Anda di halaman 1dari 17

1

UNIVERSITAS KRISTEN PAPUA

FAKULTAS : HUKUM
MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM
SEMESTER : VI (ENAM)
DOSEN : CHESYE F. LIKLIKWATIL SH.,MH.
WAKTU : SENIN, 15 MARET 2021

PENDAHULUAN

A. Pengertian Filsafat
Filsafat dikenal dengan sebutan, Philosophy (Inggris), Philosophie (Perancis dan Belanda),
Philosophia (Latin), Falsafah (Arab). Secara etimologis filsafat itu sendiri dari bahasa Yunani,
yatitu Philos atau Filo yang artinya cinta, dan Sofia atau Sophia yang artinya kebijaksanaan. Dari
sudut asal-usul katanya, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat dalam arti ilmu adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh
kenyataan (menyeluruh dan universal).
Filsafat dalam arti pandangan hidup adalah petunjuk arah kegiatan (aktivitas) manusia dalam segala
bidang kehidupan.
3 (Tiga) sifat pokok dalam filsafat yaitu, Menyeluruh, Mendasar dan Spekulatif.

B. Pembagian Filsafat dan Letak Filsafat Hukum


D.Runes dalam Dictionary Of Philosophy (1963) membagi filsafat dalam 3 cabang utama. yaitu :
1. Ontologi
2. Epistemologi
3. Aksiologi

Poedjawijatna membagi filsafat menurut objeknya menjadi 6 (Enam) bagian, yaitu :


1. Filsafat ada umum (Ontologi atau metafisika generalis)
2. Filsafat ada mutlak (Theodicea)
3. Filsafat alam (Kosmologia)
4. Filsafat manusia (Antropologia)
5. Filsafat tingkah laku (Etika)
6. Filsafat budi (Logika)
Ensiklopedia terkenal “Eerste Nederlance Systematich Igerichte Encyclopaedi” (ENSIE) membagi
filsafat menjadi 9 (Sembilan) bagian. yaitu :
1. Metafisika
2. Logika
3. Filsafat mengenal (Kenleer)
4. Filsafat ilmu (Wetenschapsleer)
5. Filsafat alam
6. Filsafat kebudayaan dan sejarah
7. Etika
2

8. Estetika
9. Filsafat manusia

Kattsoff menjelaskan dana membagi filsafat menjadi :


1. Logika
Cabang filsafat yang membicarakan tentang tata cara penarikan kesimpulan yang benar.
2. Metodologi
Cabang filsafat yang membicarakan tentang teknik-teknik penilitian dan penyelidikan.
3. Metafisika
Cabang filsafat yang membicarakan hakikat segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
4. Ontologi
Cabang filsafat yang membicarakan tentang asas-asas rasional dari kenyataan yang ada.
5. Kosmologi
Cabang filsafat yang membicarakan tentang bagaimanakah keadaanya sehingga asas-asas
rasional dari kenyataan yang teratur itu.
6. Epistemologi
Cabang filsafat yang membicarakan tentang asal mula, susunan, metode-metode, dan sahnya
pengetahuan.
7. Biologi kefilsafatan
Cabang filsafat yang membicarakan tetang hakikat hidup.
8. Psikologi kefilsafatan
Cabang filsafat yang membicarakan tentang jiwa.
9. Antropologi kefilsafatan
Cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat manusia.
10. Sosiologi kefilsafatan
Cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat masyarakat dan negara.
11. Etika
Cabang filsafat tentang apa yang baik dan buruk dari perilaku manusia.
12. Estetika
Cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan.
13. Filsafat Agama
Cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat keagamaan.

C. Pengertian Filsafat Hukum


Ahli hukum Indonesia Wirjono Prodikoro mengatakan hukum adalah rangkaian peraturan
mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan
dari hukum ialah menjamin keslamatan, kebahagiaan dan tata tertib dari masyarakat itu.
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat
memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar-negara, yang berorientasi
pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan damai dalam masyarakat (O.
Notohamidjojo).
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyebutkan 9 (Sembilan) arti hukum,
1. Ilmu Pengetahuan
2. Disiplin
3. Norma
4. Tata Hukum
5. Petugas
6. Keputusan penguasa
3

7. Proses pemerintahan
8. Sikap
9. Jalinan nilai-nilai
4

D. Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum


Manfaat mempelajari filsafat hukum adalah agar dapat Mengetahui fungsi dari hukum itu sendiri,
karena kita tahu hukum sudah ada dari awal begitu pula dasar-dasarnya.
Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas: kita diwajibkan untuk memakai helm, berarti sebelumnya
kita harus mengetahui apa fungsi kita mengenakan helm itu sendiri.Dapat ditarik kesimpulan,
bahwa manfaat kita mempelajari filsafat hukum adalah agar kita dapat
1. Berpikir kritis
2. Mengetahui dasar hukum
3. Menerapkan filsafat itu sendiri14

Manfaat mempelajari filsafat hukum yang lainnya adalah :


a. Holistik adalah dengan mempelajari filsafat hukum kita diajak untuk berpikir kritis dan dapat
menerima pendapat orang lain.
b. Mendasar yaitu mempelajari filsafat hukum berarti kita dalam memandang suatu
permasalahan harus mengupas permasalahan tersebut untuk mengetahui inti dari
permasalahan tersebut.
c. Spekulatif yaitu dengan mempelajari filsafat hukum kita diajak untuk berpikir inovatif, out off
the block, agar kita dapat menemukan sesuatu yang baru.
d. Reflektif Kritis yang dimaksud dengan reflektif kritis sebagai manfaat yang dapat diperoleh
dari mempelajari filsafat hukum adalah kita diajak untuk berpikir aktif, hati-hati, yang
dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif yang menghasilkan
keputusan- keputusan yang masuk akal mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya
serta yang akan dilakukan nanti.
e. Disiplin dengan mempelajari filsafat hukum kita diajak untuk selalu disiplin dalam
menerapkan ilmu hukum tetapi juga tidak meninggalkan norma- norma yang ada di sekitar,
sehingga dengan kata lain kita harus disiplin dalam menerapkan hukum dan juga disiplin
terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
f. Berupaya Perfect dengan mempelajari filsafat hukum kita diharapkan dapat selalu berusaha
sempurna dalam memandang suatu permasalahan dengan memberikan hasil pemikiran yang
bijaksana.
5

