Anda di halaman 1dari 8

MODUL ETIKA DAN HUKUM EKONOMI

PERTEMUAN 1
MODUL FILSAFAT, AGAMA, ETIKA DAN HUKUM 1. HAKIKAT FILSAFAT 2.
HAKIKAT AGAMA 3. HAKIKAT ETIKA

DISUSUN
OLEH :

PRAKTISI : SUCIATI, S.H


DOSEN PENGAMPU : ALTRI WAHIDA, SE., M.M
A. Pengertian Filsafat

Istilah “filsafat” ini sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani, yakni “philosophia”, yang mana
merupakan gabungan dari kata “philo” dan “sophia”. Philo berarti „cinta dalam arti yang luas‟,
sementara sophia berarti „kebijakan atau pandai‟. Jadi, dapat disebut bahwa filsafat ini adalah
keinginan untuk mencapai cita pada kebijakan.

Banyak ahli yang mendefinisikan apa itu filsafat. Poedjawijatna berpendapat bahwa filsafat
adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab secara sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu yang berdasarkan pikiran belaka. Lalu menurut Hasbullah Bakry, filsafat memiliki
definisi berupa sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam, mulai
dari ketuhanan, alam semesta, hingga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia. Kemudian ada juga
tokoh filsafat terkenal, Plato, yang mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat
untuk mencapai pada kebenaran asli.

Nah, berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
filsafat adalah sebuah ilmu yang berusaha mencari sebab secara mendalam berdasarkan
pemikiran dan akal manusia. Filsafat ini juga dapat menjadi pandangan hidup seseorang
sekelompok orang mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Namun, filsafat ini dapat juga
diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa ketika memikirkan segala sesuatu
secara mendalam dan melihat secara menyeluruh dengan segala hubungan.

a. Filsafat Agama

Pada mulanya Filsafat dan Agama adalah dua kata yang berbeda. Namun kemudian menjadi
kesatuan yang utuh, karena keduannya memiliki maksud dan tujuan yang sama. Filsafat memiliki
tujuan untuk mengajak manusia mencintai kebijaksanaan, dalam pada prosesnya, tentu
membutuhkan akal dan nalar manusia. Hal ini senada dengan istilah filsafat yang berasal dari
dua kata “philos” cinta dan “sophia” berarti kebijaksanaan, maka filsafat menghasilkan makna
mencintai kebijaksanaan (Hakim, 2008: 14). Agama-pun juga demikian, ia merupakan sebuah
pedoman yang mengajak manusia untuk mencintai kebijaksanaan, sehingga menghasilkan pola
kehidupan manusia yang teratur (Tafsir, 2010: 8), baik untuk menjalankan aktivitas kepada
sesama manusia maupun manusia kepada Tuhan-Nya (Nasution, 2008: 2). Dua kesamaan tujuan
itulah yang membuat keduanya dapat berdampingan dan menyatu melahirkan sebuah kerangka
yang baru, yakni filsafat agama.

Di sisi yang lain, filsafat adalah sebuah kerangka untuk mendalami sebuah kebenaran demi
terciptanya kebijaksanaan (Poejawijatno, 2000: 69). Sedangkan Agama adalah pedoman
kebenaran yang memberikan pertolongan dan petunjuk bagi manusia. Oleh sebab inilah
kemudian filsafat dan agama menjalin hubungan erat menjadi sebuah satu kesatuan hingga
melahirkan kerangka sistematik untuk mendalami sebuah pemahaman yang berkaitan dengan
agama, kemudian melahirkan istilah filsafat agama dengan dasar hubungan kesatuan persamaan
Filsafat Agama merupakan khazanah keilmuwan baru dari gabungan antara filsafat dan agama
yang kemudian menjadi sebuah kerangka mendalam untuk memaksimalkan akal dalam
menganalisis ajaran agama, hingga mencakup kajian keseluruhan yang mendalam dan luas dalam
menghubungkan sebuah analisis pemahaman agama, dari eksistensi Tuhan, sifat-sifat Tuhan,
hingga hubungan manusia dengan Tuhan-Nya yang dikaji untuk mendapatkan pemahaman
kodrati yang menyeluruh, sebagai usaha untuk menggali dan menjelaskan pokok ajaran agama
secara umum, guna mendapatkan gambaran yang utuh tentang pemikiran dan ajaran agama
secara keseluruhan (Bahtiar, 2009:2). Senada dengan hal itu, Nasution (2008: 12) berpendapat
bahwa Filsafat agama merupakan berfikir tentang dasar-dasar agama secara analitis dan kritis
dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran agama.

