FIlsafat hukum, kalimat majemuk yang terdiri dari kata “Filsafat” dan “Hukum”.
Sebelum membahas makna dari filsafat hukum itu sendiri, kita harus mengkaji terlebih
dahulu pengertian dari Filsafat dan Hukum terlebih dahulu. Istilah filsafat sering
dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun
tidak sadar. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat (masyarakat).
Menelisik kembali makna filsafat, maka pandangan kita akan tertuju jauh ke
masa lalu, karena filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua, tepatnya pada zaman
Yunani Kuno. Filsafat berasal dari dua kata, yaitu dari kata “philos” dan “sophia”.
“Philos” artinya cinta yang sangat mendalam, dan “Sophia” artinya kebijakan atau
kearifan. Dalam Bahasa lain filsafat dikenal juga dengan philosophy (Inggris), falsafah
(Arab). Filsafat selalu berawal dari keheranan yang dimiliki manusia. Keadaan keheranan
tersebut baru dapat dikatakan ber-filsafat apabila telah ada upaya untuk mencari jawaban
sungguh memadai kenyataan. Hal ini disebabkan para sarjana hukum dalam
mendefinisikan hukum terpengaruh pada alam dan kebudayaan yang dimiliki ataupun
terikat pada situasi yang mengelilinginya. Disisi lain, kesulitan para sarjana hukum dalam
hukum untuk ditinjau dari berbagai sudut (filsafat, politik, sejarah, dan sebagainya) dan
Melihat definisi hukum dari para pakar hukum, seperti Plato, Aristoteles, Austin,
Immanuel Kant, Bellfroid, dan sebagainya, dapat dikatakan bahwa pada umumnya setiap
pakar hukum melihat hukum sebagai sejumlah peraturan yang berlaku bagi setiap orang,
sebagai kaedah yang bersifat umum dan normatif, serta menentukan apa yang tidak boleh
Filsafat Hukum adalah filsafat umum yang di terapkan pada hukum atau gejala–
hubungan dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari kenyataan. Dalam
disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi.
Filsafat hukum dibuat berdasarkan suatu alasan dan tentu memiliki tujuan
tertentu. Tujuan dari filsafat hukum, dari satu masa ke masa yang lain terus mengalami
Pada masa Yunani kuno, tujuan dari filsafat hukum adalah untuk mengatur
hidup manusia dan masyarakat. Hukum dibuat untuk dipatuhi agar manusia mengikuti
dari Tuhan, maka tujuan dari filsafat hukum adalah untuk menjamin suatu aturan hidup
Pada masa modern, tujuan dari filsafat hukum adalah bagaimana hukum yang
dibuat untuk mensejahterakan manusia itu sendiri menurut realita yang ada, di mana
hukum yang lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan
dengan menggunakan sistem hukum yang berlaku. Adapun peran filsafat hukum,
untuk sampai di muka pintu filsafat hukum, kita harus tahu jalannya konstelsi
filsafat. Filsafat itu terbagi atas tiga cabang utama, yakni (1) ontologi; (2) epistemologi;
pada pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah manusia itu? Apa yang dikatakan adil? Apa ada itu?
Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul bagi setiap orang yang hidup dengan
Epistemologi secara garis besar membahas segenap konsep proses dalam usaha
validitas pengetahuan itu dapat dinilai? yang termasuk dalam epistemologi antara lain
kemudian cabang utama ketiga dari konsep filsafat ada pada aksiologi.
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang nilai. Persoalan utama
pada nilai tersebut ada pada hakikatnya nilai itu sendiri, kriterianya dan keberadaan suatu
nilai dapat diartikan sebagai sifat yang melekat. Sifat yang melekat ini berkaitan dengan
persoalan baik atau jahat dan indah atau buruk. Baik atau jahat merupakan persoalan
refleksi filosofis mengenai landasan hukum umum. Objek dari filsafat hukum tidak lain
adalah hukum itu sendiri. Hukum berkaitan erat dengan norma-norma yang mengatur
perilaku manusia. Sementara pembahasan mengenai perilaku manusia ada pada etika.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat
tingkah laku yang disebut etika. Maka pada hakekatnya filsafat hukum merupakan
filsafat yang mengkaji hukum secara mendalam sampai kepada Inti atau dasarnya yang
disebut sebagai hakikat hukum atau merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara
filosofis. Dari uraian tersebut, tepat dikatakan bahwa filsafat manusia berkedudukan
sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspecies.
Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum“ menyatakan bahwa Filsafat Hukum
adalah tataran abstraksi teoritikal yang peringkat keabstrakannya berada pada tataran
tertinggi. Oleh karena itu, Filsafat Hukum meresapi semua bentuk pengusahaan hukum
praktikal adalah kegiatan manusia berkenaan dengan berlakunya hukum dalam realita
kehidupan sehari-hari. Filsafat Hukum meresapi Teori Hukum dan Ilmu-Ilmu Hukum,
oleh karena itu filsafat hukum diklasifikasikan ke dalam ilmu hukum. Pokok-pokok
kajian filsafat hukum meliputi dwi tugas yaitu: Landasan daya ikat hukum dan landasan
Filsafat hukum sekarang bukan lagi filsafat hukumnya para ahli filsafat seperti
di masa-masa lampau, akan tetapi merupakan buah pemikiran para ahli hukum (teoritis
lain :
e) Pertanggungjwaban.
f) Hak
g) Kontrak.
j) Sejarah hukum.
Filsafat memiliki objek bahasan yang sangat luas dan meliputi semua hal yang
dapat dijangkau oleh pikiran manusia dan berusaha memaknai dunia dalam hal makna.
Adapun ilmu hukum memiliki ruang lingkup yang terbatas karena hanya mempelajari
banyak pertanyaan mendasar itu tidak dapat dijawab lagi oleh ilmu hukum. Persoalan-
persoalan mendasar yang tidak dijawab oleh ilmu hukum menjadi objek bahasan ilmu
filsafat.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, masalah atau pertanyaan yang
dibahas oleh filsafat hukum antara lain terkait dengan hubungan hukum dan kekuasaan,
hubungan hukum kodrat dan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan
hukum, serta masalah-masalah hukum kontemporer, seperti masalah hak asasi manusia
dan etika profesi hukum. Banyaknya permasalahan hukum tidak semuanya dibahas dalam
saja.
Pada dasarnya filsafat itu mempunyai dua unsur. Unsur yang pertama, unsur
internal yang meliputi struktur ilmu pengetahuan dan metodologi. Unsur yang kedua,
adalah unsur eksternal yang meliputi ilmu dan nilai yang meliputi agama etika, dan
ideologi.
Daftar Pustaka