E. Ilmu-Ilmu Lain Yang Berobjek Hukum


3 (tiga) sifat yang membedakan filsafat hukum dengan ilmu-ilmu yang lainnya
1. menyeluruh
2. Mendasar
3. Spekulatif

Disiplin hukum oleh purbacaraka, Soekanto dan Chidir Ali, diartikan sama dengan teori hukum
dalam arti luas yang mencakup politik hukum, filsafat hukum, dan teori hukum dalam arti sempit.
Teori hukum dalam arti sempit inilah yang disebut dengan ilmu hukum.

Ilmu hukum dibedakan menjadi ilmu tentang norma (Normwissenscahft), Ilmu tentang pengertian
hukum (Kamphuysen/Begriffenwissenchaft), dan ilmu tentang kenyataan hukum
(Tatsachenwissenschaft).

Ilmu tentang norma antara lain membahas tentang perumusan norma hukum, apa yang dimaksud
dengan norma hukum, isi dan sifat dari norma hukum, tugas dan kegunaan norma hukum,
penyimpangan terhadap norma hukum dan keberlakuan norma hukum.

Ilmu tentang pengertian hukum membahas tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat
hukum, subjek hukum, objek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan hubungan hukum.

Ilmu tentang kenyataan hukum antara lain meliputi sosiologi hukum, antropologi hukum,
psikologi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.

Menurut Bernard Arief Sidharta gejala hukum dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang yang
kemudian menghasilkan disiplin ilmiah sendiri. Ia membedakan kelompok disiplin hukum menjadi
tiga yaitu, Filsafat hukum, Teori ilmu hukum, Ilmu-Ilmu hukum.
Ilmu-ilmu hukum dibedakan menjadi dua yaitu ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris.
6

SEJARAH FILSAFAT TIMUR DAN BARAT

A. SEJARAH FILSAFAT TIMUR


Dalam Filsafat Timur, paling tidak ada 5 aliran yang paling berpengaruh, yaitu Hinduisme,
Buddhisme, Konfusianisme, Taoisme, dan Islam.
Hinduisme sangat berpengaruh pada perjalanan filsafat India, walaupun Buddhisme dan Islam juga
mempunyai andil yang tidak kecil. Adapun Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme lebih banyak
berkaitan dengan filsafat Cina dan Asia Timur pada umumnya, serta beberapa bagian Asia Selatan
dan Tenggara. Pengaruh filsafat Islam terutama terdapat di negara-negara Timur Tengah (Asia
Barat) sebagian Asia Selatan dan Asia Tenggara.

1. Filsafat India
India Termasuk salah satu peradaban tertua di dunia dengan situsnya di sekitar lembah sungai Indus.
Dari Fosil-fosil terdapat 2 tipe penduduk :
1. Penduduk Asli
Ciri-ciri kulit gelap, hampir mendekati hitam, kecil dan pendek, hidung lebar dan pesek dengan
bibir tebal. Tipe penduduk ini dijumpai di antara kasta rendah masyarakat India.
2. Keturunan suku Mediterian
Penduduk dengan ciri ini berhubungan erat dengan orang-orang yang hidup pada zaman Pradinasti
di Mesir, Arab dan Afrika Utara. Kulit mereka lebih terang, tubuh langsing hidung mancung dan
bermata lebar. Orang-orang ini berimigrasi ke lembah Indus karena terpikat oleh daerah-daerah
pertanian subur yang dapat kita temukan hampir di seluruh Asia Timur dan Barat.
Kemudian datang suku bangsa lain yang berimigrasi ke lembah sungai Indus yaitu suku bangsa
Aryan darin Utara India pada tahun 1700-1400 SM.
Kedatang suku bangsa Aryan membawa ajaran baru yang disebut dengan Weda (atau sering ditulis
juga dengan Veda). Keberadaan literature suci ini membawa pengaruh luas dan sistem kepercayaan
bangsa India pada masa itu, sekaligus menjadi titik awal sejarah perkembangan filsafat India.
Gerak pemikiran filsafat India sudah dimulai pada Zaman Weda dengan menjadikan alam semesta
sebagaib objek utama pembahasannya. Manusia dipandang sebagai bagian kecil dari alam yang
mahaluas ini. Sifat-sifat manusia identik dengan sifat-sifat alam itu.
Manusia dengan demikian tidak dapat berkonfrontasi dengan alam, karena itu ia takluk dan wajib
bersahabat dengan alam. Cara pandang demikian menyebabkan manusia sering kali harus mengalah
kepada alam sehingga manusia lebih banyak menderita. Penderitaan tersebut karena keterikatan
manusia dengan hidup duniawinya. Agar dapat memperoleh kebahagiaan sejati manusia harus
membesakan keterikatan dirinya dengan dunia. Filsafat India banyak mempersoalkan hal-hal yang
berkaitan dengan kebebasan dari ikatan duniawi itu.
Filsafat India sebagian besar bersifat mistis dan intuitif peranan rasio baru agak menonjol pada
kurun waktu terakhir setelah berkenalan dengan filsafat barat.
Menurut Radhakrishnan dan moore ada 7 ciri umum yang mewarnai hampir seluruh sistem filsafat
India :
1. Motif Spiritual yang mendasarinya
2. Filsafat india ditandai dengan sikap introspektif dan pendekatan introspektif terhadap realitas
3. Adanya hubungan erat antara hidup dan Filsafat
4. Tendensi instropektif yang membuat India lebih bersifat idealis
5. Intuisi yang diakui mampu menyikap kebenaran tertinggi
6. Penerimaan terhadap otoritas
7

