringan sampai sedang. Pada keadaan emboli paru massif
dapat terjadi perubahan EKG antara lain :
a. Pola S1 Q3 T3 , gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III,
disertai gelombang S di lead I menandakan perubahan posisi jantung yang
dikarenakan dilatasi atrium dan ventrikel kanan.
b. P Pulmonal
c. Right bundle branch block yang baru
d. Right ventricular strain dengan T inverted di lead V1 sampai V4
5. Scanning Ventilasi-Perfusi
Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive yang penting untuk
sangkaan emboli paru selama bertahun-tahun. Keterbatasan alat ini pada kasus
alergi kontras, insufisiensi ginjal, atau kehamilan.
6. Spiral Pulmonary Computed Tomography scanning
Test ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis emboli paru dan
dapat dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pemeriksaan
scanning ventilasi-perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan
injeksi kontras medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri
pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal sampai
ke cabang segmentalnya.

Emboli Paru Page 6


7. Pulmonary Scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik
yang cukup sensitif untuk mendeteksi gangguan perfusi. Defisit perfusi dapat
dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru atau
disebabkan masalah paru seperti efusi atau kollaps paru. Untuk menambah
spesifisitasnya, tekhnik ini selalu dikombinasi dengan ventilation scan dengan
menggunakan radioaktif gas xenon. Gambaran yang menunjukkan non-perfusi
tapi adanya zona ventilasi menunjukkan emboli paru. Bagaimanapun juga
pada penderita dengan penyakit paru sebelumnya, nilai diagnostik
pemeriksaan ini menjadi menurun.
8. Angiografi paru
Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam diagnostik
emboli paru. Namun tekhnik ini merupakan penyelidikan invasif yang cukup
berisiko terutama pada penderita yang sudah kritis. Karenanya saat ini peran
angiografi paru sudah digantikan oleh spiral CT scan yang memiliki akurasi
yang sama. Berikut ini satu tampilan hasil pemeriksaan pulmonary
angiography terhadap seorang pasien perempuan usia 77 tahun dengan gagal
jantung kanan yang sudah mendapat heparinisasi 3 hari. Pasien ini menjalani
kateterisasi jantung kanan dan didapatkan emboli paru yang cukup besar pada
bagian tengah kanan dan bagian atas kanan (right middle and right upper lobe).
Dikarenakan adanya kontraindikasi trombolitik, beliau menjalani kombinasi
suction cathether embolectomy dan cathether directed thrombolysis dengan
bolus spray tissue plasminogen activator dilanjutkan dengan infus satu malam
1 mg/ jam. Gambaran angiogram ulangan (B).

9. Magnetic Resonance Angiografi (MRA)


Alat ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sama dengan CT angiografi,
bahkan dapat digunakan tanpa kontras sehingga aman untuk pasien dengan
gangguan ginjal. Namun alat ini tidak dianjurkan pada pasien gawat karena
adanya bahan metal seperti infus peralatan bantu nafas, dan lain-lain.
10. Duplex Ultrasound Ekstremitas
Merupakan pencitraan non invasif pada kasus dengan sangkaan trombosis
vena dalam yang simptomatik pada tungkai maupun lengan yang relatif mudah
dan akurat. Ultrasound bermanfaat pada sangkaan emboli paru yang kuat
dengan skor Wells > 7.

Emboli Paru Page 7


11. Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non invasif yang
berperan dalam menilai suatu pressure overload dari ventrikel kanan yang
dapat diakibatkan oleh emboli paru massif. Penderita emboli paru akut
menunjukkan pergerakan dinding segmental abnormal yang spesifik yang
sering disebut sebagai tanda McConnell, hipokinesis dinding disertai
pergerakan apeks ventrikel kanan yang masih normal. Dilatasi ventrikel kanan
merupakan tanda tidak langsung dari beban ventrikel kanan yang berlebihan.
Rasio pengukuran ventrikel kanan dibanding ventrikel kiri ≥1 pada
pengambilan gambar apical four chamber. Pada teknik pengambilan gambar
parasternal short axisakan terlihat septum interventrikuler menjadi datar dan
menyebabkan gambaran ekokardiografi D shape ventrikel kiri. Tanda lain dari
disfungsi ventrikel kanan adalah regurgitasi tricuspid dengan kecepatan ≥2,6
m/detik dan dilatasi vena kava inferior.

