Anda di halaman 1dari 18

Masalah pengilhaman / inspirasi / theospneustos Masalah pengilhaman/diilhami (Yun : Theospneustos = dinafaskan Allah) memegang peranan yang sangat penting

dalam penulisan Alkitab. Paul Enns : Inspirasi merupakan suatu keharusan untuk memelihara wahyu Allah. Allah telah menyatakan diri-Nya namun apabila catatan dari penyataan itu tidak dicatat dengan akurat maka wahyu Allah patut dipertanyakan. Jadi inspirasi menjamin keakuratan dari wahyu itu. (The Moody Handbook of Theology (Vol 1); hal. 193) Pengilhaman Alkitab ialah : Millard J. Erickson : Pengaruh adikodrati Roh Kudus atas para penulis kitab dalam Alkitab sehingga membuat hasil karya mereka menjadi suatu catatan yang akurat tentang penyataan atau yang menyebabkan karya mereka benar-benar merupakan Firman Allah. (Teologi Kristen (Vol 1); hal.255) Paul Enns : Pimpinan Roh Kudus pada para penulis, sehingga meskipun penulisan dilakukan sesuai dengan gaya dan kepribadian mereka, hasilnya adalah Firman Allah yang tertulis, yang berotoritas dan patut dipercaya dan bebas dari salah dalam autograph yang asli. (The Moody Handbook of Theology (Vol 1); hal. 193) B.B. Warfield : Suatu pengaruh supranatural dari Roh Allah yang menggerakkan para penulis Kitab Suci, sehingga tulisan mereka dinyatakan memiliki kepatutan dipercaya dan bersifat ilahi. (The Inspiration And Authority of the Bible; hal.131) Dasar Alkitabnya : 2 Tim 3:16-17 dan 2 Pet 1:20-21. Perhatikan juga ayat-ayat Kis 1:16; 28:25; 1 Kor 2:13; dll. Ada beberapa teori inspirasi yang salah : 1. Inspirasi Natural : Para penulis adalah orang jenius dan tidak membutuhkan bantuan adikodrati 2. Inspirasi Bertingkat : Semua Alkitab diilhami tetapi ada yang diilhami lebih daripada yang lain. 3. Inspirasi Parsial (Inspirasi sebagian): Ada bagian Alkitab yang diilhami dan ada yang tidak. Yang diilhami adalah bagian-bagian yang bersifat iman dan praktis sedangkan bagian-bagian yang berhubungan dengan sejarah, ilmu pengetahuan, kronologi atau halhal yang tidak berhubungan dengan iman tidak diinspirasikan sehingga ada kemungkinan salah. 4. Inspirasi Konseptual : Hanya konsep Alkitab yang diilhami sedangkan kata-kata tidak. Jadi ada kemungkinan Alkitab salah karena kata-kata diserahkan kepada penulis dan tidak dikontrol oleh Roh Kudus. 5. Inspirasi Pendiktean : Allah benar-benar mendikte isi Alkitab kepada para penulis

Teori pengilhaman yang benar disebut Pengilhaman Dinamis yaitu : Roh Kudus tidak mendikte penulis tetapi mengontrol penulis sedemikian rupa sehingga apa yang ditulis benar-benar adalah Firman Allah yang tidak mungkin salah walaupun pikiran dan latar belakang penulis tetap nampak. Inerrancy of the Bible (Ketidakbersalahan Alkitab) Kalau Alkitab memang adalah Firman Allah dan diinspirasikan oleh Roh Allah maka logis untuk mengatakan bahwa Alkitab tidak mungkin salah sebab bagaimana Allah bisa salah dalam berbicara? E. J. Young : Kita harus mempertahankan bahwa Kitab Suci yang orisinil tidak ada salahnya karena alasan yang sederhana di mana Kitab Suci itu datang kepada kita langsung dari Allah sendiri (Thy Word Is Truth; hal 87). Catatan : Yang inerrant (= tidak ada salahnya), adalah Kitab Suci asli (autograph). Itulah sebabnya betapa pentingnya studi bahasa asli Alkitab dan juga melihat berbagai terjemahan Alkitab seperti NASB, KJV, NIV, RSV, dll. Lalu bagaimana dengan unsur manusia yang turut memainkan peranan dalam penulisan Alkitab? Bukankah hal ini memberikan kemungkinan adanya kesalahan? E. J. Young : Jika betul-betul ada kesalahan ditemukan dalam Alkitab, maka Allahlah, bukan para penulis manusia, yang bertanggung jawab untuk kesalahan itu. Ini adalah kesimpulan yang tidak terhindarkan (Thy Word Is Truth; hal 182). William G. T. Shedd : Keberatan ini melupakan / mengabaikan fakta bahwa elemen manusia dalam Alkitab begitu dimodifikasi oleh elemen ilahi dengan apa elemen manusia itu dicampurkan, sehingga berbeda dengan semata-mata manusia biasa. Firman yang tertulis memang adalah ilahi-manusiawi, seperti Firman yang berinkarnasi. Tetapi elemen manusia dalam Kitab Suci, seperti hakekat manusia dalam Tuhan kita, dijaga / dilindungi dari kesalahan dari manusia biasa / umum, dan menjadi manusia yang murni dan ideal. Mereka yang berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena Alkitab mengandung elemen manusia, melakukan kesalahan yang sejenis, dengan mereka yang menegaskan bahwa Yesus Kristus berdosa karena Ia mempunyai hakekat manusia dalam pribadi-Nya yang kompleks. Keduanya melupakan / mengabaikan fakta bahwa pada waktu elemen manusia itu dihubungkan secara supranatural dengan elemen ilahi, maka elemen manusia itu sangat dimodifikasi dan diperbaiki / ditingkatkan, dan mendapatkan beberapa sifat yang tidak dimilikinya dari dan oleh dirinya sendiri (Shedds Dogmatic Theology (Vol I); hal 102-103) Kalau Kitab Suci mengandung kesalahan, mengapa Tuhan melarang kita mengubah Kitab Suci, baik mengurangi maupun menambahi Kitab Suci? (Ul 4:2 Ul 12:32 Amsal 30:6 Mat 5:19 Wah 22:18-19). Bukankah seharusnya bagian yang salah itu bisa diubah atau dibuang dan diganti dengan yang benar?

Apa pentingnya kepercayaan terhadap inerrancy of the Bible? Kepercayaan ini penting karena kalau kita mempelajari Kitab Suci dengan anggapan bahwa Kitab Suci itu mungkin ada salahnya, maka pada waktu kita melihat ada 2 bagian dari Kitab Suci yang kelihatan bertentangan, kita akan mengambil kesimpulan bahwa salah satu dari dua bagian itu adalah salah. Tetapi kalau kita beranggapan bahwa Kitab Suci tidak ada salahnya, maka kita akan berusaha untuk mengharmoniskan kedua bagian yang kelihatannya bertentangan itu. Contoh : Kasus kematian Yudas (Mat 27:5 dan Kis 1:18) Ayah Simon Petrus (Mat 16:17 dan Yoh 21:15) Pencobaan di padang gurun (Mat 4 dan Luk 4) Dengan mengakui adanya inerrancy Alkitab maka seandainya ada perbedaan atau pertentangan antara Alkitab dan ilmu pengetahuan maka ada 2 kemungkinan : - Ilmu pengetahuan salah - Pemahaman kita tentang kata Alkitab itu salah Contoh : Masalah umur dunia Masalah ujung bumi (Kis 1:8) Masalah geosentris dan heliosentris (Yos 10:12-13; Maz 19:5-7)

