Anda di halaman 1dari 38

1

DIKTAT
PB - I

PENGANTAR

2
Istilah Perjanjian Baru (New Testament)
Kata testament berasal dari kata Latin testamentum yang dalam Alkitab
Vulgate (Bahasa Latin) Jerome dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani

tyrIB. (B$r'T)

di beberapa teks, misalnya Ul 14:44. merujuk pada

perjanjian (covenant) antara Allah dengan manusia, misalnya dengan Nuh,


Abraham,

Daud,

Musa

dan

bangsa

Israel

(Kel

19:5;

34:10,

27).

Testamentum juga dipakai untuk menerjemahkan kata Yunani diaqhkh


(diaqhkh), misalnya di 2Kor 3:14. Kata testament yang merujuk pada
pembagian dua bagian besar Alkitab (PL dan PB) dimulai pada jaman
Tertulianus.1
Istilah New Testament (Perjanjian Baru) terkait dengan nubuat para nabi.
Setelah kerajaan Yehuda jatuh ke tangan Babel, nabi Yeremia menubuatkan
datangnya perjanjian yang baru (Yer 31:31-33). Nubuat ini digenapi melalui
karya Tuhan Yesus (Luk 22:20; 1Kor 11:25; 2Kor 3:6; Ibr 8:8; 12:24). Istilah
Perjanjian Baru yang merujuk pada tulisan kanonik pertama kali dipakai
oleh orang Kristen pada abad ke-2. Penggunaan istilah ini otomatis
menyebabkan 39 kitab dari Kejadian sampai Maleakhi disebut dengan istilah
Perjanjian Lama.2
Sejarah studi Pengantar Perjanjian Baru3
Usaha pertama untuk memberikan informasi seputar penulis, situasi
penulisan, penanggalan, dsb., ditemukan pada Prologues (abad ke-2) yang
diletakkan di depan kitab-kitab Injil dan beberapa surat kiriman dan
fragmen

Muratorian

yang

ditulis

pada

abad

yang

sama.

Tulisan

selanjutnya adalah Introduction to the Divine Scriptures oleh [H]adrian,


seorang biarawan abad ke-5 dari Antiokhia. Tulisan ilmiah pertama ditulis
oleh Richard Simon (1689-95). Ia membahas bagaimana kitab-kitab PB
ditulis dan dipelihara dalam berbagai salinan (teks). Sejak akhir abad ke-18
studi Pengantar PB semakin beragam, baik dari segi cakupan topik maupun
posisi sarjanai para penulis.

1 M. J. Wyngaarden, Testament dalam

Evangelical Dictionary of Theology, diedit oleh Walter A.


Elwell(Carlise/Grand Rapids: Paternoster Press/Baker Books, 1996, c1984), 1079.

2 Raymond E. Brown, An Introduction to the New Testament (New York: Doubleday, 1997), 3-4. Lihat juga Harry Y.
Gamble, The New Testament Canon: Its Making and Meaning (Philadelphia: Fortress Press, 1985), 19.

3 Brown, Ibid.

Cakupan Studi Pengantar Perjanjian Baru


Masing-masing sarjana memiliki pemahaman yang berbeda tentang topik
apa saja yang perlu dibahas dalam Pengantar PB. Bagaimanapun, secara
umum Pengantar PB dapat dibagi menjadi dua bagian:
1) Pengantar umum (General Introduction).
Bagian ini biasanya membahas latar belakang historis (politik), sosial,
filsafat dan keagamaan yang mempengaruhi masyarakat pada abad
pertama. Selain itu, pengantar umum juga membahas isu seputar
kanonisasi

kitab-kitab

PB

(latar

belakang,

kriteria

dan

proses

kanonisasi). Beberapa buku Pengantar PB juga membahas tentang kritik


teks, yaitu suatu disiplin ilmu yang bertujuan untuk merekonstruksi
naskah asli Alkitab (autografa) dengan cara membandingkan berbagai
salinan dan terjemahan kuno yang ada.
Berkaitan dengan latar belakang dunia PB secara khusus, hal ini
merupakan kebutuhan mutlak bagi pemahaman PB.4
(a) Banyak cerita dalam kitab Injil, bahkan yang paling sederhana dan
umum sekalipun, tidak akan bisa dipahami tanpa pengetahuan
tertentu tentang latar belakang historis, politis, sosial dan religius
abad I M.
(b) Penulis PB seringkali memberikan detail cerita yang membingungkan
pembaca

modern,

karena

mereka

mengasumsikan

bahwa

pembacanya pasti sudah memahami apa yang ia tulis.


2) Pengantar khusus (Special Introduction).
Bagian ini langsung berhubungan dengan setiap kitab dalam Alkitab.
Pengantar khusus biasanya membahas berbagai perdebatan seputar
identitas penulis, tahun penulisan, tujuan, penerima kitab, kesatuan
kitab dan isi kitab secara umum. Beberapa buku juga membahas isu-isu
sarjanais penting yang berhubungan dengan surat tersebut.

4 David E. Garland, Background Studies and New Testament Interpretation dalam New Testament Criticism &
Interpretation, diedit oleh David Alan Black & David S. Dockery (Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
1991), 349.

Pentingnya Pengantar PB5


Alasan utama mengapa mempelajari Pengantar PB berkaitan dengan proses
dan hasil interpretasi terhadap kitab-kitab PB.
1) Pengetahuan tentang latar belakang PB secara umum dan kitab-kitab PB
secara khusus menjadi pedoman awal ketika seseorang mempelajari PB.
Ketika seseorang mempelajari suatu kitab, ia harus memiliki pemahaman
dasar tertentu lebih dahulu. Ia tidak mungkin (dan tidak perlu)
mempelajari suatu kitab dalam kevakuman.
2) Pengetahuan tentang latar belakang PB secara umum dan kitab-kitab PB
secara

khusus

seringkali

sangat

menentukan

metode

dan

hasil

interpretasi seseorang. Contoh: sebelum penemuan Naskah Laut Mati


(Dead Sea Scrolls) pada tahun 1947, hampir semua sarjana menganggap
latar belakang Injil Yohanes adalah Yunani. Setelah penemuan tersebut
para sarjana meyakini bahwa latar belakang Injil Yohanes adalah Yahudi,
sehingga mereka sekarang cenderung melihat Injil Yohanes dalam
perspektif PL dan tulisan-tulisan Yahudi.6
Buku-buku Pengantar PB yang penting
W. G. Kmmel, Introduction to the New Testament (rev. enlarged ed.; Nashville:
Abingdon, 1986).*
Buku ini merupakan buku klasik yang perlu dibaca. Dua kelemahan utama buku ini:
(1) terlalu detail dan rumit untuk mahasiswa pemula; (2) banyak pandangan
dalam buku ini yang berbeda dengan pandangan kaum konservatif (Injili).

5 Untuk ringkasan yang bermanfaat tentang signifikansi studi Pengantar PB, lihat Donald Guthrie, Questions of
Introduction dalam New Testament Interpretation: Essays on Principles and Methods, ed. by I. Howard Marshall
(Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1991, c1977), 105-116; Scott McKnight, Interpreting the
Synoptic Gospels (Grand Rapids: Baker Book House, 1990, c1988), 19-26.

6 Untuk sejarah studi Injil Yohanes dan pengaruhnya dalam interpretasi, lihat Gary M. Burge, Interpreting the
Gospel of John (Grand Rapids: Baker Books, 1992), 15-36.

5
Donald Guthrie, New Testament Introduction (4th ed.; Downers Grove, IL:
InterVarsity, 1990).*
Buku ini merupakan sumbangan paling signifikan dalam studi Pengantar PB
dari perspektif konservatif. Pembahasan setiap topik disampaikan begitu
detail dan jelas. Setiap pandangan liberal dibahas dengana rgumentasi yang
benar-benar solid.
Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students (rev.
ed.; 2 vols.; Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1986).*
Buku ini merupakan sumbangan berharga yang lain dari sarjana Injili. Secara
umum buku ini dapat dilihat sebagai pelengkap buku Donald Guthrie.
Banyak topik menarik dalam buku ini belum dibahas dalam buku Donald
Guthrie.
D. A. Carson, Douglas J. Moo and Leon Morris, An Introduction to the New
Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1992).*
Buku ini ditulis oleh para sarjana Injili yang sangat terkenal dan sangat
direkomendasikan bagi mahasiswa pemula. Para penulis telah memilahmilah bagian mana yang penting bagi pemula. Pembahasan tentang topik
yang agak sulit disampaikan dalam bahasa yang sangat jelas. Satu-satunya
kekurangan buku ini adalah absennya bagian pengantar umum.
Raymond E. Brown, An Introduction to the New Testament (New York: Doubleday,
1997).
Buku ini ditulis oleh sarjana Roma Katolik, namun pandangan dalam buku ini
bersifat interdenominasi. Beberapa pandangan tidak sesuai dengan
pandangan Injili. Ada tiga kelebihan buku ini: (1) bagian pengantar umum
yang sangat informatif dan berguna dalam studi PB; (2) ringkasan setiap
kitab yang ditulis pada awal pembahasan; (3) bibliografi yang cukup lengkap
pada bagian akhir setiap pembahasan.
Catatan: tanda asterisk (*) menunjukkan buku-buku yang ada di perpustakaan STT

LATAR BELAKANG DUNIA PERJANJIAN BARU


(Bagian 1: Literatur Yang Diperlukan)
Dalam bagian ini akan dipaparkan tiga pokok bahasan utama, yaitu:
literatur utama (primary sources), literatur tambahan (secondary sources)
dan signifikansi literatur tersebut bagi interpretasi PB. Yang dimaksud
dengan primary sources adalah literatur-literatur yang ditulis pada sebelum,
bersamaan

atau

segera

sesudah

masa

Perjanjian

Baru. 7

Untuk

memudahkan, terjemahan primary sources ke dalam bahasa Inggris juga


tetap dianggap sebagai primary sources, meskipun unsur interpretasi dalam
terjemahan kadangkala cukup signifikan. Yang dimaksud dengan secondary
sources adalah literatur-literatur yang ditulis oleh penulis modern sebagai
hasil seleksi, klasifikasi dan interpretasi mereka terhadap primary sources.
Untuk memudahkan, semua buku yang memberikan gambaran umum
maupun detail tentang masa intertestamental akan dikategorikan sebagai
secondary sources.
Primary Sources
Alkitab Perjanjian Lama

7 Sebagai perjumpaan awal dengan primary sources, mahasiswa sangat dianjurkan untuk membaca kutipan-kutipan
primary sources dalam buku C. K. Barret, ed., The New Testament Background: Writings from Ancient Greece and
the Roman Empire That Illuminate Christian Origins (edisi revisi; San Fransisco: HarperSanFransisco, 1989).