Setelah mengetahui bahwa Filsafat Agama adalah sebuah kerangka analisis untuk memahami
agama secara lebih detail dan menyeluruh untuk menyatakan kebenaran agama sebenar-
benarnya. Maka taukah? Jika ber-filfasat itu sendiri adalah bagian dari seruan al-Quran kepada
ummat Islam untuk menggunakan filsafat sebagai kerangka memahami agama sebenar-
benarnya? oleh sebab itulah perlu kita cermati bersama, bahwa ternyata al-Quran berulangkali
menyeru kepada ummatnya untuk berfilsafat.

Menurut Qardhawi (1998: 19) seruan untuk bersifafat dicantumkan dalam al-Quran sebanyak
49 kali dengan menggunakan term „aql dan 48 kali disebutkan dalam bentuk fi‟il mudhari‟
melalui pernyataan ta‟qilun atau ya‟qilun. Pernyataan ta‟qilun diulang sebanyak 24 kali,
ya‟qilun diulang sebanyak 22 kali, dan sisanya menggunakan pernyataan „aqaala, na‟qilu, dan
ya‟qilun. Seruan al-Quran yang berulangkali tersebut tidak lain bertujuan agar
manusia dapat menggunakan kerangka filsafat dalam menggunakan akalnya untuk menemukan
sebuah kebenaran dan kemajuan pemikiran. Bahkan perintah al-Quran dipertegas dengan
pernyataan “Mengapa seseorang tidak mempergunakan akalnya?”. Dari pernyataan ini jelas?
Bahwa al- Quran menganjurkan manusia berfilsafat dengan akalnya, untuk melahirkan
perkembangan pemikiran dalam mengkaji kebenaran-kebenaran agama (Fahruddin, 1998: 78),
terlebih untuk memberikan solusi pemikiran dalam menghadapi berbagai permasalahan
ummat, serta melahirkan ide-ide pemikiran yang dapat melahirkan kesejahteraan bagi ummat
manusia (Sadali,
1989: 13). Oleh sebab itulah, al-Quran sebagai pedoman ummat Islam justru memberikan
perintah kepada ummatnya untuk berfilsafat, baik untuk memahami agama, memahami alam,
maupun kehidulan manusia secara menyeluruh, guna menemukan hakekat kebenaran itu sendiri
(al-Ghazali, 1998: 18).

b. Filsafat Etika

Filsafat etika atau moral adalah cabang filsafat yang melibatkan sistematisasi, membela, dan
merekomendasikan konsep perilaku benar dan salah. Istilah etika berasal dari kata Yunani Kuno
ethikos, yang berasal dari kata ethos (kebiasaan). Cabang aksiologi filsafat terdiri dari sub
cabang etika dan estetika, masing-masing berkaitan dengan nilai.

Sebagai cabang filsafat, etika menyelidiki pertanyaan "Apa cara terbaik bagi orang untuk
hidup?" dan "Tindakan apa yang benar atau salah dalam keadaan tertentu?" Dalam praktiknya,
etika berusaha untuk menyelesaikan pertanyaan tentang moralitas manusia, dengan
mendefinisikan konsep-konsep seperti baik dan jahat, benar dan salah, kebajikan dan keburukan,
keadilan dan kejahatan. Sebagai bidang penyelidikan intelektual, filsafat moral juga terkait
dengan bidang psikologi moral, etika deskriptif, dan teori nilai. Meskipun etika selalu dipandang
sebagai cabang filsafat, sifat praktisnya yang mencakup semua menghubungkannya dengan
banyak bidang studi lainnya, termasuk antropologi, biologi, ekonomi, sejarah, politik, sosiologi,
dan teologi.

