Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya aliran-aliran hukum yang dikeluarkan oleh para ahli hukum
membuat hukum itu terlalu kompleks untuk mendapatkan sebuah definisi yang
tepat. Immanuel Kant mengatakan bahwa tidak ada seorang ahli hukum pun yang
mampu membuat definisi tentang hukum, karena hukum itu mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas serta dalam hukum juga mempunyai segi atau sudut
pandang yang berbeda-beda. Namun demikian kira yang masih belajar tentang
hukum sangat membutuhkan definisi yang tepat agar dapet menemukan jalan
pemikiran serta arah dari hukum sendiri.
Menurut Apeldorn definisi hukum itu bersifat menyamaratakan dan dapat
mengajarkan para calon ahli hukum apa yang sebut hukum, namun, kesukaran
yang dialami oleh mereka yang ingin mengetahui hukum terletak pada objeknya,
kita ambil suatu benda yang terlihat akan sangat mudah benda itu diberi definisi
namun lain dengan hukum yang merupakan ilmu yang tidak dapat dilihat. Suatu
perumusan tentang hukum yang dapat mencakup segala segi dari hukum yang
luas itu memang tidak mungkin dibuat. Sebab, suatu definisi tentunya
memerlukan berbagai persyaratan seperti jumlah kata yang digunakan yang
sedapat mungkin tidak terlalu banyak dan mudah untuk dipahami.
Dari penjelasan itu memiliki banyak segi dan ruang lingkup, dan ada
beberapa teori yang menyimpulkan bahwa menurut teori satu dan teori lain
pandangan merka mengenai definisi hukum itu berbeda, karena mereka
mempunyai pandangan yang bebeda-beda mengenai apai itu hukum, berbagai
aliran teori tersebut seperti aliran hukum alam, aliran positivisme, aliran
utilitarianisme, mazhab sejarah, aliran sosiologi jurisprudens, dan aliran realisme
hukum, aliran-aliran hukum ini terus berkemang sesuai dengan pemikiran dan
kebutuhan yang ada dimasyarakat, sehingga hukum sendiri memiliki pengertian
berbeda-beda. Dari perbedaan-perbedaan itulah seharusnya kita dapat mengetahui
bahwa pandangan orang lain terhadap hukum tidak selalu sama seperti apa yang

1
kita maksud dikarenakan pemakaian aliran teori yang berbeda sehingga
menyebabkan pula perbedaan dari sudut pandang mana hukum tersebut dilihat.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana Pengertian dan Manfaat mempelajari Filsafat Hukum?


2) Apa saja Aliran-aliran yang ada dalam Filsafat Hukum?

C. Tujuan Penulisan

Sebagai bahan bacaan dan pembelajaran mengenai pengertian filsafat,


manfaat mempelajarinya serta aliran-aliran yang ada didalamnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum


Filsafat hukum mengkaji segala hal yang berkaitan dengan hukum secara
universal, radikal dan sistematis. Antara lain akan dicari jawaban: apakah arti
hukum, apakah hakikat hukum, dari mana asal hukum, bagaimana metodelogi
hukum dalam mencapai kebenaran hukum, apakah tujuan hukum, bagaimana
nilai-nilai yang berlaku dalam hukum, bagaimana kedudukan manusia dalam
hukum dan apakah norma-norma yang berlaku bagi pelaku hukum.
Seorang yang memiliki pengetahuan hukum belum tentu memiliki ilmu
(pengetahuan) hukum. Namun seorang yang menguasai ilmu (science)
tentang hukum. Seseorang yang menguasai ilmu hukum dia adalah ilmuan di
bidang hukum. Dia mengetahui apa arti hukum, sejarah hukum, jenis-jenis
hukum, sumber hukum, sanksi hukum dan semua hal yang berkaitan dengan
kajian hukum, terutama dalam kajian uang menjadi keahliannya
(spesialisasinya)1. Van Apeldoorn menyatakan, bahwa filsafat hukum
menghendaki jawaban atas pertanyaan: apakah hukum? Ia menghendaki agar
kita berpikir masak-masak tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri
sendiri, apa sebenarnya yang kita tanggap tentang hukum. Tak dapatkah ilmu
pengetahuan hukum menjawabnya? Dapat, hanya tak dapat ia memberikan
jawaban yang serba memuaskan, karena ia tak lain daripada jawaban sepihak,
karena ilmu pengetahuan hukum hanya melihat gejala-gejala hukum belaka.ia
tidak melihat hukum, ia hanya melihat apa yang dapat dilihat dengan
pancaindera, bukan melihat dunia hukum yang tak dapat dilihat, yang
tersembunyi didalamnya. Ia semata-mata meliht hukum sebagai dan
sepanjang ia menjelma dalam perbuatan-perbuatan manusia, dalam
kebiasaan-kebiasaan masyarakat, untuknya hanya terdapat kebiasaan-
kebiasaan hukum. Kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai terletak
diluar pandangannya. Menurut E. Utrecht bahwa filsafat hukum memberi