12. Biomarker jantung


Troponin T (Trop T) adalah marker jantung yang sangat sensitif dan spesifik
untuk suatu nekrosis sel miokard. Pada pasien emboli paru terjadi sedikit
peningkatan kadar Trop T dibandingkan dengan peningkatan yang cukup
tinggi pada kasus sindroma koroner akut (nilai abnormal terendah 0,03-0,1
ng/ml). Kadar Trop T berkorelasi dengan disfungsi ventrikel kanan, dimana
iskemi miokard terjadi akibat gangguan keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dari ventrikel kanan sehingga terjadi pelepasan Trop T ke
dalam sirkulasi tanpa adanya penyakit jantung koroner. Natriuretic peptide
merupakan suatu marker yang berguna untuk diagnostik dan prognostik gagal
jantung kongestif. Peregangan sel miosit jantung akan merangsang sintesa dan
sekresi BNP. Pro BNP dalam miosit ventrikel yang masih normal tidak
disimpan dalam jumlah yang besar. Peningkatan kadar BNP dan Pro BNP
berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan pada pasien dengan emboli
paru. Kadar BNP ≥50 pg/ml memberikan nilai prognostik emboli paru yang
buruk.

Emboli Paru Page 8


F. Penatalaksanaan Medik
Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan
mencegah pembentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup
beragam modalitas :
1. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan (heparin, natrium warfarin). Heparin digunakan
untuk mencegah kekambuhan emboli tetapi tidak mempunyai efek pada
emboli yang sudah ada sebelumnya. Heparin diberikan dalam bolus intravena
5.000 unit diikuti dengan infus kontinu 1.000 unit perjam. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan masa tromboplastin parsial (PTT) 1,5 sampai 2 kali
nilai normal. Heparin diberikan selama 5 sampai 7 hari. Pemberian koumadin
dimulai dalam 24 jam setelah dimulainya terapi heparin dan dilanjutkan
selama 3 bulan. Masa protombin (PT) dipertahankan pada 1,5 kali nilai
normal. Terapi antikoagulan dikontraindikasikan pada pasien yang berisiko
mengalami perdarahan (mis., perdarahan GI, pascaoperatif, atau postpartum).
2. Terapi trombolitik
Terapi trombolitik (urokinase, streptokinase) menghancurkan trombi atau
emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi hemodinamik sirkulasi paru lebih
besar, karenanya mengurangi hipertensi paru dan memperbaiki perfusi,
oksigenasi, dan curah jantung. Namun, perdarahan merupakan efek samping
yang signifikan. Akibatnya, preparat trombolitik disarankan hanya bagi
pasien dengan trombi yang mengenai vena popliteal atau vena profunda paha
dan pelvis, dan untuk pasien dengan emboli paru masif yang mengenai area
signifikan aliran darah ke paru.
Sebelum terapi trombolitik dimulai, PT, PTT, nilai hematokrit, dan
jumlah trombosit diperiksa terlebih dahulu. Selama terapi semua prosedur
invasif (kecuali) yang benar-benar penting harus dihindari, dengan
pengecualian pungsi vena yang sangat hati-hati menggunakan jarum no. 22-
atau 23 untuk mendapat sampel darah untuk memantau efek terapi. Jika
diperlukan, darah lengkap segr, sel-sel darah merah, kriopresipitat, atau
plasma beku diberikan untuk mengganti kehilangan darah dan menghambat
kecendrungan perdarahan.
Setelah infus trombolitik selesai (yang lamanya beragam sesuai dengan
agens yang digunakan dan kondisi yang sedang diatasi), pasien diberi
antikoagulan.
3. Tindakan umum
Tindakan umum lain dilakukan untuk memperbaiki status pernapasan
dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia
dan menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan mengurangi hipertensi
paru. Stasis vena dikurangi dengan menggunakan stoking elastik atau alat
kompresi tungkai intermiten. Tindakan ini menekan vena superfisial dan
meningkatkan kecepatan darah dalam vena profunda. Dengan demikian stasis
vena dikurangi.