Otoritas Alkitab dalam kehidupan orang percaya Setelah kita mendapat pengertian yang benar dan keyakinan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang dalam proses penulisannya diinspirasikan oleh Roh Allah dan dengan demikian maka Alkitab tidak mungkin salah maka kita menemukan dasar yang kokoh bagi otoritas Alkitab dalam kehidupan orang percaya. Dengan kata lain Alkitab baru berotoritas dalam kehidupan orang percaya kalau ia adalah Firman Allah yang diinspirasikan dan bebas dari kesalahan. Alkitab berotoritas artinya bahwa Alkitab mempunyai kekuasaan, lebih tegas mempunyai kekuasaan Allah, maka dari itu adalah kekuasaan yang mutlak. (R. Soedarmo; Ikhtisar Dogmatika; hal. 82). Dalam hal apa sajakah Alkitab memiliki otoritas dalam kehidupan orang percaya? 1. Alkitab mempunyai otoritas mutlak dalam hal kehidupan Alkitab adalah buku yang berisi nilai-nilai moral yang sangat tinggi dan aturan-aturan kehidupan yang sangat luhur yang mengatur semua relasi manusia; antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama, manusia dirinya sendiri dan juga manusia dengan alamnya. Kita tidak bisa menemukan ajaran tentang kehidupan manusia yang lebih berkualitas dan luhur di dalam kitab manapun selain di dalam Alkitab. Contoh : Khotbah Yesus di bukit (Mat 5) Kitab Amsal Amsal Kasih (1 Kor 13), dll.

Karena itu supaya hidup manusia berkualitas dan berarti bagi Tuhan, bagi sesamanya, bagi dirinya sendiri dan bagi alam maka manusia harus memberi perhatian kepada Alkitab yang adalah Firman Allah itu sendiri. 2. Alkitab mempunyai otoritas mutlak dalam hal pengenalan akan Allah dan kebenaran-Nya (pemahaman dan pengajaran) Alkitab adalah wahyu Allah atau penyataan diri Allah secara khusus di samping Yesus Kristus dan karenanya maka Allah dapat dikenal lewat Alkitab dan hanya lewat Alkitab saja. Setelah selesai proses kanonisasi maka berakhir juga wahyu. Sekarang tidak ada lagi wahyu baru. Karenanya kita menolak semua wahyu baru. Banyak orang Kristen saat ini tidak menghargai otoritas Alkitab dalam hidup dan pengajaran mereka melainkan kepada pengalaman mereka atau wahyu baru yang mereka peroleh. Budi Asali : Banyak orang Kharismatik yang bahkan lebih menekankan ajaran-ajaran yang mereka dapatkan melalui nubuat, bahasa Roh, penglihatan, pendengaran dsb, daripada Kitab Suci/Firman Tuhan sendiri. Banyak orang Kharismatik, yang kalau ingin mengetahui kehendak Tuhan, bukannya mencari/ mempelajarinya dalam Kitab Suci, tetapi meminta Tuhan memberinya petunjuk melalui nubuat, penglihatan, dsb (Exodus paper) Budi Asali : Ajaran mereka didasarkan pada Kitab Suci + sesuatu. Yang dimaksud dengan sesuatu itu bisa berupa macam-macam hal seperti : pengalaman. ajaran-ajaran yang didapatkan melalui nubuat/ bahasa roh /mimpi /penglihatan/ pendengaran. suara Roh Kudus yang berbicara dalam hati kita/RHEMA. (Exodus paper) Contoh dari hal-hal semacam ini seperti yang dilakukan oleh Yesaya Pariadji. Yesaya Pariadji : Biarlah pada saat ini juga saya dilempar ke api neraka, bila Tuhan Yesus tidak mengajar saya, bahwa manusia harus dibaptis selam. (Majalah Tiberias, Edisi V / Tahun II : 38) Yesaya Pariadji : Gereja Tiberias telah membaptis + 40.000 jiwa. Saya jamin, saya langsung diajari Tuhan Yesus baptisan selam minimal 4 kali pelajaran. Biar mulut saya dijahit dan saya dilempar ke neraka bila saya tidak berkali-kali masuk alam roh, bertemu Tuhan Yesus dan saya diajari bagaimana untuk membaptis selam. Dibaptis selam adalah anda diciptakan kembali yang segambar dan serupa Allah yang penuh kuasa dan penuh mujizat (Kej 1:26-28). Baptis harus selam karena saya sudah berdoa dan bertanya, dan langsung dijawab. Dan saya diajari Tuhan bagaimana untuk membaptis selam. (Warta Jemaat GBI Tiberias tanggal 11 September 2002 : 2 (di Graha SA Surabaya) Semua bentuk pengalaman orang percaya harus berdasarkan Alkitab (Sola Scriptura). Jika pengalaman bertentangan dengan Alkitab maka pengalaman harus ditolak. Stephen Tong : Prinsip utama dalam pembahasan seluruh thema Alkitab adalah : kebenaran lebih penting daripada segala jenis pengalaman; kebenaran lebih mutlak daripada pengalaman;

dan kebenaran lebih tinggi daripada pengalaman. Oleh karena itu berdasarkan prinsip di atas : (1) Kebenaran harus memimpin pengalaman (2) Kebenaran harus menguji pengalaman (3) Kebenaran harus menghakimi pengalaman. (Baptisan & Karunia Roh Kudus; hal. 3) Stephen Tong : Jikalau pengalaman kita ternyata berbeda dengan prinsip Alkitab, apakah yang harus kita perbuat? Apakah kita sedemikian mencintai pengalaman yang telah kita alami sehingga akhirnya kita mengorbankan kebenaran? Ataukah kita sedemikian menyayangi pengalaman itu; tidak mau menerima kesalahannya kemudian mencari ayat-ayat Alkitab yang mendukung, sehingga ayat-ayat yang tidak relevan itu dipaksa untuk menyetujui pengalaman kita? (Baptisan & Karunia Roh Kudus; hal. 3) John F. Mac Arthur, Jr : Bukannya memeriksa pengalaman seseorang dengan keabsahan Alkitab, kaum kharismatik mencoba mengambil Alkitab untuk dicocokkan dengan pengalaman itu atau, bila gagal, ia akan mengabaikan Alkitabnya begitu saja. Seorang penganut Kharismatik menulis pada sampul Alkitabnya : Saya tak peduli apa kata Alkitab, pokoknya saya telah mendapat suatu pengalaman! (Apakah Kharismatik Itu?; hal. 63) Sebagaimana yang dikatakan Stephen Tong di atas maka betapa pentingnya memperhatikan halhal di sekitar masalah penafsiran/hermeneutika Alkitab. Contoh : Eksegesis dan eisegesis Out of context Dengan mempelajari Alkitab dengan seksama dan baik dengan kaidah-kaidah penafsiran yang standar maka akan membangun pemahaman kita yang benar sehingga semua pengalaman kita akan dipimpin, diuji dan dihakimi oleh kebenaran itu sendiri. Dengan cara demikian maka Alkitab memiliki otoritas yang mutlak dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Bab 4 Otoritas Alkitab