1
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUD Sentrautama, 2010, Hlm 41

3
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah hukum itu sebenarnya?,
apakah sebabnya maka kita mentaati hukum?, apakah keadilan yang menjadi
ukuran untuk baik buruknya hukum itu?. Inilah pertanyaan-pertanyaan yang
sebenarnya juga dijawab oleh ilmu hukum. Tetapi bagi orang banyak jawaban
ilmu hukum tidak memuaskan, ilmu hukum sebagai suatu ilmu empiris hanya
melihat hukum sebagai suatu gejala saja, yaitu menerima ilmu hukum sebagai
suatu kenyataan belaka. Filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai
kaidah2. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah
cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum,
dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya
yang disebut hakikat.3
Setelah mengetahui pengertian dari filsafat hukum kita juga perlu tahu
manfaat dari mempelajari filsafat hukum. Filsafat memiliki tiga sifat yang
membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat memiliki
karakteristik yang bersifat menyeluruh. Dengan cara berpikir holistik
tersebut, mahasiswa atau siapa saja yang mempelajari filsafat hukum diajak
untuk berwawasan luas dan terbuka. Mereka diajak untuk menghargai
pemikiran, pendapat dan pendirian orang lain. Itulah sebabnya, dalam filsafat
hukum diajarkan berbagai aliran pemikiran tentang hukum. Dengan
demikian, apabila mahasiswa tersebut telah lulus sebagai sarjana hukum
diharapkan ia tidak akan bersikap arogan dan apriori, bahwa disiplin ilmu
yang dimiliknya lebih tinggi dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya.4
Ciri yang lain, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar. Artinya,
dalam menganalisis suatu masalah, seseorang akan diajak untuk berfikir kritis
dan radikal, maju dalam berfikir. Mereka yang mempelajari filsafat hukum
diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang
2
Ibid, Hlm 48-49
3
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju
Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pres, 2014,
Hlm 10
4
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta. Gramedia, 1995, Hlm 16

4
yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka. Seorang yang hanya
memahami hukum sebagai hukum positif, apabila ia menjadi hakim ia akan
menjadi hakim “corong undang-undang” belaka, ia menerapkan hukum
secara sempit, sebagaimana apa adanya yang tersurat dalam perundang-
undangan hukum. Ia tidak menggali akar hukum, ia hanya melihat “mayat”
hukum, tidak melihat hukum yang hidup dimasyarakat.5
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang
spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat
gambling. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk
berfikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang batu. Memang, salah satu ciri
orang yang berfikir radikal adalah senang kepada hal-hal baru. Tentu saja,
tindakan spekulatif yang dimaksud disini adalah tindakan yang terarah, yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan berfikir spekulatif
(dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-
citakan bersama.6
Ciri lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini,
filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-
masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu
secara terus-menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekadar diangkat
dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang
ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk
menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah konkret.
Secara akademik, menurut Muchtar Kusumaadmaja (dalam Lili Rasyidi,
1984), mempelajari filsafat hukum di pendidikan tinggi, bermanfaat untuk
mengimbangi efek daripada spesialisaso yang sempit, yang mungkin
disebabkan oleh program spesialisasi sebelumnya.7

