Anda di halaman 1dari 17

UJIAN TENGAH SEMESTER

PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

GEDE DANDI PRATAMA PUTRA

1704551036

(A) REGULER PAGI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
1. Pengertian filsafat

Secara Etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga

dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terdiri dari kata philien yang berarti cinta dan

sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi bisa kita artikan bahwa filsafat berarti cinta akan

kebijaksanaan atau love of wisdom dalam arti yang sedalam-dalamnya.

Secara Terminologis, terdapat beberapa pengertian dari filsafat itu sendiri yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

1. Upaya spekulatif (rasional) untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan

lengkap tentang realitas secara keseluruhan

2. Upaya untuk melukiskan realitas akhir dan dasar secara nyata

3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuannya seperti

sumbernya, hakikatnya, keabsahannya serta nilainya.

4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang

diajukan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan

5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan

untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Pengertian Filsafat menurut ahli

 Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang

di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,

politik, dan estetika.

 Menurut Plato, filsafat merupakan pengetahuan yang mencoba untuk mencapai

pengetahuan tentang kebenaran yang asli.

 Menurut Descrates, filsafat merupakan semua pengetahuan di mana Tuhan, alam,

manusia menjadi pokok penyelidikan


Dari pengertian diatas, filsafat dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang

mencari kebenaran secara mendalam.

2. Pengertian hukum

Kata hukum berasal dari Bahasa arab yang merupakan bentuk tunggal, kata jamak

adalah “alkas” yang selanjutnya diambil alih dalam Bahasa Indonesia menjadi hukum. 1 Di

dalam pengertian hukum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat

melakukan paksaan.

Hukum merupakan sesuatu yang menyentuh kehidupan manusia sehari-hari. Hukum

mengatur apa yang bisa dan apa yang tidak bisa orang lakukan. Hukum juga digunakan untuk

menyelesaikan perselisihan, menghukum dan memerintah.

Definisi Hukum menurut para ahli:

 Immanuel Kant

Hukum menurut pendapat Immanuel Kant yaitu segala macam aturan yang dibatasi

oleh hak orang lain, sehingga setiap orang wajib menghargai hak dan kewajiban orang

lain.

 Utrecht

Hukum menurut pendapat Utrecht adalah himpunan atau kumpulan petunjuk hidup

yang berupa perintah dan larangan yang mengatur ketertiban masyarakat dan harus

dipatuhi. Apabila aturan yang telah ditetapkan tersebut dilanggar, maka pihak

pemerintah akan melakukan tindakan pemberian sanksi.

 Prof. Van Kan

1
Muhammad Sadi, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Prenadamedia Group: Jakarta, hlm. 49.
Pengertian hukum menurut Van Kan yaitu peraturan hidup secara menyeluruh yang

bersifat memaksa dengan tujuan untuk melindungi kepentingan umum (masyarakat)

3. Pengertian filsafat hukum

Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakikat hukum itu, apa

tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping

menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga

membahas soal-soal konkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan

masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.2

Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari

hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”, tentang “dasar-dasar dari

kekuatan mengikat dari hukum”, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat

mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa dihadapkan kepada ilmu

hukum positif. Sekalipun sama-sama menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing

mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya

berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asas-

asas, peraturan-peraturan, bidang-bidang, serta sistem hukumnya sendiri.

4. Manfaat belajar filsafat

Menurut Asmoro Achmadi (2005) dengan mempelajari filsafat  manusia akan

dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang

sangat diperlukan oleh umat manusia. Sedangkan bagi para pemula, filsafat diharapkan

dapat menambah pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan

2
Anshori, A. G. (2018). Filsafat hukum. Ugm Press, hlm. 2.
bertambah pula cakrawala pemikiran, cakrawala pandang/pola pikir yang semakin luas.

Hal ini mengandung implikasi, bahwa dengan memahami filsafat dapat membantu

penyelesaian masalah yang kita hadapi secara bijaksana.  Beberapa manfaat belajar

filsafat diantaranya:

1. Mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang berkembang

Artinya sebagai mahasiswa kita harus peka dengan situasi yang sedang terjadi,

dan kritis terhadap suatu fenomena sehingga bias menemukan solusinya.

