Anda di halaman 1dari 26

Bekerja Keras (tekun)

Dalam kepemimpinan ketekunan memiliki peranan yang

penting. Seperti yang dinyatakan oleh John Stott “tak dapat

disangkal bahwa ketekunan merupakan salah satu kualitas

kepemimpinan yang paling utama”.1 Sikap tekun dan bekerja

keras ditunjukkan Nehemia dalam menggapai visinya maupun dalam

menghadapi tantangan-tantangan di tengah jalan perealisasian

visi. Para pemimpin yang bertekun biasanya karena mempunyai

suatu pemahaman yang kuat pada tujuan mereka, mengetahui ke

mana arah yang mereka tuju, dan yakin bahwa mereka akan tiba

di sana”.2

Kerja keras dan ketekunan Nehemia salah satunya

terekspresi dari kecermatannya. Riset dan pengumpulan fakta

yang dilakukan baik secara langsung (melalui inspeksi) maupun

yang tidak menunjukkan bahwa ia seorang pemimpin yang cermat.

Rencana dan strategi yang dipakainya memberikan kejelasan

tentang kecermatannya ini. Nehemia mengevaluasi situasi dan

memanfaatkan kesempatan yang ada.

Kerja keras Nehemia terlihat dari keseriusannya

menyikapi tanggung jawab yang ia pegang. “Di dalam usaha

apapun pemimpinlah yang bertanggung jawab atas keberhasilan

1JohnStott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan


Kristiani (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005), 467.

2Myles Munroe, Spirit Leadership (Jakarta: Immanuel,


2006), 258.
atau kegagalan misinya”.3 Nehemia tidak mengelakkan implikasi

yang berat, melainkan ia bersedia melakukan tugas dengan

segala kesulitan yang dihadapinya. Nehemia bukanlah seorang

pemimpin yang pasif. Ia tidak menuntut orang lain melakukan

sesuatu yang ia sendiri tidak mau melakukan. Nehemia

menyingsingkan lengan jubahnya dan bekerja serajin dan setekun

orang lain.4

Nehemia merupakan tipe pemimpin yang tidak menempatkan

dirinya dalam posisi superior, sebaliknya Nehemia berperan

serta dalam pengerjaan pembangunan. Nehemia tidak takut

tangannya kotor, bahkan ia pernah berhari-hari bekerja tanpa

henti.

“Demikianlah kami melakukan pekerjaan itu” (Nehemia 4:21).

“Demikianlah aku sendiri, saudara-saudaraku, anak buahku


dan para penjaga yang mengikut aku, kami semua tidak
sempat menanggalkan pakaian kami. Setiap orang memegang
senjata dengan tangan kanan.” (Nehemia 4:23).

John White mengatakan bahwa “Nehemia merupakan tipe

orang yang mau berkeringat”.5 Lebih lanjut John White

mengapresiasikan bahwa “Nehemia bekerja keras dengan tidak

menyayangkan apapun juga. Kemudian ketika krisis demi krisis

terjadi berturut-turut, ia meningkatkan kegiatan kerjanya”.6

3Leroy
Eims, Dua Belas Ciri Kepemimpinan Yang Efektif
(Bandung: Kalam Hidup, 2003), 12.

4MacArthur, Kitab Kepemimpinan, 30.

5White, Kepemimpinan Yang Handal, 70.

6Ibid., 71.
Rendah Hati

Sepanjang sejarah Alkitab, doa merupakan tanda

ketergantungan pemimpin dan orang-orang kudus kepada Tuhan.7

Kerendahan hati Nehemia terlihat dari sikap dependennya yang

terekspresikan melalui doa-doanya. Nehemia selalu mengharapkan

pertolongan Allah. Nehemia adalah seorang pemimpin yang

realistis dan rendah hati. Realistis terhadap keberadaannya

yang sewaktu-waktu dapat membuat keputusan secara salah. Oleh

sebab itu, Nehemia selalu berdoa meminta intervensi dari

Allah.

Kerendahan hati bermuara dari keyakinan bahwa pemimpin

yang sesungguhnya adalah Allah sendiri.8 Seorang pemimpin

hanyalah kepanjangan tangan Allah yang dipercaya memegang

otoritas tertentu. Seorang pemimpin harus rendah hati, tanpa

sikap itu dia akan bertindak tanpa perhitungan dan tidak dapat

memimpin dengan tenang. Kerendahan hati berarti juga mau

menghargai dan mengakui peranan orang lain atas kesuksesannya.

“Pemimpin yang rendah hati akan mampu merangkul semua orang di

lingkungannya dan akhirnya membuat kepemimpinannya mampu

bertahan lama.”9

7Yosafat
Bangun, Integritas Pemimpin Pastoral
(Yogyakarta: Andi Offset, 2010), 40.

8Ignatius
Suharyo, Gereja Yang Melayani Dengan Rendah
Hati (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 88.

9Lanny
Kusumawati, Kerendahan Hati: Kunci Menuju
Kepemimpinan Yang Sukses, 76
http://download.sabda.org/publikasi/pdf/e-leadership/
e_leadership_2007.pdf diakses pada tanggal 16 Januari 2012
Konsisten dengan Hukum Allah

Kebangunan rohani yang terjadi dalam masyarakat

merupakan bukti dari sikap konsisten dan komitmen untuk hidup

sesuai firman. Tanpa proklamasi firman dan gerakan responsif

umat, kegerakan rohani sulit terjadi.10 Dalam kerohanian

Nehemia merupakan pemimpin dengan konsistensi tinggi pada

hukum-hukum Allah. “Nehemia tidak memberi peluang terhadap

pelanggaran dan tidak hanya mengangkat bahunya ketika hukum

itu dilanggar. Ia langsung turun tangan dan memastikan aturan

itu dipegang”.11 Hal ini telah membawa keberhasilan

transformasi kerohanian masyarakatnya. David W. Shenk

menuliskan,

beberapa saat setelah Ezra dan Nehemia kembali ke Yerusalem,


mereka mengadakan pertemuan selama tujuh hari. Ini merupakan
pesta pondok Daud tradisional, yang telah terlupakan selama
bertahun-tahun. Selama tujuh hari yang tak terlupakan Ezra
membacakan hukum Allah kepada umat itu. Sidang jemaat itu
menangis dalam penyesalan dan bersukacita setelah mereka
mendengar hukum Allah tersebut. Mereka memperbaharui
perjanjian untuk tidak pernah lagi berpaling dari jalanNya.12

10Disetiap kebangunan rohani yang sungguh-sungguh di


sepanjang sejarah, dua kebenaran utama selalu muncul. Pertama,
selalu ada proklamasi dari Alkitab, Firman Allah; kedua,
selalu ada gerakan responsif dari orang-orang percaya, umat
Allah. Swindoll, Bekerjasama Dalam Membangun, 176.

11Luck, 101 Prinsip Kepemimpinan Dari Kitab Nehemia,


198.

12DavidW. Shenk, Ilah-ilah Global (Jakarta: BPK Gunung


Mulia, 2006), 263.
Kompetensi merupakan sesuatu yang sangat signifikan keberadaannya dalam

kepemimpinan. Seseorang yang kompeten akan diproyeksikan pantas menjadi seorang

pemimpin oleh orang lain. “Orang yang kompeten akan disegani dan diikuti oleh orang-

orang di sekitarnya dan hal itu akan mendorong terciptanya sebuah kepemimpinan yang

sukses.”13

Jonh Maxwell memberikan argumennya berkaitan dengan kompetensi, dalam

tulisannya tersebut dijelaskan bahwa “kompetensi adalah lebih dari sekedar kata-kata.