Namun, etika tetap berbeda dari disiplin ilmu semacam itu karena ini bukanlah masalah
pengetahuan faktual sebagaimana ilmu dan cabang penyelidikan lainnya. Sebaliknya, ini
berkaitan dengan menentukan sifat teori normatif dan menerapkan seperangkat prinsip ini pada
masalah moral praktis.

c. Filsafat Hukum

Filsafat adalah upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran manusia didunia
menuju akhirat secara mendasar. Objeknya adalah materil dan formal. Objek materi sering
disebut segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada hal ini berarti mempelajari apa saja
yang menjadi isi dalam semesta mulai dari benda mati tumbuhan, hewan, manusia dan sang
pencipta. Selanjutnya obyek ini disebut realita atau kenyataan. Dari objek dimaksud filsafat ingin
mempelajari baik secara fragmental (menurut bagian dan jenisnya) maupun secara integral
menurut keterkaitan antara bagian-bagian dan jenis-jenis itu didalam suatu keutuhan secara
keseluruhan. Hal ini disebut objek formal. (Zainudin Ali, 2008 :P 2)

Sedangkan secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat,
filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat
hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.

Menurut Utrecht filsafat hukum memberi jawaban atas pertanyaanpertanyaan seperti apa
hukum itu sebenarnya? Apa sebabnya kita mentaati hukum? Apakah keadilan yang menjadi
ukuran baik dan buruk hukum itu. Inilah pertanyaan yang sebetulnya juga dijawab oleh ilmu
hukum. Akan tetapi bagi orang banyak jawaban ilmu hukum tidak memuaskan. Ilmu hukum
sebagai ilmu empiris hanya melihat hukum sebagai gejala saja yaitu menerima hukum sebagai
gebenheit belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah dalam arti ethisch
waardeoordeel.

Mr. Soetika mengartikan filsafat hukum dengan mencari hakikat dari hukum, dia ingin
mengetahui apa yang ada dibelakang hukum mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia
menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai
nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai
akar-akar dari hukum. (E Utrech, 1966 : P 7)

Berkenaan dengan filsafat hukum menurut Gustaff Radbruch menyatakan bahwa filsafat
hukum merupakan cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut
Langmeyer, filsafat hukum adalah pembahasan secara fiosofis tentang hukum. Anthoni de
Amato mengistilahkan dengan atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai
penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak. Secara sederhana dapat dikatakan
filsafat hukum merupakan cabang filsafat yakni filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum
secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara
mendalam sampai pada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. (Darji Darmodiharjo,
dan Shidarta 2006, P: 154)

Secara umum pengertian filsafat hukum adalah ilmu pengetahuan yang ingin mencapai
hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikiran yang (1) rasional, metodis, sistematis,
koheren, integral, (2) tentang makro dan mikro kosmos (3) baik yang bersifat inderawi maupun
non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat menurut Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto dengan menyebut Sembilan arti hukum yaitu, (1) Ilmu pengetahuan yang
tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran, (2) Disiplin yaitu suatu sistem ajaran
tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi, (3) norma yaitu Pedoman atau patokan sikap
tindak atau prilaku yang pantas atau diharapkan, (4) tata hukum yaitu struktur dan proses
perangkat norma-norma yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk
tertulis. (5) Petugas, yakni peribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat
dengan penegakan hukum (law enforcemen officer), (6) keputusan penguasa yakni hasil proses
diskresi (7) proses pemerintahan yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok
dari sistem kenegaraan, (8) sikap tindak ajeg atau prilaku yang teratur, yakni prilaku yang
diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan mencapai kedamaian, (9) jalinan nilai-
nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha
untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum.

B. Hakikat Filsafat

a. Hakikat agama
Hakikat Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan
kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta. Dalam pandangan fungsionalisme, agama (religion
atau religi) adalah satu sistem yang kompleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan, sikap-
sikap dan upacara-upacara yang menghubungkan individu dengan satu keberadaan wujud yang
bersifat ketuhanan.Durkheim memandang agama sebagai suatu kompleks sistem simbol yang
memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dengan cara mengekspresikan dan memelihara
sentimensentimen atau nilai-nilai dari masyarakat. Menurut Durkheim agama harus mempunyai
fungsi, karena agama bukan ilusi tetapimerupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan
mempunyai kepentingan sosial.