2. Menemukan nilai-nilai hidup

Belajar filsafat dapat membantu kita menemukan niai-nilai hidup, membuat

kita jauh lebih bijak dalam menyikapi persoalan yang sedang dihadapi

3. Alat untuk menemukan kebenaran

Filsafat hadir sebagai alat menemukan kebenaran untuk membuka cakrawala

berfikir seseorang. Benarkah apa yang kita yakini kebenaranya selama ini benar

sebagaimana adanya.

4. Membangun semangat toleransi

Filsafat mengajarkan kita kebijaksanaan, dan orang yang bijak akan

menoleransi setiap hal-hal yang berbeda dengan keyakinannya.

5. Belajar dari para filsuf

Saat belajar filsafat kita akan mempelajari kehidupan para filsuf melalui

karya-karya mereka.

5. Manfaat berlajar filsafat hukum


Manfaat mempelajari filsafat hukum dapat berfikir secara menyeluruh, berwawasan

luas dan terbuka. Dapat menghargai, pendapat, pemikirian dan pendirian orang lain, sebab

ketika lulus menjadi mahasiswa hukum tidak memiliki watak yang arogan dan apriori. Dapat

berfikit secara kritis dan radikal dalam menganalisis suatu masalah.

Filsafat hukum memberikan uraian yang rasional mengenai hukum sebagai upaya

untuk memenuhi perkembangan hukum secara universal untuk menjamin kelangsungan di

masa depan. Filsafat hukum memegang peranan penting dalam kegiatan penalaran dan

penelaahan asas dan dasar etik dan pengawasan sosial, yang berkaitan dengan (a). tujuan-

tujuan masyarakat, (b) masalah-masalah hak asasi, (c) kodrat alam

6. Sejarah dan perkembangan filsafat

Secara garis besar, sejarah filsafat dibedakan atas tiga area besar yakni: filsafat

India, filsafat Cina, dan filsafat Barat.

 Filsafat India. Cara berpikir India dikemukakan oleh Filsuf dan sastrawan

Rabindranath Tagore (1816-1941). Ia berpendapat bahwa filsafat India bepangkal

pada keyakinan bahwa terdapat kesatuan fundamental antara manusia dan alam,

harmoni antara individu dengan kosmos. Dalam filsafat India, terdapat lima periode

besar pembabakan yakni: (1) Zaman Weda (2000-600 sebelum masehi), masa

terbentuknya Literus Suci, masa ritekorban dan spekuslasi mengenai korban, dan

masa refleksi filsafat dalam Upanisad, (2) Zaman Skeptisisime (200 sebelum masehi-

300 masehi) terdiri dari reaksi terhadap ritualisme dan spekulasi; Budhisme dan

jainisme, (3) Zaman Puranis (300-1200) terdiri dari perkembangan karya mitologi

mengenai Siwa dan Wisnu, (4) Zaman Muslim (1200-1757), dan (5) Zaman Modern

yang terdiri dari Renaissance dari nilai-nilai India sebagai reaksi terhadap pengaruh-

pengaruh dari luar.


 Filsafat Cina. Tema pokok dari kefilsafatan Cina ialah perikemanusiaan. Pemikiran

Cina lebih antroposentris dan pragmatis, yakni mengajarkan bagaimana manusia harus

bertindak agar tercapai keseimbangan antara surga dan dunia. Secara umum, filsafat

Cina terbagi atas empat periodisasi, di antaranya: (1) Zaman Klasik (600-200 sebelum

masehi), terdiri dari Zaman seratus sekolah filsafat yang beberapa terpenting

mencakup konfusianisme, taoisme, Yin-Yang monisme, dialektik, dan legalisme; (2)

Zaman Neo-taoisme dan Budhisme (200-1000 sebelum masehi); (3) Zaman Neo-

Konfusianisme (1000-1900); dan (4) Zaman Modern (setelah 1900) yang memuat

tentang pengaruh filsafat Barat, Renaissance dari filsafat klasik Cina, Marxisme, dan

Maoisme.