7. Adanya tendensi untuk mendekati berbagai aspek pengalaman dan realitas dengan pendekatan
sintetis.

Sejarah Filsafat India dapat dibedakan menjadi 5 periode :


1. Zaman Weda (2000-600 SM)
Zaman ini dimulai saat suku Aryan masuk ke daerah lembah sungai Indus. Weda yang
diperkenalkan suku ini pada dasarnya berisi empar bagian, yaitu :
1) Samhita (terdiri dari : Rigweda, samaweda, yajurweda, artharwaweda)
Weda berisi pujian, mantra, doa yang digunakan dalam upacara-upacara pengorbanan untuk
menghormati para dewa. Jumlah dewa yang dihormati itu sangat banyak, yang masing-masing
melambangkan kekuatan alam, seperti Api, Air, Agin dan Matahari.
2) Brahmana
Kelompok masyarakat yang diberi kepercayaan sebagai penghubung dengan para dewa penguasa
alam itu.
3) Aranyaka
Ajaran berbagai perumpamaan
4) Upanisad
Berisi hasil renungan filosofis. Upanisad memegang arti penting dalam pembicaraan filsafat india,
Upanisad sendiri ditulis sekitar 1700SM, kira-kira sama dengan kedatangan suku Aryan. Persoalan
yang dibahas Upanisad adalaha hubungan antara manusia dengan alam.

Selain itu weda mempertahankan sistem kasta (kelas) dalam masyarakat India , yang sebenarnya
sudah ada sebelum kedatangan kaum Aryan.

Kesimpulan yang dibuat oleh Poedjawijatna dari pernyataan diatas, menunjukan segala kekuatan
yang ada pada alam terdapat juga pada manusia. Dalam alam ada angin, pada manusia ada nafas.
Dalam alam ada matahari, manusia dapat melihat terang, manusia bersinar pula matanya. Alam
mempunyai bumi dengan tumbuh-tumbuhannya, manusia mempunyai badan, sedangkan taufan dan
badai menakutkan itu terdapat pula pada manusia sebagai kekuatan marahnya yang tidak kurang
menakutkan.

1. Zaman Skeptisisme (600SM-300M)


Dalam weda terdapat beraneka ragam unsur kepercayaan yang hanya mampu ditafsirkan oleh para
rohaniawan. Zaman ini muncul reaksi terhadap ajaran-ajaran weda ini, karena dianggap tidak sesuai
lagi dengan keinginan masyarakat luas. Munculnya aliran-aliran baru saat itu yaitu aliran yang
menerima weda (Astika) dan yang mebolak weda (Nastika).

2. Zaman Puranis (300-1200)


Setelah tahun 300M, budhisme mulai lenyap dari India, tetapi tetap menjadi agama yang dominan
di negara-negara tetangga, seperti Nepal, Birma, Thailand dan Kamboja.
Menurut Brata ada tiga sebab mengapa Buddhisme menjadi merosot di India. Pertama, Justru
karena tekanannya lebih ke dalam, maka ada semacam sikap memandang rendah terhadap hidup
dan nilai-nilainya, padahal hidup tidak selalu berurusan dengan rohaniah belaka. Kedua, adalah
penerimaan baik pria maupun wanita dalam vihara tanpa seleksi yang ketat. Ketiga, kemerosotan
kehidupan ekonomi dan politik nasional.
Hal ketiga ini penting karena kehidupan vihara erat kaitannya dengan dukungan peguasa. Apabila
suatu dinasti pendukung vihara jatuh , maka dinasti penggantinta akan menelantarkan atau malah
memusuhi vihara.
8

3. Zaman Muslim (1200-1757)


Zaman ini ditandai dengan berkembangnya agama Islam di India, yang datang dengan fanatisme
dan kebencian terhadap patung-patung. Islam membuat perlawanan terhadap Hinduisme bahkan
melwan secara fisik. Islam juga menentang sistem kasta.
Tokoh hindu yang penting pada zaman muslin adalah kabir yang berusaha membersihkan noda-
noda agama Hindu dalam rangka mengimbangi pengaruh agama Islam. Pembersihan tersebut
antara lain menghilangkan pemujaan terhadap patung-patung dan perbedaan kasta.
Pemikiran Kabir kemudian menjadi sumber pokok ajaran Sikh yang dikembangkan oleh seorang
guru bernama Nanak. Ia mencoba menyelaraskan ajaran Islam dan ajaran Hindu. Upaya ini tentunya
ditantang oleh agama Islam sehingga muncul konflik segitiga antara Hindu, Islam dan Sikh yang
sampai sekarang merupakan isu yang sangat sensitive di India.

4. Zaman Modern (Setelah 1757)


Hamersma menyebut zaman ini sebagai renesance nilai-nilai india, sebagai reaksi terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar.
Zaman modern di India diawali dengan masuknya agama Kristen, sekaligus dengan kehadiran
Inggris di India pada tahun 1757. Kedatangan Inggris membawa pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan ilmu dan humanisme.

3. Filsafat Cina
Filsafat bagi bangsa Cina lebih merupakan pandangan hidup daripada sebagai ilmu. Jika diamati
India dan Cina tidak mengalami revolusi ilmu seperti di barat pada abad 16 dan 17.
Dilihat dari sejarahnya, filsafat cina dapat dibagi dalam empat periode besar, yaitu :

1. Zaman Klasik (600-200SM)


Filsafat Cina sama tuannya dengan awal kebangkitan filsafat barat. Zaman permulaan filsafat cina
dikenal sebagai “zaman seratus sekolah filsafat”. Terbagi atas keenam sekolah klasik yaitu,
Konfusianisme yang berasal dari kaum ilmiawan, Taoisme dari rahib-rahib, ajaran Yin-yang dari
okultisme (Ahli-Ahli magis), Maoisme berasal dari kaum ksatria, Ming Cha dari para pendebat, dan
Fa Chia dari ahli-ahli politik.