Keunikan theologi Reformed (akarnya dari Reformasi yang dicetuskan oleh Dr. Martin Luther) yang tidak dijumpai oleh semua theologi lain adalah otoritas Alkitab. Ketika berbicara mengenai otoritas, kita sedang membicarakan tentang mana yang berkuasa. Sehingga kalau kita diperhadapkan pada dua otoritas: Alkitab atau tradisi, mana yang harus dipilih oleh orang Kristen? Katolik memilih dua-duanya dengan dalih melengkapi (tradisi melengkapi Alkitab), tetapi Protestan (Reformed) memilih otoritas Alkitab (meskipun tetap menghargai sumbangsih tradisi gereja dari para bapa gereja). Semboyan Sola Scriptura (hanya Alkitab saja) pertama kali ditegakkan oleh Dr. Martin Luther, karena Luther menyadari Gereja Katolik Roma telah menyelewengkan Alkitab. Otoritas Alkitab juga ditekankan di dalam theologi Reformed, melalui Dr. John Calvin. Karena sebegitu pentingnya otoritas Alkitab, Dr. John Calvin di dalam

bukunya Mutiara Kehidupan Kristen Bab 1 mencatat bahwa Kitab Suci adalah aturan bagi kehidupan. Beliau mendasarkan Alkitab sebagai pusat dan penuntun hidup yang taat pada kehendak Allah.1 Pengakuan Iman Reformed Injili mengajarkan, Kami percaya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah penyataan Allah yang sempurna yang diilhamkan Roh Kudus kepada para penulisnya dan karena itu adalah benar tanpa salah dalam naskah aslinya. Alkitab menyatakan di dalamnya kesaksian Roh Kudus, dan merupakan wibawa tunggal dan mutlak bagi iman dan kehidupan, baik untuk perseorangan, gereja, maupun masyarakat. Kami percaya bahwa Alkitab tidak bersalah dalam segala hal yang diajarkannya, termasuk halhal yang menyangkut sejarah dan ilmu. The Belgic Confession (Pengakuan Iman Belgia) di artikel 5 tentang Otoritas Alkitab mengajar, We receive all these books and these only as holy and canonical, for the regulating, founding, and establishing of our faith. And we believe without a doubt all things contained in themnot so much because the church receives and approves them as such but above all because the Holy Spirit testifies in our hearts that they are from God, and also because they prove themselves to be from God. ... (= Kami menerima semua buku dalam Alkitab ini sebagai satu-satunya yang kudus dan kanonis, untuk mengatur, membangun, dan menentukan/mendirikan iman kita. Dan kami percaya tanpa ragu bahwa segala sesuatu yang termasuk di dalamnya bukan hanya karena gereja menerima dan menyetujuinya, tetapi Alkitab sendiri yang membuktikan dirinya sendiri dari Allah... .) (http://www.crcna.org/pages/belgic_articles1_8.cfm) Mengapa otoritas Alkitab begitu penting (dan bukan otoritas tradisi/gereja)? Mari kita pelajari alasannya beserta implikasinya. 1. Otoritas Alkitab berkenaan dengan otoritas Allah Di atas telah kita pelajari bahwa Allah menyatakan diri-Nya secara khusus dalam bentuk Kristus dan Alkitab. Dengan kata lain, Alkitab diwahyukan Allah. Karena Alkitab diwahyukan dari Allah yang tidak bisa bersalah dan setia adanya (baca: Ibr. 6:18; 2Tim 2:13), maka Alkitab tidak mungkin bersalah dalam naskah aslinya dan Alkitab menjadi otoritas satu-satunya bagi iman dan kehidupan Kristen (Yoh. 17:17; 2Tim. 3:16-17). Sungguh suatu absurditas jika mengajarkan bahwa Alkitab itu tidak bersalah dalam aspek-aspek iman, tetapi bersalah dan perlu dikritisi dalam aspek-aspek kehidupan, misalnya tentang gender, dll. Dengan mengajarkan hal ini (meskipun yang mengajarkan ini tidak pernah mau mengakuinya), si pengajar dengan tegas memisahkan wahyu Allah menurut logikanya (lebih tepat diterjemahkan, nafsunya) sendiri. Itulah sebenarnya presuposisi di balik penolakan terhadap otoritas Alkitab. Ajaran tidak bertanggung jawab ini harus ditolak karena tidak sesuai dengan pengajaran Alkitab. Bahkan Rev. W. Gary Crampton, Th.D., Ph.D. di dalam bukunya Verbum Dei (Alkitab: Firman Allah) mengatakan dengan tegas, Menyangkali inerransi berarti menjuluki Allah pembohong, tetapi Allah tidak dapat berbohong (Titus 1:2)... Waktu seseorang menolak Firman Allah ia menolak Allah Firman tersebut!2 Lalu, mengapa otoritas tradisi tidak bisa melengkapi otoritas Alkitab? Karena tradisi berkaitan dengan suatu zaman yang bisa berubah. Kita bisa melihat perkembangan sejarah gereja. Pertama, di dalam Katolik sendiri, sudah ada dua Konsili Vatikan yang berbeda doktrin. Di Konsili Vatikan Pertama diajarkan bahwa di luar Gereja Katolik tidak ada keselamatan. Sedangkan di Konsili Vatikan Kedua diajarkan bahwa bahkan di luar Kristus masih ada keselamatan. Sekarang, dengan akal sehat, jika memang tradisi berotoritas, tradisi mana yang layak dijadikan

otoritas? Bukankah tradisi sendiri berubah-ubah sesuai dengan konteks zaman? Kedua, tradisi rasuli. Beberapa orang Katolik yang saya ajak diskusi mengajar bahwa tradisi rasuli memiliki otoritas. Mari kita buktikan. Alkitab mengajarkan bahwa Paulus menyuruh jemaat di Roma untuk melakukan cium kudus sebagai tanda persekutuan saudara seiman (Rm. 16:16). Kalau mau konsisten, bukankah ini tradisi rasuli? Mengapa Gereja Katolik Roma dan Protestan tidak pernah melakukan hal ini sekarang?

2. Otoritas Alkitab berkaitan dengan pengenalan akan Allah yang benar Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenal Allah yang sejati harus melalui wahyu khusus Allah di dalam Kristus dan Alkitab. Setelah menjelaskan tentang dosa yang merusak bibit agama (sense of divinity) yang ditanamkan oleh Allah di dalam manusia, maka Dr. John Calvin memaparkan bahwa untuk dapat mengenal Allah sebagai Pencipta, manusia harus kembali kepada Alkitab.3 Di sini, Calvin mengajar tentang pemulihan pengenalan akan Allah sejati melalui wahyu-Nya. Tanpa melalui Alkitab, kita tidak mungkin mendapatkan gambaran Allah yang sesungguhnya. Di dalam respon terhadap wahyu umum Allah, kita bisa memperoleh gambaran tentang Allah yang Mahakasih, Mahaadil, Mahakudus, dll, tetapi hanya di dalam wahyu khusus Allah, Allah berani menyatakan diri sebagai Kasih (bukan sekadar sifat, tetapi Pribadi Kasih itu sendiri) (baca: 1Yoh. 4:16). Kita juga mendapatkan pengajaran tentang Allah adalah Kudus (1Ptr. 1:16), bukan sekadar Mahakudus (sifat). Di dalam wahyu khusus Allah, kita juga mengenal Allah di dalam Tritunggal/Trinitas: 3 Pribadi Allah di dalam Satu Esensi yang setara namun bertingkat, berbeda (peran dan kehendak) tetapi satu (ingat: Allah selain Roh, Ia juga Pribadi). Lalu, mengapa otoritas tradisi tidak bisa membuat kita mengenal Allah dengan benar? Karena tradisi hanya mengenal Allah secara parsial, bukan komprehensif, bahkan ada juga tradisi gereja yang bisa menyesatkan kita jika kita tidak berhati-hati. Augustinus mengajarkan konsep Allah yang benar (mengikuti pandangan Anselmus yang mengajarkan bahwa mengenal Allah melalui iman baru mengerti), sedangkan Thomas Aquinas mengajarkan konsep pengenalan akan Allah melalui rasio dahulu, baru iman (mengerti dahulu baru beriman), karena ia percaya bahwa dosa manusia tidak termasuk dosa pikiran, sehingga pikiran masih murni dan bisa memikirkan Allah. Sekarang, kalau ada dua tradisi gereja seperti ini, tradisi yang mana yang layak dijadikan otoritas? Augustinus atau Aquinas? Silahkan renungkan sendiri jawabannya jika Anda berpegang pada otoritas tradisi.