Kompetensi adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengatakannya, dan melakukan

dengan sedemikian rupa sehingga orang lain mengetahui bahwa ia mengetahui caranya dan

mengetahui bahwa mereka ingin menjadi pengikutinya.”14

Peneliti setuju dengan pandangan Yakub Tomatala yang berpendapat bahwa

kompetensi kepemimpinan terdiri dari tiga elemen yaitu, pengetahuan, karakter dan

keterampilan. Ketiga elemen tersebut seyogyanya menjadi bagian dari filosofi

pengembangan kepemimpinan kristen. Dengan kata lain pemimpin yang kompeten adalah

pemimpin yang tahu kepemimpinan, berkarakter unggul dan kapabel atau terampil

memimpin.

Pemimpin yang kompeten ternyata harus memiliki pengetahuan komprehensip

yang memberikan nilai lebih bagi dirinya sebagai pemimpin. Pemimpin kompeten harus

memiliki karakter unggul, yang ditandai oleh sikap etis moral yang tinggi yang dihidupinya

secara konsisten dan pemimpin kompeten juga harus memiliki kecakapan, keahlian atau

keterampilan baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang teknis (hubungan dengan

pelaksanaan kerja). Hal senada diungkapkan Djokosantoso Moeljono menyinggung tiga

13
Dian Pradana, Arti Penting Kompetensi Dalam Kepemimpinan, 89.
http://download.sabda.org/publikasi/pdf/e-leadership/ e_leadership_2007.pdfdiakses pada tanggal 16 Januari
2012
14
Ibid.
kecakapan tersebut di atas dengan mengatakan “kecakapan disini menyangkut kemampuan

untuk melaksanakan praktik kepemimpinan, mengembangkan wawasan dan mengembangkan

jaringan kerja sama yang luas dalam rangka tugas kepemimpinannya.”15

Kompetensi dari Sudut Pengetahuan

Pengetahuan yang baik yang dimiliki seseorang pemimpin akan membuatnya

melakukan sesuatu yang baik. Pengetahuan yang lebih yang ada pada seseorang membuat

orang lain mengakuinya sebagai ahli serta mendapat kredensi sosial. Itulah mengapa

pengetahuan adalah salah satu faktor yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat menjadi

pemimpin yang kompeten. Pemimpin yang memiliki kompetensi dalam pengetahuan

biasanya selalu penuh keingintahuan. “Hal ini akan mendorong dirinya menjadi orang yang

selalu haus akan informasi terbaru dan terus melakukan pengembangan berkelanjutan.”16

Yakub Tomatala memberikan penjelasan mengenai kompetensi seorang pemimpin dari segi

pengetahuan yang dapat diukur dari beberapa hal berikut.17

1. Dapat memahami bagaimana mengembangkan dan menggunakan pikirannya dengan baik,

tersistem, efektif, dan efisien, serta dapat berpikir secara kreatif-inovatif yang bersifat

pragmatis dan produktif. Singkatnya dapat menggunakan pikirannya lebih dari dari yang

lain.

2. Dapat memahami dengan baik manfaat berpikir proaktif (aktif positif: cara berpikir yang

menandakan adanya kemauan baik serta semangat untuk maju dan sukses) dan sinergetik

(cara berpikir yang menandakan bahwa seseorang memperhitungkan segala faktor yang

15
Djokosantoso Moeljono, Delapan Langkah Strategis Mendaki Karier Puncak (Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2004), 85.
16
Andre Wongso, 7 Prinsip Sukses Menjadi Pemimpin
http://www.andriewongso.com/artikel/viewarticleprint.php?idartikel=3907 diakses pada tanggal 08 Januari
2012.
17
Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, 335-337.
terkait dan saling memengaruhi/bekerja sama yang mendukung keberhasilan) sehingga

mampu membuat keputusan dengan tepat, jelas, dan berdaya guna.

3. Memahami bagaimana berpikir lengkap, tersistem/bertahap, serta tuntas, yang

memungkinkan seseorang untuk mengetahui bagaimana dapat menggunakan pikirannya

untuk berpikir terencana atau strategis sehingga dapat meletakkan dasar serta merancang

langkah-langkah dan kerangka kerja untuk bekerja dengan baik.

4. Memahami bagaimana berpikir cermat dan tepat yang membantu untuk membuat

penafsiran/perkiraan serta keputusan yang tepat. Perpaduan antara pengetahuan yang

baik dan kemampuan untuk berpikir cermat dan tepat akan membuat seseorang

mempunyai kemampuan lebih, yakni yang sering disebut "naluri kepemimpinan", yang

memungkinkan seseorang untuk memimpin dengan baik.

Berkaitan dengan empat poin kriteria yang Yakub Tomatala paparkan di atas,

peneliti mencoba memberikan pemaparan yang lebih luas khususnya dalam hal berpikir

kreatif, berpikir proaktif dan berpikir terencana yang ketiga bagian ini menjadi elemen

landasan teori kompetensi pemimpin dari sudut pengetahuan.

Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif adalah berpikir dengan tidak membatasi diri pada hal-hal yang

biasa dan rutin, tetapi mencari terobosan baru atau ide-ide baru agar terjadi perubahan atau

peningkatan.18 Seorang pemimpin perlu berpikir kreatif, khususnya dalam hal merancang,

memecahkan masalah, melakukan perubahan dan perbaikan serta guna memperoleh gagasan

baru. Tidak semua pemimpin mau menggunakan pikirannya untuk berpikir kreatif. Alasan

umum yang sering muncul adalah “anggapan bahwa berpikir kreatif adalah bakat yang tidak

dimiliki semua orang”.19 Asumsi ini tidaklah tepat mengingat “kemampuan berpikir kreatif

18
Yuprieli Hulu, Suluh Siswa I Bertumbuh Dalam Kristus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 51.
19
Edward De Bono, Revolusi Berpikir (Bandung: Kaifa, 2007), 35.
tidak hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, melainkan dapat diasah, dibiasakan dan

dikembangkan pada semua orang”.20

Berpikir kreatif berbeda dengan berpikir lateral. Yang membedakan keduanya

adalah bahwa “kreatifitas sejati bukanlah proses memikirkan, misalnya seratus manfaat dari

batu bata. Sebaliknya, kreatifitas menggunakan berpikir untuk memecahkan masalah-

masalah baru dengan menciptakan dan mewujudkan ide-ide yang mengeluarkan nilai

tambah”.21 Terkadang ide-ide tersebut merupakan gagasan yang dinilai tidak logis. Sifatnya

yang berbeda dengan cara berpikir laretal membuat “berpikir kreatif melaju kencang saat

tidak ada solusi yang terbatas”,22 demikianlah yang diungkapkan oleh Bernadette Tynan.