Emboli Paru Page 9


4. Intervensi bedah
a. Embolektomi paru
Diindikasikan dalam kondisi berikut :
1) Jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, gawat panas
2) Jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
3) Jika angiogram menunjukkan obstruksi bagian besar pembuluh
darah paru
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass
jantung paru.
b. Menginterupsi vena kava superior
Teknik bedah lain yang digunakan ketika emboli paru kambuh atau
ketika pasien tidak toleran terhadap terapi antikoagulan. Pendekatan ini
mencegah trombus yang rontok untuk tersapu ke dalam paru-paru saat
aliran darah mengalir secara adekuat. Prosedur dapat dilakukan dengan
meligasi total vena kava atau memasang klip Teflon pada vena kava
untuk membagi lumen vena kava menjadi saluran-saluran yang kecil
tanpa menyumbat aliran darah kava.
Penggunaan alat transvena yang menyumbat atau menyaring darah
melalui vena kava inferior adalah prosedur yang cukup aman. Salah satu
teknik yang demikian termasuk pemasangan filter (filter Greenfield) ke
dalam vena jugularis interna atau vena femoralis komunis. Filter ini
didorong melalui vena kava superior ke dalam vena kava inferior,
dimana filter dibawa ke posisi yang terbuka. Payung yang terbuka
memungkinkan jalannya darah tetapi mencegah jalannya trombi yang
besar.
c. Embolektomi kateter transvena
Teknik dimana kateter vacuum-cupped dimasukkan secara intravena ke
dalam arteri pulmonal yang sakit. Isapan diberikan pada ujung embolus
dan embolus diaspirasi ke dalam cup. Ahli bedah mempertahankan
pengisapan untuk menahan embolus di dalam cup dan keseluruhan
kateter ditarik melalui jantung sebelah kanan dan keluar venotomi
femoral. Filter kava inferior sering dimasukkan pada waktu yang
bersamaan untuk melindungi kekambuhan.

G. Komplikasi
Komplikasi akibat emboli paru adalah :
1. Gagal napas
2. Gagal jantung kanan akut
3. Hipertensi (Smeltzer, 2001)

Emboli Paru Page 10


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.
2. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke,
serangan jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang
panggul, trauma berat.
3. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker
paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat
jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
a. Usia mulainya merokok secara rutin
b. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c. Usia melepas kebiasaan merokok
d. Pengobatan saat ini dan masa lalu
e. Alergi
f. Tempat tinggal
4. Riwayat Kesahatan Keluarga
Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama
dengan penyakit yang dialami klien.

B. Diagnosa
1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan trakeobronkial oleh
bekuan darah, sekret banyak, perdarahan aktif, penurunan ekspansi paru.
2. Pertukaran gas, kerusakan berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau ke bagian utama paru.
3. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan dispnea berat atau
ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal.

C. Intervensi dan Rasional


No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Mandiri Rasional Mandiri
Kriteria Hasil
1. Pola Tujuan : 1. Kaji frekuensi, 1. Kecepatan
pernafasan Pola nafas kedalaman biasanya
tidak efektif efektif pernafasan dan meningkat.
berhubungan ekspansi dada. Dispneadan
dengan Kriteria Catat upaya terjadi
trakeobronkial Hasil : pernafasan, peningkatan kerja
oleh bekuan termasuk nafas (pada awal
Menunjuk
darah, sekret penggunaan otot atau hanya tanda
kan pola
banyak, bantu atau Epsubakut).
nafas
perdarahan pelebaran nasal. Kedalaman
efektif
aktif, pernafasan
dengan
penurunan frekuensi bervariasi
ekspansi paru. dan tergantung derajat
gagal nafas.

Emboli Paru Page 11


kedalama 2. Tinggikan kepala 2. Duduk tinggi
n dalam dan bantu memungkinkan
rentang mengubah posisi. ekspansi paru dan
normal memudahkan
dan paru pernafasan
jelas
3. Dorong atau bantu 3. Dapat
bersih
meningkatkan
pasien dalam
atau banyaknya
napas dalam dan
sputum dimana
latihan batuk.
gangguan
Penghisapan
ventilasi dan
peroral atau
ditambah
nasotrakeal bila
ketidaknyamanan
diindikasikan
upaya bernafas
Intervensi Kolaborasi Rasional Kolaborasi
1. Berikan oksigen 1. Memaksimalkan
tambahan bernafas dan
menurunkan kerja
nafas
2. Bantu fisioterapi
dada 2. Memudahlkan
upaya pernafasan
dalam dan
meningkatkan
drainase sekret
dari segmen paru
kedalam bronkus,
dimana dapat
lebih
mempercepat
pembuangan
dengan batuk atau
penghisapan

3. Kadang-kadang
berguna untuk
3. Siapkan untuk atau membuang
bantu bronkoskopi bekuan darah dan
membersihkan
jalan nafas
Intervensi Mandiri Rasional Mandiri
2. Pertukaran Tujuan : 1. Catat frekuensi dan 1. Takipnea dan
gas, kerusakan Klien akan kedalaman dispnea menyertai
berhubungan menunjukkan pernafasan, obstruksi paru.
dengan pertukaran gas penggunaan otot Kegagalan
gangguan yang normal bantu, nafas bibir pernafasan lebih
aliran udara ke berat menyertai
alveoli atau Kriteria kehilangan paru