3. Otoritas Alkitab berkaitan dengan kehidupan Kristen Di dalam Injil dan Perjanjian Baru, Allah Trinitas menandaskan otoritas Alkitab sebagai wahyuNya yang berotoritas mutlak di dalam kehidupan Kristen. Perhatikan. Di dalam Yohanes 8:51, Tuhan Yesus berfirman, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya." Hal serupa dikatakan Tuhan Yesus, Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi

dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. (Yoh. 14:23) Rasul Paulus oleh ilham Roh menulis, Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2Tim. 3:16) Rasul Petrus oleh ilham Roh menyatakan, Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah. (2Ptr. 1:2021) Kata Kitab Suci dalam bahasa Yunani di ayat 20 ini sama dengan kata Yunani di 2Tim. 3:16. Ini membuktikan tulisan Kitab Suci diilhamkan/diwahyukan Allah dan menjadi standar iman dan kehidupan umat-Nya, serta tidak boleh ditafsirkan seenaknya sendiri. Bagaimana dengan kita? Sampai di manakah Alkitab menjadi otoritas bagi iman dan kehidupan Kristen? Tidak diperlukan IQ besar atau gelar doktor sebanyak mungkin untuk menjadikan Alkitab sebagai otoritas, tetapi diperlukan sikap kerendahan hati dan keterbukaan mau dikoreksi oleh Firman Tuhan. Banyak doktor theologi sekali pun tidak mau rendah hati dikoreksi oleh Firman, bahkan dengan arogannya mengoreksi Firman mana yang sesuai konteks zaman postmodern dan mana yang tidak sesuai untuk dianaktirikan. Mari kita belajar dari para ahli Taurat. Mereka adalah seorang yang belajar Taurat dari kecil, menghafal Taurat, dll, tetapi herannya ketika Kristus datang ke hadapan mereka, mereka bukan malahan bersyukur, melainkan menyalibkan-Nya. Hebat, bukan? Tuhan Yesus disalib bukan oleh orang atheis, tetapi para pemimpin agama (mengutip pernyataan Pdt. Dr. Stephen Tong). Begitu juga di zaman postmodern ini, Tuhan Yesus disalib lagi bukan oleh orang atheis atau non-Kristen, tetapi justru oleh banyak orang Kristen bahkan banyak pemimpin gereja dengan segudang gelar doktor tetapi menghina salib dan kuasa Kristus, bahkan berani menulis artikel di surat kabar yang menyangkal kebangkitan Kristus dengan argumentasi akademisnya. Bagaimanakah Alkitab menjadi otoritas bagi kehidupan (dan spiritualitas) Kristen? Pertama, Alkitab menjadi sumber spiritualitas (atau kehidupan) Kristen. Sumber berarti pusat dan penentu. Ketika Alkitab mengajar kita untuk hidup kudus, maka sebagai orang Kristen, kita harus menjalankannya meskipun penuh dengan pergumulan. Spiritualitas tanpa pergumulan iman perlu diragukan. Mengapa? Karena kita hidup di dalam proses pengudusan, proses berarti ada kesinambungan, bukan suatu kemulusan. Pergumulan iman itu sah-sah saja, dan perlu diluruskan, pergumulan iman itu tidak berhenti menjadi pergumulan, tetapi menjadi kemenangan iman. Mungkin secara kedagingan, kita sulit hidup kudus, tetapi di dalam pergumulan, kita dimampukan Roh Kudus melalui Alkitab untuk hidup kudus dan suatu saat kita pasti menang karena anugerah-Nya. Kedua, Alkitab menjadi bahan yang mengobarkan spiritualitas Kristen. Kehidupan rohani kita mungkin suatu saat mandeg/berhenti bahkan menurun/tersesat. Di sini, Roh Kudus memakai Alkitab untuk mengobarkan api semangat spiritualitas kita dalam mengenal dan melayani-Nya. Ketika Augustinus melarikan diri dari Allah dan menganut Manichaeisme, Roh Kudus membuat dia bertobat dan berbalik kepada jalan yang benar melalui Alkitab. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita rela taat ditegur oleh Roh Kudus melalui Firman-Nya?

1. John Calvin, Mutiara Kehidupan Kristen, terj. Grace Purnamasari (Surabaya: Momentum, 2007), hlm. 7-8. 2. W. Gary Crampton, Verbum Dei (Alkitab: Firman Allah), terj. R. B. G. Steve Hendra (Surabaya: Momentum, 2000), hlm. 67. 3. Dr. John Calvin di dalam bukunya Institutes of the Christian Religion di dalam judul Bab VI memaparkan, Scripture Is Needed as Guide and Teacher for Anyone Who Would Come to God the Creator (= Alkitab Diperlukan Sebagai Penuntun dan Guru bagi Mereka yang Akan Kembali kepada Allah Sang Pencipta) (I.vi.1) [01] - Beberapa Pandangan Terhadap Alkitab Sesungguhnya topik tentang Alkitab sangat penting. Ini adalah salah doktrin gereja yang sangat penting. Mengapa? Jawabnya jelas: karena sebenarnya seluruh doktrin gereja berasal dan dibangun dari topik ini. [02] - Beberapa Pandangan Terhadap Alkitab Alkitab mengandung Firman Allah: Menurut pandangan ini, Alkitab bukanlah Firman Allah, tetapi di dalamnya terdapat Firman Allah. Disamping itu, Alkitab juga mengandung 'firman iblis' dan 'firman manusia'. [03] - Alkitab Adalah Firman Allah Alkitab Adalah Firman Allah: Apa dasarnya seseorang menerima Alkitab sebagai Firman Allah? Ada orang berpandangan bahwa Alkitab harus dibuktikan terlebih dahulu sebagai Firman Allah baru diterima. Bagaimana tanggapan Anda terhadap metode penerimaan Alkitab dengan cara pembuktian tersebut? Sesungguhnya, kalau kita mau jujur, maka ada beberapa kesulitan yang muncul dengan metode pembuktian ini. [04] - Alkitab Adalah Firman Allah Kedua, sikap Tuhan Yesus yang menerima dan menjunjung tinggi Alkitab. Sesungguhnya, Tuhan Yesus adalah teladan hidup kita, termasuk dalam sikapNya terhadap Kitab Suci. Selama hidup Tuhan Yesus di dunia ini, kita melihat ketaatanNya yang sempurna kepada Alkitab (Perjanjian Lama). Sebagai contoh sangat nyata adalah ketika Dia mengalami pencobaan di padang gurun. Kita melihat dengan jelas bahwa semua godaan si Iblis dipatahkan dengan ketaatanNya kepada Firman. Menghadapi godaan tersebut, Dia mengutip Perjanjian Lama dengan memulai dengan mengatakan: "Ada tertulis" (Mat.4:4,7,10). [05] - Alkitab Adalah Firman Allah, Kuasa dan Kesatuannya. Keempat, kuasa Alkitab yang mengubah hidup: Adalah merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa berjuta-juta manusia yang hidup dalam dosa, frustrasi, tanpa pengharapan dan ingin bunuh diri, mengalami perubahan hidup setelah mereka membaca dan merenungkan Alkitab. [06] - Alkitab Adalah Firman Allah, Kemurnian dan Ketepatan Nubuat Keenam, kemurniannya: Sekiranya ada orang yang masih ragu terhadap Alkitab, namun

