Anda di halaman 1dari 21

Konsep Sejarah

Perkembangan Agama Hindu

Oleh : kelompok 2
I Komang Bayu Pramana (1811011110)
I Wayan Leo Pratama (1811011044)
I Nyoman Mulia Dipta (1811011102)
I Nyoman Widya Wardana (1811011044)
Ni Luh Gede Wiwin Hendayani (1811011063)
A.A Istri Intan Santi Dewi (1811011109)
Ni Kadek Ayu Indah Puspayani (1811011093)
Ida Ayu Made Saka Dewi (1811011095)
Ni Putu Devi Utami Ariasih (1811011100)

Fakultas Dharma Acarya


Pendidikan Agama Hindu 1 C Denpasar
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Agama Hindu dalam Bahasa Sansekerta disebut Sanatana Dharma yang artinya
kebenaran abadi, dan Vaidika Dharma yang artinya pengetahuan kebenaran (Agama Weda).
Dengan ungkapan ini dinyatakan, bahwa Kitab Weda menjadi kitab dasar agama Hindu. Agama
ini berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda yang
merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini merupakan agama tertua dan
terbesar ketiga di dunia setelah Agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat terbanyak.
Sebenarnya agama Hindu bukanlah agama dalam arti biasa. Agama Hindu adalah suatu bidang
keagamaan dan kebudayaan yang meliputi zaman kira-kira 1500 SM hingga zaman sekarang.
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran Polytheisme karena memuja banyak
Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu Dewa bukanlah Tuhan
tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu filsafat
agama Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari
segala sesuatu yang ada (Brahman). Brahman adalah asas alam semesta, sedang Atman adalah
asas manusia. Hanya Brahman dan Atman inilah yang memiliki kenyataan. Dunia bendani yang
tampak ini tidaklah nyata, keadaannya hanya semu saja (maya). Tetapi pada akhirnya Brahman
adalah Atman.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep sejarah perkembangan agama hindu ?
1.2.2 Apa pengertian demokrasi pendidikan ?
1.2.3 Bagaimana pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia?
1.2.4 Apa prinsip-prinsip demokrasi pendidikan
1.2.5 Apa dasar demokrasi pendidikan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep sejarah perkembangan agama hindu
1.3.2 Agar memahami pengertian demokrasi pendidikan
1.3.3 Mengetahui setiap pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia
1.3.4 Untuk mengetahui prinsip demokrasi pendidikan
1.3.5 Agar memahami dasar demokrasi pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Agama Hindu