7
PL tetap memegang peranan penting dalam membentuk pemikiran bangsa
Yahudi pada jaman PB. Ajaran PL yang sentral dan dominan adalah
signifikansi Taurat dan pengharapan/janji bahwa keadilan Allah akan
direalisasikan secara penuh pada suatu masa melalui seorang Pembebas
yang akan dikirim oleh Allah. Topik ini dimulai sejak pemberitaan para nabi
dan terus mendominasi sampai jaman Yesus. Banyak hal yang terjadi pada
masa intertstamental terkait dengan dua topik ini: Taurat dan pengharapan
pelepasan.
Perlu ditambahkan bahwa Alkitab PL yang paling banyak dipakai adalah LXX
(Septuaginta), yaitu terjemahan PL ke dalam bahasa Yunani sekitar abad ke3 sampai ke-1 SM. Terjemahan ini dilakukan di Aleksandria (Mesir) oleh 70
(72?) ahli kitab bangsa Yahudi. Mayoritas kutipan PL dalam PB diambil dari
LXX, bukan dari teks Ibraninya secara langsung.

Apokrifa Perjanjian Lama8


Apokrifa terdiri dari 9 kitab.9 Kitab-kitab tersebut diakui oleh golongan Roma
Katolik sebagai Firman Tuhan dan disahkan dalam Konsili Trente pada abad
ke-16

M.

Mereka

menyebut

kitab-kitab

tersebut

dengan

istilah

deuterokanonika (lit. kanon kedua), tetapi golongan Protestan lebih suka


menyebutnya dengan apokrifa (lit. kitab-kitab yang tidak jelas). Semua
kitab apokrifa Perjanjian Lama ditulis sebelum tahun 70 M, kecuali 2Esdras.
Di antara kitab-kitab di atas, kitab 1 dan 2 Makabe merupakan kitab yang
paling penting dalam studi intertestamental. Dua kitab sejarah tersebut
menceritakan pergumulan iman bangsa Yahudi pada masa pemerintahan
Yunani. Kitab ini menggambarkan militansi (sebagian besar?) bangsa Yahudi
dalam memegang teguh iman mereka di tengah tantangan sekularisasi dan
penganiayaan.

8 Tambahan kata Perjanjian Lama pada istilah Apokrifa Perjanjian Lama perlu dilakukan untuk membedakannya
dengan kitab-kitab apokrifa Perjanjian Baru yang ditulis selama atau setelah abad ke-2 M, misalnya Injil Thomas,
Injil Filipus, Apokaliptik Paulus.

9 Jumlah pasti apokrifa masih diperdebatkan. Alkitab resmi Katolik, yaitu Latin Vulgate, memasukkan 1 Esdras,
2Esdras dan Doa Manasseh ke dalam apokrifa, sedangkan Konsili Trente menolak tiga kitab tersebut. Katolik
menganggap 1 dan 2 Esdras sebagai apokrifa. Lihat Nike Pamela, Studi Kritis Kitab-kitab Apokrifa Perjanjian Lama
(Surabaya: Skripsi Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya, tidak diterbitkan, 1998), 59.

8
Daftar nama kitab apokrifa Perjanjian Lama
TobitTambahan kitab Daniel
Yudit

1 Makabe

Tambahan kitab Ester

2 Makabe

Kebijaksanaan Salomo

1 Esdras

Yesus bin Sirakh

2 Esdras

Barukh

Doa Manasseh

Terjemahan standard:
Bruce M. Metzger, ed., The Oxford Annotated Apocrypha (New York:
Oxford University Press, 1977).
R. H. Charles, ed., The Apocrypha and Pseudepigrapha of the Old
Testament, 2 vols. (Oxford: Clarendon Press, 1913).
Terjemahan apokrifa dalam bahasa Indonesia telah diterbitkan oleh
Lembaga Biblika Indonesia (LBI) pada tahun 1976 dan 1993. Lembaga
Alkitab Indonesia (LAI) telah menerbitkan apokrifa beserta Alkitab PL
dan PB pada tahun 1994. Tafsiran masing-masing kitab apokrifa juga
telah diterbitkan pihak Katolik melalui penerbit Kanisius.
Pseudepigrafa
Istilah pseudepigrafa (lit. tulisan-tulisan palsu) dipakai karena kitabkitab tersebut memakai nama tokoh-tokoh PL yang besar sebagai penulis.
Hal ini bukan dimaksudkan sebagai penipuan publik, tetapi untuk memberi
kesan penting bagi kitab-kitab tersebut. 10 Para sarjana berbeda pendapat
tentang ketepatan istilah tersebut dan kitab-kitab mana saja yang termasuk
di dalamnya. Terlepas dari perdebatan tersebut dan dalam kaitan dengan
latar belakang PB, yang paling penting adalah pseudepigrafa yang ditulis
antara abad ke-2 SM sampai abad ke-1 M.
Kitab-kitab pseudepigrafa memberikan pencerahan tentang keberagaman
corak Yudaisme yang berkembang pada masa itu. Yudaisme tidak hanya
terkait dengan konsep Mesianis, tetapi juga ketertarikan terhadap isu
dualisme baik dan jahat, dan lain-lain. Selain itu, pseudepigrafa memiliki
pengaruh langsung terhadap PB. Beberapa teks dianggap berakar dari
tulisan pseudepigrafa, misalnya 1Pet 3:18-22 dan Yud 6 (dari 1Enoch dan
Testament of Naphtalie).

10 M. A. Manton, Kamus Istilah Sarjanai: Inggris-Indonesia (Malang: Gandum Mas, 1995), 120.

9
Daftar nama kitab pseudepigrafa yang penting
Apocalypse of Abraham

Testament of Abraham

Apocalypse of Daniel

Testament of Levi

Apocalypse of Elijah

Testament of Solomon

Assumption of Moses

Jubilees

Ascension of Isaiah

3, 4 Makabe

2, 3, 4 Baruch

Psalms of Solomon

1, 2, 3 Enoch

4 Ezra

Terjemahan standard:
R. H. Charles, ed., The Apocrypha and Pseudepigrapha of the Old
Testament, 2 vols. (Oxford: Clarendon Press, 1913).
James H. Charlesworth, ed., The Old Testament Pseudepigrapha,
2vols.(New York: Doubleday, 1983-1985).

Naskah Laut Mati11


Penemuan arkheologi paling penting dalam abad ke-20 adalah sekumpulan
tulisan kuno di daerah Laut Mati, yang tersimpan dalam 11 gua. Kumpulan
tulisan tersebut akhirnya terkenal dengan sebutan Naskah Laut Mati (Dead
Sea Scrolls). Tulisan tersebut merupakan perpustakaan masyarakat Qumran
yang hidup sekitar abad ke-2 SM sampai abad ke-1 M. Masyarakat Qumran
merupakan kelompok separatis keagamaan Yahudi yang memisahkan diri
dari pusat kehidupan di Yerusalem yang dianggap sudah sekuler. Mereka
berkumpul

bersama

dengan

menekankan

kepemilikan

komunal

dan

kesucian hidup. Mereka sangat menantikan intervensi ilahi yang akan


direalisasikan secara total pada jaman mereka.
Jenis tulisan yang ditemukan cukup bervariasi. Secara umum dapat dibagi
menjadi dua bagian: salinan seluruh kitab PL (kecuali Ester) dan tulisan
sektarian. Tulisan sektarian mencakup tata cara kehidupan masyarakat

11 Mahasiswa pemula sangat dianjurkan membaca buku Joseph A. Fitmyer, S. J., Responses to 101 Questions on the
Dead Sea Scrolls (New York: Paulist Press, 1992). Bagi yang ingin memperdalam topik ini direkomendasi untuk
membaca tulisan dari penulis yang sama, yaitu The Dead Sea Scrolls: Major Publications and Tools for Study, SBS 8
(Missoula, Mont.: Scholars, 1977).

10
Qumran,

tafsiran-tafsiran

PL

(pesher)

yang

sangat

berfokus

pada

masyarakat Qumran dan tulisan-tulisan keagamaan yang lain.


Kontribusi utama Naskah Laut Mati ada dua. Pertama, salinan-salinan PL
semakin menguatkan kredibilitas teks Ibrani PL yang seblumnya dipakai.
Prlu diketahui, sebelum penemuan Naskah Laut Mati pada tahun 1940-an,
salinan kuno PL tertua yang dipakai adalah Leningrad Codex yang ditulis
pada awal abad ke-11 M. Sebagian kritikus sempat meragukan kredibilitas
manuskrip ini. Setelah penemuan Naskah Laut Mati para kritikus mulai
meyakini kredibilitas Masoretic Text (edisi Alkitab PL yang dipakai secara
luas dan didasarkan terutama pada Leningrad Codex), terlepas dari
perbedaan minor yang ada antara Masoretic Text dan salinan Naskah Laut
Mati. Kedua, penemuan Naskah Laut Mati semakin memperkaya para
sarjana tentang keberagaman Yudaisme pada waktu itu. Yudaism memiliki
berbagai

aliran

dan

sekte.

Pengetahuan

ini

sangat

penting

untuk

membentengi para penafsir dari bahaya generalisasi, yaitu menganggap


suatu tulisan pasti mewakili seluruh pandangan pada waktu itu.

