Anda di halaman 1dari 18

Proses Masuk dan Berkembangnya Hindu-Budha di Indonesia

Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri


besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan
Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang
baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui
jalan darat danlaut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-
Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua
benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki
keuntungan, yaitu: 1.Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, sepertiIndia,
Cina, Arab, dan Persia, 2.Kesempatan melakukan hubungan perdagangan
internasional terbuka lebar, 3.Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain
semakinluas, dan 4.Pengaruh asing masuk ke Indonesia, sepertiHindu-
Budha.Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan
pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya.
India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada
Indonesia, yaitu dalam bentukbudaya Hindu. Ada beberapa hipotesis
yangdikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-
Buddha ke Indonesia.

1. Hipotesis BrahmanaHipotesis ini mengungkapkan bahwa kaumbrahmana


amat berperan dalam upaya penyebaranbudaya Hindu di Indonesia. Para
brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untukmenobatkan raja dan memimpin upacara-upacarakeagamaan.
Pendukung hipotesis ini adalah VanLeur.

2. Hipotesis KsatriaPada hipotesis ksatria, peranan penyebaranagama dan


budaya Hindu dilakukan oleh kaumksatria. Menurut hipotesis ini, di masa
lampau diIndia sering terjadi peperangan antargolongan didalam
masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang,
lantas meninggalkanIndia. Rupanya, diantara mereka ada pula
yangsampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yangkemudian berusaha
mendirikan koloni-koloni barusebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu
pulaterjadi proses penyebaran agama dan budayaHindu. F.D.K. Bosch
adalah salah seorangpendukung hipotesis ksatria.

3. Hipotesis WaisyaMenurut para pendukung hipotesis waisya, kaumwaisya


yang berasal dari kelompok pedagang telahberperan dalam menyebarkan
budaya Hindu keNusantara. Para pedagang banyak berhubungandengan
para penguasa beserta rakyatnya. Jalinanhubungan itu telah membuka
peluang bagiterjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J.Krom adalah
salah satu pendukung dari hipotesiswaisya.

4. Hipotesis SudraVon van Faber mengungkapkan bahwapeperangan yang


tejadi di India telah menyebabkangolongan sudra menjadi orang buangan.
Merekakemudian meninggalkan India dengan mengikutikaum waisya.
Dengan jumlah yang besar, didugagolongan sudralah yang memberi andil
dalampenyebaran budaya Hindu ke Nusantara.

Selain pendapat di atas, para ahli mendugabanyak pemuda di


wilayah Indonesia yang belajaragama Hindu dan Buddha ke India. Di
perantauanmereka mendirikan organisasi yang disebutSanggha. Setelah
memperoleh ilmu yang banyak,mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapatsemacam ini disebut Teori Arus Balik.

AGAMA HINDU

Agama Hindu berkembang di India pada tahun 1500SM. Sumber


ajaran Hindu terdapat dalam kitabsucinya yaitu Weda. Kitab Weda terdiri
atas 4 Samhitaatau himpunan yaitu:
1. Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada paradewa.
2. Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
3. Yajur Weda, berisi mantera-mantera untukupacara
keselamatan.
4. Atharwa Weda, berisi doa-doa untukpenyembuhan penyakit.

Di samping kitab Weda, umat Hindu juga memilikikitab suci lainnya


yaitu:
1. Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-halsesaji.
2. Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.

Agama Hindu menganut polytheisme (menyembahbanyak dewa),


diantaranya Trimurti atau Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi yaitu:
1. Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.
2. Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara danpelindung.
3. Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.

Selain Dewa Trimurti, ada pula dewa yang banyak dipuja yaitu Dewa
Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk pertanian, serta Dewa
Agni (api) yang berguna untuk memasak dan upacara-upacara
keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan menjadi 4
tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
1. Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
2. Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
3. Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
4. Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil,dan budak.

Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala,


yaitu orang di luar kasta yang telah melanggar aturan-
aturan kasta.Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci
misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta
Sungai Ganggayang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu,sehingga
bisa mencapai puncak nirwana.
Proses masuknya agama Hindu di Indonesia dibawa oleh kaum
pedagang, baik pedagang India yang datang ke Indonesia maupun
pedagang dari wilayah Indonesia yang berlayar ke India. Akan tetapi, di
lain pihak terdapat beberapa teori yang berbeda tentang penyebaran
agama Hindu ke Indonesia. Pendapat atau teori tersebut di antarannya :
1. Teori Sudra, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke
Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra,
karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan.
2. Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke
Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Waisya, karena
mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudian
menetap di salah satu wilayah di Indonesia. Bahkan banyak di
antara pedagang itu yang menikah dengan wanita setempat.
3. Teori Ksatria, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke
Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta Ksatria. Hal ini
disebabkan terjadi kekacauan politik di India, sehingga para Ksatria
yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Mereka lalu mendirikan
kerajaan-kerajaan dan menyebarkan agama Hindu.
4. Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu
dilakukan oleh kaum Brahmana. Kedatangan mereka ke Indonesia
untuk memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan
agama Hindu. Kaum Brahmana yang datang ke Indonesia inilah
yang mengajarkan agama Hindu ke masyarakat.
Dari keempat teori tersebut, hanya teori Brahmana yang dianggap
sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Bukti-bukti tersebut diantaranya :
Agama Hindu bukan agama yang demokratis, karena urusan
keagamaan menjadi monopoli kaum Brahmana, sehingga hanya
golongan Brahmana yang berhak dan mampu menyiarkan agama
Hindu.
Prasasti yang pertama kali ditemukan berbahasa Sansekerta,
sedangkan di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci
dan upacara keagamaan. Jadi, hanya kaum Brahmana-lah yang
mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.

AGAMA BUDDHA

Agama Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh para bhiksu. Antara


lain seorang bhiksu dari Kashmir bernama Gunawarman datang ke
Indonesia sekitar tahun 240. Gunawarman adalah seorang bhiksu Buddha
Hinayana. Pada tahun-tahun berikutnya, para bhiksu Buddha dari
Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala, India) pun datang ke Indonesia.
Makin lama pengaruh Buddha makin berkembang di Indonesia.
Penyiaran agama Buddha di Indonesia lebih awal dari agama Hindu.
Dalam penyebarannya agama Buddha mengenal adanya misi penyiar
agama yang disebut, Dharmadhuta. Tersiarnya agama Buddha di
Indonesia, diperkirakan sejak abad ke-2 M, dibuktikan dengan penemuan
Arca Buddha dari perunggu di Jember, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Arca-arca itu berlanggam Amarawati. Namun, belum diketahui siapa
pembawanya dari India Selatan ke Indonesia. Di samping itu, juga
ditemukan Arca Buddha dari batu di Palembang
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama diIndia pada tahun
531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi
Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri
dari samsara.Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya
TigaKeranjang yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun yang dimaksud
dengan Tiga Keranjang adalah:
1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan danhukum yang
harus dijalankan oleh umat Buddha.
2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari
sang Buddha.
3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentangsoal-soal
keagamaan.

Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atauTiga


Kebaktian yaitu:
1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.

Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti


8 (delapan) jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:

1. Pandangan yang benar.


2. Niat yang benar.
3. Perkataan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Penghidupan yang benar.
6. Usaha yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaranBuddha, akhirnya
menumbuhkan dua aliran dalam agama Buddha yaitu: Dua aliran utama
Buddhisme yang masih ada yang diakui secara umum oleh para ahli :
Theravada (Aliran Para Sesepuh) dan Mahayana (Kendaraan Agung).
Vajrayana, suatu bentuk ajaran yang dihubungkan dengan siddha India,
dapat dianggap sebagai aliran ketiga atau hanya bagian dari Mahayana.
Theravada mempunyai pengikut yang tersebar luas di Sri Lanka, dan Asia
Tenggara. Mahayana, yang mencakup tradisi Tanah Murni, Zen, Nichiren,
Shingon, dan Tiantai (Tiendai) dapat ditemukan di seluruh Asia Timur.
Buddhisme Tibet, yang melestarikan ajaran Vajrayana dari India abad ke-
8, dipraktikkan di wilayah sekitar Himalaya, Mongolia, dan Kalmykia.
Jumlah umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan antara 488 juta dan
535 juta , menjadikannya sebagai salah satu agama utama dunia.

Dalam Buddhisme Theravada, tujuan utamanya adalah pencapaian


kebahagiaan tertinggi Nibbana, yang dicapai dengan mempraktikkan Jalan
Mulia Berunsur Delapan (juga dikenal sebagai Jalan Tengah), sehingga
melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai siklus penderitaan dan
kelahiran kembali. Buddhisme Mahayana, sebaliknya beraspirasi untuk
mencapai kebuddhaan melalui jalan bodhisattva, suatu keadaan di mana
seseorang tetap berada dalam siklus untuk membantu makhluk lainnya
mencapai pencerahan.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai referensi


utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gautama.
Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan
ajarannya dalam tiga buku yaitu Sutta Piaka (khotbah-khotbah Sang
Buddha), Vinaya Piaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan
Abhidhamma Piaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Seluruh naskah aliran Theravada menggunakan bahasa Pali, yaitu


bahasa yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada
zaman Sang Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada
filsafat atau tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci agama Buddha
Theravada, yang disebut kitab suci Tipitaka, oleh karenanya, istilah
"ajaran agama Buddha berbahasa Pali sinonim dengan agama Buddha
Theravada. Agama Buddha Theravada dan beberapa sumber lain
berpendapat, bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nnya
dalam bahasa Pali, di India, Nepal dan sekitarnya selama 45 tahun
terakhir hidup-Nya, sebelum Dia mencapai Parinibbana.

Seluruh naskah aliran Mahayana pada awalnya berbahasa


Sansekerta dan dikenal sebagai Tripitaka. Oleh karena itu istilah agama
Buddha berbahasa Sansekerta sinonim dengan agama Buddha Mahayana.
Bahasa Sansekerta adalah bahasa klasik dan bahasa tertua yang
dipergunakan oleh kaum terpelajar di India. Selain naskah agama Buddha
Mahayana, kita menjumpai banyak catatan bersejarah dan agama, atau
naskah filsafat tradisi setempat lainnya ditulis dalam bahasa Sansekerta.

Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci


dan keramat yaitu :

1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.


2. Bodhi Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan
memperoleh Bodhi.
3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan
ajarannya pertama kali.
4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.

B. Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha

Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah memiliki


kebudayaan sendiri, selama ini dipahami adalah proses masuknya budaya
Hindu dan Buddha tak lepas dari aktivitas perdagangan yang terjadi di
Tanah Air. Melalui perdagangan terjadilah akulturasi budaya. Akulturasi
kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga
membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil
percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri
khasnya. Untuk dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus
seimbang. Begitu juga untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan
kebudayaan Indonesia asli.
Indonesia sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan
memungkinkan bagi para pedagang India untuk sungguh tinggal di kota
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim yang baik.
Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar
hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-Budha
di Indonesia dapat dibedakan atas 3 periode sebagai berikut.
1. Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa
serta menonjol sedang unsur/ ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak.
Terlihat dengan banyak ditemukannya patung-patung dewa Brahma,
Wisnu, Siwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara
dan Mataram Kuno.

2. Periode Tengah (Abad XI-XVI M)


Pada periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal
tersebut disebabkan karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan
unsur Indonesia kembali menonjol sehingga keberadaan ini menyebabkan
munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau lebih aliran). Hal ini terlihat
pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti Singasari, Kediri,
dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu suatu aliran
religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli
dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa.
Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3. Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan
periode sebelumnya, sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena
perkembangan politik ekonomi di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa
Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk memuja dewa. Roh nenek
moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu
sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai
objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi
dari India.

Kebudayaan Hindu dan Buddha pada umumnya dibawa oleh para


pedagang yang berasal dari India. Akibat interaksi antara pedagang dan
penduduk pribumi, maka terjadilah akulturasi kebudayaan Hindu dan
Buddha dengan kebudayaan asli nenek moyang kita. Namun, bukan
berarti kebudayaan asing tersebut diterima begitu saja oleh masyarakat
Indonesia waktu itu, setiap budaya yang masuk mengalami proses
penyesuaian dengan budaya asli di Nusantara. Bentuk akulturasi budaya
Hindu-Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan, seni rupa dan seni
ukir, seni pertunjukkan, seni sastra dan aksara, sistem kepercayaan, dan
sistem pemerintahan. Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-
Buddha dengan kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut.

1. Bahasa

Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya


penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang
dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya perbendaharaan
bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak
ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu
Budha pada abad 5 7 M, Contohnya: prasasti Yupa dari Kutai, prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan
selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno
seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7
13 M.

Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya


penggunaan huruf Pallawa,tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga
berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan
Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang
menggunakan huruf Jawa Kuno.
2. Religi/Kepercayaan

Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama


Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan
pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu Budha
ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai
agama-agama tersebut.

Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia


sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan
Dinamisme, atau dengan kata lainmengalami Sinkritisme. Sinkritisme
adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua
kepercayaan yang berbeda menjadi satu.

Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia,


berbeda dengan agama Hindu Budha yang dianut oleh masyarakat
India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam
upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di
Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu
Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.

3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan


dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang
berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan
adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan
yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah
oleh seorang raja secara turun temurun.

Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap


keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja
tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang
memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa
dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihari (dewa Syiwa
dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan
turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip
musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak
mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa
berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan
Wikramawardana.

Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan


juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan
masyarakat berdasarkan sistem kasta.

Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta :

kastaBrahmana (golongan Pendeta),


kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan),
kasta Waisya (golongan pedagang) dan
kasta Sudra (golongan rakyat jelata).

Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu


Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India
karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek
kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian,karena di Indonesia
kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.

4. Pendidikan

Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat


Indonesia dalam bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat
Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-
Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan
tulis.

Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :


- Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam
kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut
terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan.
Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa
Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
- Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan
didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-
Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan
dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan
di berbagai kerajaan di Indonesia.
- Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu
tinggi yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya
Hindu-Budha. Contoh :
Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.
- Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran
budi pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan
tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling
menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh
sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan
pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat
Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para
pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang
dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran.
Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu
yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya
sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut
kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada
yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu
pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka
menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat
dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru
besar agama Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti,
Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus
untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India)

5. Sistem Pengetahuan

Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu


perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam
kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan
365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78
tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654,maka tahun masehinya
654 + 78 = 732 M

Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga


ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan
Candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar
yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan
dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat
bahasa Jawa salah satu Contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning
bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi =
1,maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400
saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya
Majapahit .

6. Peralatan Hidup dan Teknologi

Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi


terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut
memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi
di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India,karena
Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-
dasar teoritis yang tercantum dalam kitabSilpasastra yaitu sebuah kitab
pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan
pembuatan arca dan bangunan.

Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut
terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan candi di Indonesia
adalah punden berundak-undak,yang merupakan salah satu peninggalan
kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.

Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai


dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata
Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut,
sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah
wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka. Di samping itu
juga dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang
dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat
atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut
lambang jasmaniah raja yangdisebut dengan Pripih.

Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk


pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja
yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah
raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan
terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota
Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
Gambar 1.2. Candi Jago

Gambar 1.2. adalah gambar candi juga salah satu peninggalan kerajaan
Singosari yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana
yang memerintah tahun 1248 1268.

Dilihat dari gambar candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden


berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di
dalamnya terdapat sumuran candi,di mana di dalam sumuran candi
tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja
Wisnuwardhana).

Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu
untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan
dewa, maka untuk memperjelas pemahaman candi Budha berikut ini .

Gambar 1.3. Candi Borobudur

Gambar 1.3. candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga
merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu
peninggalan kerajaan Mataram, dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan
yang paling atas terdapat patung Dyani Budha.
Patung-patung Dyani Budha inilah yang menjadi tempat pemujaan umat
Budha.

Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap candi yang
berbentuk stupa.

Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di


Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat
agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia
memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya
saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap
sesuatu yang bercorak Indonesia.

7. Kesenian

Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni
sastra dan seni pertunjukan. Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya
dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul
pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang
berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.

Contoh dapat Anda amati gambar 1.4.

Gambar 1.4. Relief Candi Borobudur


Gambar 1.4 adalah relief dari candi Borobudur yang menggambarkan
Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini
menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup
Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.

Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil


kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana.
Yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi
Panataran.

Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata


Indonesia juga mengambil kisah asli ceritera tersebut, tetapi suasana
kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana
kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia.

Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja


budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan
suasana di Indonesia.

Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya
suatu ceritera/kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari

kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan


kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa.

Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi


setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari
India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke
dalam bahasa Jawa kuno. Dan,tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut
ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan seperti Semar, Bagong,
Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda yang disadur dari
kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar Pendawa dan
Kurawa,melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri
melawan Jenggala.
Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil
sebagai suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah
satunya pertunjukan Wayang.Seni pertunjukan wayang merupakan salah
satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan
wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa.

Untuk itu wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut


terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun
Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis
dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan. Perubahan tersebut
antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritera
misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita
aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan
berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia Dorna adalah tokoh yang
berperangai buruk suka menghasut.

Anda mungkin juga menyukai