1) Konfusianisme
Adalah ajaran yang dibawa oleh Konfusius (Kung Fu Tzu). Salah satu ajaran konfusius adalah
tentang “Tao”, tao disini diartikan sebagai jalan kebenaran . Filsafat Konfusius lebih merupakan
filasafat tingkah laku atau etika, seperti ramah tamah, hormat kepada orang tua (termasuk pemujaan
kepada leluhur) dan saying kepada yang muda. Menurutnya nasib manusia ditentukan oleh takdir.
Ada 3 kodrat manusia yaitu, (1) aktivitas yang secara konstan dilakukan oleh manusia seperti,
makan, tidur, kawin dan beranak pinak. (2) aktivitas sosial yang khas manusia seperti menghormati
orang tua dan sesame manusia.(3) aktivitas menilai seperti menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk. Ajarannya yang berhubungan dengan negara adalah Ia memandang bahwa negara itu
tidak lain untuk melayani kepentingan rakyat bukan sebaliknya, hal ini kemudian ditentang oleh
pemerintahan saat itu yaitu Dinasti Chou kemudian berlanjut ke Dinasti Ching. Karya-karyanya
kemudian dihancurkan. Hanya karya-karya berupa masalah kedokteran, pertanian dan sejarah yang
selamat. Baru kemudian Dinasti berikutnya yaitu Dinasti Han ajaran konfusionisme diterima
sebagai filsafat resmi negara cina. Ajaran ini berkembang di Cina, Korea, Jepang dan Asia
Tenggara.
9

2) Taoisme
Konon ajaran ini diajarkan oleh Lao Tse.
Tao disini diartikan sebagai jalan atau hukum alam. Menurtunya alam bersifat pasif sehingga
manusia itu juga seharusnya demikian. Prinsip kepasifan ajaran ini disebut Wu Wei yang berarti
jangan mencampuri. Menurutnya pemerintah yang baik adalah pemerintah yang tidak terlalu aktiv
dengan melarang ini dan itu. Jalani saja apa yang sudah ditentukan oleh alam. Orang tidak boleh
mengubah dunia melainkan menghormatinya. Bagi pemerintah dianggap bijak adalah berbuat tidak
begitu aktiv dengan banyak mengatur ini dan melarang itu, apalagi memperbanyak undang-undang,
memperkeras ketentuan-ketentuan yang sudah ada mengakibatkan keadaan bertambah buruk. Pajak
yang tinggi, rencana-rencana pemerintah yang terlalu ambisius, menggalakkan perang, semuanya
itu berlawanan dengan ajaran filosofi Taoisme. Agresivitas hidup justru membuat manusia selalu
gagal dalam hidup.

3) Yin –Yang
Ajaran penting dalam filsafat Cina adalah tentang prinsip keseimbangan Yin dan Yang. Yin berarti
ketiaadaan matahari (kegelapan) dan Yang adalah sebaliknya. Selanjutnya Yin juga dapat diartikan
sebagai prinsip Pasif, ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan
dingin. Yang adalah prinsip aktiv, gerak, bunga, matahari, api dan laki-laki, symbol untuk hidup
dan panas.
Ajaran ini berasal dari para pelaku ilmu gaib yang dikenal sebagai Fang-shih. Ajaran ini kemudian
dikumpulkan secara tertulis antara lain oleh Hu Hsin, berkaitan dengan hal astrologi, penyusunan,
almanak untuk menentukan musim-musim, ramalan nasib yang dikenal hingga saat ini. Ajaran ini
juga berhubungan dengan gambar dan angka sebagai dasar analisis yang agak mirip dengan teori
phytagoras pada zaman yunani kuno.

Filsafat Yin-Yang mengajarkan segala sesuatu di alam semesta ini mengandung 2 sisi yang bertolak
belakang, demikian juga dengan hidup manusia. Filsafat ini dilambangkan dengan lingkaran
bergaris tipis melengkung, memisahkan dua bagian (Hitam dan Putih) secara harmonis.
Dalam bagian hitam terdapat satu titik putih, demikian juga sebaliknya, dalam bagian putih terdapat
secercah titik hitam. Hal ini melambangkan betapa relatif sesungguhnya perbedaan itu. Didunia ini
tidak ada yang seluruhnya bersifat Yin dan tidak pula sepenuhnya bersifat Yang. Keduanya saling
melengkapi
10

4) Dialektik (Ming Chia)


Ming Cha sering disebut dengan “sekolah nama-nama”
Ajaran ini berhubungan dengan analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian
bahasa yang tepat dan memperkembangkan logika dan tata bahasa.

5) Legalisme (Fa Chia)


Fa Chia sering disebut dengan “sekolah hukum”.
Ajaran ini berbeda dengan ajaran lainnya karna tidak berbicara tentang manusia, dunia atau surga.
Tetapi berbicara tentang soal-soal praktis dan bersifat politik. Bahwa kekuasaan politik tidak harus
dimulai dengan contoh yang baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesarnya melainkan suatu
sistem peraturan atau undang-udang yang keras sekali.

2. Zaman Neotaoisme dan Buddhisme (200SM-1000M)


Zaman ini merupakan zaman penafsiran baru terhadap konsep Tao yang dikembangkan pada zaman
klasik. Neotaoisme dikembangkan oleh Wong Pi yang sangat berpengaruh di abad ke-3 dan ke-4.
Ajaran ini dalam sejarah Cina dikenal sebagai Hsuan Hsueh (ajaran gelap dan ajaran mistik).
Kemudian masuknya pengaruh agama budha yang masuk ke Cina pada abad ke-1 SM. Buddhisme
sendiri banyak berbaur dengan alam pemikiran filsafat Cina yang diberi nama Cha’an Buddhisme.