Dengan kata lain berpikir kreatif memiliki arti “dapat memahami suatu

permasalahan dengan baik dan berani mengambil cara baru yang kadang menyimpang dari

cara tradisional yang sudah ada atau menyempurnakan cara yang sudah ada”. 23 Pengertian di

atas memberikan gambaran mengenai dua model berpikir kreatif yaitu “menyimpang dari

cara tradisional” dan “menyempurnakan cara yang sudah ada”. Berkaitan dengan hal ini,

maka pemimpinpun dapat diklasifikasikan dalam dua model. Golongan pertama adalah

pemimpin dengan adaptive problem solving yaitu pemimpin dengan model berpikir kreatif

yang cenderung berpikir dan bekerja untuk menyempurnakan sistem yang sudah ada.24

Pemimpin jenis ini sangat kreatif menyempurnakan sistem yang sudah ada menjadi lebih

baik, lebih cepat, lebih efektif, lebih murah dan lebih efisien. Intinya menjadi sempurna

dibanding sebelumnya. Golongan kedua adalah inovative problem solving yaitu pemimpin

dengan cara berpikir atau kerja yang cenderung menantang dan mengubah sistem yang sudah

20
Hulu, Suluh Siswa I Bertumbuh Dalam Kristus, 51.
21
Andy Green, Kreatifitas Dalam Public Relations (Jakarta: Erlangga, 2004), 26.
22
Bernadette Tynan, Melatih Anak Berpikir Seperti Jenius (Jakarta: Gramedia, 2005), 106.
23
Eko Jolu Santoso, The Art Of Life Revolution (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), 171.
24
Ibid.
ada.25 Lebih berorientasi menemukan hal-hal yang berbeda dari kebiasaan yang sudah ada

dibanding dengan menyempurnakannya. Pemimpin jenis ini lebih tertarik menciptakan

sistem yang baru yang kadang sangat berbeda dari biasanya. Pemimpin model ini lebih

sering dikenal sebagai pelawan arus yang berani melakukan hal-hal yang tidak lazim dalam

pandangan umum.

Berpikir kreatif mempunyai arti penting serta membawa manfaat yang konstruktif

bagi suatu kepemimpinan. Salah satu manfaatnya adalah mempermudah penemuan solusi

suatu masalah. George Lois mempertegas hal ini dengan menuliskan “kreatifitas bisa

memecahkan banyak masalah. Tindakan kreatif yang mengalahkan kebiasaan, mengatasi

segala persoalan”.26

Berpikir Proaktif

Berpikir proaktif berarti memiliki sikap mental yang positif, berinisiatif, serta

bertanggung jawab penuh pada setiap tugas yang diberikan kepadanya. “Mereka yang

berpikir proaktif selalu berpikir dibalik, dibalik rintangan pasti ada tantangan dan tentu saja

ada jalan keluar”.27 Sikap berpikir proaktif seperti inilah yang pada akhirnya memperkuat

seorang pemimpin untuk memengaruhi dan mengubah keadaan. Seperti yang diungkapkan I

Ketut Gede Yudantara “pemimpin yang berpikir proaktif memulai dengan menganggap setiap

permasalahan merupakan awal perbaikan”.28 Para pemimpin yang tidak berpikir secara

proaktif biasanya “cara-cara yang dilakukan dalam mengatasi turbulensi internal yang terjadi

pada suatu organisasi, kelompok atau masyarakat akan cenderung lebih simptomatis”.29

Berpikir proaktif mempunyai dua sisi. Sisi yang pertama adalah proaktif

memberikan respon terhadap stimulus yang datang, yaitu dengan “menghadapi segala macam

25
Ibid., 172.
26
Yopi Jalu Paksi, 101 Tips Kilat Berpikir Positif dan Berjiwa Besar (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), 74.
27
Hermawan Kartajaya et al., Marketing in Venus (Jakarta: Gramedia, 2003), 60.
28
I Ketut Gede Yudantara, Semestinya Hidup itu Bahagia (Jakarta: Praninta Aksara, 2008), 80.
29
Taufik Baharudin, Brainware Leadership Matery (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), 45.
stimulasi atau rangsangan baik itu yang negatif maupun yang positif dengan respon yang

positif”.30 Pada bagian ini seorang pemimpin mempunyai kepekaan yang sangat mendalam

terhadap situasi yang ada di sekitarnya, tidak menjadi orang-orang yang apatis dan skeptis.

Sisi yang kedua adalah proaktif “berpikir untuk menciptakan stimulus itu sendiri”.31 Pada

bagian ini seorang pemimpin bukan hanya mempunyai kemampuan merespon melainkan juga

kemampuan menciptakan stimulus guna memiliki proaktifitas tinggi. Proaktifitas tinggi yang

dimiliki oleh seorang pemimpin, itu diperoleh karena mengembangkan karunia-karunia

TUHAN yang diberikan secara khusus kepada manusia, yakni: kesadaran diri, hati nurani,

kehendak bebas dan daya imajinasi kreatif.32

Sikap proaktif atau berpikir proaktif ini merupakan syarat penting yang perlu

dimiliki oleh seorang pemimpin. Sikap ini menjadi penting karena dengannya seorang

pemimpin “mempunyai kemampuan berpikir kreatif kritis untuk mengatasi masalah hingga

tuntas (problem solving), mempunyai kemampuan berpikir strategis (strategic thinking), dan

kemampuan untuk melihat apa yang akan terjadi dan mampu memanfaatkan peluang

(opportunity seeking)”.33 Sikap proaktif ini mendorong penemuan-penemuan yang dapat

membantu meningkatkan kesejahteraan, baik kesejahteraan bagi organisasi maupun

kesejahteran bagi para pengikut, terlebih juga kesejahteraan bagi pemimpin itu sendiri.

Berpikir Terencana

Kemampuan berpikir terencana merupakan bagian integral yang perlu dimiliki oleh

seorang pemimpin. Perencanaan yang baik sangat menentukan keberhasilan bagi suatu

kegiatan maupun proyek tertentu dalam suatu organisasi atau lembaga. Seorang pemimpin

tanpa adanya rencana tidak mungkin efektif kepemimpinannya. Dengan kata lain berpikir

terencana merupakan hal yang vital untuk dikuasai. Pemimpin dengan visi yang jelas tanpa

30
Reza Syarief, Life Excellent: Menuju Hidup Lebih Baik (Jakarta: Prestasi, 2008), 13.
31
Arvan Pradiansyah, You Are A Leader (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006), 37.
32
Andreas Harefa, Membangkitkan Etos Profesionalisme (Jakarta: Gramedia, 2004), 167.
33
Farel Panjaitan, Firman Hidup 68 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 136.
kemampuan untuk berpikir secara terencana dapat mengalami kesulitan dalam penataan

tahap-tahap kerja guna perealisasian visinya. Berpikir terencana berkohorensi dengan proses

untuk “mengembangkan sasaran” dan “rencana kegiatan”, kedua elemen tersebut merupakan

bagian yang penting untuk mencapai visi ke depan.

