Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama tersebut masuk dan dianut
oleh penduduk di berbgai wilayah nusantara pada waktu yang hampir bersamaan, sekitar
abad ke empat, bersamaan dengan mulai berkembangnya hubungan dagang antara Indonesia
dengan India dan Cina. Sebelum pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia,
diperkirakan penduduk Indonesia menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.
Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu, sedangkan mengenai
pembawa agama Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai berikut :
 Teori ksatria (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para ksatria)
 Teori waisya (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)
 Teori brahmana (masuknya agama Hindu disebarkan oleh para brahmana)
 Teori campuran (masuknya agama Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun
waisya)
Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca Budha
dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai
wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan yang bercorak agama Hindu dan Budha.
Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain:
BAB II
PEMBAHASAN

A. Munculnya agama Hindu di Indonesia

Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai
Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan
Budha. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (kulit putih, badan
tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus)
melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak
bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli
yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti
berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk dalam ras Indo
Jerman. Awalnya bangsa Aria bermatapencaharian sebagai peternak kemudian setelah
menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras mereka yang tertinggi
sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir
ke selatan Pegunungan Vindhya.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan
kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa Dravida yang
masih memuja roh nenek moyang. Berkembanglah Agama Hindu yang
merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan bangsa Aria dan
bangsa Dravida. Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan Dravida yang disebut
Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran
agama Hindu yaitu di Lembah Sungai Indus/ Sungai Shindu/ Hindustan sehingga disebut
kebudayaan Hindu yang selanjutnya menjadi agama Hindu. Daerah perkembangan pertama
agama Hindu adalah di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya)
dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).
Dalam ajaran agama Hindu dikenal 3 dewa utama, yaitu:
 Brahma sebagai dewa pencipta segala sesuatu.
 Wisnu sebagai dewa pemelihara alam
 Siwa sebagai dewa perusak
Ketiga dewa tersebut dikenal dengan sebutan Tri Murti. Kitab suci agama Hindu
disebut Weda (Veda) artinya pengetahuan tentang agama. Pemujaan terhadap para dewa-
dewa dipimpin oleh golongan pendeta/Brahmana. Mereka mengenal pembagian masyarakat
atas kasta-kasta tertentu, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Pembagian tersebut
didasarkan pada tugas/ pekerjaan mereka.
1. Brahmana bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan, terdiri dari para pendeta.
Keberadaan kasta ini ada pada posisi paling penting dan punya peranan yang sangat
besar bagi berjalannya pemerintahan. Mereka adalah orang yang paling mengerti
menegnai seluk beluk agama Hindu, serta menjadi penasehat raja.
2. Ksatria berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara. Yang
termasuk dalam kasta ini adalah para bangsawan, raja dan keluarganya, para pejabat
pemerintah. Kasta ini memiliki kedudukan yang penting dalam pemerintahan, punya
banyak hak tetapi tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak, memberikan
persembahan, dsb.
3. Waisya bertugas berdagang, bertani, dan berternak. Mereka yang tergolong dalam kasta
ini adalah para pedagang besar (saudagar),para pengusaha. Dalam golongan masyarakat
biasa kasta ini cukup memiliki peran penting.
4. Sudra bertugas sebagai petani/ peternak, para pekerja/ buruh/budak. Mereka adalah para
pekerja kasar. Mereka mempunyai banyak kewajiban terutama wajib kerja tetapi
keberadaannya kurang diperhatikan.
5. Di luar kasta tersebut terdapat kasta Paria terdiri dari pengemis dan gelandangan.
Pembagian kasta muncul sebagai upaya pemurnian terhadap keturunan bangsa Aria
sehingga dilakukan pelapisan yang bersumber pada ajaran agama. Pelapisan tersebut dikenal
dengan Caturwangsa/Caturwarna, yang berarti empat keturunan/ empat kasta. Pembagian
kasta tersebut didasarkan pada keturunan. Dalam konsep Hindu sesorang hanya dapat terlahir
sebagai Hindu bukan menjadi Hindu.
Perkawinan antar kasta dilarang dan jika terjadi dikeluarkan dari kasta dan masuk
dalam golongan kaum Pariaseperti bangsa Dravida. Paria disebut juga Hariyan dan
merupakan mayoritas penduduk India.
Muncul dan berkembangnya Agama Budha
Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Muncul sekitar 525 SM.
Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua harapan dikabulkan). Agama
Budha muncul disebabkan karena :
Sidharta memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat memecah