Agama hindu adalah agama yang lahir di india. Nama hindu dikaitkan dengan nama
negeri India (Indus). Perkembangan agama Hindu di India sangat berkaitan dengan sistem
kepercayaan bangsa Arya yang masuk ke India pada 1500 SM. Mereka masuk India melalui
Celah Khyber dan menggantikan posisi bangsa Dravida dan Munda yang pernah menguasai
India.Sebelum India diduduki bangsa Arya, India di huni oleh bangsa Dravida. Bangsa Arya
berhasil mendesak bangsa Dravida, serta membawa perubahan yang sangat besar dalam tata
kehidupan masyarakat di India. Bangsa Arya memasuki lembah Sungai Indus secara
berelombang, bergerak dan menyebar ke arah tenggara dan memasuki daerah lembah Sungai
Gangga dan YamunaBerdasarkan ditemukannya bukti tulisan yang berhuruf pallawa dan Bahasa
Sanseketa di kerajaan Kuta dan Tarumanegara menujukkan pengaruh Hindu yang sangat kuat
dalam perkembangan sejarah inonesia. tulisan tulisan tersebut mengubah bangsa indonesia
memasuki babakan baru jaman sejarah, terutama dengan ditemukannya prasasti tujuh yupa di
kalimatan timur.Proses masuknya dan berkembangnya agama hindu ini melalui jalur
perdagangan India, cina, indonesia. pembawa agama agama Budha melalui misi penyiaran yang
disebut Dharma Dhuta. sedangkan pembawa agama Hindu ke indonesia antara lain golongan
ksatria, Brahmana, sudra dan waisya.
Agama Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan hingga kini,
dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma (Dewanagari: सनातन
धर्म), artinya "darma abadi" atau "jalan abadi" yang melampaui asal mula manusia. Agama ini
menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya tanpa memandang strata,
kasta, atau sekte seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri. Para ahli dari Barat
memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari berbagai tradisi dan kebudayaan di
India, dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh pendiri. Pangkal-pangkalnya meliputi
Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama masa peradaban lembah Sungai Indus, dan
tradisi lokal yang populer. Sintesis tersebut muncul sekitar 500–200 SM, dan tumbuh
berdampingan dengan agama Buddha hingga abad ke-8. Dari India Utara, "sintesis Hindu"
tersebar ke selatan, hingga sebagian Asia Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi. Sejak
abad ke-19, di bawah dominansi kolonialisme Barat serta Indologi (saat istilah "Hinduisme"
mulai dipakai secara luas), agama Hindu ditegaskan kembali sebagai tempat berhimpunnya
aneka tradisi yang koheren dan independen. Pemahaman populer tentang agama Hindu digiatkan
oleh gerakan "modernisme Hindu", yang menekankan mistisisme dan persatuan tradisi Hindu.
Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan jati
diri bangsa India. Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus sehari-hari (contohnya puja
[sembahyang] dan pembacaan doa), perayaan suci pada hari-hari tertentu, dan penziarahan.
Kaum petapa yang disebut sadu (orang suci) memilih untuk melakukan tindakan yang lebih
ekstrem daripada umat Hindu pada umumnya, yaitu melepaskan diri dari kesibukan duniawi dan
melaksanakan tapa brata selama sisa hidupnya demi mencapai moksa. Susastra Hindu
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: Sruti (apa yang "terdengar") dan Smerti (apa yang
"diingat"). Susastra tersebut memuat teologi, filsafat, mitologi, yadnya (kurban), prosesi ritual,
dan bahkan kaidah arsitektur Hindu. Kitab-kitab utama di antaranya adalah Weda, Upanishad
(keduanya tergolong Sruti), Mahabharata, Ramayana, Bhagawadgita, Purana, Manusmerti.
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang
pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu
diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama
yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian,
filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari
agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.Banyak para ahli dibidang agama dan
ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam
penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara
para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai
metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.Penampilan agama Hindu yang
memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak
para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam
agama Hindu. Sebagai Contoh: “Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah
agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta
merugikan agama Hindu”.
Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-
pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah
tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang
serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.
a. AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase,
yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan
benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang
tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu
peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa.
Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal
adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya
berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah
mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya
telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu,
Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah
manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa
dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat
dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan
keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada
waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama
yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya.
Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di
dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara
dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat
membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan
penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini
muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran
Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi
umum.
b. MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya
berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima
wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai
sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia
Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat
tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli – Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanesche Geschiedenis”, menyebutkan bahwa
masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang
dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.
Mookerjee (ahli – India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka
mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari
tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung
sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan Bosch (ahli – Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap
penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu
yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia. Data Peninggalan Sejarah di
Indonesia.
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India
ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang
menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui
sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi
Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti
seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat
pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi
Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau,
diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal
kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena
mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
c. AGAMA HINDU DI INDONESIA
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui
dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan
diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh
buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang
menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh
Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya
pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan
“Vaprakeswara”.Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar,
misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam
kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga
munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan
Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya
tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten,
Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.Dari
prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah
Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak
kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”.Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat
adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan
dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja
Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari
Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang
dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta
memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang
menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai
Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.Pernyataan lain juga disebutkan dalam
prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal
dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala
berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa
Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi
di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang
dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula
adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang
juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota
Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang
pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan
dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea
Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang
terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.Kemudian
pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa.
Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut
Hindu yang setia.Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun
1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya
sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya
dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman
kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai
peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit,
sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa
gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan
berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga
munculnya buku Negarakertagama.Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali.
Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat
dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa
Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal
dari abad ke-8.Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu
agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa
pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang
hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga.
Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama
Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga.
Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau
Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun
1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran
agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman
keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa
beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat
suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).Perkembangan
selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan
sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan
adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta
tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di
Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di
Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959
terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat
Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat
Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan
menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis
keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma
Indonesia.

2.2 Pengertian Demokrasi Pendidikan

Secara bahasa, demokrasi berasal dari bahasa Yunani. Kata demokrasi terbentuk dari kata demos
yang berarti rakyat, dan kratos yang memiliki arti kekuasaan atau kekuatan. Jadi, pengertian demokrasi
setara artinya dengan kekuasaan rakyat. Kekuatan itu melingkupi sektor sosial, budaya, politik, dan
ekonomi.Definisi demokrasi secara umum yaitu sistem pemerintahan dengan memberikan kesempatan
kepada seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan. Yang dimana semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Dalam arti lain
rakyat bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.Sistem pemerintahan ini mengizinkan seluruh
warga negara untuk berpartisipasi aktif. Warga negara boleh ikut andil secara langsung maupun melalui
perwakilan terkait melaksanakan perumusan, pengembangan dan penyusunan hukum. Bagi para ahli,
demokrasi memiliki penafsiran tersendiri. Meskipun bermuara pada tujuan yang sama.Menurut Charles
Costello, demokrasi termasuk sistem sosial dan politik, yang membatasi kekuasaan pemerintah dengan
hukum. Demi melindungi hak seluruh warga negara. Sedangkan bagi Abraham Lincoln berpendapat
bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan, yang dirancang dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Demokrasi di samping merupakan pelaksanaan dan prinsip kesamaan social dan tidak adanya
perbedaan yang mencolok, juga menjadi suatu cara hidup, suatu way of life yang menekankan nilai
individu dan intelegensi serta manusia percaya dalam berbuat bersama serta manusia percaya bahwa
dalam berbuat bersama manusia menunjukkan adanya hubungan social yang mencerminkan adanya saling
menghormati, kerja sama, toleransi, dan fair play.
Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak
dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan social, dan sebagainya). Di kalangan Taman
Siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh
dan berkembang menurut kodratnya.Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan
pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidikan dan anak didik, serta juga dengan pengelola
pendidikan.Proses demokrasi pendidikan lazimnya akan berlangsung antara pendidik dengan anak didik
dalam pergaulan, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Yang demikian tidak hanya
berlangsung dalam tatap muka, tetapi lebih jauh dapat terjadi dengan penggunaan media cetak ataupun
elektronik. Namun, tidak semua pergaulan tersebut berintikan demokrasi pendidikan, kecuali ada maksud
dari pendidik agar anak didik tidak terpengaruh sehingga anak didik mampu mengembangkan diri untuk
mencapai kedewasaan dan mampu mengubah tingkah lakunya untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat
serta tergalinya potensi-potensi yang dipunyai oleh anak didik.Oleh karena itulah, demokrasi pendidikan
dalam pengertian yang lebih luas, patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktik
kehidupan dan Pendidikan.