Pemimpin dengan kompetensi berpikir terencana mudah dalam menghasilkan

dokumen rencana. Dokumen rencana merupakan alat yang berfungsi sebagai peta petunjuk

untuk mencapai suatu tujuan dengan indikator pencapaian yang telah ditetapkan. Baik

perencanaan yang sifatnya jangka pendek (perencanaan program dan kegiatan) 34 maupun

perencanaan jangka panjang sesuai dengan visi yang ada. Kriteria lain pemimpin dengan

kecakapan berpikir terencana dapat terlihat dalam penyusunan perencanaan, pemimpin ini

cenderung memperhatikan pentingnya analisa yang dilakukan secara komprehensif. Hal ini

dimaksudkan supaya perencanaan yang dihasilkan merupakan rencana yang matang dan

memiliki dampak yang signifikan.”35

Berpikir kreatif, berpikir proaktif dan berpikir terencana merupakan bagian dari

kompetensi dari sudut pengetahuan. Berkaitan dengan elemen pengetahuan ini pemimpin

kristen sepatutnya menjadi thought leaders,36 yaitu mempunyai pemikiran strategis, inovasi

tinggi, terobosan, solusi transformatif, juga kemampuan untuk membawa kebenaran Allah

kepada dunia kontemporer diberbagai bidang, sehingga kebenaran normatif tersebut dapat

mendarat dan menjadi konkret melalui kontekstualisasi yang strategis. Mandat untuk

menjadi thought leaders bukanlah pilihan melainkan sebuah keharusan demi kemajuan, baik

demi kemajuan gereja maupun lembaga lain yang pemimpin pimpin.


34
Bagaimana Pemimimpin Membuat Perencanaan
http://lead.sabda.org/bagaimana_pemimpin_membuat_perencanaan diakses pada tanggal 10 Januari 2012.
35
Emy Trimahanani, Membuat Perencanaan Yang Efektif
http://www.managementfile.com/column.php?page=strategic&id=2119 diakses pada tanggal 08 Januari 2012.
36
Yang dimaksud dengan thought leaders adalah pemikiran strategis yang selalu terdepan dan lebih
dulu dari orang lain dalam menelurkan ide-ide inovatif, terobosan efektif, dan solusi transformatif untuk
problematika dunia bisnis. Thought leadership seharusnya tidak menjadi monopoli konsultan manajemen.
Pemimpin Kristen juga sepatutnya menjadi thought leaders. Sendjaya, Kepemimpinan Kristen Konsep Karakter
Kompetensi, 112.
Guna mendapatkan informasi dan pengetahuan dalam upaya membangun konsep

yang benar, pemimpin harus menjadi manusia pembelajar. Membaca buku mengenai

kepemimpinan, mengikuti seminar, dan memilih rekan kerja yang berwawasan luas serta

cerdas untuk bertukar pikiran, apa pun itu caranya, tetapi pemimpin kompeten tidak akan

berhenti belajar untuk menjadi lebih baik. Pemimpin tidak punya pilihan lain selain benar-

benar memikirkan secara serius bagaimana rasio yang telah Allah berikan dapat dipakai dan

dipergunakan secara bertanggung jawab.

Kompetensi dari Sudut Keterampilan

Kompetensi dari sudut kecakapan atau keahlian (keterampilan), bertalian dengan

penerapan pengetahuan (konsep) dan karakter secara praktis. Yakob Tomatala membagi

kompetensi pemimpin ini dalam dua sudut yang berbeda. Pertama, kompetensi sosial

(kecakapan sosial)dan yang kedua, kompetensi keahlian tugas.37

Kecakapan Sosial

Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa dirinya membutuhkan

orang lain, tetapi juga dengan penuh tanggung jawab dapat membina hubungan baik dengan

orang lain yang menjamin kerja sama yang baik dan keberhasilan kerja. Hubungan baik

dengan orang lain harus dikerjakan secara terencana dan dimulai oleh pemimpin. Pemimpin

harus memulainya, menghidupinya dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

Dengan kata lain seorang pemimpin perlu memiliki kecerdasan sosial yang baik.

Keterampilan ini merupakan bagian yang begitu penting yang perlu dimiliki dan ditingkatkan

37Keterampilan atau kecakapan sosial menjelaskan tentang hubungan baik antar manusia yang
dilaksanakan dengan benar dan baik akan menentukan dasar keberhasilan kerja. Keterampilan atau keahlian/
kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal praktis yang bersifat teknis, sehingga dapat juga disebut sebagai
keahlian teknis atau keahlian praktis. Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, 338 dan 340.
dalam diri seorang pemimpin. “Semakin baik kecerdasan sosial (seorang pemimpin) peluang

untuk merasakan kehidupan yang berkualitas akan semakin tinggi.”38

Kecakapan sosial atau kecerdasan sosial ini menyangkut beberapa aspek penting.

Toto Tasmara memberikan penjelasannya dengan mengatakan kecerdasan sosial adalah

“kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain, baik individu maupun

kelompok. Dalam kecerdasan ini termasuk pula interpersonal, intrapersonal skill dan

kemampuan berkomunikasi (linguistic intelligence).”39

Secara lebih terperinci Putu Putrayasa mengungkapkan argumennya dengan

menuliskan kecerdasan sosial berarti “kemampuan anda bergaul dengan orang lain,

menghargai, memuji, berempati, merasakan perasaan orang lain melalui ekspresi wajah,

gerak dan intonasi suara baik dalam hubungan perorangan maupun kelompok bahkan pemirsa

di media massa.”40 Sedangkan menurut Tony Buzan, kecerdasan sosial adalah “ukuran

kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi

sosial dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. Kecerdasan sosial dibangun antara

lain atas kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, secara khusus perbedaan besar dalam

suasana hati, temperamen, motivasi, dan kehendak.”41

Pandangan-pandangan tersebut merupakan pandangan yang sedikit berbeda

dibandingkan dengan pandangan lama mengenai kecerdasan sosial. “Pandangan lama

melihat kecerdasan sosial sebagai penerapan kecerdasan umum pada situasi-situasi sosial –

kemampuan yang terutama bersifat kognitif.”42 Konklusi yang dapat ditemukan adalah telah

38
Pangkalan Ide, Whole Brain Training For Soial Intelligent (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2010), 95.
39
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Jakarta: Gema Insani, 2001), 49.
40
Putu Putrayasa, Design Ulang Hidup Anda (Jakarta: Gramedia, 2010), 134.
41
Lia aryanti, Kecerdasan Sosial
http://blogs.unpad.ac.id/liaaryanti/2011/11/26/ kecerdasan-sosial/diakses pada tanggal 11 Januari
2012
42
Daniel Goleman, Social Intelligence (Jakarta: Gramedia, 2007), 445.
terjadi perkembangan mengenai pengertian kecerdasan ini, sekarang kecerdasan sosial bukan

saja kemampuan yang bersifat kognitif.

Kecerdasan sosial menyangkut beragam karakteristik atau beragam elemen.

Berkaitan dengan hal ini, banyak tokoh telah menyuarakan argumennya. Tony Buzan

menyumbangkan pemikirannya dengan menuliskan karakteristik penting kecerdasan sosial,

karakteristik tersebut antara lain:

“rasa percaya diri untuk menjadi diri sendiri, visi hidup untuk mengetahui arah hidup,
rasa perhatian terhadap orang lain yang melekat pada diri, menghormati orang lain,
empati dan kemampuan membaca dan menggunakan bahasa tubuh, menyadari kapan
pantas berbicara dan kapan pantas mendengarkan, sikap yang positif.”43

Sedangkan menurut Karl Albrecht secara garis besar, ada lima elemen kunci yang

dapat mengasah kecerdasan sosial44 seorang pemimpin, yang pertama adalah kesadaran

situasional (situational awareness). Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk

dapat memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain. Kedua adalah kemampuan

membawa diri (presense). Bagian ini menyangkut etika, penampilan, tutur kata, gerak tubuh

ketika bicara dan mendengarkan. Sedangkan yang ketiga yaitu, authenticity (autensitas) atau

sinyal dari perilaku seseorang yang akan membuat orang lain memberikan penilaian

kepadanya sebagai orang yang layak dipercaya, jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan

ketulusan. Elemen ini sangat penting sebab melalui aspek inilah seorang pemimpin dapat

membentangkan relasi yang unggul. Berikutnya yang keempat yaitu kejelasan (clarity).