2. Aliran-Aliran yang Ada di dalam Filsafat Hukum


5
Suparman Usman, op. cit. Hlm 51
6
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, op. cit. Hlm 17
7
Suparman Usman, op. cit. Hlm 52

5
Pada latar belakang telah dijelaskan mengapa banyak sekali aliran-aliran
pemikiran teori hukum yang hidup dan dipakai pada saat ini. Aliran-aliran
filsafat hukum ini tentunya memiliki dasar atas pemikiran para ahli hukum
yang menemukan aliran-aliran tersebut yang tentu dapat dipelajari dan
dipahami oleh setiap orang, hal ini juga dapat pula dimaksudkan agar setiap
orang dapat memahami tentang perbedaan pemikiran hukum antar satu
dengan lainnya. Karena tidak semua subjek hukum bermazhab sama. Dalam
pelajaran filsafat hukum, terbagi beberapa aliran:
1) Aliran Hukum Alam
Aliran ini disebut juga dengan aliran hukum kodrat atau Natural
Law Theory. Menurut aliran ini hukum dipandang sebagai suatu
keharusan alamiah (nomos), baik semesta alam, maupun hidup
manusia. Hukum itu berlaku universal dan bersifat abadi. Pemikiran
hukum alam dikembangkan oleh beberapa pakar yang ada pada zaman
Yunani dan Romawi.
Menurut Friedmann (1970:95), sejarah tentang hukum alam
merupakan sejarah umat manusia dalam usahanya untuk menemukan
apa yang dinamakan keadilan yang mutlak (absolute justice) selain
kegagalan-kegagalan yang dialaminya. Peranan hukum ini sepanjang
sejarahnya terlihat dalam berbagai fungis salah satunya hukum alam
digunakan untuk mengubah hukum perdata Romawi yang lama
menjadi suatu sistem hukum umum yang berlaku diseluruh dunia.
Hukum alam dibedakan dalam dua golongan:
a. Aliran Hukum Alam Irasional;
b. Aliran Hukum Alam Rasional

Menurut hukum alam irasional bahwa hukum itu berlaku universal


dan bersifat abadi dengan mengesampingkan aspek ratio manusia.
Tokoh aliran ini antara lain Thomas Aquinas.

6
Menurut aliran hukum alam rasional bahwa hukum itu berlaku
universal dan abadi dengan menekankan pada ratio manusia. Tokoh
aliran ini antara lain Hugo de Groot.
Hukum alam sebagai metode adalah yang tertua yang dapat
dikenali sejak zaman yang kuno sampai dengan awal permulaan abad
pertengahan. Ia memusatkan diri pada metode yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu masalah berlainan. Dengan demikian ia todak
mengandung norma-norma sendir melainkan hanya memberi tahu
tentang bagaimana membuat peraturan yang sah.
Teori hukum alam (kodrat) melingkupi pendekatan terhadap
hukum yang melihat bahwa keberadaan hukum yang ada adalah
perwujudan atau merupakan fenomena tatanan hukum yang lebih
tinggi yang seharusnya ditaati. Dengan demikian pendekatan dari teori
hukum kodrat ada yang berpijak dari pandangan teologis sekuler.8

2) Aliran Hukum Positif (Positivisme)


Istilah Positivisme berasal dari kata “ponere” yang berarti
meletakkan, kemudian menjadi bentuk pasif “positus-a-um” yang
berarti diletakkan. Dengan demikian, postivisme menunjukkan pada
sebuah sikap atau pemikiran yang meletakkan pandangan dan
pendekatannya pada sesuatu. Umumnya postivisme besrsifat empiris.
Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam melihat
hukum adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh
orang-orang tertentu didalam masyarakat yang mempunyai
kewenangan untuk membuat hukum. Sumbernya dan validitas norma
hukum bersumber pada kewenangan tersebut.
Menurut aliran ini, hukum adalah norma-norma yang diciptakan
atau bersumber dari kewenangan yang formal atau informal dari