a. Perlunya Demokrasi Pendidikan


Demokrasi Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya.
Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertikal. Maksud demokrasi
secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama
untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yaitu: “Tiap-
tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, yang dimaksud dengan demokrasi secara
vertikal adalah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan
sekolah yang setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dengan demikian, tampaknya demokrasi
pendidikan merupakan pandangan yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik serta juga dengan
pengelola pendidikan. Demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas yang patut selalu dianalisis
sehingga memberikan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan mengandung tiga hal yaitu:
 Rasa hormat terhadap sesama manusia Dalam hal ini demokrasi dianggap sebagai pilar
pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia tanpa memandang perbedaan antara
individu yang satu dengan yang lainnya, baik hubungan antara sesama peserta didik atau
hubungan antara peserta didik dengan gurunya yang saling menghargai dan
menghormati.
 Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat Acuan prinsip inilah yang
melahirkan adanya pandangan manusia itu haruslah didik, karena dengan pendidikan itu
manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih sehat, baik dan sempurna dan
untuk mengajak setiap orang berpikir lebih sehat seperti inilah akan melahirkan warga
negara yang demokratis di pemerintahan yang demokratis.
 Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama Kesejahteraan dan
kebahagiaan hanya tercapai apabila setiap warga negara/anggota masyarakat dapat
mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memajukan kepentingan bersama.
Kebersamaan dan kerja sama inilah yang merupakan pilar penyangga demokrasi.
Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal berikut ini:
 Pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civic)
ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintah yang penting
 Suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya, dengan
mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri
atau kepentingan sekelompok kecil manusia.
 Suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan
perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat
dan pemerintah Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam upaya realisasi salah
satu dari prinsip-prinsip demokrasi, pendidikan kewarganegaraan, dan
ketatanegaraan menjadi sedemikian penting untuk diberikan kepada setiap warga
negara.
b. Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Pendidikan Dalam setiap pelaksanaan
pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara lain:
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Dari prinsip-prinsip tadi dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat
banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat tempat mereka berada. Jika hal-hal yang
disebutkan ini dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan terdahulu,
maka ada beberapa butir penting yang harus diketahui, antara lain:
a. Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya
pembuktian kesetiaan dan konsistensi pada sistem politik yang ada (misal demokrasi Pancasila)
b. Dalam rangka pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik
c. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional. Dari butir-butir tadi dapat dipahami
bahwa bangsa Indonesia dalam pengembangan demokrasi memiliki ciri dan sifat tersendiri terhadap apa
yang dikembangkan. Sesuai dengan latar belakang sosial yang ada dan mempunyai perbedaan dengan
negara dan bangsa lain. Hal ini tampak pada :
a. Sifat kekeluargaan dan paguyuban di tengah-tengah kemajuan dan dunia modern
b. Adanya aspek keseimbangan antara aspek kebebasan dan tanggung jawab Apabila
pengembangan demokrasi pendidikan yang akan dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai
demokrasi.

2.3 Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan

Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan di Indonesia merupakan proses memberikan jaminan dan


kepastian adanya persamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di dalam masyarakat tertentu.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan sedemikian rupa
dengan menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikannya terutama setelah
diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut dapat diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia yaitu:
a. UUD 1945 Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran (2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-
undang.
b. UU RI No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Menurut Undang-undang ini,
demokrasi pendidikan cukup banyak dibicarakan terutama yang berkaitan dengan hak setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan
c. GBHN di sektor pendidikan Dalam beberapa kali GBHN ditetapkan sebagai ketetapan MPR
hasil sidang umum MPR, senantiasa memuat masalah-masalah pendidikan. Berdasarkan apa yang
tercantum dalam undang-undang dan GBHN maka pelaksanaan demokrasi adalah suatu proses untuk
memberikan jaminan dan kepastian adanya persamaan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia terutama pada usia sekolah tertentu. Pelaksanaan
demokrasi pendidikan tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan belajar, tetapi juga melingkupi
fasilitas pendidikan sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dibutuhkan masyarakat dengan tetap
berorientasi kepada peningkatan mutu, dan relevansi pendidikan atau keserasian antara pendidikan atau
keserasian antara pendidikan dengan lapangan kerja yang tersedia. Dengan begitu semua lapisan
masyarakat melalui lembaga-lembaga sosial dan keagamaan akan mungkin menyelenggarakan
pendidikan dengan mengikuti petunjuk arah dan pedoman yang telah dibuat dan disepakati sebagai
standar dalam keseragaman pelaksanaan pendidikan.

