PENULIS DAN PEMBACA • ADANYA JURANG BUDAYA ANTARA PENULIS DAN PEMBACA APA ITU TAFSIR ALKITAB
• CARA/ METODE UNTUK MEMPERMUDAH
MENGERTI ISI ALKITAB • UPAYA MEMBANGUN JEMBATAN KARENA ADANYA JURANG SEJARAH, BUDAYA ANTARA PENULIS DAN PEMBACA • MENANGKAP PESAN ATAU INTI TEKS PADA MASA ITU, DAN MERELEVANSIKAN UNTUK MASA SEKARANG • KEGIATAN MURNI OLAH OTAK SEHINGGA TAFSIR ITU DIGUNAKAN UNTUK MENYUSUN KHOTBAH, PA, RENUNGAN, CERAMAH MODEL-MODEL TAFSIR Pendekatan-pendekatan Kritis Hermeneutik Teks Kitab Suci sebagai: • “jendela” (teropong, atau lubang kunci, atau jembatan) • “cermin” (atau permukaan air bening). Kalau dipandang sebagai jendela, si penafsir melalui teks melihat jauh ke belakang, kepada sejarah teks, sejarah si penulisnya atau komunitasnya dan sejarah di dalam teks―ini disebut tafsir dengan pendekatan diakronik (“melintasi waktu”).
Kalau teks dilihat sebagai cermin, si penafsir melihat dirinya ada
bersamaan dengan dan di dalam teks (sebagaimana orang bercermin)― ini disebut tafsir dengan pendekatan sinkronik (“bersamaan waktu”). 1. KRITIK SEJARAH Pendekatan ini menaruh perhatian pada sejarah dari teks dan sejarah di dalam teks. SEJARAH DI DALAM TEKS, SEJARAH DARI TEKS, berkaitan menunjuk pada hal-hal dengan kelahiran, penerusan, kesejarahan dan kebudayaan yang persebaran dan situasi sosial historis dapat dibaca di dalam teks: hal apa apa teks ditulis, siapa penulisnya, di yang sedang dikisahkan, apakah mana ditulis, untuk menjawab kisah di dalam teks itu betul terjadi kebutuhan dan persoalan apa, apa dalam dunia ini, adakah hal maksud dan tujuan si penulis, siapa penting yang perlu diperhatikan, penerima, apa kondisi sosial historis adakah kisah paralel di luar teks yang sedang dihadapi penerima, yang dapat dipakai untuk lebih apakah teks relevan dengan mengerti, faktor-faktor sejarah dan persoalan yang sedang dihadapi budaya kontemporer apa yang penerima, dan bagaimana keadaan muncul. teks ketika diteruskan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu generasi ke generasi lainnya. 2) KRITIK TEKSTUAL Matius 22:37-40 dengan Markus 12:30- 31 • Fokus: berbagai varian teks yang tersedia, yang dari padanya harus dipilih, paling dapat diandalkan autentisitasnya. • Dalam teks Alkitab, akan ditemukan sejumlah catatan kaki yang berguna untuk mengetahui varian teks dan mana yang lebih dapat diandalkan (karena usianya yang lebih tua; atau karena pembacaan dan susunan katanya yang lebih sesuai dengan maksud perikop). 3) Kritik bentuk Matius 21:18-22 bnd Markus 11:12- 14,20-25 • Fokus pada bentuk teks yang lebih kecil sebagai jenis teks tersendiri, yang sudah ada dan dipakai oleh komunitas keagamaan dalam periode lisan penerusan
• Yang ingin diketahui oleh kritik bentuk adalah
apa fungsi dan peran yang dimainkan oleh bentuk atau jenis teks yang lebih kecil ini
pengetahuan bahwa teks-teks Kitab Suci ditulis dalam suatu kebudayaan androsentris (“berpusat pada laki-laki”) dan patriarkhal (“dipimpin oleh laki-laki”), dan karena itu berisi bias dan agenda perjuangan kaum laki-laki yang meminggirkan kaum perempuan dari peran sosial-budaya dan politik mereka. 5) Kritik naratif • Dengan kritik ini, si penafsir memusatkan perhatian bukan pada sejarah teks atau pada si penulis teks, melainkan pada dunia teks atau dunia kisah yang ada pada teks. • Teks sebagai kisah yang berjalan • Narator: Sang Maha tahu, penulis dan pembaca tidak diberi peran untuk memberi makna dalam teks • Pusat perhatian kritik naratif adalah dunia kisah, 6) Kritik tanggapan-pembaca
• Berangkat dari realitas
• Teks kemudian menjadi teman dialog bagi realitas kehidupan (isu-isu riil pluralisme agama-agama, diskriminasi, gender, HAM, ekologi dan lainnya). • Reader-response tidak berfokus pada diri si pembaca masa kini, pada pengalaman membaca yang sedang dialami si penafsir, sebagai tanggapan pribadinya terhadap teks yang sedang dibaca. • Yang menentukan makna atau pesan teks bukan dunia kisah dalam teks, juga bukan si penulis zaman dulu, melainkan si pembaca masa kini. 7) Literal/letterlijk/harafiah/ayatiah/wantah? (Ulangan 22:8) • Bagaimana pembaca menerapkan hukum/ budaya begitu saja, bukan pesan intinya. • Dianggapnya bahwa setiap ayat dalam kitab suci itu diambil begitu saja untuk menjawab pergumulan yang dialami oleh pembaca. • Sebuah ayat yang tidak dilihat bentuk bahasanya, sejarahnya, konteksnya dll. • Bahkan apa yang dikatakan dalam alkitab itu bisa diberlakukan begitu saja dalam konteks kita sekarang ini. • Misalnya jika laki-laki tidak boleh pakai tudung dalam sebuah ibadah sedangkan perempuan harus bertudun 8. Kritik sosial-saintifik (social-scientific criticism) • Pendekatan kritis ini paling mutakhir dalam kajian-kajian teks-teks Kitab Suci. • Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap teks membawa makna (meaning) atau maksud (intention) yang dihasilkan oleh sistem sosial di dalam mana teks dihasilkan dan si penulis teks hidup. • Setiap teks dipahami sebagai socially and culturally conditioned, maksudnya: teks itu selalu dipengaruhi dan dibentuk oleh sistem sosial budaya di dalam mana si penulis teks menulis teksnya. Karena itu, untuk memahami teks dengan benar, si penafsir harus mengenali sistem sosial budaya di dalam mana si penulis teks hidup dan berkarya. Latihan Menafsir
• Baca perikop berulang (Yoh. 21:15-19)
• Catat tokoh-tokohnya, seting waktu, tempat, dinamika peristiwa, perasaan, pokok persoalannya dan lain-lainnya sehingga punya gambaran awal untuk menemukan pesan/maksud utama. • Cermati ‘konteks dekat’ (perikop sebelum dan sesudah) dan ‘konteks jauh’ (seluruh kitab). • Mencari bantuan dari kamus Alkitab, Ensiklopedi, peta Alkitab, Buku Tafsir atau bahasa aslinya. • Menghubungkan semua info dan menemukan pokok-pokok pesan utama Aplikasi
• Mencermati persoalan masa kini yang ‘dekat’
dengan persoalan dalam teks meski berbeda waktu, tempat dan budaya • Menarik relevansi dari pesan utama teks untuk diaplikasikan pada persoalan kita