Emboli Paru Page 12


kebagian Hasil : unit fungsional
utama paru. Menunjukkan dari sedang
ventilasi sampai berat
adekut/oksigen
asi dengan 2. Menunjukan
GDA dalam hipoksemia
2. Observasi keabu-
rentang sistemik
abuan menyuluruh
normal.
dan sianosis pada
jaringan hangat
seperti daun
telinga, bibir, lidah
dan membran lidah

3. Takikardia,
3. Observasi tanda takipnea dan
vital perubahan pada
TD terjadi dengan
beratnya
hipoksemia dan
asidosis
Intervensi Kolaborasi Rasional Kolaborasi
1. Awasi seri GDA 1. Hipoksemia ada
atau nadi oksimetri pada berbagai
derajat,
tergantung pada
jumlah obstruksi
jalan nafas, fungsi
kardio pulmonal,
dan ada atau
tidaknya syok.
Alkalosis
respiratorik dan
asidosis metabolik
juga dapat terjadi
Intervensi Mandiri Rasional Mandiri
3. Ketakutan Tujuan : 1. Berikan tindakan 1. Alat untuk
atau ansietas Klien tidak kenyamanan menurunkan stres
berhubungan merasa takut misalnya dan perhatian tak
dengan dengan perubahan posisi. langsung untuk
dispnea berat kondisi yang meningkatkan
atau dialami relaksasi dan
ketidakmampu kemampuan
an untuk Kriteria koping
bernafas Hasil :
dengan Melaporkan 2. Pemahaman
normal. takut/ansietas 2. Informasikan
pasien atau orang bahwa perasaan
hilang atau (dimana
menurun terdekat bahwa
berdasarkan

Emboli Paru Page 13


sampai tingkat perasaan nya situasi stres
yang dapat normal dan dorong ditambah
ditangani mengekspresikan ketidakseimbanga
perasaan n oksigen yang
mengancam)
normal dapat
membantu pasien
meningkatkan
beberapa perasaan
kontrol emosi

3. Mekanisme
koping dan
3. Dukung pasien partisipasi dalam
atau orang terdekat program
dalam menerima pengobatan
realita situasi, munkin
kususnya rencana meningkatkan
untuk periode belajar pasien
penyembuhan yang untuk menerima
lama. hasil yang
diharapkan dari
penyakit dan
meningkatkan
rasa kontrol.
(Doengoes, 2000)

Emboli Paru Page 14


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat tentang kelainan sistem respirasi
khususnya emboli paru , dapat disimpulkan bahwa emboli paru merupakan salah satu
masalah kesehatan dengan insidensi yang masih tinggi dan angka mortalitasnya cukup
signifikan. Deteksi dan stratifikasi risiko merupakan langkah awal dalam diagnosis
dan tatalaksana suatu emboli paru sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas. Pemberian antikoagulan, baik low-molecular weight heparin,
unfractionated heparin dan oral antikoagulan lain seperti warfarin masih cukup efektif
dalam hal therapy khusus emboli paru.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca
sehingga mampu mengatasi dan mencegah terjadinya emboli paru dengan beberapa
cara yaitu :
1. Dorong latihan tungkai aktif dan pasif untuk mencegah stasis vena pada pasien
yang tirah baring atau dalam periode pascaoperasi. Gerakkan tungkai dengan aksi
memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu meningkatkan aliran balik
vena.
2. Kebiasaan yang meningkatkan stasis vena adalah :
a. Menyilangkan tungkai
b. Duduk atau berbaring untuk waktu yang lama
c. Mengenakan pakaian yang ketat
d. Menjuntaikan tungkai dan kaki di tepi tempat tidur
3. Hindari penggunaan kateter IV dalam vena untuk waktu yang lama, jika
mungkin.
4. Pasang stoking elastik atau alat kompresi tungkai pneumatik intermiten (jika
diresepkan), untuk menekan vena superfisial dan meningkatkan aliran darah.
5. Tinggikan tungkai lebih tinggi dari jantung. (Smeltzer, 2001)

Emboli Paru Page 15


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keprawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta : EGC
Robbins, Stanley L. 1999. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Emboli Paru Page 16

Anda mungkin juga menyukai