 Filsafat Barat. Dalam sejarah filsafat Barat, terdapat empat periode kefilsafatan,

antara lain: zaman kuno, zaman patristik dan skolastik, zaman modern, dan zaman

sekarang. (1) Filsafat Barat zaman kuno (600-400 sebelum masehi) mencakup Filsafat

pra Socrates di Yunani, zaman keemasan Yunani: Socrates, Plato, Aristoteles; dan

Zaman Hellenisme. (2) Filsafat zaman Patristik dan Skolastik (400-1500) mencakup

pemikiran Bapa Gereja; dan puncak filsafat abad pertengahan dalam Skloastik. (3)

Filsafat zaman Modern (1500-1800) mencakup zaman modern Renaissance, zaman

Barak, zaman Fajarbudi, dan zaman Romantik. (4) Filsafat zaman sekarang (setelah

1800) mencakup filsafat abad 19 dan abad 20.

a. Filsafat Zaman Yunani Kuno

Periode zaman Yunani kuno disebut juga sebagai periode filsafat alam. Hal

tersebut dikarenakan pada periode ini ditandai dengan munculnya ahli pikir alam yang

arah dan perhatian pemikirannya pada alam sekitar. Pernyataan yang dibuat bersifat

filsafat atau berdasar pada akal pikir dan tidak berdasar pada mitos. Ahli pada ahli

pikir alam di antaranya Thales, Anaximandros, dan Phytaghoras.


Filsafat Yunani timbul dari pengaruh mistisme, matematika, mitologi, dan

persepsi yang kental. Hal tersebut menyebabkan segalanya nyaris tidak jelas dan

seakan mengacaukan pandangan dunia. Pada masa filsafat Yunani kuno, muncul

beberapa pemikiran dari filsuf antara lain: Parmenides, Xenophanes, Thales,

Aristoteles, Heraklitus, dan Phytagoras.

Filsuf Parmenides (Abad ke-5 Sebelum Masehi) mengemukakan usaha-usaha

yang dilakukannya sebagai suatu cara berpikir baru mengenai hakikat “pengada”.

Klaim-klaim dan argumen Parmenides ini bersifat abstrak dalam cara yang berbeda

sama sekali.

Filsuf Xenophanes (Abad ke-6 Sebelum Masehi). “Jika banteng, kuda, dan

singa mempunyai tangan dan dapat melukis seperti manusia, kuda akan melukis para

dewa berupa kuda, dan banteng akan melukis wujud para dewa seperti sapi jantan,

masing-masing melukis tubuh para dewa seperti tubuhnya sendiri.” Ia menganjurkan

kira-kira sama dengan apa yang tertulis dalam kitab pertama Alkitab Ibrani,

kepercayaan pada “satu dewa, yang terbesar di antara para dewa dan manusia, yang

tak serupa dengan hal-hal fana terdapat pada tubuh dan pikiran.”

Filsuf Thales (Abad ke-7 Sebelum Masehi). Bahwa dunia dikelilingi oleh air

pada akhrinya, berasal dari air. Ide yang sangat mungkin berasal dari Kosmogini

purba Tunani dan kebudayaan lainnya. Tetapi tidak beranggapan bahwa segala

sesuatu terbuat dari air.

Filsuf Aristoteles (Abad ke-4 Sebelum Masehi) sebagai seorang ilmuwan dan

filsuf terbesar di dunia kuno. Ia seorang animis dan salah satu dari sekian idenya

yang menarik bahwa dunia sebagai suatu keseluruhan, kosmos, pada dasarnya hidup

dan bersifat ilahi. Thales dan Aristoteles bergerak di antara tiga klaim animis secara

berbeda yakni: segala sesuatu hidup (bahkan batuan, binatang, dan air), segala sesuatu
yang hidup terkait hukum sebab akibat (kausalitas), dan Kosmos sebagai keseluruhan

adalah hidup.