3. Zaman Neo-Konfusianisme
Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme
ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir Cina. Kepentingan dunia
ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai
tradisional di Cina, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini
oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing. Neo-Konfusianisme adalah bentuk
Konfusianisme yang terutama dikembangkan selama Dinasti Song, tetapi aliran ini mulai nampak
ke permukaan sudah sejak zaman dinasti Tang lewat Han Yu dan Li ao. Mereka membuka
cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu dimensi kosmologis dalam refleksi mereka.

4. Zaman Modern
Pada zaman modern, pemikiran kefilsafatan sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang
berasal dari Barat, hal ini dikarnakan banyaknya para padre yang msuk ke dartan Cina. Aliran yang
paling berpengaruh yaitu pragmatism yang berasal dari Amerika Serikat. Pada 1950 dartan Cina
dikuasai oleh pemikiran Marx, Lenin, dan tokoh yang terkenal Mao Ze Dong.

4. Filsafat (Negara-Negara) Islam


Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim merupakan suatu kajian
sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan
gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam atau peradaban umat Muslim dan berhubungan
dengan ajaran-ajaran Islam. Dalam Islam, terdapat dua istilah yang erat kaitannya dengan
pengertian filsafat— falsafa (secara harfiah "filsafat") yang merujuk pada kajian filosofi, ilmu
pengetahuan alam dan logika, dan Kalam (secara harfiah berarti "berbicara") yang merujuk pada
kajian teologi keagamaan.Merujuk pada periodisasi yang dicetuskan Harun Nasution,
perkembangan kajian filsafat Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode yaitu periode klasik, periode
pertengahan,dan periode modern. Periode klasik dari filsafat Islam diperhitungkan sejak
wafatnya Nabi Muhammad hingga pertengahan abad ke 13, yaitu antara 650-1250 M. Periode
selanjutnya disebut periode pertengahan yakni antara kurun tahun 1250-1800 M. Periode terakhir
yaitu periode modern atau kontemporer berlangsung sejak kurun tahun 1800an hingga saat ini.
11

2. SEJARAH FILSAFAT BARAT

Perkembangan sejarah filsafat Barat dapat dibedakan dalam beberapa periode sejarah, yang
bermula dari filsafat Yunani kuno sampai filsafat abad ke-20. Filsafat Barat, sekalipun baru muncul
belakangan dibandingkan filsafat Timur, dalam kenyataannya mengalami perjalanan yang lebih
intens. Dalam perjalanan itu, filsafat Barat ternyata tidak berhenti pada filsafat sebagai pandangan
hidup belaka, tetapi berhasil menumbuhkan dan mengembangkan ilmu-ilmu modern, termasuk
metodenya yang kemudian disebarluaskan diseluruh dunia. Sejak masa filsuf alam sampai
berakhirnya abad pertengahan, ada idenftifikasi antara filsafat dan ilmu. Kemudian abad ke-16 dan
17, muncul revolusi ilmu di Eropa. Dengan revolusi itu, mulai ada pemilahan yang lebih tegas
antara filsafat dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.
Sejarah filsafat Barat dapat dibedakan dalam periode-periode sebagai berikut :
1. Zaman kuno (600 SM-400 SM) :
a. Zaman Prasokrates
b. Zaman Keemasan Yunani
c. Zaman Hellenisme
d. Zaman Patristik
2. Abad pertengahan (400-1500)
3. Zaman modern (1500-1800)
a. Zaman Renesanse
b. Zaman Barok
c. Zaman Fajar Budi
d. Zaman Romantik
4. Zaman sekarang (setelah 1800) :
a. Filsafat Abad ke-19
(1) Positivisme
(2) Marxisme
(3) Pragmatisme
b. Filsafat Abad ke-20
(1) Neokantianisme
(2) Fenomenologi
(3) Eksistensialisme
(4) Strukturalisme
12

PERBANDINGAN ANTARA FILSAFAT TIMUR DAN FILSAFAT BARAT

Priyono menyebutkan empat bidang besar yang menjadi titik pembeda antara filsafat Timur dan
filsafat Barat, yaitu :
1. Pengetahuan
2. Sikap terhadap alam
3. Ideal dan cita-cita hidup
4. Status persona

Eerste Nederlandse Systematisch Ingerichte Encyclopaedie, menyebutkan perbedaan antara filsafat


Timur dan filsafat Barat sebagai berikut :

No. FilsafatTimur Filsafat Barat


1. asli buatan
2. suka hidup damai suka konflik
3. pasif aktif
4. bergantung pada pihak lain mandiri
5. lamban cepat
6. bersifat meneruskan bersifat menciptakan
7. konservatif progresif
8. intuitif rasional
9. teoritis eksperimental
10. artistik ilmiah
11. kerohanian materialistis
12. psikis fisik
13. mengutamakan ukhwori mengutamakan duniawi
14. manusia dalam alam sejajar alam dikuasai manusia
15. kolektivistis individualistis
13

SEJARAH FILSAFAT HUKUM

Mengingat filsafat hukum adalah cabang dari filsafat, dalam banyak hal, sejarah filsafat hukum ini
berjalan seiiring dengan sejarah filsafat pada umumnya. Perkembangan sejarah filsafat hukum
dimulai dengan beberapa zaman atau perkembangan yaitu :

