PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepailitan dapat terjadi karena makin pesatnya perekonomian dan perdagangan
dimana muncul berbagai macam permasalahan utang piutang yang timbul dalam
masyarakat. Begitu juga dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah
memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional
sehingga menimbulkan kesulitan terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang
piutang untuk meneruskan kegiatan usahanya.
Dalam mendirikan suatu usaha terdapat faktor atau penyebab mengapa badan-
badan usaha banyak yang mengalami kemerosotan dan yang pada akhirnya mengalami
kebangkrutan. Faktor tersebut antara lain mulai dari hubungan dengan urusan internal
perusahaan sampai pada eksternal perusahaan, seperti adanya akibat dari utang piutang,
perjanjian wanprestasi, hingga sampai menyebabkan perusahaan tersebut tidak dapat
melakukan kegiatan usaha lagi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kepailitan, siapa saja yang dapat dinyatakan pailit dan pihak-pihak
apa saja yang dapat mengajukan gugatan kepailitan ?
2. Apa akibat hukum kepailitan ?
3. Bagaimana proses (tahap-tahap) penyelesaian perkara kepailitan ?
4. Apa yang dimaksud dengan pengadilan niaga ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kepailitan dan pihak-pihak yang dapat dinyatakan
pailit dan pihak-pihak yang dapt mengajukan kepailitan
2. Untuk mengetahui akibat hukum kepailitan
3. Untuk mengetahui proses (tahap-tahap) penyelesaian perkara kepailitan
4. Untuk mengetahui tentang pengadilan niaga
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai dasar umum (peraturan umum) dari lembaga kepailitan adalah Kitab
Undang-undang Hukum Perdata khususnya pasal 1131 dan 132. Sedangkan dasar
1
Zainal asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm 26-27
2
Ibid, hlm 15
2
hukum yang khusus tentang kepailitan di Indonesia saat ini diatur dalam “UU No. 4
tahun 1998.3
Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih kreditor dan tidak
mampu membayar satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pihak yang tergolong debitur atau pihak yang dinyatakan pailit adalah:4
1. Siapa saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan
perusahaan.
2. Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma, koperasi, perusahaan
negara dan badan-badan hukum lainnya.
3. Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila
orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti
membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris
tidak mencukupi untuk membayar utangnya.
4. Setiap wanita bersuami (si istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu
pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.
Seorang debitur hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh
Pengadilan Niaga. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang debitur
dikatakan pailit adalah sebagai berikut.
1. Debitur itu sendiri
Dikatakan debitur itu sendiri yang dikatakan pailit jika dalam hal berikut:
a. Debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailitnya hanya diajukan oleh
Bank Indonesia.
b. Debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga miring dan penjaminan,
permohonan pernyataan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas
Pasar Modal.
c. Debitur adalah perusahaan asuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailitnya
hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan.
2. Para kreditor
3
Ibid, hlm 28
4
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Kepailitan. (Jakarta: Rajawali pers, 1999), hlm
16
3
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum. Maksud “untuk kepentingan umum” adalah
kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas Kejaksaan
dalam ini dapat sebagai pemohon pernyataan kepailitan karena dikhawatirkan
terjadinya hal-hal berikut:
a. Debitur melarikan diri.
b. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan.
c. Debitur memiliki utang pada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain
yang menghimpun dana dari masyarakat.
d. Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana masyarakat luas.
e. Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah
utang-piutang yang telah jatuh tempo.
f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
B. AKIBAT HUKUM KEPAILITAN
Putusan kepailitan membawa akibat bagi si pailit atau debitur sendiri maupun
harta kekayaannya, sejak dikatakan putusan kepailitan oleh pengadilan niaga, debitur
kehilangan hak pengurusan dan penguasaan atas budel. Ia menjadi pemilik dari budel
itu, tetapi ia tidak boleh lagi mengurus dan menguasainya. Pengurusan dan penguasaan
itu beralih kepada hakim pengawas dan kurator yang ditunjuk dari pengadilan niaga.
Secara umum akibat pernyataan pailit adalah:
1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit
Kepailitan mengakibatkan seluruh kekayaan debitur serta segala sesuatu yang
diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan
pernyataan pailit diucapkan, kecuali:
a. Benda, hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan
pekerjaannya, pelengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 hari bagi debitur dan keluarganya
yang terdapat di tempat itu.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa sebagai upah pensiun, uang tunggu atau
uang tunjang sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas.
4
c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi
nafkah menurut undang-undang.5
2. Akibat pailit terhadap pasangan (suami/istri) debitur pailit
Akibat pailit yang pada saat dinayatakan pailit sudah terikat dalam suatu
perkawinan yang sah dan adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat
membeikan akibat hukum terhadap pasangan suami/istri. Dalam hal suami atau istri
yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda
bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan
harta yang diperoleh dari masing-masing sebagai hadiah dan warisan. Jika benda
milik suami atau istri telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar
atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami
berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut.6
3. Akibat kepailitan terhadap seluruh perikatan yang dibuat debitur pailit
Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pailit, tidak lagi dapat
dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan
oleh atau terhadap kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh
atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu
penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai
akibat hukum terhadap harta pailit.
4. Akibat pailit terhadap seluruh perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan
Dalam pasal 41 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 dinyatakan
secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur
yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor yang dilakukan
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan dapat dimintai pembatalan kepada
pengadilan.