2.4 Prinsip-prinsip demokrasi pendidikan

Demokrasi pada dasarnya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu
sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang
luas bagi pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik
maupun mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban
yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang menempatkan peserta didik
sebagai individu yng unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan
dikembangkan semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memberikan treatmen
berbeda kepada sasaran didik yang berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing. Pendidikan yang
demokratis juga menuntut partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan,
mengembangkan dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dan masyarakat juga
amat penting dalam merancang, mengembangkan dan melaksanakan proses pendidikan
tersebut.Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, adalah pengakuan terhadap individu peserta didik, sesuai
dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena demokrasi adalah alami dan manusiawi.Ini
berarti bahwa penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan
menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur paksaan atau mencetak
siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya.
Dengan demikian, demokrasi berarti perilaku saling menghargai, saling menghormati, toleransi
terhadap pihak lain termasuk pengendalian diri dan tidak egois. Dalam proses pendidikan, semua pihak
yang terkait menyadari akan alam atau atmosfir yang bernuansa saling menghargai tersebut, yaitu antara
guru dengan guru, antara guru dengan siswa dan antara guru dengan pihak-pihak anggota masyarakat
termasuk orang tua dan lain-lain. Ini berarti bahwa dalam semangat demokrasi seorang harus tunduk
kepada keputusan bersama atau kesepakatan bersama. Tidak terjadi keharusan penerimaan tanpa unsur
paksaan, tetapi kesepakatan bersama yang akan menjadi sikap mereka semua. Dengan kata lain, seseorang
menerima keputusan bersama dengan rasa ikhlas karena menomerduakan kepentingan pribadi dan tunduk
kepada tuntutan kesejahteraan umum.Demokrasi dalam pendidikan dan pembelajaran menggunakan
pengertian equal opportunity for all.Artinya, anak didik mendapat peluang yang sama dalam menerima
kesempatan dan perlakuan pendidikan. Guru memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu
untuk mengikuti setiap kegiatan pendidikan.

Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkaitdengan masalah-masalah antara lain :


a. Hak asasi setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan
b. Kesempatan yang sama bagi warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
c. Hakdan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Dari prinsip-prinsiptadidapat di pahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat
banyak di pengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat di mana mereka berada.

Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam
pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini terdapat dalam :
1. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2o Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat 3. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan untuk menjadikan warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab adalah pendidikan demokrasi.
Demokrasi pendidikan merupakan proses memberikan jaminan dan kepastian adanya persamaan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di dalam masyarakat tertentu.

Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan sedemikian


rupa dengan menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikannya, terutama setelah
diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan tersebut telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti berikut ini:
Pasal 31 UUD 1945;
a. Ayat (1): tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran
b. Ayat (2): pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional
yang diatur dengan undang-undang.
Dengan demikian, dinegara Indonesia semua warga Negara diberikan kesempatan yang sama untuk
menikmati pendidikan yang penyelenggaraan pendidikannya diatur oleh satu undang-undang system
pendidikan nasioanal, dalam hal ini tentu saja UU Nomor 2 tahun 1989.
UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut UU ini, demokrasi pendidikan
cukup banyak dibicarakan, terutama yang berkaitan dengan hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan. Hal ini dapat terlihat dalam pasal-pasal berikut:

a. Pasal 5 yaitu Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.

b. Pasal 6 yaitu Setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya
setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dan tamatan pendidikan dasar.

c. Pasal 7 yaitu Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan
diselenggarkan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.

d. Pasal 8 yaitu Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan
luar biasa
1). Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
khusus. 2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Dalam beberapa kali GBHN ditetapkan sebagai ketetapan MPR hasil Sidang Umum MPR, senantiasa
memuat tentang masalah-masalah pendidikan. Untuk melihat sekadar gambaran pembahasan pendidikan
di dalam GBHN tersebut dapat dilihat seperti berikut ini:
1. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu
menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada Tanah Air, mempertebal semangat kebangsaan
dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar
yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif
dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional alan mampu mewujudkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
2. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
3. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, perlu segera disempurnakan sistem
pendidikan nasional yang berpedoman pada undang-undang mengenai pendidikan nasional.
4. Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu makin diperluas, ditingkatkan
dimantapkan usaha-usaha penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sehingga makin
membudaya di seluruh lapisan masyarakat.

Berdasarkan apa yang termuat dalam undang-undang dan GBHN tersebut, dalam konteks pelaksanaan
demokrasi pendidikan di Indonesia merupakan suatu proese untuk memberikan jaminan dan kepastian
adanya persamaan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama pada usia sekolah tertentu.

Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan demokrasi di Indonesia tidak hanya terbatas pada pemberian
kesempatan belajar, tetapi juga melingkupi fasilitas pendidikan sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikan yang dibutuhkan masyarakat dengan tetap berorientasi kepada peningkatan mutu, dan
relevansi pendidikan atau keserasian antara pendidikan dengan lapangan kerja yang tersedia. Dengan
begitu semua lapisan masyarakat melalui lembaga-lembaga sosial dan keagamaan akan mungkin
menyelenggarakan pendidikan dengan mengikuti petunjuk arah dan pedoman yang telah dibuat dan
disepakati sebagai standar dalam keseragaman pelaksanaan pendidikan.