8
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUD Sentrautama, 2010,
Hlm 105

7
lembaga berwenang untuk itu atau lembaga pemerintahan yang
tertinggi dalam sebuah komunitas.
Aliran ini berpandangan hukum identik dengan undang-undang,
yaitu aturan yang berlaku. Satu-satunya sumber hukum adalah
undang-undang. Menurut aliran ini hukum itu merupakan perintah
penguasa dan kehendak dari negara. Sumber pemikirannya adalah
logika, yaitu suatu cara berfikir manusia yang didasarkan pada teori-
teori kemungkinan (kearah kebenaran). Aliran ini dibedakan menjadi:
a. Analitical Jurisprudence
b. Reine Rechteer (ajaran hukum murni)

Analitical Jurispridence adalah aliran dalam filsafat hukum yang


beranggapan bahwa hukum itu merupakan perintah penguasa semata-
mata. Tokohnya antara lain John Austin.
Aliran ajaran hukum murni adalah aliran yang beranggapan bahwa
hukum itu harus dibersihkan dari seluruh unsur-unsur non yuridis
(unsur etis/moral, sosiologis, ekonomis, dan politis).9

3) Aliran Utilitarianisme
Menurut aliran ini bahwa manusia akan melakukan tindakan-
tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Baik buruknya suatu perbuatan akan diukur
oleh apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak.
Demikian juga dengan perundag-undangan, baik buruknya ditentukan
juga oleh ukuran tersebut. Oleh karena itu undang-undang yang
banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat
akan dinilai sebagai undang-undang yang baik.

Menurut aliran ini tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan


dan kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat.

9
Ibid, Hlm 108

8
Tokoh aliran ini antara lain Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan
Rudolf von Jhering.10

4) Aliran Sejarah
Abad kesembilan belas merupakan masa keemasan bagi lahirnya
ide-ide baru dan gerakan intelaktual dimana manusia mulai menyadari
kemampuannya untuk merubah keadaan dalam semua lapangan
kehidupan. Kesadaran tersebut telah membawa perubahan cara
pandang dalam melihat eksistensi manusia. Pada masa ini manusia
dipandang sebagai wujud dinamis yang senantiasa berkembang dalam
lintasan sejarah.
Dibidang hukum, abad kesembilan belas dapat dikatakan sebagai
tonggak lahirnya berbagai macam aliran atau mazhab hukum yang
pengaruhnya bisa dirasakan sampai saat ini. Aliran atau mazhab
hukum yang lahir pada masa ini secara sederhana dapat diklasifikasi
menjadi tiga aliran yaitu : mazhab positivisme, mazhab utilitarianisme
dan mazhab historis atau sejarah.
Tokoh-tokohnya antara lain Friedrich Carl von Savigny (1778-
1861) dan Puchta (1789-1846). Sebagian dari pokok ajarannya ialah
bahwa hukum itu tidak dibuat, tetapi pada hakekatnya lahir dan
tumbuh dari dan dengan rakyat, berkembang bersama dengan rakyat,
namun ia akan mati, manakala rakyat kehilangan kepribadiannya (das
recht wirdnicht gemacht, es wachst mit dem volke vort, bilden sich
aus mit diesem, und strirbt endlich ab sowie das volk seineen
eigentuum lichkeit verliert). Sumber hukum intinya adalah hukum
kebiasaan adalah volksgeist jiwa bangsa atau jiwa rakyat.11