Filsuf Heriklitus (Abad ke-5 Sebelum Masehi) terkenal karena pengamatannya

yang jelas pada pemikiran kedua menjadi teka-teki mendalam dan dapat jadi kabur

yang menyatakan “alam mencintai ketersembunyiannya.” Ia sendiri mencintai teka-

teki, paradoks-paradoks dan permainan kata yang dapat mengundang pemikiran yang

mendalam untuk mengungkapkan maknanya.

Filsuf Phytagoras (Abad ke-5 Sebelum Masehi). Di antara banyak hal,

rancangan dan pembuktian suatu teorema Phytagoras, salah satu dari baris geometri,

dalam bangun segitiga yang benar, ia menghasilkan kuadrat sisi miring sama

panjangnya dengan jumlah kuadrat kedua sisinya. Penemuan penting lainnya dalam

matematika, termasuk pengertian bilangan irasional bilangan yang tidak dapat dibagi

rata dengan satu bilangan bulat menjadi bilangan bulat lainnya.

b. Filsafat Zaman Patristik

Pada zaman Patristik, para ahli yang terdiri atas bapa-bapa Gereja memiliki

keberagaman dalam pemikirannya. Ada yang menerima maupun menolak filsafat

Yunani. Menolak dikarenakan mereka sudah memiliki sumber kebenaran berupa

firman Tuhan dan tidak dibenarkan mencari kebenaran lain seperti pada filsafat

Yunani. Menerima dikarenakan mereka beranggapan bahwa meskipun telah ada

sumber kebenaran, namun tidak ada salahnya menggunakan filsafat Yunani dari segi

tata cara berpikirnya. Ahli pikir pada zaman Patristik di antaranya: Klemens,

Tertullianus, Agustinus.

c. Filsafat Islam Abad Pertengahan

Filsafat Islam terbagai dalam periode Mustazilah, periode Filsafat Pertama,

periode Kalam Asy’ari, dan periode filsafat kedua.


 Periode Mutazilah sebagai periode yang mendahulukan pemakaian akal pikiran,

lalu diselaraskan dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Mereka berpendapat bahwa

Al-Quran dan Al-Hadits tidak mungkin bertentangan dengan akal pikiran.

 Periode Filsafat Pertama mendahulukan pengumpulan naskah-naskah filsafat

Yunani, lalu diterjemahkan.

d. Filsafat Zaman Modern

Zaman ini muncul sebagai akibat adanya keinginan dari orang Barat untuk bangkit

merebut kejayaan. Filsafat zaman modern terbagi dalam dua periode:

 Periode Renaisans. Renaisans berasal dari bahasa Prancis Renaissance yang

berarti lahir kembali. Lahir kembali yang dimaksud ialah kembalinya budaya

klasik utamanya budaya Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Budaya tersebut

memungkinkan untuk dapat melakukan kegiatan pemikiran secara bebas tentang

segala kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk kehidupan

bertuhan. Periode Renaisans dipandang sebagai penemuan kembali cerahnya

peradaban Yunani dan Romawi pada masa keemasannya. Aspek positif semangat

renaisans di antaranya: bermakna kebangkitan, kembali percaya pada kekuatan

akal, bangkitnya paham rasionalisme, perlawanan pemikiran bebas terhadap

agama.

 Periode Modern. Mucul pada 1596. Bahwa pengetahuan bukan dari wahyu atau

dari kitab suci, melainkan dari manusia itu sendiri. Corak keseluruhan filsafat

modern mengambil pemikiran Yunani, yang secara garis besar menganut paham

rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Rasionalisme menekankan pada akal

sebagai alat terpenting di dalam memperoleh dan menguji pengetahuan,

empirisme menekankan ahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran selain didahului

oleh pengalaman.
Periode Post Modern. Periode ini muncul sebagai kritik atas masyarakat modern dan

kegagalan dalam memenuhi janjinya. Pertama kali muncul di Prancis pada 1970. Ciri-

ciri pemikiran post modernisme: Dekonstrutifisme yakni upaya untuk

mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah mapan yang telah dibangun pada

periode modern untuk kemudian dicari dan disusun teori yang lebih relevan dan

memahami kenyataan masyarakat, Relativisme yakni memandang bahwa segala

sesuatu bersifat relatif dan tidak boleh absolut/mutlak, dan Pluralisme yakni sebagai

pemikiran yang memandang terdapat perbedaan-perbedaan dari berbagai segi

kehidupan sebagai sebuah realitas kehidupan bermasyarakat.