Aspek ini menjelaskan sejauh mana seseorang dibekali kemampuan untuk menyampaikan

gagasan secara persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka.

Bagian yang terakhir adalah empati. Aspek ini merujuk pada sejauh mana seseorang dapat

43
Tony Buzan, Sepuluh Cara Menjadi Orang Yang Pandai Bergaul (Jakarta: Gramedia, 2007), 142.
44
Yodhia Antariksa, Lima Dimensi Kunci dalam Kecerdasan Sosial
http://strategimanajemen.net/2009/03/02/merajut-kecerdasan-sosial/ diakses pada tanggal 11 Januari 2012.
berempati pada pandangan dan gagasan orang lain. Dan juga sejauh mana seseorang memiliki

keterampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain.

Kemauan seorang pemimpin untuk mempelajari dan meningkatkan kecerdasan

sosialnya akan membawa manfaat yang positif. Manfaat-manfaat tersebut antara lain

“mampu mempelajari sudut pandang dan cara memotivasi orang lain, mampu menjaga

hubungan baik dengan orang lain dan mampu meningkatkan kualitas kepemimpinan agar bisa

menjadi komunikator yang lebih baik.”45

Peraturan emas kepemimpinan Tuhan Yesus tetap berlaku berkaitan dengan

kecakapan sosial ini, yaitu: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat

kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat. 7:12). Tekanan utama yang

diberikan di sini adalah bahwa apa saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin,

mencerminkan apa saja yang akan/nanti/telah diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin

menghendaki dan melaksanakan/membina hubungan baik dengan siapa saja, ia pun akan

menerima kebaikan dari tindakannya.

Kecakapan dalam pelaksanaan tugas.

Seseorang yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya dengan baik

dan benar. Keahlian ini berkaitan erat dengan "bagaimana melaksanakan tugas", yang harus

dilaksanakan dengan baik. John Mac Arthur dalam bukunya mengatakan ”seorang pemimpin

yang cakap tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dirinya sehingga harus memamerkan embel-

embel pangkat atau status yang melekat di dalam dirinya, agar orang lain terkagum-

kagum.”46 Senada dengan John Mac Arthur, Napoleon Hill juga berpendapat “pemimpin

yang kompeten tidak memerlukan ‘gelar’ untuk mendapatkan rasa hormat para

45
Sutanto Winduro, Brain Management Series (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005), 87.
46
John Mac Arthur, Kitab Kepemimpinan, 130.
pengikutnya.“47 Cukup dengan menunjukkan keterampilan praktis dan kemampuan untuk

mengorganisir dan mengatur kegiatan tim dengan hasil kerja yang nyata, hal tersebut akan

menjadi role model bagi pengikutnya. Pemimpin yang terlalu berlebihan dalam meresponi

gelarnya biasanya tidak memiliki hal lain untuk ditekankan.

Jika seorang pemimpin menunjukkan sikap bekerja keras dalam melaksanakan

tugas, pengikut akan bekerja keras tanpa mengeluh. Pemimpin yang cakap adalah

“pemimpin yang memimpin bawahan dengan menggunakan contoh dirinya sendiri.”48 Jadi,

menjadi teladan dalam hal kecakapan menyelesaikan tugas merupakan salah satu rahasia

untuk menjadi pemimpin yang berhasil. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan berkaitan

dengan kecakapan ini, antara lain:49

a. Pemimpin harus memiliki kecakapan memberi pengarahan secara umum, sekalipun

dirinya tidak perlu "maha ahli". Wawasan yang luas yang diperoleh dari belajar dengan

berbagai cara, akan menolong pemimpin mendapatkan kecakapan ini. Khusunya dalam

merumuskan dan menentukan “sejauh mana dan sebaik mana” pemimpin dapat memberi

petunjuk bagi tugas umum.

b. Pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan kecakapan

memimpin.

Lebih lanjut Yakub Tomatala dalam salah satu artikelnya mengatakan:

“dalam kaitannya dengan keahlian tugas, kompetensi pemimpin pada sisi lain
mengandaikan adanya kecakapan lebih pada diri pemimpin. Dalam kaitan ini pemimpin
diandaikan sebagai seorang strategos (Jenderal) yang memiliki kelebihan di atas mereka
yang rata-rata. Kelebihan ini akan nampak melalui keandalan strategi, daya taktis dan
performa tinggi yang menempatkan kepemimpinannya pada tataran atas dan depan yang
tidak tersaingi. Lebih lanjut, pemimpin strategos memiliki daya suai tinggi, keteguhan

47
Napoleon Hill, The New Think and Grow Rich (Jakarta: Ufuk Press, 2009), 214.
48
Agus Sutoyo, Kiat Sukses Prof. Hembing (Jakarta: Prestasi Insan, 2000), 173.
49
Yakub Tomatala, Arti Penting Kompetensi Dalam Kepemimpinan, 89
http://download.sabda.org/publikasi/pdf/e-leadership/ e_leadership_2007.pdf diakses pada tanggal 16 Januari
2012.
tinggi, kerahasiaan tinggi, kecepatan tinggi, dengan daya penyelesaiaan tuntas tinggi,
yang menyebabkannya selalu tangguh.”50

Pada sisi yang lain, pemimpin sejati dan pemimpin yang memiliki kecakapan

dalam melaksanakan tugas, tidak cukup hanya menjalankan fungsi kepemimpinan dalam arti

mengatur sesuai prosedur atau bahkan memerintah. Lebih dari itu pemimpin “memengaruhi

masyarakat yang dipimpinnya agar tercipta situasi yang memberi peluang agar semua

anggota yang dipimpin bertumbuh, berkembang sebagai pribadi-pribadi yang sehat, utuh,

sempurna, selamat.”51 Dengan kata lain pemimpin bukan hanya peduli dengan terlaksananya

tugas dengan baik, malainkan juga menaruh kepedulian terhadap para pengikut sebagai

pribadi yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan dan kehidupannya secara

menyeluruh.

Relasi seimbang antara kompetensi sosial dan kompetensi keahlian tugas

merupakan tugas penting seorang pemimpin untuk mewujudkannya.52 Dengan

mengembangkan kompetensi sosial seorang pemimpin akan mempunyai jaringan yang luas.

Dengan mengembangkan kompetensi keahlian tugas, perjalanan kepemimpinan akan menjadi

efektif dan efisien.

Setiap pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin yang kompeten. Kompetensi

tidak dapat dibeli dan “membangun kompetensi juga merupakan usaha yang tidak kenal

henti.”53 Karena itu pemimpin yang ingin diakui sebagai pemimpin kompeten sebaiknya

hidup dalam tanggung jawab bahwa ia pemimpin serta melakukan dengan baik dan benar

tugas-tugasnya. Baik itu tugas dalam perkara kecil maupun tugas dalam perkara besar.