10
Ibid, Hlm 111
11
Ibid, Hlm 112

9
5) Aliran Sociological Jurisprudence
Aliran ini termasuk kepada aliran sosiologis yang memandang
hukum sebagai kenyataan sosial. Kalau aliran positivis melihat “law
in books”, maka aliran sosiologis memandang “law in action”.
Aliran sosiological jurisprudence antara lain dipelopori oleh
Roescoe Pound. Inti pemikiran aliran ini adalah bahwa hukum yang
baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Artinya hukum itu haru merupakan pencerminan nilai-
nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Roescoe Pound membedakan antara sosiologi hukum (sociology
of law) dengan sociological jurisprudence. Sosiologi huku adalah
cabang dari sosiologi yang mempelajari pengaruh-pengaruh
masyarakat pada hukum. Sedang sociological jurisprudence adalah
cabang ilmu hukum, yaitu aliran dalam filsafat hukum yang
mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat.
Sociological jurisprudence mempunyai cara pendekatan yang bermula
dari hukum ke masyarakat sedangkan sosiologi hukum sebaliknya.
Yaitu pendekatannya dari masyarakat ke hukum. Sumber pemikiran
aliran ini adalah logika dan pengalaman.
Aliran ini mempunyai ajaran mengenai pentingnya living law.
Menurut aliran ini hanya hukum yang mampu menghadapi ujian akal
dapat hidup terus. Yang menjadi unsur kekal dalam hukum itu
hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang berdiri diatas pengalaman.
Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman.
Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal,
yang dirumuskan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat
undang-undang atau mengesahkan undang-undang dalam masyarakat
dan diabantu oleh kekuasaan dalam masyarakat itu.
Sosiological jurisprudence berbicara tentang bagaiamana hukum
mempengaruhi masyarakat dan bagaiamana masyarakat beraksi

10
terhadap hukum itu, menjembatani aliran positivisme dan aliran
historisme dan hukum hanya berarti jika memiliki fungsi
kemasyarakatan.
Aliran sociological jurisprudence memadukan pendekatan
kepastian hukum dan kemanfaatan. Pendekatan yang dilakukan adalah
non doktrinal – induktif melalui metode penalaran fakta- fakta empiris
,sedangkan kepastian hukum diperoleh dengan pendekatan doktrinal-
deduktif nelalui sumber hukum otoritatif, baik berupa yurisprudensi
berdasarkan sistem maupun perundang –undangan.12

6) Aliran Realisme
Realisme secara etimologis berasal dari bahasa latin “res”
yang artinya benda atau sesuatu. Secara umum realisme dapat
diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu sebagaimana adanya
tanpa idealisasi, spekulasi atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima
fakta-fakta apa adanya, betapapun tidak menyenangkan
Pandangan aliran realisme dalam konteks hukum, melihat
bahwa hukum itu dipandang dan diterima sebagaimana apa adanyam
tanpa idealisasi dan spekulasi atas hukum yang bekerja dan yang
berlaku.
Aliran realisme hukum merupakan satu sub aliran (pecahan)
dari aliran positivisme hukum yang dipelopori antara lain oleh John
Chipman. Roescoe Pound melalui pendapatnya bahwa hukum itu
merupakan a tool of social engineering dapat digolongkan kepada
aliran ini.
Pandangan realisme tentang hukum
a. Studi hukum yang benar adalah studi hukum dalam praktik (
law in action )
b. Law in action adalah apa yang dibuat-buat dan diputuskan oleh
hakim di pengadilan.

12
Ibid, Hlm 114

11
Hukum hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan-
tujuan sosial oleh karena itu, hakim sebagai penemu hukum
mempunyai kebebasan untuk menginterpretasikan ,menguji kembali
dan mengevaluasi peraturan-peraturan yang menjadi pegangan dengan
melihat sejauh mana impactnya terhadap masyarakat.
Peraturan yang ada hanya sebagai referensi untuk memutuskan
perkara.
Aliran realisme hukum sangat menekankan pada peran / fungsi
hakim sebagai judge made law atau pembuat hukum. Peraturan
perundang-undangan hanaya menjadi referensi bagi hakim dalam
menjalankan tugasnya. Bandingkan dengan sistem civil code yang
membedakan antara penemuan hukum oleh hakim dan pembentukan
hakim oleh legislatif.
 Amerika menganut aliran judge made law / living law eropa
menganut civil code.