C. PROSES PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN
Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang “UU Kepailitan”, Proses
5
Jono, Hukum Kepailitan, (Tangerang: Sinar Grafika, 2008), hlm 107
6
Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: USU Press, 2009), hlm 106
5
penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia dilakukan di Pengadilan Niaga
“Pengadilan” dalam lingkungan peradilan umum.
7
http://www.hukumkepailitan.com/proses-perkara-kepailitan/proses-perkara-kepailitan-di-
pengadilan-niaga/
6
b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua
majelis.
c. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
1) meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor; atau
2) menunjuk kurator sementara untuk mengawasi:
a) pengelolaan usaha debitor; dan
b) pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor
yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.
D. PENGADILAN NIAGA
Salah satu perubahan penting dari Peraturan Kepailitan (failles selment
verordening) sebagaimana yang diubah dalam Unang-undang Kepilitan tahun 1998
adalah adanya pembentukan Pengadilan Niaga. Pembentukan pengadilan niaga masih
dalam lingkup pengadilan negeri. Pembentukan pengadilan niaga dalam lingkup
7
pengadilan negeri pada waktu itu didasrkan pada Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. Undang-undang
No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10 UUKK
ditentukan adanya 4 jenis peradilan untuk menjalankan kekuasaan kehakiman, yaitu:8
1. Peradilan umum, lebih lanjut diatur dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986
jo. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1986.
2. Peradilan agama, lebih lanjut diatur dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
3. Peradilan tata usaha negara, lebih lanjut diatur dengan undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986.
4. Peradilan militer, lebih lanjut diatur dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997.
Dalam penjelasan pasal 10 UUKK tersebut dikatakan bahwa diantara empat
lingkungan peradilan ini, tidak tertutup kemungkinan adanya pengkhususan dalam
masing-masing lingkungan, misalnya dalam peradilan umum dapat diadakan
pengkhususan berupa pengadilan lalu lintas, pengadilan anak, pengadilan ekononomi,
dan sebagainya yang diatur dengan Undang-undang. Lebih lanjut lagi, juga ditegaskan
dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 2
Tahun 1986 tentang peradilan umum yang menyatakan bahwa di lingkungan peradilan
umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang dan dalam
penjelasan pasal 8 tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “diadakan
pengkhususan” ialah adanya deferensiasi/spesialisasi di lingkungan peradilan umum,
misalnya, pengadilan lalu lintas jalan, pengadilan anak, pengadilan ekonomi sedangkan
yang diamksud dengan “yang diatur denga Undang-undang” adalah susunan,
kekuasaan dan hukum acaranya.
Dalam Undang-undang kepailitan 1998 pengaturan mengenai pengadilan niaga
diatur dalam Bab Ketiga tentang Pengadilan Niaga pasal 280 sampai Pasal 289. Dalam
pasal 280 UUK dikatakan bahwa permohonan pernyataan pailit dan penundaan
8
Hadi Subhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, Dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2014),
hlm 101
8
kewajiban pembayaran utang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga yang berada
dilingkungan peradilan umum. Di samping itu, Pengadilan Niaga berwenang pula
memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya
dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam UUK yang baru tidak secara
spesifik pengaturan mengenai Peradilan Niaga dalam bab tersendiri seperti yang lama.
Pembentuakan pengadilan niaga yang diatur dalam Undang-undang kepailitan
adalah tidak tepat. Semestinya pembentuakan pengadilan niaga yang merupakan
deferensiasi/spesialisasi dari peradilan umum harus dibentuk dengan Undang-undang
tersendiri, tidak hanya diselipkan dalam Undang-undang Kepailitan. Filosofi
diselipkannnya pengaturan peradilan niaga dalam Undang-undang Kepailitan
barangkali lebih pada aspek pragmatisnya, sebab jika diatur seacara sumir yang
kemudian akan diatur dalam Undang-undang tersendiri, biasanya pelaksanaanya molor
dan tidak dibuat secara cepat. Hal ini bisa pula dikaitkan dengan terdesaknya waktu
untuk memberlakukan Undang-undang Kepailitan pada Tahun 1998 berkaitan dengan
jadwal dari letter of intent antara Indonesia dengan IMF.
Kewenangan absolut pengadilan niaga adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara permohonan pailit dan PKPU. Dalam perkembangan peradilan
niaga juga memeriksa, mengadili dan memutus perkara perniagaan lainnya, seperti
perkara paten, perkara merek dan hak cipta.9
9
Ibid, hlm 102
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kepailitan adalah keadaan dimana debitur (yang berutang) berhenti membayar
(tidak membayar) utang-utangnya.
2. Putusan kepailitan membawa akibat bagi si pailit atau debitur sendiri maupun
harta kekayaannya, sejak dikatakan putusan kepailitan oleh pengadilan niaga,
debitur kehilangan hak pengurusan dan penguasaan atas budel.
3. Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang “UU Kepailitan”,
Proses penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia dilakukan di Pengadilan
Niaga “Pengadilan”dalam lingkungan peradilan umum.
4. Kewenangan absolut pengadilan niaga adalah memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara permohonan pailit dan PKPU. Dalam perkembangan
peradilan niaga juga memeriksa, mengadili dan memutus perkara perniagaan
lainnya, seperti perkara paten, perkara merek dan hak cipta
B. SARAN
Demikianlah makalah ini pemakalah susun, semoga makalah ini dapat
menambah sedikit wawasan bagi para pembaca terutama bagi pemakalah.
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
pemakalah mengharapkan saran untuk perbaikan makalah selanjutnya.
10