7. Sejarah dan perkembangan filsafat hukum

1. Filsafat Hukum pada Zaman Yunani

Zaman Yunani (Kuno) bermula pada Abad ke-6 SM sampai Abad ke-5 M. Pada masa
itu rakyat Yunani sudah hidup di dalam polis-polis yang mempunyai sistem pemerintahannya
sendiri. Semula penguasa polis memerintah dengan kekuasaan, selanjutnya setelah muncul
kaum Sofisme, polis-polis tersebut mulai menerapkan sistem demokrasi walaupun belum
sempurna. Kepercayaan manusia pada saat itu masih sangat besar pada kekuatan
supranatural, seperti kepercayaan kepada dewa dewi Olimpus. Proses pematangan itu berlajut
pada masa keemasan filsafat Yunani dengan keberadaan tokoh-tokohnya seperti Sokrates,
Plato, dan Aristoteles. Kemunculan tokoh-tokoh tersebut diasumsikan dimulainya usaha
melepas ketergantungan pada mitos-mitos dalam menjawab pertanyaanpertanyaan yang
muncul. Mereka mulai mengandalkan rasio walaupun belum banyak mengubah cara berpikir
masyarakat Yunani kuno secara keseluruhan.

2. Filsafat Hukum Pada Zaman Pertengahan

Zaman ini dimulai sejak kekuasaan Romawi jatuh, yakni pada Abad ke-5 Masehi,
masa ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa (dan mulai berkembang agama
Islam). Perkembangan agama ini membawa pemikiran yangtidak lagi hanya berorientasi
kepada hukum alam sebagaiman pada zaman Yunani Kuno. Dasar ketaatan terhadap hukum
telah mengalami perubahan yang awalnya berdasar pada hukum alam menjadi karena
kehendak ilahi. Tokoh filsafat pada zaman pertengahan ini, antara lain Agustinus (354-430)
dan Thomas Aquinas (1225-1275); Mereka masih terpengaruh pemikiran-pemikiran filsuf
pada zaman Yunani Kuno seperti Plato, yakni tentang hubungan ide-ide abadi dengan
bendabenda duniawi.

3. Filsafat Hukum Pada Zaman Modern

Pada zaman modern ini, mulai ada penegasan akan jawaban terhadap problematik
yang muncul antara hukum alam dengan hukum positif, walaupun jawabannya belum tuntas.
Pada masa ini muncul aliran-aliran filsafat hukum yangmenggugat ketergantungan manusia
kepada rasio Tuhan sebagaimana yang diajarkan oleh para filsuf pada zaman pertengahan.
Pada zaman moderen ini posisi manusia mulai ditempatkan secara lebih mandiri, dengan
rasio manusia dapat menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Para filsuf pelopor jaman ini
merasa jenuh dengan pembicaraan hukum yang abadi yang berasal dari Tuhan dan
menganggap bahwa hukum positif tidak perlu lagi bergantung pada rasio Tuhan. Mulai lebih
ditonjolkan rasio manusia, musalnya ditempuh dengan cara melakukan perjanjian (konsnsus),
sehingga dikenal adanya teori perjanjian.