50
Yakub Tomatala, Apakah Anda Pemimpin Kompeten
http://yakobtomatala.com/2010/02/11/apakah-anda-pemimpin-kompeten/ diakses pada tanggal 10 Januari 2012.
51
G. Tri Wardoyo, Melepas Panah Melukis Pelangi (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), 205.
52
Seorang pemimpin kompeten akan membuktikan dirinya sebagai kompeten dengan menjaga serta
mempertahankan keseimbangan antara kadar hubungan sosial dan kadar hubungan entrepreneurial. Dengan
kadar hubungan sosial yang tinggi pemimpin dapat memastikan hubungan harmonis antara manusia dalam
organisasinya yang menjalani kerjasama yang baik, sedangkan, dengan hubungan entrepreneurial yang tinggi
pemimpin dapat memastikan bahwa tugas dapat dilaksanakan dengan baik yang menjamin kemajuan dan
keberhasilan kerja dalam kepemimpinannya. Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, 345.
53
Toto Tasmara, Spiritual Centered Leadership (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 56.
Kompetensi dari Sudut Karakter

Karakter yang baik akan menentukan penerapan pengetahuan dan keterampilan

dengan baik pula. Pemimpin kristen harus memperhitungkan kompetensi dari sudut karakter.

Kompetensi dari sudut ini dapat dibaca melalui perilaku atau tindakan. Adapun kompetensi

karakter seorang pemimpin dapat dilihat melalui beberapa hal, diantaranya sikap loyal atau

setia, integritas, tanggung jawab dan kerja keras.

Loyal atau Setia

Bagi seorang pemimpin sudah menjadi tugasnya untuk memiliki dan membangun

komitmen kepada Tuhan, organisasi/pemimpin dan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari

adanya kesetiaan, kejujuran, kerajinan, sikap bertanggung jawab, dan yang lainnya, yang

dibuktikan dalam sikap hidup dan kerja sehari-hari.

Perilaku nyata dari seorang pemimpin menggambarkan isi hatinya (sikap batin)

serta kebiasaan hidupnya. Dari rasa loyalitas yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin,

sering kali dapat memunculkan motivasi serta inspirasi bagi para pengikutnya. Komitmen

yang dibangun oleh seorang pemimpin untuk menghidupi dan menunjukkan sifat-sifat

istimewa dapat membuat orang lain mengikutinya dengan senang hati.

Dalam hal kesetiaan, “seorang pemimpin bijak memupuk kesetian dengan bersikap

setia, yaitu setia kepada Tuhan, setia kepada kebenaran dan setia kepada orang-orang yang

dipimpinnya.”54 Implementasi kesetiaan kepada Tuhan dapat ditunjukkan dengan hidup

sesuai kebenaran, membangun hidup yang sepadan dengan kebenaran, melakukan praktik

kepemimpinan dalam koridor kebenaran yang sesuai dengan nilai-nilai firman. Kesetiaan

kepada organisasi dapat ditempuh dengan berbagai macam cara. Sebagai pemimpin yang

baik, kesetiaan kepada organisasi dapat ditunjukkan dengan cara menjaga rahasia-rahasia

54
Arthur, Kitab Kepemimpinan, 86.
organisasi, bekerja dengan tidak membagi loyalitas (sikap mendua), rajin, antusias dan yang

lainnya. Kesetiaan kepada pengikut dapat tercermin melalui komitmen pemimpin untuk terus

membangun hidup guna dapat diteladani, turut mengupayakan kemajuan dan pertumbuhan

pengikut.

Kesetiaan juga bersinggungan dengan sifat kejujuran. Karakter kejujuran

merupakan bagian yang penting yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Kejujuran seorang

pemimpin dapat terekspresi melalui keberaniannya mengatakan yang sebenarnya, tidak

membangun sikap pura-pura hanya untuk menyenangkan atasannya. Istilah yang sering

dipakai berkaitan dengan hal ini adalah “disloyalty of loyal employee.”55

Pemimpin yang membangun kejujuran, pemimpin tersebut yang akan menuai

manfaatnya. Salah satu dampaknya yaitu pemimpin akan menjadi figur yang disegani.

Seperti yang diungkapkan Soemarso Soedarsono “kejujuran merupakan mahkota yang sangat

berharga karena akan mencerminkan kepribadian seseorang dan dapat menjadikannya

seorang pemimpin yang disegani.”56

Loyal juga berkaitan dengan kerajinan, pemimpin sejati menyadari bahwa tidak

ada hal besar yang dapat diraih tanpa kerajinan. Hal ini membawanya untuk selalu bertindak

giat dan rajin bekerja. Kerajinannya akan tercermin melalui sikap penuh inisiatif, antusias,

gesit dan pantang menyerah. Pada sisi yang lain pemimpin sejati akan mengarahkan

kerajinannya untuk melayani dan bukan hanya mengharap dilayani. Bertindak mengasihi dan

bukan hanya memerintah.

Inilah aspek loyal atau setia yang menyangkut kesetian kepada Tuhan, organisasi

dan pengikut yang didalamnya juga mengandung unsur kejujuran dan kerajinan. Jadi

55
Ping Hartono, Marlan Mardianto, Entrepreneurship: No Pain No Gain (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2005), 36.
56
Soemarso Soedarsono, Hasrat Untuk Berubah (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005), 52.
kesetiaan sejati bukan saja sebuah pengabdian membabi buta terhadap seorang manusia biasa.

Kesetiaan sejati bersinggungan dengan Tuhan, organisasi dan pengikut.

Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah response (jawaban yang dikeluarkan) ditambah ability

(kemampuan) sehingga menjadi “responsibility”.57 Dalam hubungannya dengan

kepemimpinan, tanggung jawab adalah kesadaran seorang pemimpin untuk mengasah

kemampuan dalam menghadapi masalah yang ada. Tanggung jawab yang pemimpin berhasil

buktikan akan membawa kepada kesuksesan. Sir Winston Churchill mengatakan “harga

kebesaran adalah tanggung jawab”.58 Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas kepemimpinan

seseorang dapat dilihat dan dinilai dari besar atau kecilnya tanggung jawab yang dipikulnya.

Hal ini juga berarti kepemimpinan mempunyai kaitan erat dengan tanggung jawab. Tepatlah

apabila Anthony D’Souza menuliskan “kepemimpinan adalah karya pelayanan yang

mengemban tugas (mengemban tanggung jawab) sebagai pengurus -sumber daya material,

waktu, peluang, talenta dan energi- untuk memperkuat karya pelayanan dan menunaikan

misinya.”59 Tanpa memiliki tanggung jawab seorang pemimpin tidak akan menjadi apa-apa

atau siapa-siapa.

Barometer tanggung jawab seorang pemimpin dapat diukur melalui

kemampuannya untuk menjadi pengurus yang baik dan bijaksana. Sebagai pengurus yang

baik pemimpin akan berhati-hati dalam menggunakan wewenang atau kekuasaan yang

dimilikinya. “Pemimpin-pemipin tak bertanggung jawab memiliki sikap ‘aku dulu’ dan

menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi.”60 Pemimpin-pemimpin yang

57
AN. Ubaedy, Imam Ratrioso, Refleksi Kehidupan (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005), 73.
58
Wuryanano, The 21 Principles to Build and Develop Fighting Spirit (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2007), 29.
59
Anthony D’Souza, Ennoble Enable Empower Kepemimpinan Yesus Sang Almasih (Jakarta:
Gramedia, 2009), 46.