7) Aliran Antropologis
Antropologi merupakan kajian atau ilmu yang terpisah dari
hukum. Secara harafiah, antropolofi berarti “the study of man”(studi
tentang manusia), muncul sekitar abad ke-19.
Menurut pandangan antropologi, tempat hukum didalam kultur
masyarakat. Pengertian kultur sangat luas mencakup suatu pandangan
masyarakat tentang kebutuhannya untuk “survival”. Hukum juga
merupakan aturan yang mengatur produksi dan distribusi kekayaan
dan metode untuk melindungi masyarakat terhadap kekacauan internal
dan musuh dari luar.
Beberapa ajaran yang beraliran antropologis dikemukaan
antara lain oleh Molinowski, Hoebel, Gluckman, Bohannan, dan
Pospisil.13

13
Ibid, Hlm 119

12
Menurut Hoebel ada tiga unsur esensial hukum yang mungkin
digunakan sebagai kriteria untuk mengidentifikasikan yang mana yang
termasuk fenomena-fenomena hukum. Ketiga unsur tersebut adalah:
a. Keteraturan Hidup (regularity);
b. Otoritas Pejabat (official authority);
c. Sanksi.

Secara yuridis sanksi ini merupakan aplikasi paksaan secara


fisik yang dilaksanakan secara resmi (officially) maupun
“quasiofficially”, atas nama masyarakat secara keseluruhan dan
dengan penerimaan masyarakat secara umum terhadap legitimasinya.
Pandangan Paul Bohannan terhadap hukum terkenal dengan “a
double legitimacy”. Ia berpandangan bahwa seluruh kaidah hukum
berasal dari kaidah-kaidah non hukum lain yang sudah ada
sebelumnya. Tidak ada kaidah hukum yang langsung lahir sebagai
kaidah hukum. Keseluruhannya melalui proses pelegitimasian
kembali.
Bagi Bohannan, hukum sebaiknya dipikirkan sebagai
seperangkat kewajiban-kewajiban yang mengikat yang dipandang
sebagai hak oleh suatu pihak dan diterima sebagai kewajiban oleh
pihak lain dan yang telah dilegitimasi kembali dalam pranata-pranata
hukum agar masyarakat dapat terus berfungsi dengan cara teratur
berdasarkan aturan-aturan yang dipertahankan melaui cara tersebut.
Asas timbal balik merupakan dasar kebiasaan, dan berbeda
dengan hukum yang berdasarkan kepada pelegitimasian kembali.
Bagi Bohannman, sanksi adalah seperangkat aturan yang
mengatur bagaimana pranata-pranata hukum mencampuri suatu
masalah agar dalam memelihara suatu sistem sosial sehingga
memungkinkan warga masyarakat hidup dalam sistem itu secara
tenang serta dengan cara-cara yang dapat diperhitungkan.

13
8) Aliran Hukum Islam
Dalam pandangan islam, bahwa hukum islam bersumber dari
ajaran islam (al-Qur’an dan sunnah). Karena itu menurut pandangan
Islam Law si religion. Dalam kajian hukum islam dikenal “Islamic
Law” untuk penyebutannya syariah islam dan “Islamic
Jurisprudence”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat hukum adalah cabang dari ilmu filsafat, yaitu filsafat tingkah
laku atau etika, yang didalamnya mempelajari hakikat hukum. Dengan
kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukm, dan objek tersebut dikaji
secara filosofis atau mendalam sampai ke akarnya, yang dikenal dengan
hakikat.
Untuk mendalaminya sampai ke akarnya, sebagai salah satu dari
cabang ilmu filsafat, maka terdapat delapan aliran dari filsafat hukum yang
masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing
untuk saling melengkapi satu dan yang lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Usman, Suparman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, SUHUD


Sentrautama, 2010.

Prasetyo, Teguh dan Barakatullah, Abdul Halim, Filsafat, Teori dan Ilmu
Hukum Pemikiran Menuju Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan
dan Bermartabat, Jakarta, Rajawali Pres, 2014.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta.


Gramedia, 1995.

15

Anda mungkin juga menyukai