1. ZAMAN KUNO.
Zaman (Yunani) kuno bermula pada abad ke-6 SM sampai abad ke-5M, tatkala kekasisaran
Romawi runtuh. Pada masa awal zaman kuno ini, rakyat Yunani sudah hidup dalam polis-polis
yang satu sama lain memiliki penguasa, sistem pemerintahan, dan sistem hukum sendiri.
Semula penguasa polis memiliki kekuasaan tunggal. Baru pada abad ke-5, setelah munculnya kaum
sofisme, polis-polis tersebut menerapkan sistem demokrasi. Tentu saja prinsip-prinsip itu belum
matang, karena kepercayaan manusia yang masih sangat besar terhadap kekuatan supranatural,
seperti keyakinan kepada dewa-dewa Olimpus. Proses pematangan iini berlangsung pada masa
keemasan filsafat Yunani (Zaman Socrates, Plato dan Aristoteles).
Jika hukum sudah ada sejak adanya masyarakat, berarti filsafat hukum pun secara embrional sudah
ada jauh sebelum zaman Yunani Kuno. Sama halnya, keberadaan filsafat punsudah ada jauh
sebelum itu. Hanya saj sepanjang dapat ditelusuri secara histori (Pada tahun 600SM), saat
kemunculan para filsuf alam inilah yang diasumsikan sebagai awal kebangkitan filsafat. Alasannya,
karena pada saat itu manusia mulai berusaha untuk melepaskan ketergantungannya pada mitos-
mitos dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Mereka mulai mengandalkan
sepenuhnya pada rasio, sekalipun usaha ini tentu saja belum banyak mengubah cara berpikir
masyarakat Yunani Kuno secara keseluruhan.
Sekalipun sudah berpikir rasional, para filsuf alam, seperti Anaximander (610-547 SM),
Herakleitos (540-475SM), dan Parmendines (540-475SM) tetap menyakini adanya keyakinan alam
ini. Agar tercipta keteraturan dan keadilan, manusia hrus hidup selaras nomos (Keharusan) itu.
Tentu saja sumber nomos ini bukanlah para dewa tetapi rasio (logos). Ketika Socrates muncul,
kehidupan masyarakat Yunani sudah cukup lama terkosentrasi dalam polis-polis. Dalam hal ini
dapat dibayangkan bahwa interaksi individu dalam polis-polis itu jauh lebih intens dibandingkan
sebelumnya. Artinya, persoalan hukum yang timbul jauh lebih rumit lagi.

Agar konflik kepentingan dapat diselesaikan dengan baik, jelas diperlukan pengaturan. Siapa yang
berwenang mengeluarkan hukum, dan dari mana sumber hukum itu. Kaum Sofis yang hidup sejalan
dengan Socrates, menyatakan bahwa rakyatlah yang berwenang menentukan isi hukum. Sejak
itulah dikenal dengan pengertian demokrasi.

Dalam suatu negara demokrasi peranan warga-warga negara dalam membentuk undang-undang
memang besar. Hal ini membawa Protagoras (480-411SM), salah seorang sofis, kepada pernyataan
bahwa warga-warga polis seluruhnya menentukan isi undang-undang, sehingga baik dan adil tidak
tergantung lagi dari aturan alam, melainkan hanya dari keputusan masyarakat. Dengan kata lain:
tidak ada kebenaran objektif; manusia adalah ukuran segala-galanya (pantoon khrematoon metron
anthropos).

Di atas sudah disinggung bahwa Sofisme tidak mengakui adanya kebenaran objektif. Pendapat
mereka tidak hanya melihat praktik yang ada saat itu tetapi juga dilandasi oleh filsafat mereka.
Protagoras misalnya, yakin bahwa ketiadaan kebenaran yang objektif itu karena tiap-tiap orang
mungkin saja benar. Sekalipun kesimpulan sama, Gorgias berpendapat lain yaitu bahwa ketiadaan
14

kebenaran objektif itu karena tiap-tiap orang mungkin salah. Pandangan tersebut menimbulkan
sikap mereka untuk tidak mengakui adanya kebenaran hukum yang dikeluarkan oleh penguasa.
Sebab kebenaran demikian adalah kebenaran versi penguasa yang dengan sendirinya tidak objektif.
Lebih jauh lagi seorang Sofis lainnya, yaitu Hippias, menyarankan untuk tidak menaati hukum yang
dikeluarkan penguasa karena dianggapnya tidak sesuai dengan hukum alam yang objektif.

Socrates tidak setuju dengan pendapat kaum Sofisme ini. Menurutnya hukum dari penguasa (hukum
negara) harus ditaati, terlepas hukum itu mempunyai kebenaran objektif atau tidak. Ia tidak
menghendaki apa yang disebut anarkisme, yakni ketidakpercayaan lagi terhdapa hukum. Pendapat
ini ternyaata dipertahankan Socrates secara kosekuen. Terbukti dari kesediaanya untuk dihukum
mati mengikuti aturan negara, sekalipun ia yakin bahwa hukum negara itu salah.

Menurut Socrates untuk dapat mengetahui dan memahami kebenaran yang objektif ini maka orang
harus memiliki pengetahuan (theoria. Pendapat ini dikembangkan oleh murid Socrates yaitu Plato.
Plato melihat bahwa banyak penguasa tidak memiliki theoria ini, sehingga tidak mengetahui hukum
yang ideal bagi masyarakat. Hukum ditafsirkan menurut kemauan penguasa saja.

Plato berpendapan bahwa kepentingan polis sebagai ideal kehidupan bersama adalah di atas segala-
galanya. Itulah sebabnya Huijbers (1988:25) menyatakan, Plato disini belum melihat hak-hak
manusia sebagai hak-hak pribadi. Oleh karena itu Plato dapat mengetahui bahwa hanya sebagian
kecil dari penduduk polis yang sungguh-sungguh orang yang bebas sebagai warga polis, yakni
hanya laki-laki berkebangsaan Yunani dan yang termasuk kelas-kelas atas; orang-orang lain,
wanita, anak, budak tidak mempunyai hak apapun dalam polis itu.

Perhatian terhadap masalah interaksi individu dalam polis diteruskan oleh Aristoteles. Jika Plato
mengganggap hukum dan negara yang ada saat itu merupakan bayangan dari hukum dan negara
yang ideal, Aristoteles tidak lagi berpikir demikian. Ia berpendapat bahwa hakikat dari sesuatau ada
pada benda itu sendiri. Dengan demikian Aristoteles sudah membawa pembicaraan tentanh hukum
kearan yang realistis. Aristoteles rajin menuliskan pemikiran-pemikiran yang sangat luas, meliputi
masalah-masalah politik dan ertika dan termasuk didalamnya ketatanegaraan, perundang-
undangan, perekonomian, hak milik dan keadilan. Bahkan untuk masaslah terakhir itu, Aristoteles
disebut sebagai orang pertama yang mengemukakan tentang teori keadilan.