Daftar nama Naskah Laut Mati yang penting:


CD (Cairo Damascus = Dokumen Damaskus)
H (hoD*yoT = Mazmur-mazmur Ucapan Syukur)
M (m!lj*m*h = Kitab Peperangan)
p (pesher = Tafsiran)
apGen (Genesis Apocryphon = terjemahan bebas kitab Kejadian)
S (s#r#k

h^yy^j^d

MMT (m!qJ*T

= Peraturan Masyarakat)

m^a &c? h^TTor*h

= Kumpulan Perbuatan-

perbuatan Taurat)
Keterangan tambahan:
Penamaan Naskah Laut Mati biasanya terdiri dari nomer gua
tempat ditemukan naskah yang dimaksud, Q (simbol untuk

11
Qumran), jenis tulisan, nama kitab PL. Contoh: 1QpHab berarti
ditemukan di gua 1, jenis tulisan = tafsiran, dari kitab Habakuk.
Untuk jenis salinan PL biasanya hanya memakai nomer gua, Q,
nama kitab PL dan nomer salinan. Contoh: 1QIsa a berarti
ditemukan di gua 1, salinan kitab Yesaya, salinan nomer a.
Terjemahan standard:
G. Vermes, The Dead Sea Scrolls in English (edisi ke-2; New York:
Penguin, 1975).
A. Dupont-Sommer, The Essence Writings from Qumran

(London:

Basil Blackwell, 1961).

Tulisan Josephus
Flavius Josephus berasal dari keluarga imam. Pada tahun 60-an ia dipilih
untuk memimpin pasukan Yahudi dalam peperangan melawan penjajahan
Romawi. Ia sejak awal sudah kurang setuju dengan ide untuk perang
tersebut dan menyarankan bangsa Yahudi untuk menyerah (berdamai). Ia
akhirnya

ditangkap

jendral

Vespasianus

dan

dibawa

ke

Roma.

Ia

memprediksi bahwa Vespasianus akan menjadi kaisar Romawi. Setelah


prediksinya

terwujud,

ia

justru

mendapat

posisi

menguntungkan

di

kekaisaran Romawi. Tiga tulisan penting telah dihasilkan Josephus:


1) The Jewish War. Kitab berisi 7 jilid kisah peperangan bangsa Yahudi mulai
pemberontakan Makabe pada abad ke-3 SM, kontroversi penjajahan Siria
di bawah Anthiokus Epifanes sampai akhir abad ke-1 M.

12
2) The Antiquities of the Jews. Kitab ini berisi 20 jilid sejarah bangsa Yahudi
mulai dari Kejadian sampai kehancuran Yerusalem/bait pada tahun 70 M
serta akibat dari penghancuran tersebut.
3) Against Apion. Kitab ini merupakan autobiografi Josephus sekaligus
pembelaan terhadap tuduhan-tuduhan yang biasa ditujukan pada
bangsa Yahudi.
Ada dua kontribusi penting yang diberikan Josephus. Pertama, tulisan-tulisan
Josephus telah menjadi sumber utama untuk mengetahui sejarah bangsa
Yahudi pada masa intertestamental. Apa yang ditulis jauh lebih bermanfaat
daripada apa yang ada dalam kitab Makabe maupun tulisan historis
pengarang Romawi. Kedua, tulisan Josephus juga menyinggung beberapa
hal tentang Yesus dan kekristenan. Hal ini paling tidak meneguhkan
kredibilitas catatan Alkitab tentang topik-topik yang disinggung. Catatan
Josephus tentang kekristenan ini dikenal dengan istilah Testimonium Flavius
(lit. kesaksian Flavius). Ada beberapa kontroversi seputar kesaksian ini,
karena tulisan Josephus hanya dipelihara dan disalin oleh orang Kristen
serta ada indikasi kuat di beberapa bagian telah terjadi penambahan oleh
para penyalin Kristen.
Terjemahan standard:
H. St. J. Thackeray et al., eds., Josephus, Loeb Classical Library, 10
vols. (Cambridge: Harvard University Press, 1926-1965).
William Whiston, The Works of Josephus: Complete and Unabridged,
edisi baru (Peabody: Hendrickson, 1987).

Philo
Philo adalah seorang Yahudi yang hidup di Aleksandria (Mesir) pada tahun
20 SM 50 M. Ia menafsirkan hukum Musa berdasarkan perspektif filosofi
Yunani (Plato) sebagai usaha untuk menjembatani antara iman dan kultur
hellenistik (Yunani) waktu itu. Dualisme Plato 12 sangat mempengaruhi cara

12 Secara sederhana, dualisme Plato dapat dijelaskan sebagai pandangan yang membedakan antara yang tampak
(bentuk/form) dan yang tidak tampak (ide/idea). Yang tampak sifatnya tidak sempurna, sedangkan yang tidak tampak
sifatnya sempurna. Salah satu bagian dari tulisan Plato yang dapat menjelaskan konsep ini dengan baik adalah
Allegory of the Cave yang dicatat di Republic vii. 514A-517A. Lihat C. K. Barret, The New Testament Background,
62-65.

13
Philo menginterpretasikan Alkitab dan menghasilkan penafsiran yang biasa
disebut sebagai alegorisasi, yaitu bentuk penafsiran yang berusaha mencari
arti yang lebih dari sekedar arti hurufiah.
Sebagian sarjana mencoba menghubungkan tulisan Philo dengan Injil
Yohanes 1:1-18 atau surat Ibrani, tetapi hal itu masih bisa diperdebatkan.
Bagaimanapun, tulisan Philo tetap memegang peranan penting karena
mewakili paradigma bangsa Yahudi yang hidup di diaspora (perantauan),
apalagi golongan Yahudi ini jumlahnya cukup signifikan. Selain itu, Philo juga
mewakili kalangan intelektual Yahudi. Dari pemaparan ini sekali lagi terlihat
keberagaman Yudaisme abad ke-1 M. Istilah normative Judaisme yang
dahulu sering dipakai oleh sebagian sarjana memang benar-benar harus
dilupakan. Tidak ada satu tulisan yang mampu mewakili seluruh aliran dan
tradisi Yudaisme waktu itu.
Terjemahan standard:
C. D. Yonge, The Works of Philo: Complete and Unabridged, edisi baru
(Peabody: Hendrickson, 1993).
F. H. Colson et al., eds., Philo, Loeb Classical Library, 10 vols.
(Cambridge: Harvard University Press, 1929-1953).

Tulisan-tulisan penulis Yunani-Latin


Beberapa penulis Yunani dan Romawi juga turut memberikan gambaran lain
tentang situasi masa intertestamental, terutama dalam hal sejarah, politik,
kultur dan sosial. Berikut ini adalah beberapa penulis dan tulisan yang
penting:13

13 Diambil dari Warren Heard, New Testament Background dalam Introducing New Testament Interpretation,
diedit oleh Scott McKnight (Grand Rapids: Baker Book House, 1989), 23.

14
1) Polybius (203-120 SM) tentang sejarah dunia.
2) Diodorus Siculus (abad ke-1 SM) sebuah survei historis.
3) Strabo (64 SM 21 M) termasuk komentar tentang Palestina.
4) Livy (59 SM 17 M) secara khusus memperhatikan politik luar negeri
dan menyinggung tentang Palestina.
5) Tacitus (55 110 M) survei sejarah Yahudi sampai Perang Yahudi I
(Annals dan History).
6) Suetonius (69 140 M) biografi kaisar Roma dari Kaisar Agustus
sampai Kaisar Domitian (The Lives of the Caesars).
7) Appian (abad ke-2 M) tentang periode 133 27 SM).
8) Dio Cassius (155-235 M) tentang peristiwa antara 69 SM 46 M.
Catatan: Selain nama-nama di atas Cicero dan Plutarch juga perlu mendapat
perhatian serius.
Terjemahan standard:
Terjemahan masing-masing karya penulis di atas telah diterbitkan
oleh Loeb Classical Library atau Penguain Classicis.
Nag Hammadi
Pada tahun 1945 di daerah utara Mesir ditemukan sekitar 45 tulisan dalam
bahasa Coptic (bahasa Mesir yang lebih muda dan menggunakan huruf
Yunani). Kumpulan tulisan tersebut merupakan terjemahan dari dokumendokumen berbahasa Yunani yang ditulis pada abad ke-1 sampai ke-3 M.
Salah satu tulisan yang tekenal dari Nag Hammadi adalah Injil Thomas yang
berisi kumpulan ucapan Yesus tanpa narasi tertentu. Sebagian sarjana
menganggap tulisan ini berasal dari sumber yang lebih tua daripada kitab
Injil kanonik, tetapi pendapat ini sekarang mulai banyak diragukan.
Penemuan Nag Hammadi merupakan bahan penting dalam memahami
pemikiran

Gnostic

yang

sudah

berkembang

sejak

abad

ke-1

dan

menemukan bentuknya yang formal dalam Gnosticisme pada abad ke-2 M.


Semua

informasi

ini

memberikan

pencerahan

terhadap

beberapa

permasalahan dalam surat-surat PB yang diduga terkait dengan pemikiran


Gnostic, misalnya 1Yohanes
Tulisan para rabi

15
Tulisan para rabi merupakan sumber yang paling melimpah dan sulit untuk
dikuasai. Kumpulan tulisan tersebut ditulis dari 220-550 M. Tulisan para rabi
meliputi:
1) Midrash: tafsiran ayat per ayat dari Kitab Suci PL. Salah satu midrash
yang sangat penting adalah Midrash Rabbah. Mekilta (tafsiran kitab
keluaran) adalah midrash tertua (abad ke-2 M).
2) Targum: terjemahan PL ke dalam bahasa Aram.
3) Mishna: kumpulan tradisi lisan. Mishna terdiri dari dua bagian besar:
halakah (tradisi lisan yang terkait dengan hukum Taurat) dan haggadah
(bagian lain yang bersifat memberikan ilustrasi dan membangun).
Mishna ditulis sekitar tahun 170 M.
4) Gemara: tafsiran para nabi terhadap Mishna.
5) Talmud: tulisan tentang hukum yang meliputi Mishna dan Gemara. Ada
dua versi Talmud yang terkenal: Palestinian (Jerusalem) Talmud dan
Babylonian Talmud (edisi resmi para rabi). Jerusalem Talmud ditulis pada
abad ke-5 M, sedangkan Babilonian Talmud pada abad ke-6 M.
Hal penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan tulisan
para rabi adalah tahun penulisan yang jauh lebih modern daripada PB. Apa
yang tertulis dalam literatur tersebut belum tentu mewakili situasi Yudaisme
pada abad ke-1 M. Bagaimanapun, para sarjana biasanya menganggap
bahwa dalam kasus-kasus tertentu literatur para rabi dapat memberikan
pencerahan tentang situasi Yudaisme abad ke-1 M, terutama catatancatatan yang terkait dengan bait Allah. Tahun 70 M bait Allah sudah tidak
ada lagi, sehingga tidak ada bagi para rabi untuk mengubah tradisi yang
berkitan

dengan

bait

Allah.14

Para

mahasiswa

dianjurkan

untuk

menggunakan sumber ini secara hati-hati dan teliti, sehingga tidak terjebak
pada anachronisme, yaitu memasukkan situasi kehidupan modern (abad ke2 dan selanjutnya) ke dalam Alkitab.
Terjemahan standard:
Jacob Neusner, The Mishnah: A New Translation (New Haven: Yale
University Press, 1988).
Jacon Neusner, ed., The Talmud of the Land of Israel, 35 vols.
(Chicago: University of Chicago Press, 1982-1994).