2.5 DASAR DEMOKRASI PENDIDIKAN


Penafsiran umat berbagama terhadap ajaran agama sering seperti menatap langit yang
ada di atas kepalanya. Langit yang tertinggi pasti yang dijunjungnya , sedangkan bagian langit
yang lain tampak sangat rendah baginya. Mereka tidak pernah memahami bahwa langit itu hanya
satu dan sama saja, sedangkan tinggi rendahnya langit terjadi karena keterbatasan penglihatannya
sendiri. Itulah sebabnya sering didengar para pemeluk agama mengklaim bahwa agama yang
dianutnya adalah agama yang paling baik, paling benar, paling murni yang berasal langsung dari
Tuhan, atau kerap dikatakan sebagai agama yang pewahyuan langsung dari Tuhan. Dampak dari
klaim-klaim tersebut sering menimbulkan sikap eksklusif yang tidakjarang menimbulkan
ketegangan bahkan sampai terjadi perang. Sesungguhnya berkaitan dengan agama dan kebenaran
agama tidak perlu ada klaim-klaim, sebab kebenaran itu tidak ada batasnya, tidak ada yang lebih
tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Juga tidak perlu ada klaim kebenaran agama yang lebih
sempurna atau kebenaran agama yang kurang lengkap.Agama dapat diibaratkan seperti langit
yang ditatap, ibarat oksigen yang dihirup oleh manusia dan seluruh mahluk hidup.Penamaan yang
berbeda diberikan kepada agama juga kepada Tuhan hanyalah sebuah pembatasan yang
disebabkan oleh keterbatasan manusia.Pembatasan itu tidak dapat dilakukan terhadap kebenaran,
tetapi bisa dirumuskan dengan pikiran yang terbatas. Ibarat samudra yang maha luas dapat diberi
nama yang berbeda-beda, misalnya Samudra Hindia, Samudra Fasifik, Samudra Atlantik dan lain
sebagainya. Kebenaran juga dapat diibaratkan sebagai puncak gunung, dari bagian manapun
manusia memanjatnya akan sampai sampai di puncak tergantung dari upaya yang dilakukan oleh
setiap orang. Hal ini sangat jelas dinyatakan dalam Sloka Bhagavdgit2.
ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante
manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ.Bhagavadgita IV.11 „Jalan manapun yang ditempuh oleh manusia ke
arah-Ku , semua Ku terima, (sebab) dari mana pun mereka datang, semuanya menuju jalan-Ku,
wahai Partha (Arjuna)‟
Berdasarkan Sloka Bhagavadgita IV.11 secara tegas dikatakan bahwa manusia diberikan
kebebasan untuk memilih keyakinannya kepada Tuhan sesuai dengan hati nuraninya. Dalam sloka
ini menunjukkan sifat yang sangat universal dari Gita dan Tuhan memberikan anugrah kepada
siapapun yang mau mendekati Tuhan dengan penyerahan bhaktinya menurut caracaranya sendiri
dan secara gamblang juga dijelaskan bahwa semau keyakinan manusia akan menuju ke satu titik
yaitu Tuhan itu sendiri. Tuhan juga tidak mengikat diri Beliau yang hanya menerima
persembahan dari sekte-sekte tertentu, bahkan sebaliknya Tuhan menerima harapan-harapan
menurut alamnya sendiri mulai dari mereka yang hanya menggunakan banten sebagai sarana
persembahannya sampai mereka yang sudah mencapi tingkatan bersamadhi. Bila kita kaitkan
dengan demokrasi maka hal ini sangat sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang memberikan
kebebasan kepada rakyat untuk menentukan masa depannya sendiri. Demikian pula dalam sloka
Bhagavadgita yang lain dipertegas3 : Yo yo yāṁ yāṁ tanuṁ bhaktaḥ śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalāṁ śraddhāṁ tām eva vidadhāmy aham. Bhagavadgītā VII.21
„Apa pun bentuk kepercayaan (agama) yang ingin dipeluk oleh penganut agama, aku perlakukan
kepercayaan mereka sama (karena itu) agar mereka (umat beragama) tetap teguh (dalam
keimanannya) dan sejahtera‟
Berdasarkan Sloka Bhagavadgita VII.21 juga mempertegas tentang kebebasan yang diberikan
kepada penganut agama untuk memilih bentuk kepercayaan yang diyakini kebenarannya.
Disamping itu dalam sloka ini dipertegas pula tentang janji Tuhan yang akan memperlakuan
semua kepercayaan dan keyakinan panganut agama itu sama, hal ini semata-maya dilakukan
Tuhan agar para penganut agama tetap teguh menjalankan keyakinannya dan memperoleh
kesejahteraan. Jika kita kaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi terlihat tidak hanya penganut
agama (manusia) yang diberikan kebebasan untuk memilih kepercayaan yang diyakini.
kebenaranya tapi Tuhan sendiri bersikap sangat demokratis dengan memperlakukan semua
kepercayaan penganut agama (manusia) adalah sama.