4. Filsafat Hukum Pada Masa Sekarang

Dimaksud dengan jaman sekarang adalah dimulai sejak abad ke-19. Jika pada jaman
modern berkembang rasionalisme, pada jaman sekarang rasionalisme dilengkapi dengan
empirisme yang sebenarnya sudah dirintis pada jaman modern. Tapi empirisme berkembang
pesat pada abad ke-19. Dengan berkembangnya empirisme, faktor sejarah juga mendapat
perhatian utama, termasuk dalam lapangan hukum. Perhatian yang besar terhadap faktor
sejarah ini antara lain diberikan oleh Hegel (1770-1831) dan Karl Marx(1818-1883). Hal
yang sama terjadi pula di Jerman dengan muculnya Mazhab Sejarah dari von Savigny (1779-
1861). Hegel sangat mementingkan rasio. Rasio di sini tidak hanya rasio individual, tetapi
terutama rasio dari ilahi. Pada Abad ke-20 pemikiran-pemikiran abad sebelumnya
menemukan bentuknya kembali, sehingga lahir berbagai aliran filsafat eperti
Neokantianisme, Neohegelianisme, dan Neomarxisme. Aliran-aliran ini timbul sebagai reaksi
atas positivisme yang memang menjadi aliran filsafat paling umum sampai saat ini.

Empirisme yang berjaya pada Abad ke-19 ternyata juga terus berkembang pada Abad
ke-20. Aliran-aliran yang berpangkal pada empirisme ini dapat digolongkan dalam
neopositivisme. Di Amerika, empirisme ini mengambil bentuk yang sangat berpengaruh
sampai sekarang, yakni pragmatisme. Filsafat pragmatis menolak kebenaran pengetahuan
melalui rasio semata. Kebenaran itu wajib diuji dengan dunia realistis. Timbulah aliran-aliran
filsafat hukum yang disebut dengan Realisme Hukum. Realisme Hukum tidak mengandalkan
undang-undang sebagai sumber hukum utama. Sumber hukum yang paling utama adalah
kenyataan-kenyataan sosial yang kemudian diambil alih oleh hakim ke dalam putusannya.
Jadi dalam Realisme Hukum, hakim memegang peranan penting. Pemberian kebebasan
kepada hakim ini kemudian mencapai puncaknya dalam aliran Freirechtslehre yang paling
menentang Positivisme Hukum.

8. Aliran-aliran filsafat hukum

 Aliran hukum alam, aliran ini dibedakan menjadi 2 macam yaitu aliran hukum alam
rasional dan irrasional. Aliran hukum alam irrasional berpandangan bahwa segala
bentuk hukum yang bersifat universal dan abadi bersumber dari tuhan langsung
sedangkan hukum rasional berpangangan bahwa sumber hukum yang universal dan
abadi bersumber dari rasio manusia.

 Aliran hukum positivisme hukum. system aliran ini berprinsip bahwa sesuatu
dianggap benar apabila ia tampil dalam bentuk pengalaman, apabila bersungguh-
sungguh maka dapat dipastikan sebagai kenyataan, atau apabila ia ditentukan melalui
ilmu-ilmu pengetahuan apakah sesuatu yang dialami merupakan sungguh-sungguh
suatu kenyataan.

 Utilitarianisme menurut (Prof.Darji Darmodiharjo dan Shidarta) aliran ini adalah


aliran yang meletakan kemenfaatan sebagai tujuan hukum, yang dimaksud
kemanfaatan disini adalah sebagai kebahagiaan (happiness).

 Madzhab Sejarah timbul sejalan dengan Gerakan nasionalisme di Eropa. Pemikiran


nasionalisme mengajarkan universalisme dalam cara berfikir, cara pandang inilah
yang menjadi salah satu penyebab munculnya Madzhab sejarah yang menentang
universalisme. Para penganut Madzhab sejarah sudah memfokuskan perhatiannya
pada bangsa, tepatnya pada jiwa dan bangsa. 

 Sociological jurisprudence, menurut aliran sociological jurisprudence hukum yang


baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. 

 Realisme hukum, dalam pandangan penganut realism hukum adalah hasil dari
kekuatan-kekuatan sosial dan alat control sosial. Karenanya program ilmu hukum
realis hampir tidak terbatas, kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan
ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi umum,
semua ini adalah pembentuk hukum dan hasik hukum dalam kehidupan. 

 Freirechtslehre (ajaran hukum bebas) merupakan penentang paling keras positivisme


hukum. aliran ini muncul pertama kali di jerman dan merupakan sintesis dari dari
proses dialektika antara ilmu hukum analitis dan ilmu hukum sosiologis. Analisis
hukum bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan hukum.