mau membaca Alkitab dengan hati yang terbuka dan sungguh-sungguh, maka kami akan bertanya kepadanya tentang kemungkinan penulis Alkitab tersebut. Jika disimak dengan baik, maka kita melihat Alkitab menelanjangi kelemahan manusia berdosa, tanpa kecuali. Termasuk di sini adalah kelemahan para nabi (Ini juga keunikan Alkitab dibandingkan dengan kitab suci lainnya). [07] - Alkitab Adalah Firman Allah, Sifat Universal dan Ketahanannya. Kedelapan, sifat universalnya: Apa yang disampaikan dan diajarkan oleh Alkitab melampaui batasan-batasan suku, kaum, bahasa dan bangsa. Oleh karena itu, isi Alkitab tidak pernah tidak cocok dengan suku atau bangsa tertentu. Mengapa? Karena Alkitab adalah Firman Allah yang melampaui segala batasan waktu dan tradisi manusia. [08] - Teori Pengilhaman Alkitab Pengilhaman Alkitab: Alkitab adalah Firman Allah, demikian pembahasan kita pada bab sebelumnya. Mengapa? Sebagaimana telah kita sudah lihat di atas, karena Alkitab mengatakan dirinya Firman Allah, karena Alkitab itu sungguh diilhami oleh Allah. Ini jugalah yang menjadi keyakinan kaum Injili. Tetapi apakah artinya Alkitab diilhami Allah? Bagaimanakah hal itu terjadi? Sejauh manakah Alkitab diilhami oleh Allah? Jikalau Alkitab sungguh diilhami Allah, apakah akibat pengilhaman tersebut? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita bahas di bawah ini. [09] - Beberapa Teori Pengilhaman. Beberapa Teori Pengilhaman: Pertama-tama perlu ditegaskan di sini, bahwa teori pengilhaman bukanlah merupakan hal yang sederhana. Marilah kita melihat beberapa teori di bawah ini. [10] - Akibat Pengilhaman. Akibat Pengilhaman: Di atas, kita telah melihat berbagai teori pengilhaman Alkitab. Sesungguhnya sikap dan keyakinan kita terhadap pengilhaman Alkitab tersebut sangat penting. Karena hal itu akan mempengaruhi sikap kita selanjutnya terhadap Alkitab tersebut. [11] - Infallibility dan Inerrancy. Infallibility dan Inerrancy Alkitab Kita telah melihat bahwa infallibility Alkitab berkaitan dengan pesan Alkitab, bahwa Alkitab tidak akan menyesatkan pembacanya, sedangkan inerrancy berkaitan dengan ketepatan sumber Alkitab tersebut. Pada umumnya kaum Injili menerima kedua hal tersebut. Tetapi ada juga yang hanya menerima infallibility Alkitab dan menolak sifat inerrancynya. Ada juga yang menolak keduanya. [12] - Infallibility dan Inerrancy, Lanjutan. Terdapat Kesalahan?: Memang benar, kepercayaan kepada inerrancy Alkitab bukanlah ajaran Alkitab itu sendiri. Keyakinan ini sebenarnya merupakan akibat wajar dari doktrin pengilhaman Alkitab, yaitu bahwa Alkitab itu diilhami oleh Allah. [13] - Beberapa Kondisi Utk mengerti Ketidakbersalahan Alkitab Kita telah mencoba membahas berbagai pendekatan terhadap fenomena kesalahan yg

kelihatannya ada di dalam Alkitab. Semua pendekatan tsb -kecuali pendekatan yang kelima- mencoba mencari jawaban atas adanya kesulitan serta fenomena kesalahan yg ditemukan di dalam Alkitab. Ceramah Otoritas Alkitab Kemurnian, 17 Maret 2007 khir-akhir ini banyak ditemukan tulisan-tulisan tentang 'penemuan injil-injil' baru. Injilinjil dimaksud seperti injil Yudas, injil Thomas, dsb, juga novel-novel seperti di antaranya Da Vinci Code. Kehadiran buku-buku ini telah menyebabkan orang-orang Kristen kebingungan, menjadi ragu bahkan kehilangan keyakinan terhadap iman kepercayaannya. Menyadari hal ini, Gepembri Kemurnian pada hari Sabtu, tanggal 17 Maret 2007, menyelenggarakan sebuah ceramah teologis bertema "Otoritas Alkitab dan Injil-Injil Palsu". Ceramah ini mengundang Pdt. Yohanes Adrie Hartopo, PhD, sebagai pembicara. Hamba Tuhan yang adalah rektor STT Amanat Agung, Jakarta ini, melandasi ceramahnya dengan membaca Kolose 2:8-10 dan 2 Timotius 4:2-4. Refleksi / sikap kita?

1. Kita harus yakin bahwa Alkitab yang kita miliki yang terdiri dari 66 kitab, adalah sumber kebenaran, dan kebenaran itu absolut. Tidak salah. Tidak keliru. Cukup untuk membawa kita memperoleh prinsip-prinsip hidup di dunia yang sesuai dengan kehendak Allah. Tidak perlu ditambah atau dikurangi. 2. Kita harus mengetahui bahwa Allah memakai manusia untuk menulis Alkitab. Tetapi manusia tersebut diinspirasikan, dituntun dan dipimpin oleh Roh Kudus untuk menulis, sehingga tulisan tersebut bukan atas kehendak manusia itu sendiri. Saksi mata merupakan salah satu bukti bahwa kejadian yang ditulis adalah benar, bukan rekayasa dan imajinasi diri penulis. 3. Marilah kita menjalani hidup ini, hari demi hari berlandaskan ajaran Alkitab, sehingga hidup kita memperoleh mahkota kesetiaan yang disediakan Allah bagi kita. Tidak ada mahkota dan surga bagi mereka yang menjalani hidupnya berlandaskan ajaran yang bukan dari Alkitab.

Para peserta yang hadir terdiri dari kaum remaja, pemuda, ibu rumah tangga, profesional muda, hamba Tuhan dan Majelis. Banyak pertanyaan yang muncul setelah selesai penjelasan. Semuanya ini menandakan pentingnya pemahaman yang benar dan tepat terhadap Alkitab. Kiranya Alkitab semakin dijunjung tinggi oleh semua umat Gepembri.

Otoritas Alkitab dan Injil-Injil "Palsu" Oleh: Pdt. Yohanes Adrie Hartopo, PhD

Pendahuluan eberapa waktu terakhir ini muncul tulisan-tulisan yang menyerang kekristenan, khususnya yang terkait dengan pribadi Yesus Kristus. Misalnya: DaVinci Code, Holy Blood Holy Grail, Jesus' Papers, Jesus' Dynasty, Misquoting Jesus, Kala Yesus menjadi Tuhan, Selamatkan Yesus dari orang Kristen, dsb. Ada juga film dokumenter tentang kubur Yesus yang hilang yang diduga ditemukan (yang disiarkan di Discovery Channel pada tgl 4 Maret di USA). Selain itu juga bermunculan pembahasan tentang Injil-Injil yang tidak masuk dalam Perjanjian Baru, antara lain Injil Thomas, Injil Filipus, Injil Maria, Injil Yudas. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Injil-Injil non-Kanonikal memberikan kepada kita informasi historis yang dapat dipercaya tentang Yesus daripada ke-4 Injil PB. Benarkah demikian? Sekilas tentang Injil-Injil Non-Kanonikal Perlu diketahui bahwa penulisan Injil-Injil tidak berhenti dengan munculnya ke-4 Injil yang masuk dalam PB. Banyak Injil lain yang terus ditulis selama beberapa abad. Maka kita mendapati nama-nama Injil seperti:

1. Infancy Gospel of Thomas 2. An Arabic Infancy Gospel 3. Protoevangelium of James 4. The Gospel of James 5. The Gospel of the Nativity of Mary 6. The Gospel of Mary (Magdalene) 7. The Gospel of Pseudo-Matthew 8. The Gospel of Nicodemus 9. The Gospel of Batholomew 10. The Gospel of Peter 11. The Gospel of Thomas 12. The Gospel of Phillip 13. The Gospel of the Hebrews 14. The Gospel of the Ebionites 15. The Gospel of the Egyptians 16. The Gospel of the Nazareans 17. The Gospel of Truth 18. The Gospel of the Lord (by Marcion) 19. The Secret Gospel of Mark 20. The Gospel of Judas