a. Bhineka Tunggal Ika


Selain itu juga dinyatakan dalam buku Sutasoma yang dikemukan oleh pujangga Mpu
Tantular, untuk menunjukkan kerukunan kehidupan beragama pada waktu pemerintahan Hayam
Wuruk di Kerajaan Majapahit pada pertengahan abag ke-14. Teks aslinya berbunyi : Shiwa tattva
lawan Buddhtattva tunggal, Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma mangrwa yang
artinya„Dinyatakan dua hal yaitu Agama Shiwa dan Agama Buddha, demikian konon dinyatakan
tetapi apa yang berbeda sedangkan sesungguhnya keduanya adalah sama, karena Agama Buddha
dan Agama Shiwa secara filsofis keduanya adalah tunggal (sama), berbeda-beda tetapi
sesungguhnya hal itu adalah sama, tidak ada kebenaran ganda (dua).Sesanti ini memberikan
gambaran tentang keserasian ajaran Hindu, serta kerjasama antara kedua umat yang
bersangkutan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang diambil dari buka Sutasoma adalah
merupakan intisari dari ajaran Hindu. Karena semboyan ini telah dipilih dan diangkat menjadi
lambang negara oleh para pendiri Republik ini, maka pengertian kebhinekaan yang ada tidak
hanya sebatas perbedaan agama saja, tapi diperluas meliputi juga perbedaan ras, suku, bahasa,
adat istiadat dan seni budaya. Perbedaan adalah warna kehidupan yang alami, dan tidak perlu
dilenyapkan, tetapi dikelola agar tetap berada dalam persatuan, seperti indahnya warna-warni
pelangi di angkasa . Telah banyak pakar memberikan pandangan atas isi kekawin Sutasoma.Ada
yang menyebut sebagai hasil sinkretisasi, tetapi ada pula yang memandang sebagai pencampuran
antara ajaran Shiwa dengan ajaran Budha. Ada para ahli mendifinisikan sinkretisme sebagai
paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda
uantuk mencari keserasian, keseimbangan, dan sebagainya. Sejalan dengan pandangan Mpu
Tantular, orangorang yang benar-benar religius tidak akan pernah beranggapan hanya agamanya
saja yang benar. Orang-orang yang agamais senantiasa menghormati agama lain secara tulus,
karena ia yakin bahwa banyak jalan menuju Tuhan yang satu. Kebenaran itu tidak dapat diklaim
oleh satu agama tertentu saja, serta sorga itu bukan lahan kavlingan milik nabi tertentu untuk
para pengikutnya saja5. Sesungguhnya agama tidak perlu membawa keseragaman bentuk luar,
tetapi yang terpenting adalah kesatuan dalam makna. Hal ini mengandung makna bahwa bentuk
luar dari agama bisa saja berbeda-beda, tetapi esensi di dalamnya adalah sama. Inilah yang
terpenting dalam esensi pluralisme (pluralitas). Orangorang yang dewasa secara spiritual akan
mampu menangkap esensi yang sama dalam bentuk-bentuk yang berbeda, hanya orang-orang
yang masih kekanak-kanakan dalam spiritual akan berselisih pada bentuk pembungkus lontong
dan pembungkus ketupat yang isi dan rasanya sama. Swami Vivekananda menyatakan bahwa
semua agama itu sama, yaitu samasama menghantarkan manusia menuju Tuhan yang penampilan
dan pelaksanaannya sesuai dengan tempat di mana agama itu tumbuh dan berkembang. Oleh
sebab itu, sesungguhnya kesatuan itu bisa tercapai dalam keanekaragaman, inilah sesungguhnya
makna kalimat Bhineka Tunggal Ika.

b. Dasar-Dasar Demokrasi Pendidikan Menurut Hindu


Kebenaran yang diajarkan dalam masing-masing agama adalah kebenaran yang sama.
Kebenaran itu menjadi berbeda karena pandangan pengalaman dan penafsiran yang berbeda.
Sebagaimana diilustrasikan dalam susastra Wrehaspati Tattwatentang kisah “Tiga Orang Buta
yang sedang Meraba Gajah”. Diceritakan dalam susastra tersebut ada tiga orang buta yang ingin
mengenal gajah, kemudian kepada tiga orang buta tersebut diberi kesempatan untuk meraba
gajah, selanjutnya setelah mereka meraba kemudian mereka menceritakan bagaimana bentuk
gajah itu. Orang buta yang pertama memegang belalai gajah lalu ia mengatakan bahwa bentuk
gajah itu seperti ular, kemudian orang buta kedua memegang telinga gajah lalu ia mengatakan
bahwa gajah itu seperti kipas. Selanjutnya orang buta yang ketiga memegang kaki gajah lalu ia
mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang. Berdasarkan pengalaman ketiga orang buta itu,
kemudian timbul pertanyaan, yaitu apakah mereka salah dalam menyimpulkan gajah? Mereka itu
semuanya benar sesuai dengan apa yang mereka rasakan atau alami . Bila direnungkan kesalahan
mereka, justru karena mereka tidak memahami kebutaannya. Bukankah umat beragama sering
melakukan kekeliruan seperti apa yang dilakukan oleh ketiga orang buta tersebut ? Semestinya
setiap umat beragama berani bersikap kritis untuk mengkritisi ajaran agama yang dianutnya.
Sebagaimana Maharsi Vasistha menyatakan: yukti yuktam upadeyam wacanam balakad api,
anyat trinam iva jywa api uktam padma janma ,”Walaupun kata-kata itu datang dari seorang
bocah kecil, tetapi jika katakatanya masuk akal, maka harus diterima dan menolak kata-kata yang
tidak masuk akal walaupun dinyatakan datang dari Yang Kuasa‟.
Berdasarkan sloka diatas bila kita kaitkan dengan pemikiran demokrasi sangat tepat
sekali, dimana rakyat sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek demokrasi harus bersikap kritis
dan mampu menjadi pemilih yang cerdas dalam setiap hajatan berupa pesta demokrasi. Sikap
kritis dari para pemilih ini akan mampu menghasilkan output yang berkwalitas pula. Disamping
sikap kritis, dalam suatu hajatan pesta demokrasi diperlukan sikap jujur, baik oleh penyelenggara
demokarasi maupun oleh para peserta yang ikut pesta hajatan demokrasi. Jika sikap jujur ini bisa
dilakukan dan dijaga konsistensinya mulai dari proses awal sampai dengan proses akhir suatu
hajatan demokrasi maka slogan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan benar-benar bisa
terwujud.

Sikap kritis dan jujur sangat penting dimiliki oleh setiap umat beragama sebab
sesungguhnya sikap kritis dan jujur itu dapat menjauhkan manusia dari segala konflik. Manusia
sebagai mahluk paling mulia yang dianugerahi pikiran untuk membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, namun kenapa sekali manusia itu saling hancurmenghancurkan karena fifnah
agama. Kerap sekali ada kata-kata atau kalimat yang datang dari kelompok agama tertentu yang
menyatakan bahwa hanya agama mereka sebagai agama wahyu sedangkan agama lainnya adalah
agama buatan manusia atau agama budaya.Bagaimana pengetahuan yang irasional seperti itu
telah mencekoki pikiran manuisia ? Penanaman pengetahuan irasional yang menyatakan bahwa
ada dua agama, yaitu agama langit dan agama bumi, atau agama wahyu dan agama buatan
manusia, hal tersebut sesungguhnya merupakan racun rohani yang menciptakan manusia membeci
manusia lainnya tanpa alasan yang cerdas. Secara spiritual penanaman kebencian kepada sesama
manusia melalui cara membenci ajaran agama lain yang tidak dianut merupakan proses
pembodohan yang paling berbahaya. Oleh karena itu, setiap orang yang menyadari bahwa
dirinya diberikan otak(pikiran) harus senantiasa menggunakan pikiranya untuk mengaanalisis
apakah memang benar ayat-ayat suci itu wahyu Tuhan atau telah mendapatkan penafsiran dari
penerima wahyunya dan penyebar wahyu tersebut.Ataukah telah ditafsirkan sesuai dengan
kepentingan tertentu.Pemakaian kalimat tidak langsung pada rumusan ayat-ayat suci, barangkali
dapat dijadikan awal pemikiran bahwa wahyu itu kemungkinan tidak langsung disabdakan oleh
Tuhan. Dengan berpikir, bersikap kritis secara relatif seperti itu, maka seseorang akan berpikir
dua kali untuk menghina agama lain yang tidak dianutnya. Setiap pemeluk agama semestinya
tidak perlu terlalu fanatik terhadap ayatayat suci yang ada pada kitab suci yang
diyakini.Kebenaran itu tidak ada di kitab suci, kebenaran itu tidak ada dalam katakata, tetapi
kebenaran itu justru ada dalam perbuatan.Kitab suci hanya memuat tentang batasan kebenaran,
ukuran kebenaran, serta rambu-rambu untuk mendapatkan kebenaran sesuai dengan konsep
ruang, waktu dan keadaan (desa, kala dan patra). Sesuatu akan bernilai benar apabila telah ada
kesesuaian antara yang tersurat atau terucap dengan yang terlaksana. Sebelum diwujudkan dalam
tingkah laku, kebenaran itu tidak ada. Kebenaran itu realita, demikian pulakesalahan itu juga
realita, oleh karena itu umat beragama semestinya hidup dalam realitas. Sebagai contoh agar lebih
mudah memahaminya, bahwa seseorang tidak akan pernah merasakan betapa manisnya rasa gula
batu itu, hanya dengan cara terus-menerus mengatakan “gula batu itu manis” walaupun
diucapkan lebih dari seribu kalipun, ia juga tidak pernah merasakan manisnya gula batu itu,
ataudengan cara mengunyah secarik kertas yang berisi tulisan “gula batu itu manis”, seberapa
banyakpun ia mengunyah secarik kertas yang berisi tulisan “gula batu itu manis” , mka ia juga
tidak akan pernah merasakan manisnya gula batu itu. Satu-satunya cara yang harus dilakukan
agar mengetahuirasa gula batu itu manis adalah dengan cara ia telah betul-betul mengunyah gula
batu itu. Dewasa ini banyak ahli hukum agama, ada yang hafal beratus-ratus ayatayat suci
agamanya, tetapi dunia ini sangat sepi dengan kebaikan yang menjangkau seluruh umat Tuhan.
Masingmasing umat beragama hanya terpusat dengan kegiatan kebaikan dalam kelompoknya
sendiri, dan tidak jarang berusaha menyeret umat agama lain yang sudah beragama agar masuk
dalam kelompoknya tersebut. Konversi agama direncanakan dan dilaksanakan secara
sistematik hanya untuk menambah jumlah umatnya dan bukan untuk menambah jumlah
kebaikan di dunia. Secara spiritual seharusnya agama adalah pilihan bebas yang ditentukan oleh
karma wasana (garis karma) yang tidak lain adalah anugerah Tuhan. Tuhan menyediakan banyak
agama agar semua manusia dapat memilih salah satunya yang sesuai dengan tempramennya dan
karakternya yang kemudian dijadikan sebagai petunjuk hidupnya.Inilah tingkat kesadaran yang
harus dimiliki oleh umat manusia jika manusia berharap untuk menciptakan kedamaian antar
sesama umat manusia di muka bumi. Tanpa mengakui dan menempatakan agama lainnya sebagai
agama yang sama dengan agama yang dianutnya, maka selama itu tidak akan ada rasa damai dan
tidak akan pernah ada kejujuran di muka bumi. Setiap umat beragama harus jujur dan tidak
menghianati kebenaran hati kecilnya; umat manusia harus berani menyatakan bahwa yang benar
itu adalah benar dan yang salah itu salah. Selain itu senantiasa sadar untuk berubah dari
kesalahan sebagaimana mantram Veda menyatakan : asato ma sadgamaya tamaso ma jyotir gama
ya „dari yang tidak benar tuntunlah kami kepada yang benar dan dari kegelapan menuju cahaya