9. Hukum dalam pembaharuan masyarakat dalam pandemi covid-19

Hukum sebagai pembharuan dalam masyarakat dipelo[ori oleh Mochtar

Kusumaatmadja, yang menyatakan konsepsi hukum sebagai “sarana” pembaharuan pada

masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di Amerika

Serikat yang merupakan tempat pencetusanya. 3 Hal tersebut dikarenakan menonjolnya

peraturan perundang-undangan sebagai pembaharuan hukum di Indonesia. Hukum yang

digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi

atau kombinasi keduanya.

Agar dalam pelaksanaan perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu

dapat berjalan sebagaimana mestinya , hendaknya dibuat sesuai dengan apa yang menjadi

inti pemikiran Social Jurisprudence , yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum

yang hidup dalam masyarakat.

Dalam masa pandemic pemerintah pusat menerapkan konsepsi hukum dalam

pembaruan masyarakat melalui peraturan yang dikeluarkan tentang cara hidup dimasa

pandemic, yang awalnya tidak diwajibkan memakai masker, menjadi wajib menggunakan

masker ketika beraktifiats diluar rumah. Adanya peraturan tersebut membuat masyarakat

menjadi teratur dan tertib dalam menggunakann masker, dikarenakan menghindari sanksi dari

3
Lili Rasjidi, 2007, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT Citra Adi Bakti: Bandung, hlm. 79.
peraturan tersebut , tujuan utamanya adalah menghambat penyebaran covid-19 agar bias

pulih seperti sedia kala.

10. Masalah penjatuhan hukum mati bagi koruptor

Pidana mati dari segi bahasa dapat diartikan pidana berarti penderitaan dan mati

berarti berpisahnya nyawa dari jasad seseorang.4 Berdasarkan pengertian dua kata tersebut,

maka pidana mati merupakan suatu penderitaan yang dijatuhkan kepada pelanggar undang-

undang berupa pemisahan nyawa dari jasad yang bersangkutan. Pengertian pidana mati dalam

peraturan perundang-undangan hanya terdapat pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

yang menentukan bahwa :

“Hukuman mati yang selanjutnya disebut pidana mati adalah salah satu hukuman

pokok yang dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.”

Pidana mati sangat erat kaitannya dengan HAM, sehingga dalam penerapannya

pidana mati menimbulkan kontroversi baik di kalangan masyarakat umum maupun di

kalangan ahli hukum pidana. Disatu sisi ada yang setuju, namun di sisi lain ada yang tidak

setuju dengan penerapan pidana mati. Tidak jarang pula terdapat pendapat yang di tengah-

tengah, yaitu dalam hal-hal tertentu pidana mati dapat dibenarkan apabila pelaku tindak

pidana telah menunjukkan watak yang sangat berbahaya bagi masyarakat dan tidak

menunjukkan penyesalan telah melakukan tindak pidana.5 Hal tersebut dilakukan untuk

melindungi masyarakat dari tindak pidana yang sama.

4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, h. 411
5
Roni Wijayanto, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, CV. Mandar Maju,
Bandung, h. 122
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mencantumkan

pidana mati. Di samping ancaman pidana mati, pembentuk undang-undang memformulasikan

pembuktian terbalik dan sanksi berat lainnya untuk menjerat dan diharapkan juga dapat

menimbulkan efek jera terhadap pelaku. Tindak pidana korupsi termasuk dalam salah satu

kejahatan luar biasa dikarenakan merugikan keuangan negara yang berdampak pada

kesejahteraan masyarakat. Pidana mati dapat diancamkan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi apabila pelaku melakukan tindak pidana tersebut dalam keadaan tertentu. Keadaan

tertentu maksudnya yaitu  keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi

pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-

dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional,

penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan

moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 2 ayat

(2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, adapun ketentuannya yaitu :

“ Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam

keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.”

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anshori, A. G. 2018. Filsafat hukum. Ugm Press.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Lili Rasjidi, 2007, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT Citra Adi Bakti: Bandung.

Muhammad Sadi, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Prenadamedia Group: Jakarta.

Roni Wijayanto, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai