Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada makalah ini akan memaparkan mengenai ‘’suatu hal tertentu’’yang menjadi
syarat sahnya sebuah perjanjian, yang menyangkut keabsahan sebuah perjanjian di mata
hukum, dalam KUHPerdata pasal 1320 BW berisikan hal-hal yang harus ada pada sebuah
perjanjian, salah satu halnya adalah “suatu hal tertentu” pada buku-buku referensi
berbeda-beda istilah yang digunakan oleh para ahli hukum diantaranya, perihal tertentu,
objek dari perjanjian dan sebagainya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita, kami sangat mengharapkan


kritik dan saran, baik mengenai materi yang di paparkan maupun hal-hal yang lain yang
mendukung pada makalah ini, yang dapat membuat kami lebih baik untuk pembuatan
makalah selanjutnya

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari ‘’suatu hal tertentu’’ yang menjadi syarat sahnya perjanjian ?
2. Apa saja yang mencakup ‘’suatu hal tertentu’’ yang dimaksudkan oleh
KUHPerdata untuk sahnya sebuah perjanjian ?
3. Dari “suatu hal tertentu” yang tercakup dalam KUHPerdata tersebut harus kah
keseluruhan ataupun cukup dengan sebahagian saja ?
4. Apa fungsi “suatu hal tertentu” itu dalam sebuah perjanjian ?

C. Tujuan Penulisan

Dalam rangka menjalankan system perkulihan yang telah dirancang sedemikian


rupa dengan penuh pertimbangan dari berbagai pakar yang ahli di bidangnya, sehingga
menciptakan sumberdaya manusia yang sesuai dengan visi dan misi IAIN Bukittinggi,
serta dalam pemenuhan tugas dan melaksanakan amanah yang telah di embang kepada
kami.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penjelasan

Suatu kontrak atau perjanjian haruslah memenuhi syarat yang diatur oleh
KUHPerdata, agar perjanjian itu dapat diakui oleh hukum, jika terjadi hal yang
membuat tidak lancarnya kesepakan antara kedua belah pihak ataupun hal-hal lainya
yang tidak diduga misalnya saja penuntutan dari salah satu pihak yang berkontrak
ataupun, pihak lain yang mempersengketakanya. Sehingga jika terjadi hal yang
demikian para pihak dapat menyelesaikan di depan pengadilan ataupun pihak yang
terkait atas hal itu, dikarnakan kontrak atau perjanjian itu dibawah naungan hukum
atau diakui oleh hukum.

Dengan demikian proses perjanjian yang mereka buat dalam


menjalankan bisnisnya berjalan sesuai tujuan akan korelasi dengan struktur
perjanjian yang dibangun bersama. Pengakuan hukum atas perjanjian mereka sangat
menetukan keabsahan kontrak yang mereka buat , keabsahan kontrak atau perjanjian
itu mengunakan standar atau sistematika hukum yang telah di atur oleh undang-
undang dalam sistematika Buku III BW yaitu :

a. Syarat sahnya kontrak yang diatur dalam pasal 1320 BW1


b. Syarat sahnya kontrak yang diatur diluar pasal 1320 BW (vide pasar 1335,
pasal 1337, pasal 1339, dan pasal 1347)2.

Pada pasal 1320 BW merupakan hal yang terpenting yang harus pada
sebuah perjanjian yang sah di mata hukum, jika salah satu dari syarat tersebut tidak
terpenuhi maka dapat membatalkan keabsahan suatu kontrak dalam perundang-
undangan atau KUHPerdata pada Buku III , Syarat sahnya kontrak yang diatur dalam
pasal 1320 BW sebagai berikut:

1
Agus Yudha Harnoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial ( Jakarta:
Prenada Media Grup 2013) hlm. 157
2
Ibid

2
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van degenen
die zich verbinden)
2. Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheldom eene
verbintenis aan te gaan)
3. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp)
4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde oorzaak)3
Ada 4 hal yang harus ada dalam sebuah perjanjian sehingga sebuah perjanjian itu
di akui oleh hukum, pada makalah ini berfokus pada poin ketiga yaitu “suatu hal
tertentu (een bepaald onderwerp).

B. Suatu Hal Tertentu

‘’suatu hal tertentu’’ atau dalam bahasa belanda disebut dengan een
bepaald onderwerp. Suatu hal tertentu, pada kalimat ini terdapat tiga kalimat yang
pertama “suatu” mencakup segala objek dan segala subjek akan tetapi hanya
sebahagian saja tidak keseluruhan ada yang membatasinya, pada kalimat kedua “hal”
ataupun bisa disebut topic kalimat suatu tadi menjadi topic atau hal, pada kalimat
ketiga “tertentu” memberikan pembatasan terhadap kalimat pertama dan kedua bahwa
tidak semua sesuatu itu dan tidak sesuatu itu menjadi hal melainkan tertentu , ada
aspek-aspek tertentu yang membatasi makna dari dua kalimat pertama “ suatu hal “
yang dibatasi oleh kalimat tertentu. yang dimaksud “suatu hal tertentu” dalam
KUHPerdata di sini yang di jadiakan sebagai syarat sahnya sebuah perjanjian adalah
objek dari sahnya perjanjian,

Syarat ketika untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320


KUHPerdata adalah suatu hal tertentu (bepaaldonderwerp). Syarat ini berkenaan
dengan objek perjanjian, dimana isi dari prestasi merupakan pokok perjanjian yang
bersangkutan.4

Sedangkan yang dimaksud Prestasi adalah kewajiban debitur dan hak


kreditur. Prestasi terdiri atas perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas

3
ibid
4
Elfiani. Pengantar Hukum Perjanjian, (Bukittinggi :IAIN Bukittinggi, 2015), hal.39

3
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi harus dapat
ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat
ditentukan maksudnya didalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus
dipastikan, dalam arti dapat ditentukan secara cukup.5

Objek dari syarat sahnya perjanjin adalah prestasi dikarnakan dengan


prestasi maka objek tersebut lebih tersistematika dan jelas apa yang menjadi objek
untuk sebuah perjanjian. dalam suatu perjanjian terdiri dari dua pihak yaitu pihak
debitur dan pihak kreditur yang masing-masing dari pihak tersebut bertanggung
jawab terhadap pertasi, prestasi pada debitur berupa pihak yang wajib memenuhi
prestasi, prestasi pada kreditur berupa pihak yang berhak menuntut atau menagih
prestasi, prestasi secara sederhana adalah kewajiban yang harus di penuhi dalam suatu
perjanjian yang meliputi memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat
sesuatu.

Untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan- pernyataan yang menjadi


kewajiban para pihak. Pernyataan ini tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban
para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum) karna sifat dari KUHPerdata
bersifat melengkap. Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk
pada Pasal 1332,1333 dan 1334 BW, sebagai berikut:

a. Pasal 1332 BW menegaskan “Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja


yang dapat menjadi pokok perjanjian”.
b. Pasal 1333 BW menegaskan “Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa
suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.”Jumlah barang itu tidak
perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
c. Pasal 1334 BW menegaskan “Barang yang baru ada pada waktu yang akan
datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.”Tetapi tidaklaah diperkenankan
untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta
diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu,sekalipun dengan sepakatnya

5
Dedi Ismatullah. Hukum Perikatan , (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal.126

4
orang yang menantinya akan meninggakan warisan dan menjadi pokok
perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 169,176 ,dan 1786
Dalam literatur yang lain ada 5 persyaratan agar objek \ prihal
tertentu dari suatu perjanjian dapat diterima oleh hukum, persyaratan-persyaratan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Yang merupakan objek perjanjian tersebut haruslah berupa barang yang dapat
diperdagangkan (pasal 1332 KUHPerdata).
b. Minimal sudah dapat ditentukan jenis barang yang menjadi objek perjanjian
ketika perjanjian tersebut dibuat (pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata).
c. Boleh saja barang yang menjadi objek perjanjian masih tidak tertentu ketika
perjanjian dibuat, asal saja jumlah barang tersebut dapat ditentukan atau dapat
dihitung di kemudian hari (pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata).
d. Barang yang menjadi objek boleh saja barang yang baru aka nada di
kemudian hari (pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata).
e. Namun demikin, tidak dapat dibuat suatu perjanjian terhadap barang-barang
yang masih dalam warisan yang belum terbuka (pasal 1334 ayat (2)
KUHPerdata)7.
Penjelas lebih rinci terdapat pada literatur yang berjudul Pengantar
Hukum Perjanjian karangan Buk Elfiani menerangkan bahwa Pasal 1333 dan 1334
KUHPerdata. Yang menjelaskan bahwa objek perjanjian minimal harus ditentukan
jenisnya. Selanjutnya pasal 1334 alinea 1 KUHPerdata menyatakan bahwa “Barang-
barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.
Pasal ini menunjukkan bahwa barang/benda yang belum ada dapat menjadi objek
perjanjian.8

Dalam kaitannya dengan benda yang baru akan ada dikemudian hari
sebagai objek perjanjian, Pasal 1334 alinea 2 menetapkan bahwa “tetapi tidaklah
diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk

6
Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Kencana Prenada, 2010), hal.126

7
Agus Yudha Harnoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial ( Jakarta:
Prenada Media Grup 2013) hlm 200-201
8
Elfiani,SH,M.Hum, loc.cit

5
minta diperjanjikan suatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya
orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjikan itu”.

Pasal ini memuat larangan memperjanjikan warisan yang belum terbuka


yaitu harta warisan yang pewarisnya masih hidup. Larangan tersebut adalah :

a) Orang dilarang melepaskan warisan yang mungkin akan menjadi hak nya sebagai
ahli waris.Kepastian tentang hak waris baru akan ada kalau pewaris sudah meninggal
dunia.Disamping itu, melepaskan warisan yang belum terbuka merupakan perbuatan
yang kurang pantas, karna seakan akan mengharapkan pewaris segera meninggal
dunia.9
b) Dilarang memperjanjikan warisan yang belum terbuka meskipun dengan
persetujuan calon pewarisnya.10

Substansi pasal- pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam


berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan
luas nya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan para pihak. Bahwa
”tertentu” tidak harus dalam artian gramitikal dan sempit harus sudah ada ketika
kontak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekedar
ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari. Dalam
praktik hal ini sering dilakaukan, misal dalam transaksi komoditas berjangka,
pemilihan melalui sistem panjar (untuk hasil pertanian).

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa NBW tidak lagi mengatur


syarat hal tertentu (een bepaald onderwerp) dan kausa yang diperbolehkan (eene
geoorloofde oorzaak) namun menyatukan dalam satu syarat, yaitu perjanjian
(kontrak) yang dilarang.Pasal 3:40 NBW mengatur batas kebebasan berkontrak para
dengan merumuskan larangan yang dibedakan dalam tiga hal, yaitu :
a. Larangan untuk membuat suatu kontrak, apabila bertentangan dengan ketentuan
undang undang yang bersifat memaksa atau dwingend reacht.

9
Ibid.,hal.41
10
Ibid.,hal.42

6
b. Larangan tentang isi kontrak, artinya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan
kepatutan dan ketertiban umum.
c. Daya berlakunya suatu kontrak yang tidak dibenarkan, misal dengan mengubah
peruntukan dari perizinan yang diberikan.11
Jadi apabila suatu perjanjian tidak mempunyai objek atau objeknya tidak
jelas, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat. Syarat yang tidak dipenuhi
adalah syarat objektif, dan oleh karena itu, perjanjian batal demi hukum (batal dengan
sendirinya). Dengan demikian perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan sama
sekali, sehingga tidak mengikat bagi para pihak.12
Objek dalam perjanjian haruslah ada agar perjanjian itu dapat berjalan
sesuai dengan apa yang di perjanjikan, namun KUHPerdata yang sifanya hanya
menlengkapi karna berhubungan dengan kepardata ada kalanya iya bersifat memaksa
atau mengikat misalnya; suatu objek perjanjian yang bertentangan dengan hukum
atau ketentuan-ketentuan hukum seperti narkoba, penjulan orang, penjulan nuklir
dengan tanda izin oleh pihak terkait maka objek perjanjian itu batal demi hum
Hukum.

11
Agus Yudha Hernoko, op.cit.,hal.192
12
Elfiani, loc.cit

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
“suatu hal tertentu” dalam KUHPerdata di sini yang di jadiakan sebagai
syarat sahnya sebuah perjanjian adalah objek dari sahnya perjanjian, ada 5
persyaratan agar objek \ prihal tertentu dari suatu perjanjian dapat diterima oleh
hukum, persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

Yang merupakan objek perjanjian tersebut haruslah berupa barang yang dapat
diperdagangkan (pasal 1332 KUHPerdata).
a. Minimal sudah dapat ditentukan jenis barang yang menjadi objek
perjanjian ketika perjanjian tersebut dibuat (pasal 1333 ayat (1)
KUHPerdata).
b. Boleh saja barang yang menjadi objek perjanjian masih tidak tertentu
ketika perjanjian dibuat, asal saja jumlah barang tersebut dapat
ditentukan atau dapat dihitung di kemudian hari (pasal 1333 ayat (2)
KUHPerdata).
c. Barang yang menjadi objek boleh saja barang yang baru akan ada di
kemudian hari (pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata).
d. Namun demikin, tidak dapat dibuat suatu perjanjian terhadap barang-
barang yang masih dalam warisan yang belum terbuka (pasal 1334
ayat (2) KUHPerdata).
B. Kritik dan Saran

Semoga bermanfaat apa yang kami paparkan diatas tercapainya visi dan
misi kita bersama, dan setiap individu memiliki visi dan misi yanmg berbeda,
kami dari pemakalah meminta kritik dan saran dari pembaca agar kedepanya tidak
terjadi kesalahan yang sama, kami dengan tangan terbuka menerima setiap
kiritikan dan saran yang membangun.

8
Daftar pustaka

Agus Yudha Harnoko. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak


Komersial. Jakarta: Prenada Media Grup

Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Kencana Prenada

Dedi Ismatullah. 2010. Hukum Perikatan. Bandung: Pustaka Setia.

Elfiani. 2015. Pengantar Hukum Perjanjian, Bukittinggi :IAIN Bukittinggi.

Anda mungkin juga menyukai