Dapat diambil kesimpulan bahwa agama tidak hanya berurusan dengan obyek-obyek bernilai
tinggi, atau paling akhir bagi individu atau masyarakat tetapi juga dengan pemeliharaan dan
pengembangan hidup dalam segala hal. Menurut Harun Nasution, unsur yang paling penting
dalam agama adalah: percaya adanya kekuatan gaib. Manusia merasa dirinya lemah danberhajat
pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karenaitu, manusia merasa harus
mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut, mematuhi perintah dan larangan
kekuatan gaib itu.

Sedangkan menurut Glock dan Stark, agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem
nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan
yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Seluruh sistem tersebut berpusat pada satu konsep,
yaitu ketuhanan. Maksudnya agama merupakan sistem yang mengaturhubungan antara manusia
dengan kekuatan adikodrati, yang dipandang sakral (suci atau kudus).

Dalam terminologi agama, kekuatan adikodrati yang sakral itu disebut Tuhan. Dalam agama
terdapat keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan di akhirat tergantung pada
adanya hubungan baik dengan kekuatan tersebut. Hubungan manusia dengan Tuhan lebih banyak
berbentuk respon emosional yang beragam. Respon itu bisa mengambil bentuk perasaan takut,
seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Bentuk-bentuk respon tersebut pada
gilirannya akan menciptakan nilai yang menjadi dasar bagi cara hidup manusia beragama.

b. Hakikat Etika
Ketika mendengar kata etika, tentunnya pemikiran kita tertuju pada aturan, norma, dan nilai-
nilai. Karena berhubungan dengan aturan dan nilai-nilai pembahasan tentang etika seringkali
tidak menjadi pokok bahasan yang diminati. Aturan dilihat sebagai pembatas ruang lingkup dan
kreatifitas. Di sisi lain aturan dan norma sering dipakai untuk memperkokoh jabatan atau
kekuasaan yang telah ada atau demi kepentingan pribadi. Apa sebenarnyan yang menjadi fungsi
dari kumpulan aturan, norma, dan nilai-nilai dalam kehidupan manusia, apakah hanya sebatas
mengharmoniskan hidup manusia?

Dari segi etimologi,istilah etikaberasal dari bahasa Latin “Ethicos” yang berarti kebiasaan.
Jadi sesuatu yang dikatakan baik apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian
pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan
masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat
dinilai tidak baik.

Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan(norma-
norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etika merupakan
cabang filsafat yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan- persoalan yang
berhubungan dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakaifilsafat etika,
filsafat moral atau filsafat susila.
c. Hakikat Nilai
Nilai menurut Kimball Young adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak di sadari tentang
apa yang di anggap penting dalam masyarakat. Sedangkan A.W. Green mendefenisikan nilai
sebagai kesadaran relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek. Oleh Woods, nilai
merupakan petunjuk umum yang telah berlansung lama serta mengarahkan tingkah laku dan
keputusan dalam kehidipan sehari-hari. M.Z. Lawung, menyebut nilai sebagai gambaran
mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan dapat memengaruhi perilaku sosial
dari orang yang bernilai tersebut. Hendropuspito, memandang nilai adalah segala sesuatu yang
dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangaan kehidupan
manusia. Sementara Karel J. Veeger memandang nilai- nilai sebagai pengertian-pengertian
(sesuatu didalam kepala orang) tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain,
nilai adalah hasil penilaian atau pertimbangan moral.

Rokearch menyatakan bahwa nilai menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau
keadaan tertentu lebih di sukai secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide
seseorang individu mengenai hal-hal benar, baik, dan dinginkan.

Para peneliti dibidang perilaku organisasi sudah lama memasukan konsep nilai sebagai dasar
pemahaman sikap dan motivasi individu. Hal ini selanjutnya menimbulkan implikasi pada
perilaku atau hasil-hasil tertentu yang lebih disukai. Dengan kata lain, nilai meliputi objektivitas
dan rasionalitas Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
nilai adalah elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal
benar, baik, dan diinginkan. Nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah elemen
pertimbangan yang membawa ide-ide individu mengenai hal-hal benar, baik, dan diinginkan oleh
masyarakat Maligano Muna.
Evaluasi

1. Apa pengertian filsafat?

2. Apa perbedaan filsafat agama, etika, dan hukum?

3. Apa yang di maksud dengan hakikat agama

4. Apa hakikat nilai dengan etika?

5. Mengapa filsafat di katakana penting dalam

Anda mungkin juga menyukai