Hukum yang harus ditaati demi keadilan itu ia bagi dalam hukum alam dan hukum positif. Dengan
ini muncul pemikiran pertama kalinya perbendaan hukum alam dan hukum positif.
Dalam hukum alam sebelum Aristoteles hukum alam merupakan aturan semesta alam, dan
sekaligus aturan hidup bersama melalui undang-undang. Dalam filafat kaum Sofis, hukum alam
ditafsirkan sebagai hukum, dari yang paling kuat yang sebetulnya tidak dapat disebut hukum. Yang
disebut hukum alam disini tidak lain daripada kekuasaan dan kekerasan. Menurut Aristoteles
hukum alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang berlaku selalu ada dimana-mana, karena
hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak lenyap dan berlaku
dengan sendirinya. Hukum alam merupakan suatu kesatuan yang teratur (Kosmos), berkat suatu
prinsip yang menjamin kesatuan itu yakni jiwa dunia (logos). Logos itu tidak lain adalah budi ilahi
yang menjiwai segalanya. Hukum universal itu terkandung dalam logos dan sebagai demikian
disebut hukum abadi itu menjadi nyata dalam semesta alam, hukum itu disebut hukum alam (lex
Naturalis). Hukum alam ini tidak bergantung pada orang, selalu berlaku dan tidak dapat berubah.
Hukum ala mini menjadi dasar segala hukum positif.
15

2. ABAD PERTENGAHAN
Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke-5 SM. Masa ini ditandai
dengan kejayaan agama Kristen di Eropa (dan mulai berkembanganya agama Islam), sehingga
pemikirannya yang berorientasi kepada hukum alam pada zaman kuno mengalami perubahan
motivasi. Dikatakan terjadi perubahan orientasi karena dasar ketaatan manusia terhadap hukum
positif bukan lagi karena ia sesuai dengan hukum alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak ilahi.

Tokoh-tokoh filsafat hukum pada abad pertengahan seperti Agustinus (354-430) dan Thomas
Aquinas (1225-1275), dalam mengembangkan pemikirannya ternyata tidak terlepas dari pengaruh
filsuf-filsuf zaman yunani kuno. Agustinus misalnya, banyak mendapat pengaruh dari pemikiran
Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.

Pada abad pertengan ini, muncul pemikiran tentang adanya hukum yanga abadi yang berasal dari
rasio Tuhan, yang disebut lex aeterna. Melalui lex aeterna inilah Tuhan membuat rencananya
terhadap alam semesta ini. Pemikiran ini jelas mirip dengan Stoisisme pada zaman kuno.
Selanjutnya, hukum abadi dari Tuhan itu mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga
manusia dapat merasakan, misalnya apa yang disebut dengan hukum alam (lex naturalis).

Hubungan antara penguasa negara dan gereja juga menjadi isu hangat pada abad pertengahan ini.
Hal ini juga tampak tatkala muncul dua aliran filsafat masa Skolastik, yaitu via antique dan via
moderna. Aliran pertama dapat dikatakan berpihak pada gereja, seperti mazhab Thomisme. Aliran
kedua antara lain dipelopori oleh dua orang rohaniawan, Marsilius Pandua (1270-1340) dan
William Occam (1280-1317). Dalam perselisihan antara Kaisar Ludwig dari Bavaria dan Paus
Yohanes XXII, mereka berdua berpihak pada kaisar. Pada masa inilah muncul buku terbesar
sepanjang Abad Pertengahan, berjudul Defensor Pacis karya Marsilius Padua. Buku inilah yang
pertama kali mendiskusikan secara komperhensif maslaah negara dan hukum menurut pemikiran
modern. Didalamnya dibahas tentang dasar-dasar negara dan gereja, dan hubungan antara
keduanya.

Tokoh lain yang membahas hubungan gereja dan negara adalah John Wycliffe (1320-1384) dan
Johannes Huss (1369-1415), dua orang ilmuan masing-masing dari Inggris dan Cekoslowakia.
Mereka memperkenalkan pemikiran-pemikiran yang bersifat sekuler, dengan memisahkan secara
tegas urusan duniawi (negara) dan keagamaan (gereja). Pikiran-pikiran yang sekuler ini cepat
mendapat tempat pada zaman modern.

3. ZAMAN MODERN
Problematika yang muncul antara hukum alam dan hukum positif memperoleh penegasan pada
zaman modern, sekalipun jawaban yang diberikan tentu belum tuntas. Pada masa ini muncul
berbagai aliran dalam filsafat hukum yang menggugat ketergantungan manusia pada rasio Tuhan,
sebagaimana telah diajarkan para filsuf abad pertengahan.

Zaman modern menempatkan posisi manusia secara lebih mandiri. Dengan rasionya, manusia dapat
menetukan apa yang terbaik untuk dirinya. Para filsuf pelopor zaman ini merasa jenuh dengan
pembicaraan tentang hukum abadi yang berasal dari Tuhan. Pada Abad Pertengahan, William
Occam (1290-1350), misalnya berpendapat bahwa pengetahuan tentang hukum abadi dari Tuhan
itu ada di luar jangkauan rasio manusia.
16

Pada zaman modern, hukum positif tidak perlu harus bergantung pada rasio Tuhan lagi, tetapi dapat
sepenuhnya bergantung pada rasio manusia sendiri. Untuk mempersatukan rasio-rasio manusia
yang demikian banyaknya, ditempuh cara perjanjian (konsesus), sehingga dikenal berbagai teori
perjanjian.

Dasar rasinalisme ini diletakan oleh Rene Descartes (1596-1650), khususnya dalam bukunya
Discours de la Methode. Gagasan-gagasan rasionalisme membawa pengaruh besar dalam hukum
termasuk juga tentang hubungan antara negara dan warganya. Descrates ini ini juga dikenal sebagai
Bapak Filsafat Modern.
Descrates dengan rasionalismenya, mewarisi dua masalah yang sangat penting, yakni masalah
substansi serta hubungan antara jiwa dan tubuh. Dua masalah ini, ternyata juga mempengaruhi
masalah-masalah hukum. Dalam hukum sebagai dampaknya adalah dianutnya pemisahan ini
mencapai puncaknya pada abad ke-19, sebagaimana dianut oleh Positifisme Hukum.

Di Inggris muncul aliran lain yang berbeda dengan rasionalisme. Aliran ini memandang rasio itu
adalah empiris atau pengalaman indrawinya. Aliran ini dikenal dengan Empirisme. Beberapa
tokohnya yang terkenal antara lain Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Lock (1632-1704). Filsuf
lain yang dapat dimaksudkan ke dalamnya adalah George Barkeley (1685-1753), David Hume
(1711-1776), Francis Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf (1632-1694), Thomasius (1655-1728),
dan Wolff (1679-1754).

Hobbes sendiri lebih dikenal dengan filsafat politiknya. Ia menyangkal pendapat yang mengatakan
manusia secara kodrati adalah makluk sosial. Manusia pada hakikatnya adalah makluk individual
yang egoistis, yang senantiasa bersikap dan bertindak dengan mengutamakan kepentingan sendiri.

Di Prancis gagasan tentang empirisme juga luas dianut, antara lain melalui Montesquieu (1689-
1755). Ia menyakini adanya hubungan erat antara hukum alam dan situasi kongkret suatu
bangsa.menurutnya Undang-undang yang paling baik adalah undang-undang yang paling cocok
dengan bangsa yang bersangkutan.

Pemikiran lain di zaman modern yang juga besar pengaruhnya bagi filsafat hukum adalah
idealisme. Aliran idealisme pada zaman modern ini antara lain didukung oleh Immanuel Kant
(1724-1804). Aliran ini bertentangan dengan empirisme. Menurut Kant, pengetahuan manusia tidak
tergantung kepada empiris, sebab pengetahuan empiris itu bersifat konkret dengan dibatasi ruang
dan waktu. Kant merupakan tokoh yang menghidupkan kembali pemikiran tentang hukum alam
yang pernah mencapai keemasannya pada abad Pertengahan (Aliran Hukum Alam yang Irasional).
17

4. ZAMAN SEKARANG
Zaman sekarang yang dimaksud di sini adalah zaman mulai abad ke-19. Jika pada zaman modern
berkembang rasionalisme, pada zaman sekarang rasionalisme itu dilengkapi dengan empirisme.
Pemikiran empirisme sendiri telah dirintis sejak zaman modern, seperti oleh Hobbes, tetapi
pemikiran ini baru mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-19. Dengan
berkembangannya empirisme, faktor sejarah juga mendapat perhatian yang utama, termasuk dalam
lapangan hukum. Perhatian besar terhadap faktor sejarah antara lain diberikan oleh Hegel (1770-
1831) dan Karl Marx (1818-1883). Hal yang sama terjadi di Jerman dengan munculnya Mazhab
sejarah dari von Savigny (1779-1861).

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa empirisme juga mendorong munculnya Mazhab Sejarah,
masuknya pengaruh sejarah selanjutnya juga melahirkan pandangan yang relatif terhadap hukum.
Seperti yang dikatakan oleh Von Savigny, hukum tidak dibuat tetapi ia tumbuh bersama dengan
perkembangan masyarakat. Jadi tidak ada hukum yang universal, sama halnya tidak ada bahasa
yang universal. Tiap-tiap bangsa berhak menentukan corak hukumnya sendiri, sesuai dari jiwa
bangsa itu sendiri.

Mazhab sejarah memiliki pemikiran yang bertentangan dengan Positifisme Hukum yang juga
timbul pada zaman yang sama. Positivisme sebenarnya juga berangkat dari idealism yang muncul
pada zaman modern. Aliran ini berpegang pada rasionalisme sebagaimana dikembangkan oleh
Kant. Theo Huijbers (1988:106) menyebut tiga cabang Positivisme dalam kaitannya dengan
hukum, yaitu :
1) Positivisme Sosiologis
Positivisme Sosiologis memandang hukum sebagai gejala sosial semata, sehingga hukum hanya
dapat diselidiki melalui ilmu yang baru muncul saat ini.
2) Positifisme Yuridis
Positifisme Yuridis hendak mempersoalkan arti hukum sebagai gejala tersendiri, menurut
metode ilmu hukum positif.
3) Ajaran Hukum Umum
Dekat dengan positivisme yuridis adalah suatu disiplin hukum yang diberi nama ajaran hukum
umum. Sistem ini berpendapat bahwa kegiatan teoritis seorang sarjana hukum terbatas pada
uraian arti dan prinsip-prinsip hukum secara induktif-empiris.

Empirisme yang Berjaya pada abad ke-19 tenyata juga terus berkembang pada abad ke-20. Aliran-
aliran yang berpangkal pada empirisme ini dapat digolongkan kedalam neo-positivisme. Di
Amerika, empirisme ini mengambil bentuk yang sangat berpengaruh sampai sekarang yakni
Pragmatis menolak kebenaran pengetahuan melalui rasio semata. Kebenaran itu wajib diuji dengan
dunia realistis. Timbulnya aliran-aliran filsafat hukum yang disebut dengan Realisme Hukum.

Realisme Hukum tidak mengandalkan undang-undang sebagai sumber hukum utama. Sumber
hukum yang paling utama adalah kenyataan-kenyataan sosial yang kemudian diambil alih oleh
hakim ke dalam putusannya. Jadi, hakim memegang peranan yang penting dalam Realisme Hukum.
Pemberian kebebasan kepada hakim ini kemudian mencapai puncaknya dalam aliran
Freirechtslehre, yang dikenal sebagai penentang paling keras Positivisme Hukum.

Anda mungkin juga menyukai