14 Darrell L. Bock, Studying the Historical Jesus: A Guide to Sources and Methods (Grand Rapids/Leicester: Baker
Academic/Apollos, 2002), 37.

16
Israel Epstein, ed., The Babylonian Talmud, 35 vols. (London: Soncino,
1935-1948).
Inskripsi
Inskripsi (inscription) adalah dokumen yang ditulis di atas batu, tanah liat
maupun papirus (papyri = alat tulis dari batang pohon yang diiris halus).
Walaupun mayoritas inskripsi berisi hal-hal yang tidak terlalu signifikan,
tetapi sumber ini memberikan banyak pencerahan tentang kehidupan
sehari-hari pada masa intertestamental dan PB. Beberapa inskripsi juga
menyiratkan ekspresi dan isi iman sebagian bangsa Yahudi.
Terjemahan standard:
G. H. R. Horsley, New Documents Illustrating Early Christianity
(Sidney:

The

Ancient

History

Documentary

Research

Centre

Macquarie University, 1981-1987).


H. Koester and H. L. Hendrix, Archaeological Resources for New
Testament Studies (Philadelphia: Fortress).
A. Deissmann, Light from the Ancient East. Edisi ke-4.(Grand Rapids:
Baker Book House, 1978, c1922).

Secondary Sources
Sumber-sumber

ini

tetap

menjadi

bahan

yang

berharga,

karena

keterbatasan pengetahuan, waktu dan akses ke primary sources. Para


penulis secondary sources adalah para ahli yang secara khusus menyelidiki
primary sources secara seksama. Berikut ini adalah tulisan-tulisan sekunder
yang biasanya dipakai para sarjana.
M. Hengel, Judaism and Hellenism. 2vols. (Philadelphia: Fortress,
1974).
E. Schrer, The Histroy of the Jewish People in the Age of Jesus Christ
(175 BC-AD 135). Edisi revisi oleh G. Vermes dan F. Millar. 4 vols.
(Edinburg: T & T Clark, 1973-1987).
S. Safrai and M. Stern, eds., The Jewish People in the First Century. 2
vols. (Philadelphia: Fortress, 1974, 1976).
F. F. Bruce, New Testament History (New York: Doubleday, 1972).

17
E. Ferguson, Backgrounds of Early Christianity (Grand Rapids: William
B. Eerdmans Publishing Company, 1987).

Pedoman dalam pemakaian sumber


Tanpa bermaksud mengabaikan nilai penting semua literatur sumber, para
penafsir perlu memahami beberapa bahaya (kesalahan) yang biasa terjadi
pada saat menggunakan sumber tersebut.
1) Parallelomania.
Parallelomania merujuk pada kesalahan yang menganggap kesamaan
kosa kata antara PB dan primary sources selalu melibatkan unsur
peminjaman ide. Penafsir seharusnya membuka kemungkinan bahwa
suatu topik bisa saja menjadi topik yang umum pada waktu itu, sehingga
disinggung dalam beberapa literatur.
2) Generalisasi.
Kesalahan ini merujuk pada kebiasaan menganggap apa yang tertulis
dalam suatu literatur pasti mewakili seluruh pemikiran pada waktu itu.
Penafsir seharusnya memahami bahwa suatu tradisi/ajaran bisa memiliki
berbagai aliran.
3) Anachronism.
Kesalahan ini merujuk pada pemakaian sumber yang berasal dari waktu
yang lebih modern untuk merefleksikan situasi abad ke-1 M.

18

LATAR BELAKANG DUNIA PERJANJIAN BARU


(Bagian 2: Penjelasan Umum Tentang Situasi
Historis-Politis)
Pengetahuan tentang latar belakang dunia PB sangat diperlukan, karena
antara akhir masa PL sampai permulaan PB terbentang waktu sekitar 400
tahun. Masa ini biasanya disebut dengan istilah masa intertestamental (lit.
antar perjanjian; dari perspektif orang Kristen) atau masa bait Allah kedua
(dari perspektif orang Yahudi). Sebagian sarjana menyebut masa ini dengan
istilah The 400 silent years (400 tahun jaman diam), karena pada masa itu
Allah

tidak

berbicara

kepada

umat

Israel

seperti

pada

masa-masa

sebelumnya. Banyak teks PB yang tidak bisa dipahami tanpa mengetahui


latar belakang dunia PB ini.
Bagan sejarah bangsa Israel secara umum
PENCIPTAAN
PARA PATRIAKH
YOSUA
HAKIM-HAKIM
PEMERINTAHAN KERAJAAN-PECAHNYA KERAJAAN
KERAJAAN UTARA DIBUANG KE ASYUR
KERAJAAN SELATAN DIBUANG KE BABEL
KERAJAAN SELATAN KEMBALI DARI PEMBUANGAN
DI BAWAH PEMERINTAHAN MEDIA-PERSIA
PEMBANGUNAN BAIT ALLAH DAN TEMBOK YERUSALEM
PEMERINTAHAN YUNANI

19
PEMERINTAHAN ROMAWI

Keruntuhan monarki dan pembuangan15


Bacaan awal: 1Raja 12, 2Raja 17, 24-25; 2Taw 10, 36.
Masa Akhir Kerajaan Israel (745-720 SM)
Sesuai dengan nubuat para nabi (Am 7:7-9; Hos 13:11), kerajaan Israel di
utara pada akhirnya jatuh ke tangan Asyur (Assyria). Kejatuhan ini dipicu
oleh instabilitas dalam negeri Israel dan kekuatan raja Pulu/Tiglath-pileser
(2Raja 15:19) yang mulai menguasai daerah utara dan barat. Tiglath-pileser
memberikan 2 pilihan bagi daerah yang dikuasainya: membahas upeti
secara teratur, tetapi diperlakukan sedikit lebih lunak atau dikuasai
sepenuhnya oleh pejabat dan tentara Asyur yang terkenal sangat kejam dan
kuat (band. Yes 5:27). Setelah mengetahui isu kudeta yang direncanakan
oleh Hosea, raja Asyur langsung menaklukkan kerajaan Israel (2Raja 17:16). Situasi ini membuat penduduk Israel terbagi menjadi dua:
(1) Mereka yang dibuang ke ke Asyur (2Raja 17:6, 23b).
(2) Mereka yang tetap di daerah Utara, tetapi tinggal bersama-sama
dengan orang-orang dari daerah jajahan lain yang dibuang ke Samaria
(2Raja 17:24).
Masa Akhir Kerajaan Yehuda (621-587 SM).
Sama seperti kerajaan Israel, kerajaan Yehuda juga harus membayar pajak
pada Babel yang waktu itu menjadi negara adi kuasa dengan mengalahkan
dominasi Asyur dan Mesir. Zedekiah juga merencanakan kudeta dengan
bantuan Mesir, tetapi seluruh Yehuda akhirnya dihancurkan sepenuhnya
oleh Babel (2Raja 25; 2Taw 36). Situasi ini membuat penduduk Yehuda
terbagi menjadi tiga:
(1) Mereka yang dibuang ke Babel (2Raja 24:12-14).
(2) Mereka yang tinggal di daerah Selatan (2Raja 25:12).
(3) Mereka yang lari ke Mesir (2Raja 25:26). Di sana mereka mendirikan
bait Allah Elephantine.

15 Buku terbaik untuk pemula adalah karangan F. F. Bruce, Israel & the Nations: The History of Israel from Exodus
to the Fall of the Second Temple (rev. by David F. Payne; Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1997), 51-58, 7489. Untuk penjelasan yang lebih singkat tetapi bermanfaat, lihat Darrell L. Bock, Studying the Historical Jesus: A
Guide to Sources and Methods (Grand Rapids: Baker Academic, 2002), 79-106.

20
Runtuhnya kerajaan Babel (539 SM).
Setelah kematian Nebukadnezar, kejayaan Babel mulai runtuh. Para
penerusnya Ewil-Merodakh (2Raja 25:27-30), Nergal-sharezer dan bayi
Nabashi-Marduk tidak mampu mempertahankan kejayaan tersebut. Situasi
menjadi semakin genting dengan munculnya kerajaan Media sebagai
kekuatan baru di sebelah utara Babel. Sebuah upaya kudeta terhadap
Labashi Marduk, yang waktu itu masih bayi, pun dilakukan untuk mengatasi
situasi sulit di atas. Kudeta ini melahirkan pemimpin yang baru, yaitu
Nabonidus.
Salah satu cara yang dilakukan Nabonidus untuk mengantisipasi kekuatan
Media adalah dengan membangun jalur perdagangan di daerah utara.
Waktu dan perhatiannya lebih banyak diarahkan ke daerah utara, sehingga
ia menyerahkan pemerintahan di Babel kepada anak sulungnya yang
bernama Belshazar (Dan 5:30-31). Cara lain yang ditempuh adalah
melibatkan kerajaan kecil Persia yang dipimpin oleh raja Koresh yang jenius.
Koresh berhasil mengalahkan Media dan menggabungkannya dengan Persia,
sehingga daerah kekuasaan Korsy seringkali disebut dengan istilah MediaPersia.
Setelah kerajaan Media runtuh, aliansi antara Babel dan Persia dengan
sendirinya

juga berakhir. Sebaliknya Babel beraliansi dengan Lidya dan

Mesir untuk mengantisipasi kekuatan Media-Persia. Sesuai dengan nubuat


para nabi (Yes 13), Babel akhirnya jatuh ke tangan raja Koresh pada tahun
539 SM (band. Yes 40-55).
Kembali dari pembuangan Babel (550-465)
Kemenangan Koresh (Media-Persia) atas Babel merupakan penggenapan
rencana Allah

di

Yes

44:28; 45:1,

13; Yer 25:11-12.