60
John C. Maxwell, Winning With People (Jakarta: Gramedia, 2007), 80.
bertanggung jawab memiliki sikap sebaliknya, bertindak dengan penuh pemahaman bahwa

agar timnya sukses, mereka harus menempatkan orang ain terlebih dahulu. Dengan penuh

perhitungan tindakannya tidak gegabah dalam memanfaatkan prestise pribadi. Cenderung

menggunakan posisi untuk melayani orang, untuk mengambil tanggung jawab dan menjadi

teladan.

Para pemimpin sejati mengambil tanggung jawab untuk sukses atau gagalnya

sebuah proyek atau misi. Pemimpin ini akan “mengambil alih tanggung jawab atas

kemunduran dan kesalahan, dan kemudian secara konstruktif memfokuskan diri pada

pengkajian masalah dan memperbaikinya.”61 Secara implisit hal ini berarti pemimpin berani

memberikan pundaknya untuk menanggung beban-beban yang bermunculan. Dengan kata

lain, “mereka bertanggung jawab penuh akan tindakan mereka, tindakan dari tim termasuk

hasil yang dibuat.”62 Seperti yang diungkapkan Howard Behar “saat keadaan berlangsung

tidak sesuai yang diinginkan, para pemimpin akan bertanggun jawab; saat keadaan sesuai

dengan yang diinginkan, pemimpin akan memberikan penghargaan kepada yang lain.”63

Lebih lanjut, dalam salah satu bukunya Paul Birck mengungkapkan bahwa tidaklah

cukup bagi seorang pemimpin hanya bertanggung jawab. Sebagai pemimpin perlu juga

mengajarkan tanggung jawab kepada pengikut. Apabila hanya pemimpin yang bertanggung

jawab (tanggung jawab hanya terdapat dalam satu pihak), “hal ini akan tidak mudah dijalani,

akan terasa seperti diamati ketimbang disemangati.”64 Hal yang lain yang terjadi adalah

munculnya dua akibat yang saling bertentangan. Di satu sisi, pemimpin akan menjadi tokoh

teladan dan mendorong yang lain melakukan hal yang sama. Sebaliknya, orang lain dapat

61
Oren Harari, The Leadership Secret Of Collin Powell (Jakarta: Gramedia, 2003), 268.
62
Jim Britt, Do This Get Rich (Depok: Raih Asa Sukses, 2010), 224.
63
Howard Behar, Bukan Sekedar Kopi (Jakarta: Gramedia, 2008), 142.
64
Tom Corrigan, 101 Ide Jitu Membangun Kekompakan Dalam Kelompok Kecil (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), 12.
juga merasa bahwa mereka tidak perlu memusingkannya karena semuanya telah pemimpin

ambil alih tanggungjawabnya.”65

Peneliti setuju dengan argumen Laurence Haughton yang dalam bukunya

menuliskan bahwa:

Tanggung jawab adalah kemitraan, dimana pemimpin cerdas, kreatif dan bekerja
keras mengubah ekspektasi besar menjadi kepingan yang dapat dimengerti dengan jelas,
sama-sama setuju dengan beberapa individu atau kelompok bahwa mereka harus
mengambil alih tanggung jawab dan melakukan tindak lanjut dengan umpak balik yang
berguna serta membangun.”66

Jadi adalah baik apabila seorang pemimpin bertanggungjawab. Tetapi akan lebih

baik jika seorang pemimpin juga mengajarkan tanggung jawab kepada pengikutnya, sehingga

tanggung jawab bukan saja ada pada pundak pemimpin tetapi juga menjadi milik bersama.

Menjadi kepingan yang dapat diambil dan dibawa oleh semua anggota tim.

Integritas

Pemimpin dengan integritas adalah seorang yang mempunyai kepribadian utuh

dalam kata dan tindakan. Sebagaimana perilakunya di depan umum, begitulah realita

kehidupannya. Secara transparan selalu melakukan apa yang dikatakannya dan mengatakan

apa yang dilakukannya. Salim Kartono dalam penjelasannya mengenai ciri-ciri pemimpin

yang berintegritas memberikan opini yang senada, ciri-ciri tersebut antara lain:

“Pertama, secara jujur menyatukan kata dan perasaan dengan pikiran dan tindakan. Tanpa
ada keinginan untuk menipu, mengambil untung, memanipulasi atau mengontrol, selain
untuk kebaikan orang lain. Kedua, akan melakukan apa yang telah dikatakan, tidak peduli
betapapun sulitnya. Ketiga, akan hidup sesuai dengan apa yang diyakini benar, tidak
peduli betapa banyak tantangan yang harus dihadapi.”67

65
Paul Birck, Instant Leadership (Jakarta: Erlangga, 2006), 68.
Laurence Haughton, It’s Not What You Say It’s What You Do. Tindakan Anda Menentukan
66

Kesuksesan Perusahaan Anda (Jakarta: Gramedia, 2007), 266.


67
Salim Kartono, Crisis to Win (Jakarta: Trans Media Pustaka, 2010), 185.
Seorang pemimpin kristen tidak dapat menjadi teladan jika hidupnya tidak

berintegritas.”68 Integritas merupakan bagian penting dalam kepemimpinan seumpama

keberadaan tulang punggung dalam tubuh seseorang. “Integritas merupakan tiang utama

berbagai macam jenis pelayanan kerohanian, bahkan juga di bidang sekuler. 69 Demikianlah

yang diungkapkan Bambang Yudho berhubungan dengan pentingnya integritas.

Pemimpin yang memiliki integritas tidak mempunyai hal-hal tertentu untuk

disembunyikan dan tidak memiliki hal-hal tertentu untuk ditakuti terketahui. Kehidupan

mereka seperti surat yang terbuka, baik dalam aspek moral, sosial, ekonomi dan juga dalam

pekerjaan. Integritas dalam moral, dalam hal ini berkenaan dengan bagaimana seorang

pemimpin membawa diri khususnya dalam sikapnya terhadap dosa. Ada kekompakkan

antara nilai-nilai yang diajarkan dengan cara hidup yang dijalani.

Integritas sosial, yaitu dalam hubungan dengan orang lain sehingga pemimpin

tersebut diakui sebagai "bijak" dan "baik" dalam takaran sosial. Integritas dalam ekonomi,

merupakan sikap terhadap uang. Pemimpin tersebut dianggap dapat dipercaya karena tidak

berkompromi dengan "ketidakjujuran". Pemimpin dengan integritas ekonomi akan menolak

kompromi-kompromi, sekalipun itu datangnya dari atasan. ”Para pemimpin yang kuat tidak

mengijinkan diri mereka menjadi korban seorang atasan yang buruk.”70 Sebaliknya

pemimpim yang tidak mempunyai integritas ekonomi akan menjadi pemimpin yang merusak.