yang terang benderang‟. kesalahan itu juga realita, oleh karena itu umat beragama semestinya
hidup dalam realitas. Sebagai contoh agar lebih mudah memahaminya, bahwa seseorang tidak
akan pernah merasakan betapa manisnya rasa gula batu itu, hanya dengan cara terus-menerus
mengatakan “gula batu itu manis” walaupun diucapkan lebih dari seribu kalipun, ia juga tidak
pernah merasakan manisnya gula batu itu, ataudengan cara mengunyah secarik kertas yang
berisi tulisan “gula batu itu manis”, seberapa banyakpun ia mengunyah secarik kertas yang berisi
tulisan “gula batu itu manis” , mka ia juga tidak akan pernah merasakan manisnya gula batu itu.
Satu-satunya cara yang harus dilakukan agar mengetahuirasa gula batu itu manis adalah dengan
cara ia telah betul-betul mengunyah gula batu itu. Dewasa ini banyak ahli hukum agama, ada
yang hafal beratus-ratus ayatayat suci agamanya, tetapi dunia ini sangat sepi dengan kebaikan
yang menjangkau seluruh umat Tuhan. Masingmasing umat beragama hanya terpusat dengan
kegiatan kebaikan dalam kelompoknya sendiri, dan tidak jarang berusaha menyeret umat agama
lain yang sudah beragama agar masuk dalam kelompoknya tersebut. Konversi agama
direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik hanya untuk menambah jumlah umatnya dan
bukan untuk menambah jumlah kebaikan di dunia. Secara spiritual seharusnya agama adalah
pilihan bebas yang ditentukan oleh karma wasana (garis karma) yang tidak lain adalah anugerah
Tuhan. Tuhan menyediakan banyak agama agar semua manusia dapat memilih salah satunya yang
sesuai dengan tempramennya dan karakternya yang kemudian dijadikan sebagai petunjuk
hidupnya.Inilah tingkat kesadaran yang terpenting yang harus dimiliki oleh umat manusia jika
manusia berharap untuk menciptakan kedamaian antar sesama umat manusia di muka bumi.
Tanpa mengakui dan menempatakan agama lainnya sebagai agama yang sama dengan agama yang
dianutnya, maka selama itu tidak akan ada rasa damai dan tidak akan pernah ada kejujuran di
muka bumi. Setiap umat beragama harus jujur dan tidak menghianati kebenaran hati kecilnya;
umat manusia harus berani menyatakan bahwa yang benar itu adalah benar dan yang salah itu
salah. Selain itu senantiasa sadar untuk berubah dari kesalahan sebagaimana mantram Veda
menyatakan : asato ma sadgamaya tamaso ma jyotir gama ya „dari yang tidak benar tuntunlah
kami kepada yang benar dan dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang‟.
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
a. Hindu adalah agama yang menjungjung tinggi prinsip-prinsip Demokrasi, karena Hindu
memberikan kebebasan umatnya utuk mimilih cara atau jalan untuk meyakini Tuhan, sesuai
dengan hati nuraninya.
b. Hindu adalah agama yang sangat menghargai perbedaan dan keanekaragaman, sejalan
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang juga merupakan intisari ajaran Hindu.
c. Hindu adalah agama yang selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap kritis dan jujur,
dimana sikap ini sejalan dengan pemikiran Demokrasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Agama Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan hingga kini,
dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-dharma , artinya "darma abadi"
atau "jalan abadi" yang melampaui asal mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban
"kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya tanpa memandang strata, kasta, atau sekte seperti
kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri. Para ahli dari Barat memandang Hinduisme sebagai
peleburan atau sintesis dari berbagai tradisi dan kebudayaan di India, dengan pangkal yang
beragam dan tanpa tokoh pendiri.Secara bahasa, demokrasi berasal dari bahasa Yunani. Kata
demokrasi terbentuk dari kata demos yang berarti rakyat, dan kratos yang memiliki arti kekuasaan
atau kekuatan. Jadi, pengertian demokrasi setara artinya dengan kekuasaan rakyat.Prinsip-prinsip
Demokrasi Pendidikan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
2o Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat 3.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan sedemikian
rupa dengan menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikannya, terutama
setelah diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. . Hindu adalah agama yang selalu
mengajarkan umatnya untuk bersikap kritis dan jujur, dimana sikap ini sejalan dengan pemikiran
Demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.materibelajar.id/2016/06/sejarah-perkembangan-agama-hindu.html?m=1
https://www.scribd.com/doc/285672935/pengertian-demokrasi-pendidikan
https://cumabuatisengsaja.wordpress.com/tag/prinsip-prinsip-demokrasi-pendidikan-diindonesia/
http://phdi.or.id/artikel/demokrasi-dalam-arthasastra

Anda mungkin juga menyukai