Sebagaimana

pembuangan ke Babel merupakan kedaulatan Allah (Yer 20:4-6), kembalinya


bangsa Israel ke tanah Yehuda juga merupakan kedaulatan Allah (Ezra 6:3-5;
band. Yer 29:10). Rencana Allah ini direalisasikan melalui pemikiran raja
Koresh yang cerdik dan berusaha menyenangkan hati bangsa-bangsa yang
dijajah. Ada dua keputusan penting yang diterapkan raja Koresh pada
bangsa-bangsa yang dikalahkannya:

21
(1) Ia menghormati dewa/illah yang disembah oleh penduduk setempat. Ia
berpendapat bahwa respek eksternal (superfisial) kepada dewa setempat
tidak membawa kerugian apa-apa, sebaliknya ia akan mendapat respek
dan ketataan dari penduduk setempat.
(2) Ia memulangkan setiap orang buangan ke daerah asal mereka sendiri. Ia
berpendapat bahwa memerintah sekumpulan orang yang merasa puas
dengan

pemerintahannya

jauh

lebih

baik

dan

aman

daripada

memerintah orang-orang yang merasa tertindas.


Dengan dasar pemikiran tersebut, raja Koresh dan penerusnya mengijinkan
(dan membantu, 2Taw 36:22-23; Ezra 1:2-4) bangsa Yehuda kembali ke
tanah air mereka untuk membangun bait Allah. Bait Allah kedua ini selesai
dibangun pada tahun 515 SM. Ada tiga tahap pemulangan:
Pemulangan 1 --- Ezra 1-6; dipimpin Zerubabel, Shesbazar dan Jeshua --pembangunan bait Allah.
Pemulangan 2 --- Ezra 7-10; dipimpin Ezra --- reformasi Taurat dan
pelarangan kawin campur.
Pemulangan 3 --- Nehemia 1-13; dipimpin Nehemia --- tembok Yerusalem
dibangun.

Catatan tambahan: perseteruan Yahudi dan Samaria


Perseteruan antara bangsa Yahudi dan Samaria (Yoh 4:9b) sudah dimulai
sejak kerajaan Salomo terpecah menjadi dua. Akar historis ini semakin
diperparah oleh beberapa peristiwa: (1) bangsa Samaria kawin campur
dengan bangsa lain; (2) mereka menghalangi pembangunan Yerusalem dan
Bait Allah; (3) mereka mendirikan tempat ibadah sendiri di pegunungan
Gerizim di bawah pimpinan Manasseh, cucu imam besar Eliashib (band. Neh
13:28) atas izin Raja Darius III; (4) mereka hanya menerima kitab
Pentateukh.
Perubahan penting selama pemerintahan Persia
Ada empat perubahan penting yang terjadi pada periode ini (pemerintahan
Persia).16

16 Bock, ibid., 83.

22
1) Berdirinya synagogue (rumah ibadat orang Yahudi) yang digunakan
untuk mempelajari Taurat. Para sarjana menduga praktek ini - meskipun
belum tentu dalam arti bangunan sudah dimulai sejak pembuangan,
ketika bait Allah sudah tidak ada lagi. Setelah pembangunan bait Allah,
praktek ini masih tetap menjadi ciri khas bangsa Yahudi.
2) Berkembangnya bahasa Aram sebagai alat komunikasi (band. Neh 8:8).
3) Timbulnya sentralitas jabatan imam besar. Absennya raja, pemimpin
politik lain maupun para nabi membuat posisi imam besar semakin
signifikan. Situasi ini didukung oleh eksistensi bait Allah sebagai pusat
aktivitas seluruh bangsa Yahudi.
4) Pergeseran ide dalam Yudaisme (agama Yahudi) akibat perjumpaan
dengan agama-agama lain. Contoh: pengaruh konsep dualisme dan
peperangan

rohani

antara

kekuatan

jahat

dan

baik

dari

Zoroastrinianisme (salah satu agama yang dominan dalam masyarakat


Persia) dapat dilihat dari tulisan-tulisan Yahudi yang berkembang pada
masa intertestamental.
Masa pemerintahan Yunani (330-164 SM)17
Bersamaan dengan menurunnya kejayaan Persia, sebuah kekuatan baru
muncul, yaitu Makedonia. Philip II berhasil menguasai beberapa daerah
penting sebelum ia menyerahkan kepemimpinan pada anaknya, Aleksander
Agung, yang waktu itu baru berusia 20 tahun.

Dalam jangka waktu 12

tahun Aleksander Agung berhasil menguasai seluruh dunia, dari utara Afrika
sampai selatan Rusia, bahkan India. Ia meninggal pada usia 32 tahun (tahun
323 SM) karena demam (beberapa ahli sejarah menduga demam ini
disebabkan oleh malaria). Kepemimpinannya yang singkat telah membuat
perubahan besar pada dunia melalui program Hellenisasi, yaitu penerapan
kultur Yunani ke berbagai daerah jajahan. Aleksander Agung belajar filsafat
dan ideologi Yunani dari Aristoteles. Ia sangat terobsesi dengan kultur
Yunani, sehingga ia ingin menerapkan kultur tersebut di setiap daerah
jajahan.

Ia

membangun

banyak

kota

dengan

gaya

Yunani

dan

mengharuskan penduduk jajahan untuk berbicara dalam bahasa Yunani.


Sesudah ia meninggal, tampuk kekuasaan diserahkan pada keempat
jendralnya, karena ia tidak memiliki penerus tahta. Saudara tirinya, Philip,

17 Untuk ringkasan yang sangat berguna tentang jaman pemerintahan Yunani sampai Romawi, lihat Ralph P. Martin,
NT Foundations: Vol. I, 53-72.

23
menderita gangguan mental, sedangkan anaknya, Alexander, baru saja lahir
setelah ia meninggal. Di antara 4 jendral ini, hanya dua yang berkaitan
dengan sejarah Israel, yaitu Ptolemeus (menguasai Mesir) dan Seleukus
(menguasai Siria). Penerus mereka saling berebut daerah kekuasaan. Paling
sedikit ada 6 kali perang Mesir-Siria dan Israel selalu terlibat dalam
peperangan ini karena letak geografis yang berada di tengah-tengah.
Salah satu periode penting dalam sejarah bangsa Israel adalah ketika
mereka berada di bawah jajahan Antiochus Epiphanes IV, penerus dinasti
Seleukus. Ia menyebut diri dengan gelar Antiochus Theos Epiphanes (lit.
Antiokhus Pewujud Allah), tetapi orang menyebut dia Antiokhus Epimanes
(lit. Antiokhus Orang Gila). Program Helenisasinya yang sangat ambisius
merupakan tantangan terbesar bagi bangsa Israel. Banyak orang Yahudi
yang mati karena mempertahankan kemurnian iman mereka (band. Ibr
11:35). Berikut ini adalah beberapa tindakan Antiokhus Epifanes yang
sangat menyengsarakan bangsa Yahudi:
1) Ia menjualbelikan jabatan imam besar kepada siapa saja yang mau
membayar

tinggi

dan

berkomitmen

untuk

melancarkan

program

Hellenisasi.
2) Ia terus mendirikan gymnasium-gymnasium yang sudah dimulai oleh
penguasa dinasti seleukus sebelumnya, di mana orang-orang berolah
raga dengan telanjang. Hal ini merupakan tindakan yang sangat dikutuk
oleh Taurat. Praktek ini menyebabkan orang-orang Yahudi tidak bisa
menyembunyikan identitas bangsa mereka (sunat), kecuali mereka
melakukan operasi untuk menutupi itu (1Mak 1:14-15; 2Mak 4:10-17).
Selain gymnasium, ia juga banyak mendirikan tempat-tempat teater.
3) Ia pernah membunuh 40.000 orang Yahudi dan menawan ribuan wanita
dan

anak-anak

sebagai

budak.

Latar

belakang:

bangsa

Yahudi

mendengar rumor bahwa Antiokhus Epifanes terbunuh dalam sebuah


pertempuran ketika ia hendak menguasai Mesir. Bangsa Yahudi sangat
bersuka cita mendengar kabar tersebut dan mulai memberontak
terhadap Menelaus. Ternyata kabar tersebut tidak benar.
4) Ia memasuki Ruang Mahakudus untuk mempersembahkan seekor babi
betina dan memercikkan darah babi tersebut ke seluruh ruangan. Ia
mengubah Bait Allah menjadi kuil untuk dewa Zeus (1Mak 1:41-46; 2Mak
6:1-11; band. Dan 11:31).

24
5) Ia mengancam dengan hukuman mati semua orang Yahudi yang
memelihara hari Sabat dan menyunatkan anak mereka.
6) Ia mendirikan banyak mezbah di berbagai tempat untuk menghormati
dewa-dewa Yunani.
Situasi di atas semakin buruk dengan penarikan pajak yang sangat tinggi
dari bangsa Yahudi. Uang pajak ini sangat dibutuhkan Antiokhus Epifanes
untuk membayar upeti kepada Roma terkait dengan kekalahan perang yang
dialami

Seleukus

IV

(penguasa

dinasti

Seleukus

sebelum

Antiokhus

Epifanes).
Masa pemerintahan Hasmonean (167-165 SM)
Situasi

di

atas

telah

menimbulkan

ketidaksenangan

bangsa

Yahudi.