Tidak ada yang tahu dengan pasti berapa banyak Injil lain yang ditulis. Mungkin bisa ada sekitar 40-50 Injil non-Kanonikal, dan banyak yang diketahui hanya secara nama atau dari beberapa kutipan di tulisan-tulisan bapa-bapa gereja. Misalnya: Gospel of the Hebrews, Gospel of the Nazarenes, Gospel of the Ebionites, Gospel of the Egyptians. Injil-Injil yang tidak masuk dalam kanon biasanya disebut juga Injil-Injil Apokrifa. Kata "Apokrifa" (Yunani) artinya "hidden things." Maksudnya adalah tulisan-tulisan ini layak untuk

disembunyikan, yakni karena dianggap bersifat "bidat" dalam pengajarannya dan tidak seharusnya dibacakan di depan publik. Kalau berbicara tentang tujuan munculnya Injil-Injil Apokrifa tersebut, pada umumnya semua dari Injil-Injil ini dimaksudkan untuk menggenapkan salah satu dari 2 hal ini: "to supplement" atau "to supplant" 4 Injil yang sudah diterima Gereja. Di antara yang bertujuan untuk "supplement" ke-4 Injil PB, adakalanya keinginannya hanyalah untuk "entertain" populasi kristen yang sedang bertumbuh. Misalnya, orang ingin tahu tentang masa kecil Yesus. Motif yang lain dari beberapa Injil Apokrifa adalah "to offer a different Jesus," sehingga beberapa Injil tersebut dimaksudkan "to promote a Jesus who didn't look like the one in the Gospels." Maka kebanyakan Injil Apokrifa dapat dibagi menjadi dua kategori besar: "Legendary" dan "Heretical." Perbandingan Injil-Injil Apokrifa dan Injil-Injil Kanonikal Perbandingan Tanggal Penulisan Kebanyakan Injil-Injil Apokrifa muncul di abad ke-2 dan setelahnya. Jadi setelah ke-4 Injil PB. Contoh: Gospel of the Egyptians (AD 120); Gospel of the Nazoreans (AD 120); Gospel of the Ebionites (AD 120); Gospel of the Hebrews (AD 140); Gospel of Mary (AD 160); Gospel of Peter (AD 170); Gospel of Thomas (AD 180). Tentang Injil-Injil Kanonikal, kebanyakan cendekiawan Alkitab berpendapat bahwa Markus, yang adalah Injil pertama, ditulis tidak lebih dari tahun 60-an AD. Jikalau Yesus mati pada tahun 30 atau 33 AD, maka Injil Markus ditulis dalam kurun 30 tahun setelah kematian Yesus Kristus. Maka tentunya masih banyak saksi mata yang masih hidup yang dapat mengkonfirmasi kebenaran dari apa yang ditulisnya. Injil Matius dan Lukas tampaknya memakai Injil Markus sebagai salah satu sumbernya. Keduanya mungkin ditulis sebelum tahun 70-an. Injil Yohanes ditulis pada tahun 90-an. Perbandingan dalam hal Pseudonymity Injil-Injil Apokrifa seringkali memakai nama rasul, tokoh-tokoh patriakh, atau tokoh-tokoh lain di PL, PB atau literatur-literatur lainnya. Jadi bersifat pseudonim. Pseudonimity adalah suatu praktek dari orang-orang yang tidak memiliki otoritas yang cukup pada dirinya sendiri untuk menciptakan suatu teks suci sehingga harus meminjam nama orang-orang tertentu (yang punya nama) untuk bisa diterima sebagai dokumen yang berdasarkan saksi mata yang otentik. Bandingkan dengan Injil-Injil Kanonikal, yang tidak menekankan hal ini. Bahkan Injil-Injil Kanonikal sebenarnya adalah anonim (tidak disebutkan di teksnya). Akan tetapi namanya diberikan dan ditambahkan sebagai judul di naskah-naskah yang masih ada di kemudian hari karena ada bukti-bukti kuat yang mengarah ke sana. Pada waktu dikenali dan diberi nama, tidak dipakai nama-nama tokoh hebat (kecuali Yohanes). Nama Matius (pemungut cukai yang dibenci), apalagi Markus dan Lukas yang bukan murid langsung dari Yesus, bukan nama berbobot yang bisa ditonjolkan. Perbandingan dalam hal isi dan ajaran Kalau kita berbicara tentang "Injil" sebagai suatu jenis literatur, maka kita tahu dari ke-4 Injil Kanonikal bahwa jenis literatur ini adalah narasi yang menceritakan tentang kehidupan dan pengajaran Yesus Kristus. Kehidupan Yesus Kristus memang tidak diceritakan secara terinci, tetapi mencakup cerita-cerita yang penting dan berpuncak pada kematian dan kebangkitan-Nya.

Pengajaran-pengajaran Yesus terintegrasi dengan narasi. Untuk mengenal isi dan ajaran Injil-Injil Apokrifa, maka kita akan melihat beberapa contoh yang penting: Infancy Gospel of Thomas Injil ini diperkirakan ditulis pada permulaan abad ke-2. Cerita-cerita yang diceritakan memberikan informasi tentang aktivitas-aktivitas Yesus yang dimulai pada usia yang masih muda. Injil ini berisikan cerita-cerita mujizat yang dilakukan oleh Yesus pada masa umur 5 sampai 12 tahun. Yesus dilukiskan sebagai anak yang sudah memiliki kemaha-tahuan dan kemaha-kuasaan. Misalnya, Yesus membuat burung pipit dari tanah liat dan menghidupkannya. Ia menyembuhkan yang terluka, membangkitkan yang mati, menyelamatkan saudaranya dari gigitan ular yang mematikan, membantu usaha keluarga dengan melakukan mujizat, dan juga menunjukkan superioritas dalam pengetahuan dibandingkan dengan guru-guru-Nya, Selain melakukan mujizat untuk tujuan baik, Yesus juga digambarkan sebagai anak yang dimanja, tidak bisa dikontrol, dan adakalanya jahat dalam menggunakan mujizat. Sebagai contoh, ia membunuh seorang anak laki-laki hanya karena menyenggol bahunya, menyebabkan orang lain yang mengolok-olok dia menjadi buta, membunuh guru-Nya yang menghukum Dia, juga mengancam bapaknya sendiri. Injil Petrus Injil ini ditemukan pada tahun 1886 di Akhmim, Mesir. Yang ditemukan adalah dalam bentuk fragmen yang tidak lengkap, tidak ada nama atau judul, karena pendahuluan dan penutupnya tidak ditemukan. Kitab ini disebut Injil Petrus karena kalimat terakhirnya menunjukkan pengakuan dalam bentuk orang pertama oleh seseorang yang bernama Petrus ("I, Simon Peter"). Injil ini mungkin berasal dari pertengahan abad ke-2. Injil ini berisikan narasi yang dimulai pada akhir masa hidup Yesus di dunia, mencakup penyaliban, penguburan dan kebangkitan-Nya. Injil ini menekankan bahwa orang-orang Yahudi yang bertanggung jawab terhadap kematian Yesus. Hal ini terlihat ketika mereka menolak untuk membasuh tangan, seperti halnya yang dilakukan Pilatus. Herodes diceritakan ikut berpartisipasi dalam mengadili Yesus dan memerintahkan penyaliban untuk dilaksanakan oleh orang-orang Yahudi. Pada waktu disalibkan, Yesus dilukiskan tenang dan tidak merasakan sakit apa-apa. Hal ini mungkin terkait dengan pandangan Docetism, yakni Yesus bukan manusia sejati maka Ia tidak merasakan kesakitan seperti seorang manusia. Teriakan Yesus di kayu salib adalah "My power, O power, you have forsaken me" (5:19) menunjukkan elemen ilahi telah meninggalkan Yesus sebelum Ia mati. Tampaknya ini ada kaitan dengan pandangan Gnostiksisme. Cerita tentang penguburan Yesus diberikan lebih terinci. Begitu juga dengan cerita tentang kebangkitan-Nya yang digambarkan luar biasa di mana dua malaikat turun dan masuk ke dalam kubur Yesus lalu ketiganya keluar dari kubur. Yesus digambarkan secara luar biasa. Di belakang mereka ada salib yang mengikuti. Ada suara dari sorga berkata: "Have you preached to those who are asleep?" Salib itu menjawab, "Ya." Injil Thomas Injil ini ditemukan pada waktu penemuan naskah-naskah Nag Hamadi di Mesir pada tahun 1945. Salinan yang ditemukan adalah dalam bahasa Koptik, aslinya mungkin dalam bahasa Yunani. Kemungkinan besar ditulis pada abad ke-2. Judulnya ditulis di bagian akhir: "The Gospel of