“Pemimpin yang berhati koruptif akan membuat sistem yang korup. Akibatnya korupsi

menjadi standar dan menjadi budaya.”71 Integritas kerja, merupakan sikap terhadap kerja di

mana pemimpin menghargai pekerjaan dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

Faktor-faktor tersebut hanya dapat dibuktikan dalam perilaku nyata, dalam

kehidupan kepemimpinannya sehari-hari. Dengan integritas tinggi dalam berbagai aspek

68
Purnawan Kristanto, My Blessed Family (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 40.
69
Bambang Yudho, How to Become A Christian Leader (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), 20.
70
Jim Clemmer, Sang Pemimpin (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 103.
71
Paulus Bambang, Lead to Bless Leader (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), 3.
yang ditunjukkan pemimpin, dengannya para pengikut akan mengerti bahwa yang memimpin

mereka adalah figur yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila seorang

pemimpin kehilangan integritas atau gagal dalam hal integritas kepemimpinan yang ada akan

berjalan dengan sekarat, pemimpin tersebut kehilangan kapasitas untuk berfungsi dengan

baik. Singkatnya, ketika pemimpin gagal menjalani kehidupan yang berintegritas, maka

akibatnya sangatlah fatal dan destruktif. Kegagalan ini meracuni komunitas, menghancurkan

kepercayaan, menggagalkan misi dan perencanaan yang saling terkait dan menyatu. Dalam

kepemimpinan kristen, kegagalan ini akan berujung pada hal yang paling membahayakan

yaitu ikut tercorengnya nama Allah.

Integritas akan membawa pengaruh positif bagi yang memilikinya, baik secara

pribadi maupun bagi organisasi. Jerry White dalam bukunya menuliskan “suatu reputasi

integritas pribadi akan melayani anda lebih lama dan lebih baik dari pada hasil-hasil mana

saja yang diperoleh dengan menipu.”72 Kehidupan pemimpin yang terjalani dengan penuh

integritas akan membangkitkan kepercayaan. Dengan kepercayaan yang dimilikinya seorang

pemimpin akan mudah membangun hubungan dan memengaruhi orang lain. Kepemimpinan

berhubungan erat dengan kepercayaan. Seperti yang diungkapkan Raja Bambang Sutikno

“kepercayaan adalah esensi dari kepemimpinan, karena tak mungkin anda memimpin orang-

orang yang tidak mempercayai anda.”73

Selain mendatangkan kepercayaan, integritas juga membawa manfaat positif

lainnya. Jonh Maxwell menuliskan beberapa alasan mengapa integritas begitu penting74

yaitu, integritas punya nilai pengaruh tinggi, integritas memudahkan standar tinggi, integritas

menghasilkan reputasi yang kuat (bukan hanya citra), integritas berarti menghayati sendiri

72
Jerry White, Kejujuran Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 117.
73
Raja Bambang Sutikno, The Power of 4Q for HR & Company Development (Jakarta: Gramedia,
2010), 105.
74
Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, 41-48.
sebelum memimpin orang lain, integritas membantu seorang pemimpin dipercaya bukan

hanya pintar.

Integritas yang tinggi akan membawa pengaruh bagi kemajuan dan pertumbuhan

organisasi. Kaitan antara keduanya dapat terlihat sebagai berikut:

“Kejujuran dan integritas adalah ungkapan-ungkapan keibuan tentang kepemimpinan. Dan


memang harus begitu. Kedua hal ini adalah dasar-dasar kepemimpinan. Kejujuran dan
integritas menghasilkan kepercayaan, yang menghasilkan keyakinan yang tinggi.
Keyakinan yang tinggi mendorong orang untuk bermimpi dan menjangkau horizon-
horizon baru. Keyakinan yang tinggi membuat orang berani mengambil resiko.
Pengambilan risiko dan inisiatif adalah dasar bagi perubahan dan kemajuan organisasi.”75

Bekerja keras (produktif)

Alkitab memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai kerja keras. Kitab

Amsal menunjuk binatang paling kecil dan lemah, namun dinilai mempunyai usaha kerja

keras yang tinggi yaitu semut. Semut pada waktu musim panas, mencari dan mengumpulkan

makanan, bekerja dengan keras dan giat. Pemimpin yang baik, hendaknya belajar dari koloni

semut. Usaha kerja keras seorang pemimpin dapat dijabarkan dalam akronim SEMUT

(smart, enthusiast, measurable, unity, time-work).”76

Smart, seorang pemimpin tahu kapan harus bekerja dan kapan mereka harus

beristirahat. Seumpama semut yang juga mempunyai kemampuan untuk tahu kapan harus

bekerja mencari makan, kapan harus membangun sarang, kapan harus menikmati makanan.

Pemimpin smart mengerti prinsip keseimbangan dalam setiap usaha kerja kerasnya.

Enthusiast, seorang pemimpin bekerja dengan sikap penuh semangat, tanpa mengeluh dan

tanpa menggerutu. Bergairah dalam mengerjakan dan menyelesaikan semua pekerjaannya.

Measurable, dalam hal ini seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk mengukur

kemampuannya. Seumpama semut yang mampu memperhitungkan seberapa besar makanan

75
Clemmer, Sang Pemimpin, 122.
76
Tomas Kristo M, Suara Pemimpin (Jakarta: Elex Media komputindo, 2009), 115-
117.
yang mampu dibawa. Unity, seorang pemimpin melibatkan orang lain dalam setiap usaha

kerja kerasnya. Hal ini membawa dampak bahwa pekerjaan yang berat akan menjadi ringan

serta cepat terselesaikan. Time-work, seorang pemimpin bekerja dalam semangat kerjasama.

Memiliki kemauan untuk bekerjasama dengan orang lain guna saling bahu-membahu.

Seperti halnya semut ketika salah satu menemukan makanan, semut itu segera

menginformasikan kepada teman-temannya dan bekerjasama membawa temuannya.

Seorang pemimpin yang bekerja keras akan mengkomunikasikan bahwa kerja

keras merupakan hal yang penting dan di hargai dalam organisasi. Pemimpin yang bekerja

keras, akan bekerja secara excellent dan menghasilkan hasil kerja yang excellent pula.

Kemauan kerasnya untuk bekerja bukan semata-mata sibuk, namun dibuktikan dengan kerja

yang baik dan kerja yang produktif. Efektif, efisien dan produktif mewarnai proses kerjanya.

Hal-hal di atas itulah yang merupakan ciri-ciri atau kriteria ukuran seorang

pemimpin yang kompeten. Namun demikian, asumsi penting dari segi kekristenan yang perlu

ditekankan ialah bahwa kompetensi seorang individu pemimpin Kristen adalah anugerah

Allah, di mana semua faktor yang disinggung di atas hanya ada karena pemimpin

menemukan dirinya ada di dalam Tuhan dan karena Tuhan.77 Di sisi lain, kompetensi adalah

tanggung jawab anugerah untuk menghidupi anugerah di atas dengan seluruh aspek secara

nyata dan kontinu. Setelah itu, kompetensi tidak perlu dituntut, kompetensi akan ada (secara

otomatis) dan yang kompeten akan diakui kompeten apabila dihidupi serta dibagi secara

kontinu dalam upaya memimpin oleh pemimpin itu sendiri.

77
Yakub Tomatala, Arti Penting Kompetensi Dalam Kepemimpinan, 89
http://download.sabda.org/publikasi/pdf/e-leadership/ e_leadership_2007. pdf diakses pada tanggal 16 Januari
2012.

Anda mungkin juga menyukai