Pemberontakan dipelopori oleh sebuah keluarga imam yang bernama


Mattathias. Ia lalu bersembunyi dengan diikuti oleh ribuan orang Yahudi lain
dan mengadakan peperangan gerilya. Setelah kematian Mattathias, putra
ketiganya, Yudas, menggantikan dia sebagai pemimpin militer (1Mak 2:4270). Ia berhasil merebut beberapa daerah. Kehebatannya ini membuat ia
diberi gelar makabe, artinya palu. Oleh karena itulah pemberontakan ini
selanjutnya lebih dikenal dengan istilah pemberontakan Makabe. Dalam
pemberontakan ini ia banyak didukung oleh kaum Hashidim, yaitu golongan
orang saleh Yahudi yang memperjuangkan kesalehan hidup sesuai Taurat.
Yudas juga berhasil menahbiskan kembali bait Allah (164 SM). Peristiwa ini
selanjutnya diperingati sebagai hari raya Hanukkah (1Mak 4:36-39 dan Yoh
10:22).
Setelah kematian Yudas tahun 160 M, ia digantikan oleh saudarasaudaranya, yaitu Yonathan, lalu digantikan Simon. Pemerintahan dari Yudas
sampai para penerus berikutnya disebut dengan istilah dinasti Hasmonean
(nama nenek moyang Mattathias). Meskipun Simon berhasil menghapuskan
penjajahan Seleukus secara total, ia banyak tidak disukai bangsa Yahudi.
1) Ia membuat perjanjian damai dengan Roma.
2) Ia mengangkat dirinya menjadi imam besar, meskipun ia bukan dari
keturunan Zadok.
Dinasti Hashmonean selanjutnya terus mengalami dekadensi, biak secara
politis maupun moral. Golongan Hashidim yang dulu mendukung sekarang
menjadi oposisi. Menurut sebagian sarjana, sebagian golongan Hashidim
memilih memisahkan dan mengisolasi diri ke daerah Laut Mati. Mereka ini

25
selanjutnya dikenal dengan nama masyarakat Qumran atau kaum Essenes.
Sebagain dari mereka memilih untuk tetap tinggal di Yerusalem dan dikenal
dengan nama golongan Farisi.
Masa pemerintahan Romawi (63 SM - seterusnya)
Kerajaan Romawi sebenarnya sudah mulai menunjukkan dominasinya sejak
tahun 200 SM, tetapi penjajahan terhadap Palestina yang sesungguhnya
dimulai ketika pada tahun 63 SM Pompey, jendral Romawi, berhasil merebut
Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan dinasti Hasmonean.
Salah satu aspek penting pemerintahan Romawi atas bangsa Yahudi adalah
kekuasaan Herodes Agung, anak Antipater, putra mantan bupati Idumea
pada jaman diniasti Hashmonean. Ia diangkat oleh Senat Romawi menjadi
raja atas bangsa Yahudi setelah usaha pemberontakan Antigonius, salah
satu keturunan dinasti Hashmonean, berhasil ditumpas oleh Roma. Herodes
berusaha mengambil hati bangsa Yahudi dengan cara membangun bait
Allah yang dimulai sejak 20 SM (band. Yoh 2:20). Pada akhir hidupnya ia
menjadi sangat pencuriga dan kejam. Ia membunuh semua anggota
keluarga atau orang dekatnya yang dianggap bisa merebut tahta. Kaisar
Agustus berkata lebih baik menjadi babi (huis) Herodes daripada menjadi
anak (huios) Herodes (band. Mat 2:1-18).
Setelah kematian Herodes Agung (4 SM), Roma membagi kerajaan kepada
putra-putranya: Arkhelaus (Yudea, Samaria dan Idumea; Mat 2:22), Philip
(Iturea dan Trachonitis; Luk 3:1), Antipas (Galilea dan Perea; Mat 14:1-12;
Mar 6:14-29; Luk 3:1; 13:31-35; 23:7-12). Tahun 6 M pemerintahan
Arkhelaus dihentikan oleh Roma dan daerahnya diubah menjadi propinsi
yang dipimpin oleh procurators. Di antara prokonsul ini adalah Pontius
Pilatus.
Agrippa, salah seorang cucu Herodes yang bersekolah di Roma, merupakan
sahabat lama Gaius Caligula. Setelah Caligula menjadi kaisar Romawi,
Agrippa diangkat menjadi raja atas seluruh Palestina. Agrippa berusaha
mengambil hati bangsa Yahudi dengan mengadopsi kebiasaan Yahudi,
mencetak uang tanpa gambar kaisar dan menganiaya orang Kristen (band.
Kis 12:1-12). Setelah kematiannya tahun 41 M, daerahnya diubah menjadi
propinsi di bawah procurators. Agrippa II, anaknya, akhirnya diangkat
sebagai gubernur atas Kalkis dan daerah utara (band. Kis 25:26-32).

26
Tahun 60-an M, bangsa Yahudi melancarkan perang terhadap Roma yang
terkenal dengan sebutan Perang Yahudi I. Tahun 70 M Yerusalem berhasil
dikuasai penuh dan bait Allah dihancurkan (Mat 23:38-24:2) oleh tentara
Roma di bawah kepemimpinan jendral Titus. Penghancuran bait Allah ini
merupakan penggenapan nubuat yang diucapkan oleh Yesus (Mat 24:2; Mar
13:2; Luk 19:44; 21:6).

LATAR BELAKANG DUNIA PERJANJIAN BARU


(Bagian 3: Penjelasan Umum Tentang Situasi
Religius-Kultural)
Golongan Farisi
Golongan Farisi mungkin pecahan kaum Hasidim yang memilih untuk tetap
tinggal di Yerusalem setelah dekadensi moral dinsti Hashmonean. Mereka
dianiaya pada jaman Alexander Janneus, tetapi kemudian mendapat
kedudukan di Sanhendrin pada zaman Salome Alexandra. Karakteristik:
mengaku memiliki tradisi lisan Taurat; lebih menekankan penyelidikan
Taurat daripada ibadah kurban; memiliki pengaruh besar di kalangan
masyarakat

bawah.

Orang-orang

Farisi

yang

sering

dikritik

Yesus

kemungkinan besar tidak mewakili seluruh ke-Farisi-an (band. Fil 3:5; Gal
1:14).
Golongan Saduki
Golongan Saduki terdiri dari para imam dan aristokrat. Karakteristik: lebih
mementingkan kekuasaan politik; lebih terbuka terhadap Hellenisasi; punya
kekuasaan di bait Allah; hanya menerima kitab Pentateukh (KejadianUlangan); tidak percaya kebangkitan dan malaikat (Mat 22:23-33).
Proselit and Orang yang Takut Akan Allah
Proselit (Proselytes) adalah orang-orang non-Yahudi yang memeluk agama
Yahudi. Keanggotaan penuh menuntut sunat, baptisan dan persembahan
bait Allah. Mereka yang tidak mau mempraktekkan sunat, dikategorikan
sebagai orang yang takut akan Allah (God-fearers; band. Kis 10:2, 22, 35;
13:16, 26). Orang yang takut akan Allah tetap harus mengunjungi
synagogue, memeluk monotheisme dan mempraktekkan etika Yahudi.

27
Synagogue
Penulis PB memakai kata sunagwgh, untuk rumah ibadat dan i`ero,j atau
nao,j untuk bait Allah. Synagogue merupakan pusat kehidupan sosial dan
religius sebagian besar bangsa Yahudi. Beberapa sarjana menduga ibadah
rumah

yang

dipraktekkan

gereja

mula-mula

diadopsi

dari

praktek

synagogue. Orang Yahudi memakai dua tempat tersebut untuk beribadah,


tetapi ada beberapa perbedaan mendasar yang perlu diketahui: 18

Synagogue
Berjumlah banyak dan tersebar di

Hanya

mana-mana.

Yerusalem

Yahudi

Setiap

dewasa

10

bisa

laki-laki

satu

Bait Allah
dan
berpusat

di

membentuk

sebuah synagogue
Fokus ibadah terletak pada pujian,

Fokus

doa dan penyelidikan Taurat

pemberian kurban dan peringatan

Didominasi oleh pengajar (rabi)

hari raya
Didominasi oleh para imam

ibadah

terletak

pada

Pengharapan Mesianis
Konsep mesianis terus berubah seiring dengan situasi bangsa Yahudi pada
periode tertentu. Secara umum, pada masa intertestamental, konsep
mesianis yang mendominasi adalah Mesias secara politik yang akan
membebaskan bangsa Yahudi dari penjajahan bangsa kafir (band. Mat
16:21-23; Kis 1:6). Konsep Mesias Yang Menderita (The Suffering Messiah)
merupakan batu sandungan bagi orang Yahudi untuk percaya (band. 1Kor
1:20-21).
Sikap pemerintah Romawi terhadap agama-agama
1) Pemerintah Romawi umumnya memegang kesatuan agama-negara
(band. penyembahan kaisar yang diyakini sebagai wakil Allah).
2) Mereka sangat menghargai semua agama yang penting agama tersebut
tidak menentang penyembahan kepada kaisar. Agama yang menyetujui
disebut religio licita dan yang menentang sebagai religio illicita.
3) Mereka sangat menghindari pertikaian antar agama. Sikap ini merupakan
bagian dari program pax Romana (kedamaian Romawi).

18Lihat

Ralph P. Martin, New Testament Foundations: A Guide for Christian Students, Vol. 1 (Grand Rapids: Wm.
B. Eerdmans Publishing Company, 1975), 80-83.

28
4) Penduduk Roma sendiri umumnya terbuka untuk mendengarkan hal-hal
yang baru (band. Kis 17:16-21). Tidak heran semua agama bisa
bertumbuh

di

kekaisaran

Romawi

dan

terjadi

sinkretisisme

(penggabungan dua ajaran agama atau lebih).


5) Situasi keagamaan Romawi juga diwarnai oleh berkembangnya agamaagama misteri yang mementingkan relasi personal dengan dewa,
kesatuan dengan pengikut lain dan ibadah seksual sebagai ekspresi
keagamaan tertinggi.

Bahasa
Bahasa sehari-hari orang Yahudi adalah bahasa Aram, sedangkan bahasa
Ibrani hanya dipakai dalam konteks keagamaan. Bahasa Latin merupakan
bahasa resmi pemerintahan Romawi. Mayoritas (semua?) bangsa Yahudi
bisa berbahasa Yunani. Di diaspora komunikasi dilakukan dalam bahasa
Yunani. Karena itulah semua kitab PB ditulis dalam bahasa Yunani, sehingga
banyak orang bisa membaca kitab-kitab tersebut.
Filsafat
Stoicisme
Dewa tertinggi adalah Zeus. Semua manusia adalah keturunan Zeus (band.
Kis 17:28). Etika stoicism sangat anthroposentris, yaitu melalui disiplin diri
manusia mampu mendapatkan apa yang diinginkan dan menghindari apa
yang patut dihindari. Manusia tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu di luar
dirinya (band. Fil 4:11-13).
Epicurianisme
Epicurianism lebih menekankan kesenangan (band. 1Kor 15:33), namun
kesenangan ini tidak selalu berupa pemuasan hawa nafsu. Bertahan
dalam penderitaan yang panjang pun bisa disebut sebagai kesenangan.
Epicurianism tidak mempercayai kebangkitan orang mati (band. Kis 17:18,
32; 1Kor 15:12, 33?).

29
Gnosticisme
Penekanan terletak pada pengetahuan (gnosis; band. surat 1 Yohanes).
Pengetahuan ini diraih lebih secara mistis melalui persatuan antara manusia
dan dewa. Gnosticisme juga mengajarkan konsep dualisme: jiwa harus
dibebaskan dari tubuh yang jahat sampai jiwa tersebut masuk dalam diri
Allah dan menjadi ilahi.

Kanonisasi Perjanjian Baru


Topik tentang kanonisasi (baik PL maupun PB) merupakan sesuatu yang
sangat fundamental, karena berhubungan dengan keyakinan bahwa Alkitab
adalah Firman Tuhan. Di sisi lain, topik ini juga menjadi salah satu topik yang
paling diperdebatkan dalam studi PB. 19 Berkaitan dengan hal ini, ada dua
macam pertanyaan yang perlu dicermati. 20Pertama, pertanyaan historis.
Bagaimana 27 kitab PB akhirnya diakui sebagai tulisan yang otoritatif dan
berbeda dengan tulisan-tulisan lain pada abad-abad permulaan? Apakah
yang melatarbelakangi gereja untuk memiliki deretan kitab-kitab tertentu
yang dianggap berotoritas? Kedua, pertanyaan sarjanais. Mengapa hanya
27 kitab yang diakui? Apakah kriteria yang dipakai untuk menentukan hal
tersebut? Apakah hubungan antara kanonisasi dan inspirasi (pengilhaman)
suatu kitab? Apakah keputusan gereja kuno tentang 27 kitab PB mutlak
untuk diikuti oleh gereja sekarang?
Terminologi21

19 Harry Y. Gamble, Yhe New Testament Canon: Its Making and Meaning (Philadelphia: Fortress Press, 1985), 13.
20 Carson, Moo, Morris, An Introducton, 487. Gamble membahas 3 pertanyaan: historis, literary dan sarjanais.

30
Istilah kanon berasal dari bahasa Inggris canon yang berakar dari kata
Yunani kanw,n. Kata kanw,n sebenarnya berasal dari kata kane dalam
rumpun Semit yang berarti tongkat atau buluh. Selanjutnya kata
tersebut mengalami perubahan arti menjadi tongkat pengukur. Secara
metaforis, kata kanw,n merujuk pada pedoman atau standard dalam
berbagai bidang, misalnya seni, etika maupun ilmu pengetahuan. Kata
kanw,n selanjutnya juga bisa berarti daftar atau tabel, yang pada waktu
itu terkait dengan pengukuran sesuatu, misalnya pengukuran dalam bidang
aritmatika.
Pemakaian istilah kanw,n dalam kekristenan juga menunjukkan fenomena
yang sama. Pada abad ke-1 sampai ke-3 M, istilah kanw,n merujuk pada isi
iman Kristen yang bersifat normatif, baik dalam hal etika maupun doktrin.
Baru pada abad ke-4 istilah tersebut dipakai untuk daftar kitab-kitab yang
diakui sebagai ukuran/pedoman bagi orang Kristen.

Kata kanw,n muncul dalam PB sebanyak 4 kali dalam dua teks.


2 Korintus 10:13-16; Sebaliknya kami tidak mau bermegah melampaui
batas, melainkan tetap di dalam batas-batas daerah kerja (tou/ kano,noj)
yang dipatok Allahjika dibandingkan dengan daerah kerja (to.n kano,na)
yang dipatok untuk kami dan tidak bermegah atas hasil-hasil yang dicapai
orang lain di daerah kerja (kano,ni) yang dipatok untuk mereka.
Gal 6:16Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan
(kano,ni) ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan
atas Israel milik Allah.
Catatan: terjemahan daerah kerja di 2Kor 10:13-16 kurang tepat.
Batasan/pedoman di sini sebenarnya lebih ke arah batasan secara sarjanais

21 Untuk ringkasan yang sangat berguna tentang terminology, lihat Gamble, 15-18. Pembahasan yang lebih teknis,
lihat .H. W. Beyer, kanw,n, TDNT 3 (1965), 596-602.

31
(baca: pedoman misi Paulus yang ditentukan Allah adalah ke daerah yang
belum dijangkau orang lain) daripada geografis.
Latar belakang historis
Penentuan kanon PB merupakan suatu proses yang panjang. Pada abadabad permulaan berbagai tulisan (bukan hanya 27 kitab PB) juga tersebar di
kalangan gereja-gereja. Gereja akhirnya termotivasi untuk memiliki jumlah
tulisan otoritatif yang jelas. Faktor-faktor apakah yang mendorong gereja
waktu itu untuk memiliki batasan yang jelas tentang tulisan-tulisan yang
dianggap sebagai Firman Tuhan? Berikut ini adalah beberapa kemungkinan
yang diusulkan oleh para sarjana. 22
(1) Tradisi pembacaan kitab suci dalam ibadah (bacaan publik).
Sejak jaman gereja mula-mula, orang Kristen mengadopsi kebiasaan
ibadah di synagoge. Salah satunya adalah pembacaan bagian-bagian
tertentu dari Kitab Suci di depan jemaat dan selanjutnya diikuti dengan
penafsiran atau penjelasan terhadap bagian tersebut. Dalam 1Tim 4:13
Paulus

menyebut

praktek

ini

dengan

pembacaan

itu

(th/|

avnagnw,sei) yang dalam berbagai versi bahasa Inggris diterjemahkan


pembacaan Kitab Suci. Tradisi ini menuntut gereja untuk hanya
membacakan tulisan-tulisan yang memang diyakini merupakan Firman
Tuhan.
(2) Perkembangan beberapa bidat (ajaran sesat).
Sejak jaman para rasul sampai abad ke-4 M, ajaran sesat selalu
muncul. Gereja merasa perlu untuk memiliki pedoman (baca: Firman
Tuhan) dalam mengevaluasi suatu ajaran. Ada banyak ajaran sesat
yang berkembang waktu itu, tetapi yang paling relevan dengan
pembahasan sekarang adalah sebagai berikut:
(a) Montanisme.23
Ajaran ini dipopulerkan oleh Montanus. Karakteristik ajaran ini
adalah penekanan yang berlebihan pada karunia roh. Mereka
memiliki dua orang nabi yang berfungsi sebagai penerima wahyu
langsung dari Allah. Mereka menganggap bahwa wahyu tersebut
merupakan Firman Tuhan yang paling otoritatif. Fenomena ini mau
tidak mau memotivasi gereja untuk memberikan penekanan pada

22 Norman L. Geisler and William E. Nix, A General Introduction to the Bible (Chicago: Moody Press, 1968), 179181.

23 Carson, et al., An Introduction, 492.

32
wahyu yang tertulis dan menggunakan wahyu tersebut untuk
menilai ajaran Montanisme.
(b) Gnosticisme (Kristen).
Pemikiran Gnostis yang sudah ada pada abad ke-1 M telah
menjadi sebuah isme pada abad ke-2 M. Filsafat ini selanjutnya
juga meracuni sebagian orang Kristen. Mereka terjebak pada
sinkretisisme antara kekristenan dan Gnosticisme. Pengaruh dari
ajaran sesat ini bisa dilihat dari berkembangnya sejumlah tulisan
Kristen yang bernuansa Gnostis, misalnya Injil Thomas.
(c) Marcionisme.
Bidat ini merupakan faktor utama dan yang lebih menentukan
kesadaran gereja tentang perlunya kanon. Marcion, pendiri ajaran
ini, mengajarkan bahwa Allah di PL berbeda dengan Allah di PB. Ia
menolak segala sesuatu yang berbau PL atau ke-Yahudian. Sekitar
tahun 140 M, Marcionisme menentukan tulisan-tulisan yang
menurut mereka adalah Firman Tuhan. Banyak kitab-kitab kanonik
yang tidak diakui oleh mereka. Beberapa yang diakui pun sudah
diedit oleh mereka, sehingga sesuai dengan ajaran mereka.
(3) Pertimbangan misi.
Sejak abad ke-1 M gereja terus mengalami perkembangan. Hampir
seluruh Asia Kecil, Eropa, dan Afrika telah mendengar Injil. Hal ini
menuntut gereja-gereja yang baru untuk memiliki salinan atau
terjemahan dari tulisan-tulisan yang dianggap berotoritas. Mengingat
proses penulisan pada waktu itu bukanlah sebuah proses yang mudah
dan murah, mereka perlu memprioritaskan tulisan-tulisan mana yang
perlu disalin/diterjemahkan. Tuntutan ini menjadi lebih jelas jika
dikaitkan dengan poin sebelumnya tentang perkembangan bidat.

(4) Penganiayaan.
Pemerintah Romawi sering mengeluarkan peraturan yang merugikan
kekristenan. Orang Kristen menjadi objek penganiayaan. Salah satu

33
peraturan tersebut adalah Diocletian Edict, awal abad ke-4 M, yang
melarang kepemilikan tulisan-tulisan yang dianggap suci (Firman
Tuhan) oleh orang Kristen. Yang melanggar hukum ini akan dicabut hakhak mereka sebagai warga negara atau kebebasan mereka. Situasi ini
memotivasi orang Kristen untuk mengetahui dengan jelas tulisan apa
saja yang memang termasuk Firman Tuhan. Mereka pasti tidak mau
mengambil resiko dengan memiliki tulisan yang bukan Firman Tuhan.
(5) Salah satu faktor penting ikut mempengaruhi adalah rentang waktu
yang semakin jauh dengan jaman Yesus dan para rasul. 24 Sepeninggal
Yesus dan para rasul, orang Kristen tidak lagi memiliki tokoh yang bisa
dijadikan sumber/pedoman utama. Para rasul memang memiliki
penerus-penerus, tetapi otoritas mereka berbeda. Semua penerus itu
pun akhirnya juga meninggal dunia. Hal ini bisa mengganggu transmisi
tradisi lisan yang berakar pada Yesus. Rentang waktu yang semakin
panjang bisa membuat suatu tradisi lisan menjadi rancu. Gereja perlu
memiliki pedoman tradisi yang lebih permanen, yaitu tradisi tertulis.
Berdasarkan kebutuhan ini, gereja termotivasi untuk memelihara
tulisan-tulisan yang memang berasal dari abad ke-1 dan memang
merupakan Firman Tuhan.
Sejarah kanonisasi PB
Seperti sudah disinggung sebelumnya, kanonisasi PB merupakan proses
yang panjang. Gereja membutuhkan 4 abad sebelum akhirnya memiliki
daftar yang permanen. Semua informasi tentang proses ke arah itu didapat
dari tulisan para bapa gereja. Untuk memudahkan pemahaman, sejarah
kanonisasi PB dapat dibagi menjadi 3 tahap: pengakuan oleh para rasul,
pengakuan oleh individu dan pengakuan oleh gereja-gereja.

24Ibid., 494.

34
Pengakuan oleh para rasul
Kanonisasi final memang terjadi di abad ke-4 M, tetapi pemikiran untuk
membedakan suatu tulisan bersifat otoritatif atau tidak sebenarnya sudah
ada sejak jaman para rasul. Di satu sisi, para rasul memberi peringatan
terhadap tulisan-tulisan tertentu yang sebenarnya bukan Firman Tuhan
(band. 2Tes 2:1-3a). Di sisi lain, para rasul menuntut penghargaan yang
tinggi terhadap tulisan-tulisan tertentu yang dianggap Firman Tuhan (band.
Kol 4:16; 1Tes 5:23; Wah 1:3). Petrus juga mengakui tulisan Paulus sebagai
bagian dari Kitab Suci (2Pet 3:15-16).
Pengakuan oleh individu-individu
Pengakuan terhadap nilai otoritas suatu tulisan dapat dilihat dari sikap
bapa-bapa gereja terhadap tulisan tersebut. Fenomena pengutipan tulisan
tertentu dalam karangan bapa gereja paling tidak mengindikasikan bahwa
mereka menghargai tulisan yang dikutip tersebut. Walaupun hal ini penting,
namun ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan:
(1) Absennya kutipan dari suatu kitab oleh seorang bapa gereja tidak
menunjukkan bahwa bapa gereja tersebut tidak mengakui otoritas
maupun tidak mengenal kitab tersebut. Bapa gereja memang banyak
mengutip dari kitab-kitab PB, tetapi tidak semua mereka mengutip dari
setiap kitab. Contoh: Polycarp (Polikarpus), sekitar tahun 150 M, tidak
memiliki kutipan dari Injil Lukas, tetapi ini tidak membuktikan bahwa ia
menolak otoritas atau tidak mengenal eksistensi Injil Lukas.
(2) Pengutipan memang mengindikasikan penghargaan terhadap sumber
yang dikutip, tetapi penghargaan tersebut tidak selalu pada tahap
meyakini sumber tertulis sebagai Kitab Suci. Contoh: Yudas mengutip
dari kitab pseudepografa (1Enoch) yang tidak diakui otoritasnya oleh
orang Yahudi maupun gereja mula-mula.
Tokoh
Polycarp
Justin Martyr

Tahun
150
140

Kitab PB yang dikutip


Matius, Yohanes, Roma-Timotius, 1Petrus,
1dan 2 Yohanes
Matius-Yohanes,

semua

surat

Paulus

(kecuali Filipi dan 1Timotius), 1Petrus dan


Wahyu

35
Ireneaus
Clement

dari

Aleksandria

170

Semua kitab PB, kecuali Filemon, Yakobus

200

dan 2Petrus
Semua kitab PB, kecuali 2Timotius dan

2Yohanes
Pengakuan oleh gereja

Pengakuan terhadap otoritas suatu kitab oleh gereja dapat dilihat dari:
(1) Salinan dan terjemahan suatu kitab. Penyalinan dan penerjemahan suatu
kitab mengindikasikan penerimaan kitab tersebut oleh suatu komunitas
yang menggunakan salinan/terjemahan tersebut. Asumsi ini memang
tidak selalu mutlak bisa dibenarkan, tetapi tendensi ke arah sana cukup
beralasan.
(2) Konsili.
Tabel salinan/terjemahan kuno
Nama

Tahun

Keterangan

Kitab PB yang
disalin/diterjemahk

The

Old

pra 200

Syriac

Terjemahan kuno PB yang

an
Semua kitab

sudah disirkulasikan di Siria

kecuali 2Petrus, 2

pada

dan

abad

Terjemahan
The Old Latin

The

pra 200

170

Muratorian
Canon
Codex
Barococcio

206

ke-4
ini

M.

menjadi

PB,

3Yohanes,

Yudas, Wahyu

pegangan bagi gereja Timur


Terjemahan
ini
menjadi

Semua

pegangan bagi gereja Barat

kecuali

kitab

PB,

Ibrani,

Yakobus,

Ini merupakan daftar kanon

2Petrus
Identik

dengan

yang

The Old Latin

tertua

selain

versi

Marcion
Nama lain dari ini adalah

Semua

The Sixty Books

dan

kitab

PB,

dan

PL

kecuali

Esther dan Wahyu


Keterangan:
Dari pengakuan oleh individu maupun gereja seperti tersebut di
atas terlihat bahwa semua kitab PB telah dikutip oleh orang yang
berbeda. Absennya suatu kitab PB dalam suatu tulisan kuno tidak

36
berarti bahwa kitab tersebut tidak diakui otoritasnya. Ada banyak
alasan yang bisa dikemukakan untuk menjelaskan fenomena
tersebut. Bagi mahasiswa yang ingin mengetahui hal ini, silahkan
membaca buku Brooke Foss. Westcott D. D., A General Survey of
the History of the Canon of the New Testament (edisi ke-6;
Cambridge and London: MacMillan and Co., and New York, 1889).
Pengakuan oleh konsili
Pengakuan

oleh

konsili

merupakan

proses

yang

terpenting

dalam

kanonisasi. Keputusan tersebut menunjukkan persetujuan (keyakinan)


mayoritas gereja terhadap nilai otoritas kitab-kitab PB. Walaupun pada masa
sebelumnya beberapa kitab belum mendapat pengakuan yang jelas (disebut
antilegomena; lit. spoken against, misalnya Yakobus, 2Petrus, 2 dan
3Yohanes dan Yudas), namun kitab-kitab tersebut akhirnya diakui dalam
beberapa konsili. Bishop Athanasius, 367 M, yang dikenal sebagai Bapa
Ortodoksi menerima 27 kitab PB. Pengakuan serupa juga diambil dalam
konsili Hippo (393 M) dan Carthage (397 M).
Kriteria kanon
Relasi antara otoritas kitab (inspirasi) dan pengakuan gereja (kanonisasi)
perlu dipahami sebelum membahas kriteria kanon. Suatu kitab memiliki
nilai otoritatif (diinspirasikan), karena itu diakui sebagai kanon, bukan
sebaliknya. Gereja tidak menentukan suatu kitab berotoritas atau bukan.
Gereja hanya mengakui otoritas inherent suatu kitab. Presuposisi inilah yang
membedakan antara Kristen Protestan dan Roma Katolik. Berdasarkan
pemahaman di atas, beberapa sarjana kurang sepakat dengan istilah
kriteria. Bagaimanapun, istilah kriteria tetap bisa dipertahankan, tetapi
dengan pemahaman bahwa gereja hanya memakai hal tersebut sebagai
pedoman. Intinya adalah inspirasi suatu kitab.
Ada tiga kriteria utama yang dipakai: wibawa apostolik, ortodoksi dan
tradisi. Masing-masing kriteria tersebut tidak bisa dipisahkan dan dianggap
mutlak pada dirinya sendiri.
Wibawa apostolik/profetik

37
Menurut kriteria ini, suatu kitab yang dianggap berotoritas pasti ditulis oleh
hamba Allah, karena Allah hanya mengilhami hamba-Nya. Kitab-kitab
kanonik adalah tulisan-tulisan yang memiliki hubungan dengan para rasul.
Injil Markus dan Injil Lukas memang tidak ditulis oleh para rasul, tetapi para
penulisnya diasosiasikan dengan para rasul (Markus dengan Petrus,
sedangkan Lukas dengan Paulus). Kriteria ini merupakan kriteria utama
yang dijadikan pedoman.

Ortodoksi
Menurut kriteria ini, suatu kitab dianggap berotoritas jika tidak mengandung
pengajaran yang bertentangan dengan wahyu Allah yang lain. Beberapa
tulisan yang berkembang pada waktu itu memakai nama (mengasosiasikan
diri dengan) para rasul. Terlepas dari kebenaran asosiasi tersebut yang
masih diragukan, penolakan terhadap tulisan tersebut didasarkan pada
isinya yang bertentangan dengan iman Kristen. Contoh: Injil Petrus ditolak
oleh Seraphion (190 M) karena mengajarkan konsep doketisme, yaitu
pandangan yang mengajarkan bahwa Yesus bukan manusia sejati. Yesus
hanya terlihat seperti manusia atau memakai tubuh manusia.

Tradisi
Menurut kriteria ini, otoritas suatu kitab dapat dilihat dari penyebaran
(pemakaian) kitab tersebut oleh mayoritas gereja. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa penerima mula-mula suatu kitab pasti sudah mengetahui
apakah kitab tersebut benar (diverifikasi oleh para rasul) atau ditulis oleh
para rasul sendiri. Setelah itu, kitab tersebut menuntut penerimaan dari
gereja secara luas. Dengan kata lain, jikalau suatu kitab tersebar secara
meluas itu mengindikasikan sikap gereja terhadap kitab tersebut. Contoh:
terlepas dari perdebatan tentang identitas penulis kitab Ibrani, Jerome tetap
menerima otoritas kitab tersebut dengan dasar penerimaan gereja secara
luas terhadap kitab Ibrani.

38

Anda mungkin juga menyukai