Thomas." Injil ini dimulai dengan tulisan: "These are the secret sayings which the living Jesus spoke and which Didymus Judas Thomas wrote down." Injil ini mencatat kata-kata Yesus Kristus yang rahasia dan tersembunyi yang disampaikan secara privat kepada Tomas dan murid-murid lain. Tomas adalah murid yang favorit, yang dapat mengerti Yesus secara lebih mendalam daripada murid yang lain. Tidak mirip Injil Kanonikal karena tidak ada tema, tindakan Yesus, penyaliban, kebangkitan. Injil ini berisikan 114 ucapan Yesus Kristus, dalam berbagai bentuk. Sebagian besar ucapan Yesus dimulai dengan kalimat "Yesus berkata..." Kumpulan ucapan Yesus ini tidak diorganisir dengan pola tertentu, tampaknya lebih bersifat random. Lebih dari setengah ucapan-ucapan yang ada di Injil ini memiliki kemiripan dengan yang ditemukan di Injil-Injil Kanonikal. Tapi banyak ucapan yang tidak sama sekali sama dengan yang kita temukan dari bibir Yesus di Injil-Injil PB. Injil ini tampaknya mendukung pengajaran Gnostiksisme. Misalnya, dalam ucapan no 1 dikatakan bahwa cara untuk mendapatkan hidup (kekal) adalah melalui menemukan arti yang sesungguhnya dari apa yang ditulis oleh Tomas. Ucapan-ucapan itu bersifat rahasia (tidak terbuka untuk umum melainkan untuk mereka yang tahu). Pengajaran Gnostiksisme juga terlihat di ucapan 18, 22, 29, 49-50, 83-84. Yesus jelas digambarkan sebagai "a revealer of secret teaching who brings salvation by his teaching alone" (bnd. ucapan 27, 28, 56, 62, 80, 111). Maka orang memasuki kerajaan Allah dengan self-knowledge (bnd. ucapan 3, 49, 50, 113). Ucapan Yesus yang aneh dikatakan dalam ucapan terakhir: "every woman who makes herself male will enter the kingdom of heaven" (114). Injil Maria Injil ini menceritakan tentang Maria (Magdalena) yang memberitahukan kepada para murid mengenai wahyu-wahyu yang Yesus berikan kepada-Nya (ini ciri khas karya Gnostik, yakni pewahyuan secara khusus kepada orang tertentu). Andreas dan Petrus meragukan bahwa Maria mengatakan kebenaran karena pengajarannya itu berbeda dengan yang mereka sendiri telah terima. Maria menangis, sedih karena mereka berpikir bahwa ia salah menyajikan kata-kata Yesus. Lewi menegur Petrus, membela Maria dan mendorong para murid untuk memberitakan Injil. Maka para murid pergi dan Injil ini berakhir. Kelompok di belakang penulisan Injil Maria berusaha untuk membela pengajaran-pengajarannya dan (mungkin) hak wanita untuk menjadi guru. Hal ini bisa terjadi karena adanya pertentangan dalam kekristenan Gnostik, antara guru-guru pria dan wanita, dan teks-teks seperti ini ditulis untuk mendukung atau menggantikan guru-guru wanita. Selain itu penulis Injil ini sangat sadar akan reaksi gereja ortodoks terhadap gagasan-gagasan yang disingkapkan lewat Wahyu yang diberikan kepada Maria (perhatikan respon Andreas: "Gagasan-gagasan ini terlalu berbeda dari yang pernah kita ketahui"). Dalam novel DaVinci Code, ada dugaan bahwa Yesus dan Maria adalah kekasih. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan di Injil Maria: "Sister, we know that you were much loved by the Savior, as no other woman." Tapi teks ini tidak jelas dan tidak eksplisit menunjukkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Injil Yudas Injil Yudas sebenarnya ditemukan pada tahun 70-an (1978) di El Minya, Mesir, tapi "hilang" dalam dunia bawah tanah milik para pedagang barang antik. Setelah pada akhirnya didapatkan oleh pihak yang lebih bertanggung jawab pada tahun 2001, maka dimulai pekerjaan restorasi

naskah yang sudah dalam keadaan hancur. Selesainya restorasi dan terjemahan diumumkan oleh National Geographic Society dalam suatu news conference di Washington D.C. pada 6 April 2006. Lalu diikuti dengan tayangan "Gospel of Judas" di National Geographic Channel pada 9 April 2006. Isi Injil ini bukan seperti keempat Injil Kanonikal yang berupa narasi, karena berisikan bentuk dialog antara Yesus dan Yudas serta antara Yesus dan 12 murid-Nya tanpa kaitan dengan narasi. Dialog-dialog ini menjadi kerangka di mana penulisnya dapat menyampaikan ajaran Gnostiksisme. Injil Yudas mengklaim dirinya sebagai "the secret account of the revelation that Jesus spoke in conversation with Judas Iscariot." Jadi pembicaraan antara Yesus dan Yudas adalah sesuatu yang bersifat rahasia. Ini adalah ciri khas literatur Gnostiksisme. Yudas Iskariot digambarkan sebagai murid Yesus yang terbesar. Hanya Yudas sendiri yang dapat menerima pengajaran dan wahyu yang mendalam dari Yesus Kristus. Para murid yang lain tampaknya tidak mengerti siapakah Yesus dan dari mana Ia datang. Hanya Yudas yang mengerti. Maka Yesus menjanjikan kepadanya untuk menyingkapkan "the mysteries of the kingdom." Kalau Injil-Injil Kanonikal mengungkapkan bahwa Yudas mengkhianati Yesus dengan imbalan uang, Injil Yudas menafsirkan tindakan ini secara positif karena menyebutkan bahwa Yesus meminta agar dikhianati untuk membebaskan jiwa dari badannya. Jadi bukan tindakan pengkhianatan, tetapi tindakan ketaatan pada instruksi Yesus sendiri. Kalimat yang terkenal dalam injil ini adalah perkataan Yesus kepada Yudas: "But you will exceed all of them. For you will sacrifice the man that clothes me." Dalam menyerahkan Kristus, ia melakukan perintah pemimpinnya, dengan mengetahui betul nasib yang akan dipikulnya sendiri. Yesus memperingatkannya, "You shall be cursed for generations." Kematian bagi Yesus merupakan sarana pembebasan diri dari eksistensi ragawi, yang memungkinkan dia untuk kembali ke kediaman surgawinya. Dengan mengkhianati Yesus, Yudas sebenarnya justru telah membantu sahabatnya itu untuk melepaskan tubuh ragawinya, dan membebaskan diri sejatinya, roh ilahi. Injil ini diakhiri dengan mendadak dengan catatan bahwa Yudas menerima uang dan menyerahkan Yesus kepada orang-orang yang menangkap-Nya. Injil Yudas tidak menceritakan apa-apa lagi setelah penangkapan Kristus. Mengapa Injil-Injil Apokrifa tidak masuk Kanon Perjanjian Baru? Mencermati kitab-kitab mana yang masuk dalam Alkitab dan bagaimana kita bisa mengetahuinya disebut kanonisasi. Ini proses yang melibatkan sejarah yang panjang dan rumit. Sebuah kitab yang diterima dalam kitab suci disebut "kanonikal" atau memiliki status kanonitas. Sejarah Singkat Kanon PB Orang-orang kristen mula-mula tidak memiliki kanon PB. Setelah kenaikan Yesus ke sorga, ada sekitar 20-30 tahun berlalu di mana pengajaran dan cerita perbuatan Yesus (yang dipercayai sebagai Allah) diberitakan dari mulut ke mulut oleh para rasul dan orang-orang percaya lainnya dan tidak sebuah kitabpun ditulis pada waktu itu. Lalu mulai muncullah beberapa tulisan. Yakobus mungkin menulis sebelum tahun 50 A.D. Begitu juga dengan Paulus menuliskan surat Tesalonika. Lalu berangsur-angsur surat-surat dan kitab-kitab lain dituliskan. Kitab-kitab Injil perlu dituliskan karena gereja mula-mula menghargai dan mengambil langkah untuk memelihara pengajaran Yesus (bnd. Yoh 14:26; 16:13-14). Daftar pertama kanon PB ditulis oleh Marcion pada tahun 140 AD. Marcion seorang docetist, yakni percaya bahwa Yesus Kristus hanya menampakkan diri sebagai manusia. Ia juga antisemitik, menyangkali PL sebagai kitab suci. Ia menyangkali bahwa Yesus adalah Anak dari