belah masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat dan martabat manusia
berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama kedudukannya.
Itulah fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat
Sidharta akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada adalah karena beliau
melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan tua, sakit, mati, dan hidup miskin yang
intinya bahwa bagi Sidharta kehidupan adalah suatu “PENDERITAAN”. Oleh karena itu
manusia harus dapat menghindarkan diri dari penderitaan (samsara), dan demi mencari cara
atau jalan untuk membebaskan diri dari penderitaan guna mencapai kesempurnaan maka
beliau meninggalkan istana dengan segala kemewahannya melakukan meditasi tepatnya di
bawah pohon Bodhi di daerah Bodh Gaya. Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta
memperoleh penerangan agung dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha. Agama Budha
lahir sebagai upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan diri Sidharta sehingga
menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas dari penderitaan di dunia
sehingga dapat mencapai kesempuirnaan (nirwana) dan berharap tidak akan terlahir kembali
di dunia untuk merasakan penderitaan yang sama.
Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang tanpa
harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran Hindu dimana hanya
pendeta yang dapat membuat orang mencapai kesempurnaan. Sidharta Gautama dikenal
sebagai Budha atau seseorang yang telah mendapat pencerahan. Sidharta artinya orang yang
mencapai tujuan. Sidharta disebut juga Budha Gautama yang berarti orang yang menerima
bodhi. Ajaran agama Budha dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa
Sansekerta Tri artinya tiga dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa kelahiran, menerima
penerangan agung dan kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang bersamaan yaitu waktu
bulan purnama pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat Budha
sebagai Triwaisak.
Dalam agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini dipandang akan
membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga dalam Budha laki-laki
ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja semuanya punya hak yang sama dalam
kehidupan ini.
Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama Hindu di
Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)
2. Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ.Krom)
3. Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)
4. Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
5. Teori Arus Balik (dikemukakan oleh M.Yamin)
Proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia
adalah sebagai berikut.
Agama Budha
Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan adanya
misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat sehari-hari, serta
dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta Budha masuk ke Indonesia
melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan, yaitu melalui jalan daratan dan lautan.
Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu masuk ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra,
sedangkan jika menempuh jalur laut, persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia
Tenggara. Selanjutnya sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan
keluarganya serta mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat
kaum Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India tersebut pasti
ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung yaitu India sehingga mereka
pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka membawa banyak hal baru untuk
selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia. Unsur India tersebut tidak secara mentah
disebarkan tetapi telah mengalami proses penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan
budaya Budha yang berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.
Agama Hindu
Para pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui jalur
perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan menemui penguasa
lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik dengan ajaran Hindu maka para
pendeta bisa langsung mengajarkan dan menyebarkannya. Dalam ajaran agama Hindu
konsepnya adalah seseorang terlahir sebagai Hindu bukan menjadi Hindu maka untuk
menerima ajaran agama Hindu orang Indonesia harus di-Hindu-kan melalui
upacara Vratyastoma dengan pertimbangan kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan
(memberi kasta). Hubungan India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala
suku/ raja lokal untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya
India lebih dalam lagi. Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian menyebarkan
kebudayaan India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka mendatangkan para
Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa di Indonesia, seperti
upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan seseorang menjadi raja. Jika di
suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan memperkuat proses penyebaran agama
Hindu bagi rakyat di daerah tersebut. Berikut kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di
Indonesia.

B. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berada di kalimantan Timur, yaitu di sungai hulu Mahakam. Nama
kerajaan ini disesuaikan dengan nama tempat penemuan prasasti, yaitu didaerah Kutai.
kaltim telah berdiri dan berkembang kerajaan yang mendapatkan pegaruh Hindu
adalah beberapa penemuan berupa batu bertulis atau Prasasti. Tulisan itu ada pada tujuh tiang
batu yang disebut Yupa. Yupa ini berfungsi utuk mengikat hewan Korban. Korban itu
merupakan pwersembahan rakyat kepada para Dewa yang dipujanya.
Kehidupan sosial dan budayanya pun sangat menjujung tinggi nilai kebudayaan yang
ada. Kehidupan ekonomi masyarakat kutai sangat makmur, dengan bukti bahwa Kerajaan
Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat
yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah
memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
Masa keruntuhan Kerajaan Kutai runtuh ketika Raja Dharma Setia tewas ditangan
Raja Kutai Kartanegara. Raja Dhamarmasetia adalah anak dari Raja Mulawarman, cucu dari
Raja Asmawarman, buyut dari Raja Kudungga. Dan Raja Dharma Setia adalah Raja terakhir
diKerajaan Kutai

Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai


1. Singgasana Sultan adalah salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Kutai yang masih
terjaga sampai saat ini. Benda ini diletakan di Museum Mulawarman.
Pada zaman dahulu Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaimanserta
raja-raja Kutai sebelumnya. Sultan aji muhhammad yang namanya sekarang di jadikan
nama bandara internasional balikpapan sepinggan sejak tahun 2014. Singgasana Sultan
ini dilengkapi dengan payung serta umbul-umbul serta peraduan pengantin Kutai
Keraton.
Singgasana Kerajaan Kutai
2. Kering Bukit Kang merupakan keris yang digunakan
oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang
pertama. Berdasarkan cerita dari masyarakat menyebutkan bahwa putri ini merupakan
putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas bambu. Di dalam gong
tersebut terdapat bayi perempuan, telur ayam dan sebuah kering. Kering ini diyakini
sebagai Keris Bukit Kang.
Keris Bukit Kang
3. kura-kura emas. Benda yang memiliki ukuran sebesar kepalan tangan ini ditemukan di
daerah Long Lalang, daerah yang berada di hulu Sungai Mahakam. Dari riwayat yang
diketahui benda ini merupakan persembahan dari seorang pangeran dari Kerajaan China
untuk Putri Raja Kutai, Aji Bidara Putih. Kura-kura emas ini merupakan bukti dari
pangeran tersebut untuk mempersunting sang putri.
4. Pedang Sultan Kutai terbuat dari emat padat. ciri ciri dari pedanh sultan kutai ini terdapat
pada corak gagang pedang terdapat ukiran gambar seekor harimau yang siap untuk
menerkam mangsanya. kemudian pada bagian ujung pedang terdapat hiasan seekor
buaya. Namun anda tidak akan menemukan pedang sultan kutai ini di museum
Mulawarman kutai, namun tersimpan di Museum Nasional di Jakarta.
5. Kalung Ciwa yang ditemukan oleh pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman.
Kalung ini ditemukan oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan Muara Kaman pada
tahun 1890. Saat ini Kalung Ciwa masih digunakan sebagai perhiasan oleh sultan dan
hanya dipakai ketika ada pesta penobatan sultan baru.
6. Ketopong adalah mahkota yang biasa dipakai oleh Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat
dari emas. Ketopong ini memiliki berat 1,98 kg dan saat ini masih tersimpan di Museum
Nasional Jakarta. Benda bersejarah yang satu ini ditemukan di Mura Kaman, Kutai
Kartanegara pada tahun 1890. Sedangkan yang dipajang di Museum Mulawarman
merupakan ketopong tiruan.
7. Prasasti Yupa merupakan salah satu bukti sejarah Kerajaan Kutai yang paling tua. Dari
prasasti inilah diketahui tentang adanya Kerajaan Kutai di Kalimantan. Di dalam prasasti
ini terdapat tulisan-tulisan yang menggunakan bahasa Sansekerta dan juga aksara/huruf
Pallawa. Isi dari Prasasti Yupa mengungkapkan sejarah dari Kerajaan Hindu yang berada
di Muara Kaman, di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Secara garis besar
prasasti tersebut menceritakan tentang kehidupan politik, sosial dan budaya Kerajaan
Kutai. ini tulisan yang tertulis di prasati yupa.

C. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan Kerajaan
Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun
358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja
Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu
pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang
6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima diantaranya
ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di
desa Lebak, Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan
Tarumanegara tersebut adalah sebagai berikut :
1. Prasasti Kebon Kopi,
2. Prasasti Tugu,
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Bogor.

C. Kerajaan Kalingga atau Holing

Keberadaan kerajaan ini diketahui dari kitab sejarah Dinasti Tang (618-906).
Diperkirakan Kerajaan Ho-ling atau Kaling terletak di Jawa Tengah
Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India Talingga. Tidak ditemukan
peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut berita Cina, kotanya dikelilingi
dengan pagar kayu rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat
duduk sang raja terbuat dari gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenali
ilmu perbinatangan. Dalam berita Cina tersebut adanya ratu His-mo atau sima, yang memerintah
pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum
dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agamaa Hindu.
Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama 3
tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi
Ning menerjemahkan kitab Hinayanaa dari bahasa Sanskerta.

D. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya
bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra
Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur
pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada
abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk
kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang,
sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong
perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut :
 Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka,
sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
 Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan
Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim
(sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690
sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya
telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini
juga diperkuat oleh 5 buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam
huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi-candi
budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi, Candi
Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang
terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca budha dan bodhisatwa
Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.
Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan
sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana,
Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain
pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan
studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa
Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama
Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah
digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha
Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun
demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya.
Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
 Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
 Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja
Rajendracoladewa.
 Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 – 1292.
 Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
 Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah
Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh
besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah
satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin
oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu
antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno,
Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan tulang Bawang, Kerajaan Kota Kapur,
Kerajaan Buleleng, dan Kerajaan Dinasti Warmadewa. Masuknya kebudayaan India ke
Indonesia telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia.
Namun kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India
mengalami proses erajaan penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi
kebudayaan.

B. Saran
1. Di dunia ini kita harus saling menghormati dan menghindari permusuhan agar tercipta
kedamaian dan kemakmuran di NKRI.
2. Kita harus belajar dari masa lalu bahwa permusuhan adalah awal kehancuran, untuk itu
marilah kita saling bersatu agar terwujud dunia yang lebih baik.

https://tugassma1purworejo.blogspot.com/2017/02/makalah-sejarah-sejarah-kerajaan-hindu.html

https://www.academia.edu/31056537/makalah_kerajaan_hindu-budha_di_indonesia

Anda mungkin juga menyukai