Allah PL, yang ia sebut demiurge, tetapi Anak dari Allah PB. Kanon Marcion menolak Injil Matius, Markus, Yohanes. Yang termasuk hanyalah Injil Lukas yang telah sangat diedit, juga 10 surat Paulus yang telah diedit (menolak surat-surat Pastoral). Daftar Marcion memberikan dorongan kepada gereja mula-mula untuk menerbitkan daftar yang lebih komprehensif dan tidak terlalu aneh-aneh. Setelah Marcion, daftar-daftar yang lain mulai bermuncullan. Salah satu yang penting adalah Muratorian Canon yang disusun pada bagian akhir abad ke-2, kemungkinan di Roma. Daftarnya terdiri dari 4 Injil, Kisah, 13 surat Paulus, Yudas, Wahyu, 1 Yoh, dan 2-3 Yoh. Tampaknya pada abad ke-2 masehi, sekitar tahun 180 AD, ke 4-Injil, 13 surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes diterima sebagai kanonikal. Di bagian Timur, surat Ibrani dianggap kanonikal dan dimasukkan bersama surat-surat Paulus. Kitab Wahyu dianggap kanonikal di banyak kalangan. Jadi, sekitar 20-22 kitab PB secara konsisten dianggap kitab suci. Hal ini terus berlangsung sampai abad ke-4, di mana 27 kitab PB secara tentatif dianggap kanonikal, dengan 22 kitab yang sudah lebih pasti. Tokoh yang terkenal pada era ini adalah Eusebius (260-340 AD). Ia menerima 4 Injil, Kisah, 14 surat Paulus (termasuk Ibrani), 1 Yoh, 1 Pet, Wahyu sebagai "recognized books" (homolegoumena). Yang masuk kategori "disputed books" (antilegomena) adalah Yakobus, Yudas, 2 Pet, 2-3 Yoh (generally accepted) dan Acts of Paul, Shepherd of Hermas, Apocalypse of Peter, Epistle of Barnabas, Didache (not genuine) . Selain itu juga ada buku-buku yang ditulis oleh bidat-bidat tetapi ditolak oleh kelompok orthodoks (mis: Injil Petrus, Tomas, Kisah Andreas dan Yohanes). Boleh dikatakan bahwa pada abad ke-4, kanon PB secara tidak official ditutup di bagian Barat. Pada tahun 367 AD Athanasius menerbitkan daftar 27 kitab PB. Lalu dalam konsili di Hippo (393 AD) dan Karthago (397 AD) diumumkan 27 kitab yang diterima sebagai kanon. Gereja di sebelah Timur masih bergumul dengan beberapa kitab untuk suatu jangka waktu (mis: 2 Pet, 2-3 Yoh, Yudas, Wahyu). Tapi penting untuk dicatat bahwa tidak ada satu pun mereka (yang di Timur) menambahkan Injil-Injil atau surat-surat atau kitab-kitab lain ke kanon PB. Kriteria-Kriteria Kanonisasi Kanonisasi adalah suatu proses yang panjang dan gradual. Tampaknya umat Allah memainkan peranan yang penting dalam proses kanonisasi selama berabad-abad. Tapi, hal yang cukup mengagetkan, dalam sejarah tidak ada suatu saat atau suatu peristiwa di mana kumpulan kitabkitab ini ditentukan atau diproklamirkan sebagai kanon. Jadi bukan gereja yang "menentukan" atau "menciptakan" kanon Alkitab, melainkan gereja hanya mengenali dan menerima kanon tersebut. Bagaimana umat Allah bisa mengenali kitab-kitab yang diinspirasikan tersebut? Paling tidak ada tiga kriteria yang dipakai: 1. Apostolicity: Kitab-kitab itu harus memiliki sumber / asal rasuli yang dapat dipercayai, yakni mereka harus ditulis oleh para rasul sendiri (yang adalah saksi-saksi mata dari apa yang mereka tuliskan) atau oleh pengikut-pengikut rasul itu (orang-orang yang memiliki kedekatan dengan para rasul). 2. Orthodoxy: Kriteria kesesuaian dengan apa yang disebut sebagai aturan iman (rule of faith), yakni apakah dokumen itu sesuai dengan tradisi dasar Kristen yang diakui gereja sebagai normatif (apostolic teaching). 3. Catholicity: Apakah sebuah dokumen telah diterima dan digunakan terus menerus (dalam jangka waktu lama) oleh sebagian besar gereja?

Perlu dipertegas lagi bahwa ke-27 kitab PB didapati otoritatif adalah karena "intrinsic worth" dan otoritas yang jelas pada dirinya sendiri, bukan karena kitab-kitab ini "ditentukan" otoritatif oleh kewenangan yang lain (gereja). Canonicity is determined by God and discovered by man. Tepatlah seperti yang dikatakan Bruce Metzger: "The Church did not create the canon, but came to recognize, accept, affirm, and confirm the self-authenticating quality of certain documents that imposed themselves as such upon the Church." Jadi, otoritas Alkitab bersifat intrinsik dan hanya perlu dikenali oleh gereja mula-mula. Maka tidak benar kalau ada tuduhan bahwa Injil-Injil non-Kanonikal secara sengaja dikucilkan oleh dewan-dewan gereja dalam semacam persekongkolan untuk membungkamkannya. Apa yang dilakukan dewan-dewan tersebut adalah mengabsahkan apa yang telah diterima oleh orang-orang Kristen kalangan atas maupun bawah. Penutup Injil-Injil Apokrifa ditolak dengan berbagai alasan: 1. 2. 3. 4. Ditulisnya lebih kemudian dari kitab-kitab PB, yakni abad ke-2 dan setelahnya. Banyak yang memiliki kecenderungan Gnostiksisme. Kalau narasi, sering berupa "embellishment" dari ke-4 Injil dan adakalanya "bizzarre." Mempromosikan diri ditulis oleh rasul atau orang terkenal lainnya, padahal tidak demikian.

Injil-Injil Kanonikal, yang ditulis pada abad pertama masehi, dapat dipercaya karena ditulis pada saat di mana sangat mungkin orang-orang yang telah mengenal Yesus masih hidup ketika InjilInjil itu ditulis dan diedarkan. Maka sangatlah tidak mudah untuk suatu Injil yang salah menyajikan kehidupan dan pengajaran Yesus untuk bisa diterima secara luas pada saat para pengikut Yesus masih hidup dan bisa memberikan tantangan.

Anda mungkin juga menyukai